Harga kalau include ppn pakai faktur apa engga

Terima kasih atas pertanyaan yang diajukan, dan atas tanggapan Sdr. Supriyanto; menarik untuk didiskusikan.

Berikut tanggapan yang dapat kami sampaikan:

1. Sesuai dengan Pasal 4A UU PPN stdtd. UU HPP, barang hasil pertanian merupakan Barang Kena Pajak (BKP).

2. Sesuai dengan Lampiran PMK-64/PMK.03/2022, padi merupakan barang hasil pertanian tertentu.

3. Sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) dan 5 ayat(1) PMK-64/PMK.03/2022:

2(1):"Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan penyerahan barang hasil pertanian tertentu dapat menggunakan besaran tertentu untuk memungut dan menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang."

5(1):"Pengusaha Kena Pajak yang dalam penyerahannya menggunakan besaran tertentu untuk memungut dan menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dapat beralih untuk memungut Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dengan tarif sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai"

4. Pasal 9 ayat(1) PMK-64/PMK.03/2022

Pengusaha Kena Pajak yang dalam penyerahannya menggunakan besaran tertentu untuk memungut dan menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) [Besaran Tertentu] wajib membuat Faktur Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Sesuai dengan Lampiran PER-03/PJ/ 2022 penyerahan BKP dan/atau JKP yang PPN-nya dipungut dengan besaran tertentu menggunakan Faktur Pajak dengan kode transaksi 05 (FP-05).

5. Sesuai dengan Pasal 26 ayat (1) PER-03/PJ/2022:

PKP pedagang eceran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3) dapat membuat Faktur Pajak tanpa mencantumkan:

1. keterangan mengenai identitas Pembeli BKP dan/atau Penerima JKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b; dan

2. nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf g,

("FP tanpa identitas Pembeli").

Kesimpulan:

A. Penyerahan padi/ beras oleh PKP merupakan penyerahan yang terutang PPN karena padi/ beras merupakan barang hasil pertanian tertentu.

B. Berdasarkan angka 3, PKP yang menyerahkan padi/ beras dapat memilih untuk mengenakan PPN dengan mekanisme:

1. PPN Besaran Tertentu, dan

2. PPN Mekanisme Umum, lebih spesifik penyerahan oleh PKP Pedagang Eceran (PKP PE) dalam hal penyerahan dilakukan kepada konsumen akhir.

C. Dalam hal PKP menggunakan mekanisme PPN Besaran Tertentu maka, ybs. menerbitkan FP-05 dengan tarif 1.1%/ 1.2% (Pasal 3 ayat (1) PMK-64/PMK.03/2022)

D. Dalam hal PKP menggunakan mekanisme PKP PE maka, ybs. menerbitkan "FP tanpa identitas Pembeli"

Berikut tanggapan atas pertanyaan:

berapa nilai PPN yang tertera di kuitansi/bon/struk?

Kami mengasumsikan bahwa mekanisme yang dipilih adalah mekanisme PKP PE, maka nilai yang tercantum dalam kuitansi (FP tanpa identitas Pembeli) setidaknya mencantumkan sekurangnya:

..

c. jenis barang atau jasa, jumlah harga jual atau penggantian, dan potongan harga;

d. PPN yang dipungut;

(Pasal 5 PER-03/PJ/2022)

Bagaimana jika dalam satu transaksi tersebut, terdapat barang lain yang kena pajak? Bagaimana kuitansi/bon/struk memisahkan PPN terutang dan PPN dibebaskan?

Kami mengasumsikan barang yang diserahkan adalah Beras (BKP hasil pertanian tertentu) dengan mekanisme PKP PE. Maka dalam hal ini, setiap barang harus dirinci dalam kuitansi (FP tanpa identitas Pembeli) sebagaimana diatur dalam Pasal 5 PER-03/PJ/2022.

Pada saat pelaporan SPT Masa PPN 1111, bagaimana pelaporannya?

