Mengapa Aceh menjadi pusat perdagangan di Nusantara?

GELOMBANG kedatangan orang-orang India ke pesisir Aceh memuncak setelah kejatuhan Kesultanan Malaka ke Portugis pada 1511. Malaka saat itu merupakan pelabuhan utama bagi kapal-kapal India, Arab, China, dan Melayu. Petualang Portugis, Tome Pires (1468-1540), menyatakan, ”Siapa pun yang menguasai Malaka dapat mencekik mati Venesia. Mulai dari Malaka, Malaka sampai ke China, China sampai ke Maluku, Maluku sampai ke Jawa, Jawa sampai ke Malaka dan Sumatera berada di dalam kekuasaannya.”

Namun, pernyataan Tome Pires tidak sepenuhnya tepat. Kejatuhan Malaka ternyata mendorong terbentuknya Kesultanan Aceh. ”Kesultanan Aceh yang tercipta oleh penaklukan Sultan Ali Mughayat Syah atas seluruh daerah pantai utara (1520-1524) pada dasarnya adalah permulaan baru yang muncul karena intervensi Portugis yang tidak dapat diterima itu,” tulis Reid.

Sejak terbentuknya kesultanan baru, Aceh berkembang menjadi pusat lada dunia. Para pedagang yang semula berlabuh ke Malaka memilih berdagang ke Aceh dan kemudian ke Banten. Dengan cepat, Aceh berhasil memperluas kebun lada di Sumatera dan menemukan jalur pengapalan lada langsung ke Laut Merah dengan menghindari wilayah pantai barat India yang dikuasai Portugis. ”Pada tahun 1550-an Aceh memasok sekitar separuh kebutuhan lada Eropa melalui jalur ini,” tulis Reid.

Banda Aceh yang menjadi pusat kekuasaan Kesultanan Aceh semakin banyak dihuni pendatang dari ”Negeri Atas Angin”, khususnya dari India. Mereka membangun koloni, sebagian kawin dan melebur dengan orang Aceh. ”Sekarang susah mencari orang Aceh asli. Lihat saja wajah orang Aceh. Ada yang mirip Arab, Keling, Banglades,” kata Rusdi Sufi. ”Di Aceh juga ada beberapa Kampung Keling yang jejaknya masih ada. Ini menandakan mereka pernah membangun koloni.”

Mengutip catatan pelaut Inggris, James Lancaster, yang berkunjung ke Aceh pada 5 Juni 1602, Dennys Lombard (1981) menyimpulkan bahwa bangsa India mendominasi perdagangan Aceh pada era itu. Saat Lancaster membuang sauh di Aceh, dia melihat 16 sampai 18 kapal, ”beberapa dari Gujarat, Bengala, Kalkutta (Malabar), sebagian dari Pegu (Myanmar).” Selain itu, menurut Lombard, Aceh juga mempunyai hubungan dengan pedagang Sri Lanka dan Koromandel (Tamil). Beragamnya subetnis India yang berdagang ke Aceh ini agaknya memengaruhi banyaknya variasi kari di Aceh dewasa ini.

Selain berdagang, menurut catatan pelaut Inggris, William Dampier yang berkunjung ke Aceh pada 1688, orang Tamil didatangkan ke Aceh sebagai budak untuk bekerja di pertanian. ”Budak dibawa orang Inggris dan Denmark beberapa waktu yang lalu dari pantai Koromandel (Tamil) ketika ada kelaparan di Aceh... Merekalah yang pertama-tama memperkenalkan jenis pertanian itu kepada orang Aceh (pesisir),” tulis Dampier dalam Supplément du voyage autour du monde (1723).

Para pedagang India ini, lanjut Lombard, tetap menjalin perdagangan dengan Aceh hingga abad ke-18 ketika kejayaan Kesultanan Aceh sudah merosot. ”Meskipun kota itu tidak lagi merupakan gudang barang dagangan dari Timur, perdagangannya dengan orang-orang Hindustan masih terjalin. Mereka menyediakan kain katun dan sebagai gantinya menerima serbuk emas, kayu sapang, buah pinang, (nilam), lada, belerang, kapur, dan kemenyan,” tulis Lombard.

