Jawaban: Gereja menjadi kudus karena Yesus Kristus adalah kudus. Yesus telah mengasihi GerejaNya dan menyerahkan diri untuk Gereja untuk menguduskannya sehingga umat dipersatukan dengan Yesus menjadi Kudus. Pengudusan manusia dalam Kristus merupakan tujuan semua karya di dalam Gereja. Gereja Katolik didirikan atas dasar para rasul memiliki tiga macam arti: 1. Ia tetap dibangun atas dasar para rasul dan para nabi. 2. dengan bantuan Roh Kudus yang tinggal di dalamnya ia menjaga ajaran, warisan iman, serta pedoman-pedoman sehat para rasul dan meneruskannya. 3. ia tetap diajarkan, dikuduskan, dan dibimbing oleh para rasul sampai pada saat kedatangannya kembali Kristus. Mereka yang menggantikan para rasul adalah dewan uskup yang dibantu oleh para imam Penjelasan: maaf kalau salah semoga membantu jangan lupa follow ya
Ringkasan Buku Guru PAKat dan Budi Pekerti K13 Mau mendengarkan inspirasi renungan harian dengan pendekatan pribadi? Kunjungi dan subscribe kanal YouTube Risalah Immanuel Upload setiap hari jam 6 sore WITA!
Kitab Kisah Para Rasul mengajarkan kita banyak hal tentang empat tanda Gereja. Gereja yang Satu: ‘Ruang atas’ merupakan tempat berkumpulnya para rasul, Maria Ibu Yesus, dan juga beberapa orang lainnya (Kis 1:13-14). Mereka berkumpul dan “bertekun dengan sehati dalam doa bersama-sama”, hal ini menunjukkan kesatuan Gereja yang harus terlihat dalam kesatuan doa. Kesatuan ini juga tampak ketika jemaat Kristen perdana “bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan, dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa”. “Kesatuan memiliki sebuah konten yang diungkapkan dalam doktrin. Ajaran para rasul adalah cara konkret yang mana mereka tetap hadir di dalam Gereja. Berdasarkan ajaran ini, bahkan generasi masa depan, setelah kematian para rasul, akan tinggal dalam kesatuan dengan mereka dan karenanya membentuk Gereja yang sama, Gereja yang satu dan apostolik” (Ratzinger, Behold The Pierced One, hal. 74). Sudah sejak zaman para rasul kita dapat melihat kesatuan umat beriman dengan para rasul, terutama di saat-saat yang sulit. Dalam Kis 12:1-17, ketika Petrus ditahan di dalam penjara, “jemaat dengan tekun mendoakannya kepada Allah” (ay. 5). St. Yohanes Krisostomus memberikan penjelasan yang indah terhadap perikop tersebut:
Dalam Misa Inaugurasi untuk Paus yang baru, ketika Paus melakukan prosesi dari dalam Basilika menuju St. Peter’s Square, dinyanyikanlah Laudes Regiae[1], sebuah himne yang sekaligus pula merupakan doa untuk Paus yang baru. Doa yang dilambungkan di hadapan Allah ini sekaligus juga merupakan seruan untuk memohon pertolongan para kudus: dengan berseru tu illum adiuva, yang berarti tolonglah/topanglah penerus St. Petrus yang baru, terlihat pula kesatuan antara Gereja yang jaya (Gereja di surga) dan Gereja militant (Gereja di dunia). Gereja yang satu, dengan kata lain, merupakan Gereja yang bersatu dalam doa, dalam persekutuan dengan Tuhan, secara khusus dalam liturgi. Gereja yang Kudus: Kisah Pentakosta mengingatkan kita akan adanya relasi antara Roh Kudus dan Gereja: Roh Kudus merupakan jiwa Gereja, sebagaimana dalam teks St. Paulus, Gereja merupakan Tubuh Kristus dan Yesus adalah kepalanya, maka yang namanya tubuh pun mesti memiliki jiwa. “Gereja itu kudus bukan karena jasa-jasanya, tetapi karena, dengan dihidupi oleh Roh Kudus, Gereja tetap memandang Kristus guna menyelaraskan diri kepada-Nya dan kasih-Nya” (Paus Benediktus XVI). Kelahiran Gereja berhubungan erat dengan kedatangan Roh Kudus: ini berarti Gereja lahir berkat kuasa Allah dan