Kami mengasumsikan barang yang diserahkan adalah Beras (BKP hasil pertanian tertentu) dengan mekanisme PKP PE. Maka dalam hal ini, pelaporannya dilakukan pada Form 1111 Lampiran AB angka I, huruf B, angka 2 "Penyerahan DN dengan FP digunggung".

"...sementara PKP tidak memungutnya dari pembeli karena mendapat fasilitas dibebaskan PPN." Mohon maaf, hal ini menjadi tidak relevan dalam kasus di atas, karena penyerahan barang hasil pertanian tertentu tetap terutang PPN (kesimpulan huruf A).

Semoga tanggapan kami cukup jelas. Terima kasih.

Cara Menghitung PPN (jasa pengurusan pajak pajaknesia.id)

Pengertian PPN

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pajak yang dikenakan atas setiap barang dan jasa yang memiliki pertambahan nilai dalam peredarannya dari konsumen dan produsen. PPN disebut juga Value Added Tax (VAT) atau Goods and Service Tax (GST).

PPN merupakan jenis pajak tidak langsung karena iuran pajaknya disetorkan oleh pihak lain atau pedagang yang bukan penanggung pajak. Dengan kata lain, penanggung pajak tidak perlu menyetorkan langsung pajak yang ditanggungnya.

Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan PPN Dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP)

Pihak yang berhak memungut PPN adalah pengusaha yang sudah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). PKP bisa orang pribadi maupun badan yang memiliki jumlah penjualan barang atau jasa lebih dari Rp4,8 miliar per tahun.

Hal tersebut sesuai dengan PMK Nomor 197/PMK.03/2013. Bagi pengusaha yang pendapatannya masih belum mencapai Rp4,8 M, maka tidak wajib menjadi PKP. Namun, pengusaha itu boleh memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) dengan memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku.

Agar dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP), maka seorang pengusaha, baik itu wajib pajak pribadi ataupun wajib pajak badan harus memenuhi syarat subjektif dan objektif sebagai syarat menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP). Adapun poin-poin dalam syarat subjektif dan objektif adalah sebagai berikut:

  1. Syarat objektif

Syarat objektif dalam peraturan perpajakan merinci mengenai gambaran kegiatan usaha, yakni sebagai berikut:

  1. Mengisi formulir pengajuan PKP (formulir di-cap jika permohonan adalah badan usaha)
  2. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) Direktur atau Pemilik Usaha
  3. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Direktur atau Pemilik Usaha
  4. Fotokopi NPWP perusahaan
  5. Fotokopi Surat Izin Tempat Usaha (SITU) dan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP)
  6. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah (NPWPD) dan Tanda Daftar Perusahaan (TDP)
  7. Fotokopi akta perusahaan
  8. Surat kuasa bermaterai (jika pengurusan selain direktur atau pimpinan)
  9. Syarat subjektif

Syarat subjektif dalam peraturan perpajakan merinci mengenai gambaran kegiatan usaha, yakni sebagai berikut:

  1. Laporan keuangan bulan terakhir (neraca atau laporan laba rugi)
  2. Daftar aset perusahaan secara terperinci
  3. Foto tempat kegiatan usaha
  4. Denah lokasi kegiatan usaha

Dalam PPN, dikenal juga istilah pajak keluaran dan pajak masukan. Pajak keluaran merupakan PPN yang dipungut saat PKP menjual Barang Kena Pajak (BKP)/Jasa Kena Pajak (JKP). Sedangkan pajak masukan adalah PPN yang dibayarkan ketika PKP membeli, memperoleh Barang Kena Pajak (BKP)/Jasa Kena Pajak (JKP).

Pelaporan PPN dilakukan oleh PKP paling lambat pada akhir bulan berikutnya dan bisa di laporkan melewati https://web-efaktur.pajak.go.id/.