Kegemilangan Kesultanan Aceh terus merosot seiring menguatnya Belanda di Nusantara. Sejak kedatangan Portugis di Malaka yang disusul Spanyol, Inggris, dan Belanda, perburuan rempah kian lekat dengan peperangan. Aceh pun berada dalam pusaran perang panjang dan berdarah. Perang Aceh melawan Belanda dimulai dari 1873 hingga 1904. Ini merupakan perang terpanjang di Nusantara. Bahkan, setelah Kesultanan Aceh menyerah pada 1904, perlawanan rakyat Aceh dengan sistem gerilya berlanjut. Aceh belum sepenuhnya ditaklukkan Belanda ketika gerakan kemerdekaan Indonesia menggelora.

Setelah kemerdekaan Indonesia, perang masih terjadi di Aceh. Pada 1953, Daud Beureuh menggelorakan perlawanan DI TII yang baru berakhir pada 1962. Empat belas tahun kemudian, giliran Hasan Tiro mendeklarasikan kemerdekaan Aceh Sumatera. Aceh kembali dibelit konflik berdarah hingga penandatanganan damai pada 15 Agustus 2005. (Ahmad Arif, Budi Suwarna, Aryo Wisanggeni Gentong)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berikutnya

Namun peran Samudera Pasai sebagai kerajaan terpenting dalam arus perdagangan di wilayah Asia harus terpatahkan oleh bandar perdagangan Malaka di Semenanjung Melayu. Sejak 1450, Malaka berhasil menguasai jalur perdagangan yang selama ini dikuasai oleh Samudera Pasai.
Kerajaan Samudra Pasai menjadi pusat perdagangan karena letaknya strategis di dekat selat malaka.

Mengapa bandar-bandar di Samudera Pasai menjadi pusat perdagangan internasional?

Pada saat itu Bandar-bandar di Kerajaan Samudera Pasai menjadi pusat perdagangan Internasional dan merupakan pintu masuk ke Nusantara. Hubungan baik dengan Kerajaan Malaka yang saat itu ramai sebagai pusat perdagangan dunia membuat Kerajaan Samudera Pasai sebagai pelabuhan yang maju.

Mengapa Kerajaan Samudera Pasai terkenal sebagai pusat perdagangan terbesar di Sumatera?

Hal inilah yang mengakibatkan Kerajaan Samudera Pasai menjadi pusat perdagangan terbesar di Sumatera pada saat itu. Kerajaan juga menjadi terkenal sebagai tempat penyebaran agama Islam.

Kenapa Kerajaan Samudera Pasai menjadi pusat perdagangan?

Karena kerajaan samudera pasai memiliki letak dan kondisi yang strategis dan sebagai penghasil lada terbesar di asia.

You might be interested:  Mengapa Teori Atom Dianggap Gagal?

Latar belakang Kerajaan Samudra Pasai dijuluki sebagai daerah Serambi Mekkah adalah disebabkan oleh?

Dilansir dari Encyclopedia Britannica, latar belakang kerajaan samudra pasai dijuluki sebagai daerah serambi mekkah adalah disebabkan oleh diterapkannya aturan-aturan hukum islam sehingga memiliki kesamaan dengan masyarakat arab.

Apakah yang menyebabkan keruntuhan kerajaan Samudra Pasai?

Kerajaan Samudera Pasai berdiri dari abad ke-13 hingga 16 M atau sekitar 3 abad hingga akhirnya runtuh akibat penyerangan yang dilakukan Portugis. Kerajaan Samudera Pasai dibawah pemerintahan Sultan Zain Al-Abidin akhirnya ditaklukkan oleh Portugis pada 1521.

Dimana Samudra Pasai?

Kerajaan Samudera Pasai terletak di Aceh, dan merupakan kerajaan Islam pertama di Indonesia. Kerajaan ini didirikan oleh Meurah Silu pada tahun 1267 M. Bukti-bukti arkeologis keberadaan kerajaan ini adalah ditemukannya makam raja-raja Pasai di kampung Geudong, Aceh Utara.

Mengapa Samudra Pasai juga disebut pusat studi Islam di wilayah Asia Tenggara pada awal abad ke 14?

