Sebelum dilakukan perubahan pada isi uud 1945, presiden dan wakil presiden dipilih oleh

Undang-Undang ini mengatur mekanisme pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden untuk menghasilkan Presiden dan Wakil Presiden yang memiliki integritas tinggi, menjunjung tinggi etika dan moral, serta memiliki kapasitas dan kapabilitas yang baik. Untuk mewujudkan hal tersebut, dalam Undang-Undang ini diatur beberapa substansi penting yang signifikan antara lain mengenai persyaratan Calon Presiden dan Wakil Presiden wajib memiliki visi, misi, dan program kerja yang akan dilaksanakan selama 5 (lima) tahun ke depan. Dalam konteks penyelenggaraan sistem pemerintahan Presidensiil, menteri yang akan dicalonkan menjadi Presiden atau Wakil Presiden harus mengundurkan diri pada saat didaftarkan ke Komisi Pemilihan Umum. Selain para Menteri, Undang-Undang ini juga mewajibkan kepada Ketua Mahkamah Agung, Ketua Mahkamah Konstitusi, Pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan, Panglima Tentara Nasional Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi mengundurkan diri apabila dicalonkan menjadi Presiden atau Wakil Presiden. Pengunduran diri para pejabat negara tersebut dimaksudkan untuk kelancaran penyelenggaraan pemerintahan dan terwujudnya etika politik ketatanegaraan. Untuk menjaga etika penyelenggaraan pemerintahan, gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, atau walikota/wakil walikota perlu meminta izin kepada Presiden pada saat dicalonkan menjadi Presiden atau Wakil Presiden.

tirto.id - Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 adalah konstitusi negara Indonesia yang disahkan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI ) pada 18 Agustus 1945. Sepanjang sejarahnya, amandemen UUD 1945 telah empat kali dilakukan, termasuk untuk Pasal 7.

Setelah disahkan tahun 1945, pada 17 Agustus 1950 diberlakukan Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) 1950 seiring dibentuknya Republik Indonesia Serikat (RIS) sebagai kesepakatan usai penyerahan kedaulatan oleh Belanda.

UUD 1945 diberlakukan kembali usai Presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Isi UUD 1945 tidak berubah sampai runtuhnya rezim Orde Baru pimpinan Soeharto pada 1998.

Setelah berakhirnya Orde Baru dan Indonesia memasuki era reformasi, amandemen UUD 1945 pun dilakukan sebanyak 4 kali, yaitu pada 1999, 2000, 2001, dan 2002.

Amandemen UUD 1945 Pasal 7

Sebelum dilakukan perubahan pada isi uud 1945, presiden dan wakil presiden dipilih oleh

Amandemen UUD 1945 pertama dilakukan tahun 1999. Salah satu pasal yang penting dan diamandemen pada Sidang Umum MPR 1999 adalah Pasal 7 tentang jabatan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia.

Sebelum amandemen, Pasal 7 UUD 1945 berisi bahwa presiden dan wakilnya memiliki masa jabatan selama lima tahun. Apabila telah selesai, dapat dipilih kembali tanpa ada batasan berapa kali periode diperbolehkan menjabat. Bunyi teks asli sebelum ada revisi seperti ini:

Pasal 7

Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama masa lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali

Pasal 7 kembali mengalami perubahan dalam amandemen ketiga pada 2001. Ada tambahan isi dalam Pasal 7 yang termuat melalui Pasal 7A, 7 B, dan 7C. Sementara untuk Pasal 7 yang utama, isinya masih seperti pada amandemen pertama dan tidak direvisi.

Di Pasal 7A disebutkan bahwa Presiden dan Wakil Presiden dapat diberhentikan MPR atas usul DPR jika melakukan pelanggaran tertentu.

Sementara itu, pada Pasal 7B dijelaskan tentang tata cara eksekusi usulan pemberhentian Presiden dan Wakil Presiden oleh DPR, yang nantinya melibatkan Mahkamah Konstitusi. Terakhir, Pasal 7C menegaskan, Presiden tidak memiliki kewenangan untuk membubarkan DPR.

Baca juga:

  • Amandemen UUD 1945 Tahun 2002: Sejarah Isi & Perubahan Keempat
  • Amandemen UUD 1945: Sejarah & Isi Perubahan Ketiga Tahun 2001
  • Isi Perubahan Kedua & Sejarah Amandemen UUD 1945 Tahun 2000
  • Sejarah & Isi Perubahan Amandemen UUD 1945 Pertama Tahun 1999

Hasil Amandemen UUD 1945 Pasal 7

Berikut ini hasil amandemen UUD 1945 Pasal 7, dikutip dari laman resmi DPR-RI:

Pasal 7

Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.*)

Pasal 7A

Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. ***)

Baca juga:

  • Amandemen UUD 1945 Dilakukan 4 Kali, Sejarah, & Perubahan Pasal
  • Beda Isi Piagam Jakarta dengan Pancasila dan Sejarah Perubahannya
  • Sejarah BPUPKI dan Kaitannya dengan Dasar Negara Pancasila

Pasal 7B

(1) Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. ***)

(2) Pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum tersebut ataupun telah tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden adalah dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat. ***)

(3) Pengajuan permintaan Dewan Perwakilan Rakyat kepada Mahkamah Konstitusi hanya dapat dilakukan dengan dukungan sekurangkurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh sekurangkurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat. ***)

(4) Mahkamah Konstitusi wajib memeriksa, mengadili, dan memutus dengan seadiladilnya terhadap pendapat Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lama sembilan puluh hari setelah permintaan Dewan Perwakilan Rakyat itu diterima oleh Mahkamah Konstitusi. ***)