Tarif PPN

Setiap jenis pajak memiliki tarif pajaknya masing-masing. Begitupun dengan PPN. Tarif PPN sebagai berikut:

  1. Tarif umum 10% untuk penyerahan dalam negeri
  2. Tarif khusus 0% diterapkan atas ekspor Barang Kena Pajak (BKP) berwujud maupun tidak berwujud, dan ekspor Jasa Kena Pajak (JKP).
  3. Tarif Pajak sebesar 10% dapat berubah menjadi lebih rendah, yaitu 5% dan paling tinggi 15% sebagaimana diatur oleh Peraturan Pemerintah.

Cara Menghitung PPN

Untuk menghitung PPN, kita harus menggunakan rumus yakni: tarif PPN x Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atau 10% x DPP. Agar lebih mudah memahami penggunaan tarif tersebut, mari kita lihat bersama contoh kasus di bawah ini:

Contoh:

  1. Eka merupakan PKP yang menjual BKP pada PT. Indah dengan harga Rp20.000.000. Maka, PPN terutang yang perlu disetorkan adalah:

PPN terutang: 10% x Rp20.000.000 = Rp2.000.000

Jadi, PPN Rp 2.000.000 menjadi pajak keluaran yang dipungut PT. Eka dari PT Indah adalah Rp 2.000.000.

Dasar Hukum PPN

Dasar hukum atas pengenaan PPN adalah Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009. Dalam UU PPN tersebut diatur hal-hal yang berkaitan dengan PPN seperti objek PPN, tarif PPN, tata cara penyetoran dan pelaporan, dan sebagainya.

Objek PPN

Berikut ini objek-objek yang dikenakan PPN:

  1. Penyerahan BKP dan/atau JKP di dalam daerah pabean yang dilakukan pengusaha.
  2. Impor BKP.
  3. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
  4. Pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
  5. Ekspor BKP berwujud atau tidak berwujud dan ekspor JKP oleh PKP.
  6. Ekspor JKP oleh PKP.

Kesimpulan

PPN merupakan pajak yang dikenakan atas setiap barang dan jasa yang memiliki pertambahan nilai dalam peredarannya dari konsumen dan produsen.

Tarif PPN, sebagai berikut:

  1. Tarif umum 10% untuk penyerahan dalam negeri
  2. Tarif khusus 0% diterapkan atas ekspor Barang Kena Pajak (BKP) berwujud maupun tidak berwujud, dan ekspor Jasa Kena Pajak (JKP).
  3. Tarif Pajak sebesar 10% dapat berubah menjadi lebih rendah, yaitu 5% dan paling tinggi 15% sebagaimana diatur oleh Peraturan Pemerintah.

Cara menghitung PPN: Tarif PPN x Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atau 10% x Dasar Pengenaan Pajak (DPP)

Apa arti harga include PPN?

Sebagai contoh ada kata “ include PPN 10%” jika anda membeli sesuatu ada keterangan seperti ini berarti harga ini sudah termasuk pajak.

Mengapa saat terjadinya PPN menggunakan sistem faktur?

b. Fungsi Faktur Pajak Secara umum, fungsi Faktur Pajak adalah bukti bahwa PKP tersebut telah melakukan kewajibannya untuk memungut pajak atas penjualan barang/jasa kena PPN. Dengan adanya eFaktur, maka pengusaha dapat terbebas dari tuduhan manipulasi atau penggelapan pajak pada saat ada pemeriksaaan.

Apa itu PPN di faktur?

Apa itu PPN? Pajak Pertambahan Nilai atau PPN adalah pungutan yang dibebankan atas transaksi jual-beli barang dan jasa yang dilakukan oleh wajib pajak pribadi atau wajib pajak badan yang telah menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP). Jadi, yang berkewajiban memungut, menyetor dan melaporkan PPN adalah para Pedagang/Penjual.

Faktur Pajak untuk Apa?

Faktur Pajak pada umumnya sangat berguna bagi Pengusaha Kena Pajak karena berfungsi sebagai bukti bahwa PKP tersebut telah menunaikan kewajibannya untuk memungut pajak dari pihak pemberi BKP/JKP, sehingga tidak ada celah untuk tuduhan penggelapan pajak atau manipulasi pajak yang tidak akurat saat ada pemeriksaan.