Jawaban pendek: Kerajaan Samudra Pasai menjadi pusat studi Islam Nusantara karena lokasinya yang strategis, di ujung pulau Sumatera dan di tepi selat malaka. Selat Malaka saat itu adalah jalur perdagangan laut yang sangat penting yang menghubungkan India, Semenanjung Arab dan Persia, dengan China di timur.

Bagaimana peranan Samudra Pasai dan Aceh Darussalam dalam bidang perdagangan Nusantara?

Jawaban. Peran kerajaan samudera pasai dan Aceh Darussalam dalam perdagangan di Nusantara begitu berpengaruh, karena letak kedua kerajaan ini sangat mendukung. Pada saat itu kedua kerajaan menjadi tempat singgah para mubaligh dan pedagang yang berkunjung ke Indonesia mulai dari Gujarat, Persia dan daerah timur tengah.

Kapan Islam masuk ke Samudra Pasai?

Tepatnya pada tahun 1267 Masehi. Lokasi persis, kerajaan Islam pertama di Indonesia ini diperkirakan berada di Desa Beuringin, Kecamatan Samudra, Daerah Istimewa Aceh.

Dimana letak kerajaan Aceh Darussalam?

Kesultanan Aceh merupakan kelanjutan dari Kesultanan Samudera Pasai yang hancur pada abad ke-14. Kesultanan Aceh terletak di utara pulau Sumatera dengan ibu kota Kutaraja (Banda Aceh).

Siapa raja yang terkenal di kerajaan samudra pasai?

Puncak Kejayaan

Tokoh sejarah yang terkenal pada masa Kerajaan Samudra Pasai adalah Sultan Malik At-Tahir II. Pada masa pemerintahannya Samudra Pasai mencapai puncak kejayaan. Kerajaan Samudra Pasai dikenal sebagai pusat penyebaran Agama Islam dan pusat perdagangan.

SEKILAS SEJARAH ACEH ABAD KE- 16
(Penulis : Nurdin.S.Sos Staf pemugaran Bpcb Aceh)

Kekuasaan Sultan Iskandar Muda yang dimulai pada tahun 1607 sampai 1636, merupakan masa paling gemilang, Aceh merupakan negeri yang amat kaya dan makmur pada masa kejayaannya. Pada zaman itu pula kesultanan Aceh telah menjalin hubungan dengan kerajaan–kerajaan barat termasuk Inggris, Ottoman dan Belanda. Raja Aceh digelar Sultan Iskandar Muda Meukuta Perkasa Alam, Kerajaan Aceh berkembang sebagai kerajaan Islam dan mengalami kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Perkembangan pesat yang dicapai Kerajaan Aceh tidak lepas dari letak kerajaannya yang strategis, yaitu di Pulau Sumatera bagian utara dan dekat jalur pelayaran perdagangan internasional pada masa itu. Pada abad ke XVI, Aceh memegang peranan yang sangat penting sebagai daerah transit barang-barang komo- diti dari Timur ke Barat. Komoditi dagang dari nusantara Aceh juga dikenal dengan daerah pertama masuk nya agama Islam ke nusantara. Para pedagang dari Saudi Arabia, Turki, Gujarat dan India yang beragama Islam singgah di Aceh dalam perjalanan mereka mencari berbagai komoditi dagang dari nusantara seperti lada, pala, cengkeh dan rempah-rempah laiinnya. Aceh yang terletak di jalur pelayaran internasional merupakan daerah pertama yg mereka singgahi di Asia Tenggara. Ramainya aktivitas pelayaran perdagangan melalui bandar – bandar perdagangan Kerajaan Aceh, mempengaruhi perkembangan kehidupan Kerajaan Aceh dalam segala bidang seperti politik, ekonomi, sosial, budaya. A. KEHIDUPAN POLITIK Islam sebagai sebuah pemerintahan hadir di Indonesia sekitar abad ke 12, namun sebenarnya Islam sudah masuk ke Indonesia pada abad 7 M. Saat itu sudah ada jalur pelayaran yang ramai dan bersifat internasional melalui Selat Malaka yang menghubungkan Dinasti Tang Sriwijaya di Asia Tenggara dan Bani Umayyah di Asia Barat sejak abad 7 Masehi. Menurut sumber-sumber Cina Arab muslim di pesisir pantai Sumatera, Islam pun memberikan pengaruh kepada institusi politik yang ada. Hal ini nampak pada Tahun 100 H (718 M) Raja Sriwijaya Jambi,yang bernama Srindravarman mengirim surat kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz dari Kekhalifahan Bani Umayyah meminta dikirimkan da’i yang bisa menje- laskan Islam kepadanya. Surat itu berbunyi: “Dari Raja di Raja yang adalah keturunan seribu raja, yang isterinya juga cucu seribu raja, yang di dalam kandang binatangnya terdapat seribu gajah, yang di wilayahnya terdapat dua sungai yang mengairi pohon gaharu, bumbu-bumbu wewangian, pala dan kapur barus yang semerbak wanginya hingga menjangkau jarak 12 mil, kepada Raja Arab yang tidak menyekutu- kan tuhan-tuhan lain dengan Allah. Saya telah mengirimkan kepada anda hadiah, yang tidak begitu banyak, tetapi sekedar tanda persahabatan. Saya ingin Anda mengirimkan kepada saya seseorang yang