kehendak-Nya, dan bukan karena keputusan atau kehendak manusia. Jadi, asal-usul Gereja bersifat ilahi dan manusia tidak akan pernah bisa menciptakan gereja. Setelah mendengar khotbah perdana Petrus, banyak orang bertanya: apa yang harus kami lakukan? Jawabannya jelas: mereka harus bertobat, dibaptis, dan menerima Roh Kudus (Kis 2:38). Melalui baptisan, semua dosa dihapus dan mereka menerima rahmat pengudusan, dan karenanya baptisan menandai awal perjalanan menuju kekudusan di dalam Gereja. Terdapat hubungan antara pewartaan dan pertobatan, yang mengarah pada baptisan dan masuknya seseorang menjadi anggota Gereja. Sekali lagi aspek Gereja yang kudus terlihat jelas: para rasul berperan dalam mewartakan dan memberikan sakramen untuk menguduskan manusia. Ajaran para rasul dapat disebut sebagai ajaran yang suci, karena ia membantu kita untuk menghindari dosa dan memperjuangkan kekudusan. Gereja yang Katolik: Aspek universalitas dan katolisitas Gereja juga terlihat dalam dua peristiwa: (1) pembaptisan perwira Romawi, yakni Cornelius dan keluarganya oleh St. Petrus (Kis 10:1-48), (2) adanya catatan perjalanan Paulus menuju Roma, yang mana Kisah Para Rasul ditutup dengan pewartaan Paulus di Roma (Kis 28:11-30). Kardinal Ratzinger membantu kita memahami pentingnya makna Roma di kitab tersebut:
Sebelum Pentakosta, Yesus sudah berkata bahwa turunnya Roh Kudus akan membuat para rasul menjadi saksi-Nya hingga ke ujung bumi. Dengan turunnya Roh Kudus dalam diri para rasul, mereka menjadi mampu untuk berbicara dalam bahasa yang berbeda-beda. Paus Benediktus menegaskan bahwa sejak hari lahirnya Gereja sudah memiliki ciri universal dan misioner, karena adanya kuasa Roh Kudus yang memampukan para rasul untuk berbicara dalam banyak bahasa. Dengan demikian, karya misi Gereja, pertama dan terutama merupakan karya Roh Kudus, yang pada saat bersamaan juga membutuhkan kerja sama manusia. Peristiwa ini sangat bertolak belakang dengan peristiwa pembangunan menara Babel, “ketika orang-orang ingin membangun sebuah jalan ke surga dengan tangan mereka dan berakhir dengan menghancurkan kapasitas untuk saling memahami. Dalam Pentakosta, Roh bersama dengan karunia lidah, menggambarkan bahwa kehadirannya menyatukan dan mengubah kekacauan (confusion) menjadi persekutuan (communion).” (Pope Benedict XVI, Homili Hari Raya Pentakosta, 4 Juni 2006 ) Gereja yang Apostolik: Yesus Kristus membangun Gereja-Nya di atas fondasi para rasul, dengan Petrus sebagai pemimpinnya. Agar misi yang dipercayakan Tuhan kepada mereka dapat tetap bertahan hingga akhir zaman, maka mereka pun perlu memilih para penerus mereka yang bertanggungjawab untuk mewartakan apa yang sudah diterima. Kita melihat hal ini dalam kisah pemilihan Matias, ketika Petrus berkata “biarlah jabatannya diberikan kepada orang lain” (Kis 1:21). Dengan kata lain, suksesi apostolik membantu kita untuk menelusuri asal-usul Gereja, dan karenanya membantu kita tiba pada kesimpulan bahwa Gereja Katolik adalah Gereja yang didirikan Yesus di atas para rasul. Catatan Kaki[1] Teks lengkap Laudes Regiae terdapat dalam teks Misa Inaugurasi Paus Benediktus XVI (dan juga Paus Fransiskus), yang dapat diakses oneline di sini: http://www.vatican.va/news_services/liturgy/2005/documents/ns_lit_doc_20050424_messa-inizio-pontif_it.html Oktober 25, 2016 · oleh Cornelius · in Apologetika, Ekklesiologi, Gereja Katolik Referensi:https://luxveritatis7.wordpress.com/2016/10/25/gereja-yang-satu-kudus-katolik-dan-apostolik-pentakosta-dan-kehidupan-gereja-perdana/ Pertanyaan Sharing
|