Kenapa bekas kerajaan Majapahit tidak ada

Kenapa bekas kerajaan Majapahit tidak ada

Kenapa bekas kerajaan Majapahit tidak ada
Lihat Foto

Sandy Solihin/NGI

Suasana kanal di Ibu Kota Majapahit Trowulan dalam poster National Geographic Indonesia, September 2102. Jaringan kanal kuno ini mulai diketahui setelah adanya kajian foto udara dan endapan pada 1983. Kanal dibangun sebagai adaptasi musim warga Majapahit.

KOMPAS.com - Kekuasaan Majapahit mengalami kemunduran setelah Hayam Wuruk wafat pada tahun 1389. Penyebab runtuhnya kerajaan Majapahit dipengaruhi oleh beberapa faktor. 

Dalam buku Sejarah Indonesia masa Hindu-Buddha (2013) karya Suwardono, tradisi Jawa menyebutkan bahwa Majapahit telah runtuh pada 1400 Saka atau 1478 Masehi. Keruntuhan Majapahit disebut juga dalam Serat Kanda.

Seorang penjelajah samudra bernama Antonio Pigafetta menuliskan catatan perjalanan yang mengungkapkan bahwa Pati Unus merupakan penguasa Majapahit.

Hal ini berarti bahwa eksistensi Majapahit sebagai sebuah kota masih ada, meskipun secara politis sudah tidak memiliki kedaulatan.

Baca juga: Asal-usul Berdirinya Kerajaan Majapahit

Runtuhnya Majapahit dipengaruhi dua faktor, sebagai berikut :

Faktor internal keruntuhan Kerajaan Majapahit, yaitu:

Konflik perebutan takhta Majapahit berlangsung setelah Hayam Wuruk wafat pada tahun 1389 Masehi.

Faktor perebutan tahta ini melibatkan Bhre Wirabhumi (anak selir Hayam Wuruk) dan Wikramawardhana (menantu Hayam Wuruk).

Konflik perebutan takhta menyebabkan pecahnya persatuan keluarga dan bangsawan Kerajaan Majapahit.

Konflik perebutan takhta pada perkembangannya berubah menjadi perang besar yang dinamakan dengan perang Paregreg.

SINERGI JATIM – Kerajaan Majapahit merupakan salah satu kerajaan terbesar di Tanah Jawa yang kekuasaannya meluas hingga Asia Tenggara. Namun, yang menjadi pertanyaan banyak sejarawan, amat sedikit sekali peninggalan atau situs-situs yang menunjukan kebesaran Kerajaan Majapahit.

Emha Ainun Najib atau yang akrab disapa Cak Nun memberikan pandangannya terkait hilangnya sisa-sisa Kerajaan Majapahit, seperti dilansir Sinergijatim.com dari kanal You Tube SMC MEDIAVISITAMA dalam video berjudul “Mengapa Keraton Majapahit Hilang Tak Berbekas? Kajian Seminar Gajahmada”.

Sebelum memberikan pandangannya terkait penyebab hilangnya situs-situs Kerajaan Majapahit, Cak Nun mengajak para akademisi dan audiens yang hadir dalam seminar tersebut agar tidak menyepelekan dongeng-dongeng, mitos, maupun legenda yang berkembang dimasyarakat sebagai salah satu sumber sejarah.

“Saya mohon jangan hasil akademis itu dianggap sebagai satu-satunya fakta sejarah. Meskipun dalam view akademis yang fakta sejarah ya itu. Tapi jangan lupa, misalkan Kitab Negarakertagama ini karangan ngawur yo sampean nggak iso opo-opo,” seloroh Cak Nun.

Maksud Cak Nun di sini, tidak ada satupun sumber sejarah yang dipastikan benar 100 persen. Terutama, sumber sejarah yang berkaitan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi beberapa ratus tahun silam. Termasuk diantaranya Kitab Negarakertagama dan Kitab Pararaton yang menjadi rujukan para akademisi dan sejarawan dalam menyingkap sejarah Kerajaan Majapahit.