dapat mengajarkan Islam kepada saya dan menjelaskan kepada saya tentang hukum-hukumnya”

Islam terus menjadi institusi politik Misalnya, sebuah kesultanan Islam bernama Kesultanan Peureulak didirikan pada 1 Muharram 225 H atau 12 November 839 Masehi. Contoh lain adalah Kerajaan Ternate. Islam masuk ke kerajaan di kepulauan Maluku ini tahun 1440. Rajanya seorang Muslim bernama Bayanullah Kesultanann Islam kemudian semikin menyebarkan ajaran-ajarannya ke penduduk dan melalui pembauran, menggantikan Hindu sebagai kepercayaan utama pada akhir abad ke- 16 di Jawa dan Sumatera. Hanya Bali yang tetap mempertahankan mayoritas Hindu. di kepulauan-kepulauan di timur, rohaniawan- rohaniawan Kristen dan Islam diketahui sudah aktif pada abad ke-16 dan17, dan saat ini ada mayoritas yang besar dari kedua agama di kepulauan-kepulauan tersebut. Pada abad itu pula Aceh menjadi pencaturan politik dan perkembangan ekonomi, tidak saja dalam kawasan nusantara bahkan meluas ke asia tenggara, saat itu garis hubungan Kerajaan Aceh Darussalam mencakup Tiongkok, Korea, Amerika, Eropa, Timur Tengah,India dan Afrika. Banda Aceh sebagai pusat kota Politik dan pusat kebudayaan, betul-betul hidup dan bergejolak seiring terjadi plakat-plakat plitik, ekonomi, kebudayaan dan militer sering dikunjungi para wakil dan diplomat dari bebagai negara ( Muhammad Said,

1970 halaman251).

1. Sultan Ali Mughayat Syah

Sultan Alaidin Ali Mugahayat Syah adalah pendiri Kerajaan dan sultan Aceh pertama Kesultanan Aceh, bertahta dari tahun 1514 sampai tahun 1530. Tahun 1520 beliau memulai kampanye militernya untuk mengu- asai bagian utara pulau Sumatera. Kampanye pertamanya adalah Daya, di sebelah barat laut, yang menurut Tomé Pires belum mengenal Islam. Selanjutnya melebarkan sayap sampai ke pantai timur yang terkenal kaya akan rempah – rempah dan emas. Untuk memperkuat perekonomian rakyat dan kekuatan militer laut didirikanlah banyak pelabuhan. Sebelum kerajaan Aceh Darusalam berdiri, yang dikatakan sebagai kerajaan Aceh adalah wilayah yang sekarang disebut sebagai kota Banda Aceh dan Aceh besar. Kerajaan tersebut dipimpin oleh Ayahanda dari Ali Mughaiyat Syah. Sedangkan wilayah-wilayah lainnya, mulai dari Pidie sampai ke Sumatra Utara meru- pakan kesatuan-kesatuan kerajaan kecil yang berdiri sendiri. Kerajaan-kerajaan tersebut adalah, kerajaan Pedir (sekarang kabupaten Pidie), kerajaan daya (Aceh bagian barat daya), kerajaan Samudra Pase (sekarang kabupaten Aceh Utara, kota Lhoksemawe dan Bireun), kerajaan Peurelak (Aceh timur), kerajaan Teuming (Kuala Simpang) dan kerajaan Aru di Sumatra Utara. Pada periode sekitar tahun 913 H /1511 M, kerajaan-kerajaan kecil tersebut pada umumnya telah terpengaruhi oleh kekuasaan Portugis. Tak senang dengan kehadiran Portugis yang mulai menguasai seluruh wilayah di ujung sumatra, Ali Mughaiyat Syah meminta Ayahandanya yang sudah tua untuk meletakkan jabatannya, dan selanjutnya kerajaan dipimpin oleh Mughaiyat Syah. Setelah Sultan Ali Mughaiyat Syah meninggal pada tanggal 7 Agustus tahun 1530