(5) Apabila Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat. ***)

(6) Majelis Permusyawaratan Rakyat wajib menyelenggarakan sidang untuk memutuskan usul Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lambat tiga puluh hari sejak Majelis Permusyawaratan Rakyat menerima usul tersebut. ***)

(7) Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden harus diambil dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat yang dihadiri oleh sekurangkurangnya 3/4 dari jumlah anggota dan disetujui oleh sekurangkurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir, setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi kesempatan menyampaikan penjelasan dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat. ***)

Pasal 7C

Presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat. ***)

____________

*) Perubahan Pertama

***) Perubahan Ketiga

Baca juga artikel terkait AMANDEMEN UUD 1945 atau tulisan menarik lainnya Ilham Choirul Anwar
(tirto.id - ica/isw)


Penulis: Ilham Choirul Anwar
Editor: Iswara N Raditya
Kontributor: Ilham Choirul Anwar

Subscribe for updates Unsubscribe from updates

Sebelum dilakukan perubahan pada isi uud 1945, presiden dan wakil presiden dipilih oleh

Sebelum dilakukan perubahan pada isi uud 1945, presiden dan wakil presiden dipilih oleh
Lihat Foto

shutterstock.com

Perubahan Undang-Undang Dasar 1945

KOMPAS.com - Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau UUD 1945 merupakan dasar hukum tertulis, konstitusi pemerintahan negara Republik Indonesia sampai saat ini.

Dalam buku UUD 1945 dan Perubahannya (2017) karya Rudi, pada kurun waktu 1999-2002 UUD 1945 mengalami empat kali perubahan (amandemen) yang mengubah susunan lembaga dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia.

Periode perubahan Undang-Undang Dasar 1945

Salah satu tuntutan Reformasi 1998 adalah dilakukannya perubahan UUD 1945. Perubahan tersebut yaitu:

Perubahan atau Amandemen UUD 1945 pertama dilakukan tanggal 14-21 Oktober 1999 dalam Sidang Umum MPR.

Amandemen tersebut menyempurnakan sembilan pasal, yakni Pasal 5, Pasal 7, Pasal 9, Pasal 13, Pasal 15, Pasal 17, Pasal 20, dan Pasal 21.

Terdapat dua perubahan fundamental yang dilakukan, yaitu:

  1. Pergeseran kekuasaan dengan membentuk undang-undang dari Presiden ke DPR.
  2. Pembatasan masa jabatan presiden selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, untuk satu kali masa jabatan.

Baca juga: Amandemen UUD 1945: Tujuan dan Perubahannya

Perubahan UUD 1945 kedua terjadi pada 7-18 Agustus 2000 dalam Sidang Tahunan MPR.

Pada perubahan UUD 1945 tersebut ada 15 pasal perubahan atau tambahan, serta tambahan dan perubahan enam bab.

Terdapat delapan perubahan penting, yaitu:

  1. Otonomi daerah atau desentralisasi
  2. Pengakuan serta penghormatan terhadap satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau istimewa dan terhadap kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya.
  3. Penegasan fungsi dan hak DPR
  4. Penegasan NKRI sebagai sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan haknya ditetapkan dengan undang-undang.
  5. Perluasan jaminan konstitusional hak asasi manusia
  6. Sistem pertahanan dan keamanan negara
  7. Pemisahan struktur dan fungsi TNI serta Polri
  8. Pengaturan bendera, bahasa, lambang negara, dan lagu kebangsaan.
  • Perubahan (Amandemen) III

Perubahan UUD 1945 ketiga berlangsung dari tanggal 1-9 November 2001 dalam Sidang Umum MPR.

Terdapat 23 pasal perubahan atau tambahan dan tiga bab tambahan. Terdapat 10 perubahan mendasar, yaitu:

  1. Penegasan Indonesia sebagai negara demokratis berdasar hukum berbasis konstitusionalisme.
  2. perubahan struktur dan kewenangan MPR
  3. Pemilihan presiden dan wakil presiden langsung oleh rakyat.
  4. Mekanisme pemakzulan presiden dan atau wakil presiden
  5. Kelembagaan Dewan Perwakilan Daerah
  6. Pemilihan umum
  7. Pembaharuan kelembagaan Badan Pemeriksa Keuangan
  8. Perubahan kewenangan dan proses pemilihan serta penetapan hakim agung.
  9. Pembentukan Mahkamah Konstitusi
  10. Pembentukan Komisi Yudisial

Baca juga: Soal Amandemen Terbatas, Wakil Ketua MPR Kritik Pratikno

Perubahan UUD 1945 keempat berlangsung dari tanggal 1-11 Agustus 2002 pada Sidang Umum MPR.

Terdapat 13 pasal, tiga pasal aturan peralihan, dua pasal tambahan, dan perubahan dua bab.

Syarat perubahan

Terdapat beberapa syarat untuk melakukan perubahan pasal dalam UUD 1945, di antaranya:

  1. Usul perubahan pasal-pasal UUD 1945 dapat diagendakan dalam Sidang MPR bila diajukan sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR.
  2. Setiap usul perubahan pasal-pasal UUD 1945, diajukan secara tertulis dan ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya.
  3. Untuk mengubah pasal UUD 1945, Sidang MPR harus dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota MPR.
  4. Putusan untuk mengubah pasal UUD 1945 dilakukan dengan persetujuan 50 persen ditambah satu anggota dari seluruh anggota MPR.
  5. Khusus mengenai bentuk NKRI tidak dapat dilakukan perubahan.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.