Baca Juga: Batu Ini Ditancapkan Sendiri Oleh Gajah Mada, Tak Bisa Dicabut Meski Dengan Alat Berat

“Sekarang itu sampean pakai sebagai kitab rujukan yang fix 100 persen. Kalau itu ternyata ngarang bagaimana? Karena sejarah itu kan miliknya yang menang. Kalau yang menang berbeda tidak begini pengetahuan kita 50 atau 100 tahun terakhir,” ungkap Cak Nun.

“Tidak ada jaminan Kitab Pararaton dan Negarakertagama itu fix semua. Itu tidak jauh bedanya dengan babad. Oleh karena itu jangan meremehkan dongeng. Dongeng ini juga ada mekanismenya sendiri di dalam alam berfikir masyarakat,” tambahnya.

Menurut Cak Nun, ahli sejarah memelihara fakta sejarah tidak berdasarkan cinta, melainkan dengan prasasti, catatan sejarah, kitab dan bukti-bukti autentik lainnya. “Tapi kalau babad dan dongeng itu diabadikan karena mereka mencintai apa yang mereka dongengkan. Itu bedanya,” jelas Cak Nun.


Page 2

“Makanya itu ada Layang Seto, Layang Gumitir, ada Layang Damarwulan karena mereka memiliki pilihan nilai. Sementara dalam disiplin akademis tidak ada kewajiban memilih nilai. Namun kalau orang dongeng itu kan sejak awal dia punya rasa kasih sayang. Meskipun fakta sejarahnya tidak sebesar yang ditemukan akademis, tapi itu jangan diremehkan,” imbuh Cak Nun.

Hal ini, kata Cak Nun, juga berlaku bagi peristiwa-peristiwa keagamaan maupun informasi spiritual dan teologis. Ada sejumlah informasi yang tidak bisa ditemukan tentang ajaran Rosulullah dalam kitab.

Baca Juga: Menyingkap Misteri Situs Watu Ambal, Tangga Kuno Rahasia Berumur Satu Milenium di Lereng Gunung Sumbing  

“Makanya di dalam hadis ada tiga hal yang berkaitan sumber ajaran. Pertama, Tuhan yang memiliki ide sekaligus yang merumuskannya. Ini disebut firman. Kedua, Tuhan yang memiliki ide, nabi Muhammad yang merumuskan ini disebut Hadis Qudsi, dan ketiga Nabi yang memiliki ide sekaligus merumuskannya. Ini yang disebut hadis,” ujarnya.

Dari sumber-sumber tersebut, ada beberapa yang tidak ditampakan karena bersifat rahasia. “Yang tidak nampak itu namanya aurot. Itu hal penting tapi tidak ditampakan. Misal, bangunan ini yang nampak adalah catnya. Tapi yang paling penting ialah struktur beton dan cornya. Kan tidak tampak, padahal itu yang penting,” ungkap Cak Nun.

Artinya, lanjut Cak Nun, Kitab pararaton dan Kitab Negarakertagama sebagai sumber primer sejarah Kerajaan Majapahit mungkin saja menyembunyikan sesuatu yang tidak diungkapkan. “Kenapa? Karena dia (Pararaton dan Negarakertagama) ditulis karena mereka memiliki kepekaan terhadap ancaman penjajahan protugis, yang kelak juga VOC datang,” kata Cak Nun.

“Jadi pada abad ke 14 itu ada kekhawatiran nasional se nusantara, ini harus kita lindungi harta benda kita ini caranya satu dengan menghancurkan situs-situs, menghancurkan bekas-bekas yang nantinya akan dirampok, kalau ada indikatornya bukan fakta sejarahnya yang mereka cari, yang dicari adalah kandungan harta bendanya. Ini yang harus dilindungi. Maka anda jangan kaget kalau Majapahit tidak ada lambang, tidak ada tanda-tanda kebesarannya. Memang disembunyikan, memang dijogo,” ungkapnya.