Masehi, atau tahun 936 H Kerajaan Aceh pada saat itu digantikan oleh, SultanSalahuddin. putranya

2. Sultan Salahuddin

Dalam sejarahKesultanan Aceh, Salahuddin merupakan Sultan Aceh kedua, yang berkuasa dari tahun 1530 sampai 1537 atau 1539 antara ( 945-6 H) Ia merupakan anak tertua dariSultan Mugayatsyah, sultan pertama Aceh selama menduduki tahta kerajaan ia tidak memperdulikan pemerintahan kerajaannya. Keadaan kerajaan mulai goyah dan mengalami kemerosotan yang sangat tajam. Oleh karena itu, Sultan Salahuddin digantikan oleh saudaranya yang bernama Alauddin Riayat Syah al-Kahar. Masih belum jelas kapan ia diturunkan dari kekuasaannya. Apakah sebelum atau sesudah penyerangan yang gagal ke Kesultanan Malaka tahun 1537. Hoesein Djajadiningrat yakin bahwa kudeta berjalan dulu dan kemudian penyerangan dilakukan oleh Sultan Alauddin Al-Qahar11, sedangkan Lombard menempatkan kudeta, dua tahun setelah penyerangan, yang mana Lombard percaya dipimpin oleh Salahuddin sendiri.(2) 3. Sultan Alaudin Riayat Syah al-Kahar Ia memerintah Aceh dari tahun 1537 – 1568 M. Dalam pemerintahannya belio juga melakukan berbagai bentuk perubahan-perubahan dan perbaikan dalam menjalankan pemerintahannya. Pada masa pemerintahannya kerajaan Aceh melakukan perluasan wilayah kekuasaannya seperti serangan terhadap Kerajaan Malaka namun penyerangan tersebut tidak berhasil ditaklukkan ( gagal ). yang berhasil taklukkan dan dikuasai adalah Kerajaan Aru, pada masa itu pula Kerajaan Aceh mengalami masa suram, karena sering terjadi

pemberontakan dan perebutan wilayah.

4. Sultan Iskandar Muda

Dalam hikayat Aceh. Menguraikan sejarah tentang Sultan Iskanda Muda. Pada mulanya ada seorang pangeran dari Lamuri yang bernama Munawar Syah, keturunan Iskandar Zulkarnain dari seorang” Putri berdarah Putih” perihkayangan, keturunan Maha Wisnu, Munawar Syah mendapat dua Putra: Syah Muhammad dan Syah Mahmud, mareka memperistrikan putri kahyangan ditempat ini teks tidak lengkap: lalu diterus- kan dengan sesuatu yang dapat dianggap silsilah Iskandar. Dari leluhur Ibu Iskandar Muda keturunan keluarga Raja Darul Kamal dan dari pihak leluhur ayah keturunan keluarga Raja Mahkota Alam. Darul Kamal dan Mahkota Alam merupakan dua tempat pemukiman bertetangga (yang terpisah oleh sungai) dan yang gabungannnya merupakan asal mula Aceh Darusssalam. Iskandar Muda seorang diri mewakili kedua cabang itu maka berhak sepenuhnya menuntut tahta. Zaman pemerintahan Sultan Iskandar Muda mencapai kebesaran Kerajaan Aceh, dan Sultan Iskandar Muda meneruskan perjuangannya menyerang Portugis dan Kerajaan Johor di Semenanjung Malaya untuk menguasai jalur perdagangan di Selat Malaka dan menguasai daerah – daerah penghasil lada. Sultan Iskandar Muda juga menolak permintaan Inggris dan Belanda untuk membeli lada di pesisir Sumatera bagian barat. Selain itu, kerajaan Aceh melakukan pendudukan terhadap daerah – daerah seperti Aru, pahang, Kedah, Perlak, dan Indragiri, sehingga di bawah pemerintahannya Kerajaan Aceh memiliki Zona wilayah yang sangat luas. Sultan Iskandar Muda menganut agama Islam pada masa kekeuasaannya, para sufi ahli tasawwuf yang terkenal saat itu di Aceh ada 2 (dua) orang yaitu Syech Syamsuddin bin Abdullah as-Samatrani dan Syech Ibrahim as-Syamsi. Setelah Sultan Iskandar Muda wafat pada tanggal 27 Desember tahun 1636 atau 29 Rajab tahun 1046 H Kemudian Sultan Iskandar Thani yang naik Tahta. Sultan Iskandar

Thani adalah menantunya .

5. Sultan Iskandar Thani. Sultan Iskandar Thani memerintah Aceh pada tahun 1636 – 1641 M. Dalam menjalankan pemerintahan belio juga melanjutkan tradisi kekuasaan Sultan Iskandar Muda. Pada masa pemerintahannya, muncul seorang ulama besar yang bernama Nuruddin ar-Raniri. Ia juga seorang penulis buku sejarah Aceh ber- judul Bustanu’ssalatin. Sebagai ulama besar, Nuruddin AR-Raniri sangat di hormati oleh Sultan Iskandar Thani dan keluarganya serta oleh rakyat Aceh. Setelah Sultan Iskandar Thani wafat pada tgl 15 Februari 1941 M atau tahun 1050 H. Kemudian tahta kerjaan diduduki oleh permaisurinya (Isteri

Sultan Iskandar Thani ) yang digelar Sultan Putri Taj ul- Alam ( 1641-1675 M ).

B. KEHIDUPAN EKONOMI Dalam kejayaannya, perekonomian Kerajaan Aceh bekembang pesat. Dearahnya yang subur banyak menghasilkan lada. Kekuasaan Aceh daerah pantai timur dan barat Sumatera menambah beberapa daerah di Semenanjung Malaka menyebabkan bertambahnya badan ekspor penting. Aceh dapat berkuasa dari Selat Malaka yang merupakan jalan perdagang internasional. Selain bangsa Belanda dan Inggris, bangsa asing lainnya seperti Arab, Persia, Turki, India, Siam, Cina, Jepang, juga berdagang dgn Aceh. Barang– barang yang di ekspor Aceh seperti beras, lada ( dari Minagkabau ), rempah – rempah ( dari Maluku ). Bahan impornya seperti kain dari Koromendal ( india ), porselin dan sutera ( dari Jepang dan Cina), minyak wangi ( dari Eropa dan Timur Tengah ). Kapal – kapal Aceh aktif dalam perdagangan dan pelayaran sampai Laut Merah. Peningkatan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Aceh sangat membutuh- kan investasi besar. tetapi kemampuan investasi pemerintah terbatas. Untuk itu diperlukan investasi masyarakat, termasuk dunia usaha, baik dari dalam maupun luar negeri. Tindakan yang perlu dilakukan antara lain adalah mengembangkan kawasan dan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi daerah yang dapat menam-

pung kegiatan ekonomi dan membuka pusat layanan informasi bisnis.