Bahkan, Cak Nun menduga kisah yang diceritakan dalam Kitab Pararaton dan Negarakertagama itu sengaja dibelokkan dari fakta sejarah sebenarnya. “Yang disembunyikan bukan hanya bendanya juga cara berfikirnya. Bisa jadi pararaton dan negarakertagama itu bohong dari awal sampai akhir, baru diketahui faktanya ketika di bagian akhir kitab tersebut ada goresan-goresan yang tidak pernah anda anggap sebagai fakta,” ujarnya.

Bisa jadi Kerajaan Majapahit ini merupakan rangkaian panjang dinasti yang berkuasa di Nusantara. “Bisa jadi Mojopahit ini merupakan rangkaian panjang dinasti yang berkuasa di Tanah Jawa, Dinasti Mo, Dinasti Jo, Dinasti Pa, Dinasti Hit. Jadi mojopahit ini hanya sebutan-sebutan paska abad 14 bukan sebutan pada waktu itu,” imbuhnya.

Sumber: You Tube SMC MEDIAVISITAMA


Page 3

SINERGI JATIM – Kerajaan Majapahit merupakan salah satu kerajaan terbesar di Tanah Jawa yang kekuasaannya meluas hingga Asia Tenggara. Namun, yang menjadi pertanyaan banyak sejarawan, amat sedikit sekali peninggalan atau situs-situs yang menunjukan kebesaran Kerajaan Majapahit.

Emha Ainun Najib atau yang akrab disapa Cak Nun memberikan pandangannya terkait hilangnya sisa-sisa Kerajaan Majapahit, seperti dilansir Sinergijatim.com dari kanal You Tube SMC MEDIAVISITAMA dalam video berjudul “Mengapa Keraton Majapahit Hilang Tak Berbekas? Kajian Seminar Gajahmada”.

Sebelum memberikan pandangannya terkait penyebab hilangnya situs-situs Kerajaan Majapahit, Cak Nun mengajak para akademisi dan audiens yang hadir dalam seminar tersebut agar tidak menyepelekan dongeng-dongeng, mitos, maupun legenda yang berkembang dimasyarakat sebagai salah satu sumber sejarah.

“Saya mohon jangan hasil akademis itu dianggap sebagai satu-satunya fakta sejarah. Meskipun dalam view akademis yang fakta sejarah ya itu. Tapi jangan lupa, misalkan Kitab Negarakertagama ini karangan ngawur yo sampean nggak iso opo-opo,” seloroh Cak Nun.

Maksud Cak Nun di sini, tidak ada satupun sumber sejarah yang dipastikan benar 100 persen. Terutama, sumber sejarah yang berkaitan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi beberapa ratus tahun silam. Termasuk diantaranya Kitab Negarakertagama dan Kitab Pararaton yang menjadi rujukan para akademisi dan sejarawan dalam menyingkap sejarah Kerajaan Majapahit.

Baca Juga: Batu Ini Ditancapkan Sendiri Oleh Gajah Mada, Tak Bisa Dicabut Meski Dengan Alat Berat

“Sekarang itu sampean pakai sebagai kitab rujukan yang fix 100 persen. Kalau itu ternyata ngarang bagaimana? Karena sejarah itu kan miliknya yang menang. Kalau yang menang berbeda tidak begini pengetahuan kita 50 atau 100 tahun terakhir,” ungkap Cak Nun.

“Tidak ada jaminan Kitab Pararaton dan Negarakertagama itu fix semua. Itu tidak jauh bedanya dengan babad. Oleh karena itu jangan meremehkan dongeng. Dongeng ini juga ada mekanismenya sendiri di dalam alam berfikir masyarakat,” tambahnya.

Menurut Cak Nun, ahli sejarah memelihara fakta sejarah tidak berdasarkan cinta, melainkan dengan prasasti, catatan sejarah, kitab dan bukti-bukti autentik lainnya. “Tapi kalau babad dan dongeng itu diabadikan karena mereka mencintai apa yang mereka dongengkan. Itu bedanya,” jelas Cak Nun.

Sumber: You Tube SMC MEDIAVISITAMA