C. KEHIDUPAN SOSIAL Menelusuri karakter sosial budaya orang Aceh sangat erat dan kaitannya dengan kondisi Aceh masa dahulu kita ketahui bahwa Aceh terdiri dari beberapa etnis yang bebeda antara lain Aceh Besar, Aceh Barat, Aceh Timur, Aceh Utara, Aceh Tenggara, Aceh Tengah, Aceh Selatan dan Pidie masing-masing mempu- nyai ragam kebudayaan yang sangat berbeda. Ketika kita berbicara tentang kondisi sosial budaya masyarakat Aceh secara tidak langsung juga berbicara tentang agama Islam artinya budaya masyarakat Aceh didalamnya sudah ada nilai-nilai keislamannya. Hal ini dikarnakan masyarakat sudah sejak duhulu telah dipengaruhi oleh agama Islam maka kebudayaanpun tidak mudah terlepas dari ajaran-ajaran Islam. Meningkatnya perkembangnya sisitem feodalisme & ajaran agama Islam di Aceh. Kaum bangsawan yg memegang kekuasaan dalam pemerintahan sipil, kaum ulama yang disebut teungku memegang peranan penting dalam agama. Namun antara kedua golongan masyarakat itu sering terjadi persaingan yang kemu- dian melemahkan Aceh. Sejak berkuasanya kerajaan Perlak (abad ke- 12 Masehi s.d ke-13 Masehi) telah terjadi permusuhan antara aliran Syiah dengan aliran Sunnah Wal Jamma’ah. Tetapi pada masa kekuasaan Sultan Iskandar Muda aliran Syiah memperoleh perlindungan & berkembang sampai di daerah – daerah kekuasaan Aceh. Aliran ini di ajarkan oleh Hamzah Fasnsuri yang di teruskan oleh muridnya yg bernama Syamsudin Pasai. Sesudah Sultan Iskandar Muda wafat, aliran Sunnah wal Jama’ah terus dikembangkan,ia

Aceh beserta ajaran agama Islam )

D. Kehidupan Budaya Budaya adalah suatu falsafah dengan didasari pandangan hidup sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan dan juga pendorong yang dibudayakan dalam suatu kelompok dan tercermin dalam sikap menjadi perilaku, cita-cita, pendapat, pandangan serta tindakan yang terwujud sebagai kerja.(Sumber: Drs. Gering Supriyadi,MM dan Drs. Tri Guno, LLM ) Aceh dikenal sebagai pemeluk agama Islam yang dahsyat bahkan terkesan sangat ”fanatik”. Syariat Islam dalam masyarakat Aceh tidak hanya dalam wacana akan tetapi juga dalam kesadaran aplikasi moral dalam seluruh masyarakat karna adat aceh sebagai aspek budaya juga bersumber dari nilai-nilai agama yang menjiwai kreasi budayanya (adat ngon agama lage zat ngon sifet . (T. Alfian dkk.. 1975 hal. 17). Sejarah menunjukkan bagaimana rakyat Aceh menjadikan Islam sebagai pedoman dan ulama pun mendapat tempat yang terhormat. keleluasaan bagi Aceh untuk mengatur kehidupan masyarakat sesuai dengan ajaran Islam. Sekalipun begitu, pemeluk agama lain dijamin untuk beribadah sesuai dengan kenyakinan masing- masing. Inilah corak sosial budaya masyarakat Aceh, dengan Islam agama mayoritas ini pun memiliki keragaman agama. Bila dikaji lebih dalam adat dan budaya Aceh yang bernuasa Islam masih banyak juga yang dipengaruhi oleh kebiasaan atau tradisi hindu. Hal ini sebabkan sebelum Islam masuk ke Aceh hindu sudah duluan berkembang di Aceh, ketika Islam masuk ke Aceh dihilangkan namun tradisinya masih banyak atau masih ada yang dipertahankan sampai sekarang ini. Menurut Zainuddin dalam tulisannya ” Aceh

dalam Inskripsi dan lintasan sejarah”

DAFTAR PUSTAKA

Hoesein Djajaninggrat, RA Upacara pula Bate pada Makam Sultan Iskandar Muda II (1936-1941) Alih bahasa Aboe Bakar, Pusat Informasi dan Dokumentasi Aceh, Banda Aceh 1990

Wikipedia ;”http://id.wik_K%C3%B6hler ipedia.org sejarah – Aceh/Wiki/ Johan_Harmen_Rudolf Zainuddin dalam tulisannya ” Aceh dalam Inskripsi dan lintasan sejarah” Kerajaan Atjeh. dalam tulisannya ”” William Marsden, 2008. Sejarah Sumatera. Jakarta : Komunitas Bambu.Mawardi, W. 1998 Kwalifikasi SDM yang diperlukan sektor, Gunawan MP 1998 Pendidikan kepariwisataan menyongsong era globalisassi prosting lokakarya penerbit ITB Bandung

Depdikbud,1993/1994 Pedoman Teknisi Pembinaan sarana dan Prasarana Pameran Museum Jakarta : Proyek Pembinaan permusiuman Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan