Berapa kali kata budak disebutkan dalam alquran

SEPANJANG hidupnya Nabi Muhammad SAW memiliki banyak sahabat. Tapi hanya satu sahabat Nabi yang namanya diabadikan dalam Alquran, yaitu Zaid bin Haritsah.

Zaid merupakan pelayan setia serta sahabat Nabi. Dia memiliki nama lain yaitu Abu Usamah. “Jadi Zaid pada awalnya berasal dari bangsa Maula, Maula itu semacam budak. Karena pada waktu itu banyak penculikan, akhirnya hilang begitu saja, makanya Zaid itu ditemukan di Mekah, di pasar, karena cerdas, dibeli sama Rasulullah pada usia 10 tahun,” ujar Ustadz Riski Nugroho, Pengajar Pondok Pesantren Modern Nurul Hijrah, ketika ditemui Okezone.

Karena Rasulullah tertarik dengan Zaid, maka Rasulullah pun lapor kepada Khadijah, istrinya. “Jadi Rasulullah membantu Siti Khadijah, kemudian Rasulullah melihat Zaid. Karena cerdas, Rasulullah lapor ke Khadijah, kemudian tertarik nih Khadijah, lalu Khadijah memberi uang 700 dinar,” sambungnya.

Nama Zaid disebutkan dalam Alquran pada QS Al Ahzab (37): “Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya: "Tahanlah terus isterimu dan bertakwalah kepada Allah", sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) isteri-isteri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada isterinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi.”

Selain disebut dalam Alquran, Zaid bin Haritsah juga merupakan satu-satunya sahabat yang pernah menjadi anak angkat Rasulullah. Pada saat itu Zaid mendapat panggilan dengan Zaid bin Muhammad.

Karena hal tersebut, Allah menjelaskan dalam Alquran pada surah Al Ahzab ayat 5 yang artinya : “Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” Ayat tersebut menjelaskan bahwa, meski anak angkat tetap dipanggil dengan nama ayahnya.

Sejarawan menggambarkan penampilan sahabat Nabi Zaid dengan tubuh yang pendek, mempunyai kulit gelap, serta mempunyai hidung yang tak mancung. Meski demikian, beliau merupakan muslim yang hebat. Beliau sudah bersama Rasulullah sejak usia belia.

Dengarkan Murrotal Al-Qur'an di Okezone.com, Klik Tautan Ini: https://muslim.okezone.com/alquran

Suatu ketika pada perang Tabuk, Nabi Muhammad pernah menyerahkan bendera Bani Najjar kepada Zaid yang sebelumnya dipegang oleh Umarah. Saat itu Umarah bertanya kepada Rasulullah, yang kemudian Rasulullah menjawab, “Alquran harus diutamakan, sedangkan Zaid lebih banyak menghafal Alquran dari pada engkau”

Dihimpun dari berbagai sumber, pada saat itu Zaid bin Haritsah dijadikan Rasulullah sebagai anak angkat. Hingga tiba waktunya menikah, Rasulullah pun mendatangi rumah Zainab binti Jahsy.

Zainab merupakan wanita yang memiliki paras cantik, serta memiliki kedermawanan yang baik, yang juga berasal dari keluarga terhomat dari keturunan Quraish. Zainab binti Jahsy awalnya menolak lamaran dari Zaid bin Haritsah yang datang ke rumahnya bersama Rasulullah. Setelah Rasulullah dan Zainab berbincang, Akhirnya Zainab pun bertnya kepada Rasulullah “Apakah engkau Ridha dia menikahiku ya Rasulullah ?” Rasulullah pun menjawab “Iya”. Akhirnya mereka pun, (Zaid dan Zainab) menikah.

Dari hal tersebut, maka turun lah Firman Alllah SWT yang artinya : “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” QS. Al-Ahzab [33]: (36).

Rizki juga menjelaskan bahwa Awalnya Zaid Menikahi Zainab binti Jahsy, hal tersebut memang suruhan Rasulullah untuk dinikahi, jadi mau tidak mau Zainab Menerima lamaran Zaid, walaupun tidak suka juga terpaksa. Zainab yang berwatak keras nampaknya membuat Zaid tidak nyaman berumah tangga dengannnya. Hingga suatu ketika Zaid datang kepada Rasulullah dengan berkata “ Ya Rasulullah sesungguhnya Zainab berlisan keras terhadapku, aku ingin menceraikannya”. Dampak dari kejadian tersebut menjadikan Zaid dan Zainab bercerai.

“Tidak lama kemudian, Mungkin karena darah sana (Quraish) berwatak keras, akhirnya Zaid meminta izin kepada Rasulullah untuk menceraikan Zainab, akhirnya sama Rasulullah diizinkan,” ujar ustadz Rizki.

Setelah Zainab dan Zaid bercerai, akhirnya Rasulullah pun menikahi Zainab. Kisah sahabat Nabi Zaid yang dituangkan dalam Alquran, merupakan sebuah kisah yang mengajarkan agar tidak ada keberatan dari umat mukmin untuk menikahi mantan istri-istri dari anak angkat mereka.

Jakarta - Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata budak diartikan dengan hamba atau jongos. Sedang kata perbudakan diartikan sebagai segolongan manusia yang dirampas kebebasan hidupnya untuk bekerja guna kepentingan manusia yang lain tanpa mendapat gaji, statusnya seperti barang milik yang juga dapat diperdagangkan.

Sementara dalam bahasa Inggris budak disebut slave yang berasal dari kata slav dengan merujuk kepada Bangsa Slavia yang banyak ditangkap dan dijadikan budak saat peperangan pada awal abad pertengahan, dari abad 5 hingga 15.

Dalam Alquran budak disebut dengan kata ‘abd, raqabah, dan ma malakat ayman atau mamluk. Memiliki arti sebenarnya beribadah, hamba sahaya dan orang yang dimiliki orang lain.

Sejarah budak dan perbudakan

Perbudakan telah ada sebelum Rasulullah lahir dan berlaku di Romawi, Persia Babilonia, Yunani dan di tempat lainnya. Alquran mengisahkan, perbudakan telah ada pada zaman nabi Musa as yang dilakukan oleh Firaun.

Perlakuan terhadap budak pada masa pra Islam sangat tidak manusiawi. Salah satu contohnya adalah kedokteran Persia yang sering melakukan percobaan dan penelitian dengan menggunakan tubuh budak.

Bukti yang menyatakan budak telah ada sebelum manusia mengenal peradaban tulis-menulis adalah kuburan prasejarah di Mesir yang menunjukkan sejak 8000 SM.

Menurut ahli sejarah perbudakan mulai ada sejak pengembangan pertanian sekitar 10.000 tahun lalu. Para budak terdiri dari para penjahat atau orang-orang yang tidak dapat membayar hutang dan kelompok yang kalah perang.

Pertama kali ada perbudakan adalah di daerah Mesopotamia yaitu wilayah Sumeria, Babilonia, Asiria, Chaldea, yaitu kota-kota yang perekonomiannya dilandaskan pada pertanian.

Pada masa itu orang berpendapat bahwa perbudakan merupakan keadaan alam yang wajar, yang dapat terjadi terhadap siapa pun dan kapanpun. Berbagai cara ditempuh seperti menaklukan bangsa lain lalu menjadikan mereka sebagai budak, atau membeli dari para pedagang budak.

Perbudakan dikenal hampir dalam semua peradaban dan masyarakat kuno, termasuk Mesir Kuno, Tiongkok Kuno, Imperium Akkad, India Kuno, Yunani Kuno, Kekaisaran Romawi, Khilafah Islam, orang Ibrani di Palestina dan masyarakat-masyarakat sebelum Columbus di Amerika.

Di Mesir kuno kaum budak adalah tenaga kerja dalam pembangunan piramid, kuil dan istana Firaun, sedangkan di China kuno perbudakan terjadi karena kemiskinan. 

Perbudakan lainnya terjadi karena hutang, hukuman atas kejahatan, tawanan perang, penelantaran anak, dan lahirnya anak dari rahim seorang budak.

Di Yunani kuno tidak ada filsuf yang menganjurkan untuk memerdekakan budak. Mereka hanya membagi manusia ke dalam dua bagian, mereka yang terlahir merdeka dan yang terlahir untuk menjadi budak orang merdeka yang bekerja dengan otak, mengurus administrasi dan menempati kedudukan penting. Sedangkan budak bekerja dengan badan dan mengabdi pada orang merdeka.

Plato dalam bukunya ‘Republik’ mengatakan bahwa kaum budak tidak berhak atas kewarganegaraan. Sehingga mereka harus tunduk serta taat kepada tuan-tuan pemilik mereka.

Aristoteles berpendapat bahwa warga negara adalah manusia merdeka. Bangsa Romawi melanjutkan tradisi Yunani dengan memperlakukan bangsa yang kalah perang sebagai bangsa yang inferior dan sang pemenang dapat melakukan apa saja terhadap mereka, termasuk mengirim ke arena Gladiator sebagai hiburan. 

Menggauli budak tanpa menikahi

Pemilik budak wanita boleh menggauli budak wanitanya, dan jika budak wanitanya tersebut melahirkan anak, maka dia menjadi ibu dari anaknya tersebut, berdasarkan firman Allah SWT.

وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ إِلَّا عَلَىٰ أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ

“Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak-budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela” [Al-Ma’arij/70 : 29-30]

Rasulullah SAW juga menggauli budak perempuannya Mariyah Al-Qibthiyah, kemudian dia melahirkan Ibrahim, seraya beliau bersabda, “Mariyah dimerdekakan oleh anaknya”. Juga Nabi Ibrahim As menggauli Hajar, kemudian dia melahirkan Nabi Ismail As.

Hikmah Menggauli Budak Wanita

Ada beberapa hikmah menggauli budak wanita adalah sebagai berikut,

1. Ungkapan kasih sayang terhadap budak wanita dengan memenuhi kebutuhan syahwatnya.

2. Menjadikannya sebagai Ummu Walad yang akan merdeka dengan kematian pemiliknya.

3. Dengan digauli oleh pemiliknya, maka pemilik budak wanita tersebut akan semakin peduli kepada budak wanitanya itu dengan memperhatikan kebersihannya, pakaiannya, kamar tidurnya, makanannya dan lain-lain.

4. Memberi kemudahan kepada orang Islam, karena bisa jadi ia tidak mampu menikahi wanita merdeka, maka diberi kemudahan dengan dibolehkannya menggauli budak wanitanya untuk meringankannya dan sebagai ungkapan kasih sayang terhadapnya.

Beberapa Ketentuan Hukum Tentang Ummu Walad

Adapun hukum-hukum yang berkaitan dengan Ummu Walad adalah sebagai berikut.

1. Ummu Walad sama seperti budak wanita lainnya dalam hal pelayanannya, hubungan seksualnya, kemerdekaan dia, batasan auratnya dan pernikahannya. 

Akan tetapi Ummu Walad tidak boleh dijual, karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang penjualan Ummu Walad (HR Imam Malik). Hal itu dikarenakan, bahwa penjualan Ummu Walad bertentangan dengan kemerdekaan dirinya kelak sepeninggal pemiliknya.

2. Ummu Walad dimerdekakan dengan kematian pemiliknya, berdasarkan sabda Rasulullah SAW.

أَيُّمَا أَمَةٍ وَلَدَتْ مِنْ سَيِّدِ هَا فَهِيَ حُرَّ ةٌ عَنْ دُبُرٍ مِنْهُ

“Budak wanita manapun yang melahirkan anak dari pemiliknya (tuannya), maka ia dimerdekakan setelah kematian pemiliknya (tuannya). (HR Ibnu Majah no. 2516)

3. Budak wanita tetap dihukumi Ummu Walad, meskipun ia mengalami keguguran

Jika hal itu terjadi setelah janinnya sempurna penciptaannya dan bentuknya bisa dibedakan, karena Umar Ra berkata, “Jika budak wanita melahirkan anak dari pemiliknya maka ia dimerdekakan meski mengalami keguguran. (Diriwayatkan oleh pengarang Al-Mughni)

4. Tidak ada perbedaan dalam memerdekakan Ummu Walad, apakah ia muslimah atau kafir

Sebagian ulama berpendapat, bahwa seorang budak wanita yang kafir tidak dimerdekakan, tetapi keumuman dalil menghendaki kemerdekaan budak wanita baik ia muslimah atau kafir. Inilah pendapat jumhur ulama.

5. Jika Ummu Walad itu dimerdekakan setelah kematian pemiliknya, maka harta milik Ummu Walad menjadi milik ahli waris pemiliknya

Karena Ummu Walad adalah budak sebelum kematian pemiliknya dan seperti diketahui bahwa pendapatan budak itu menjadi milik pemiliknya.

6. Jika pemilik Ummu Walad meninggal dunia, maka Ummu Walad harus menunggu satu kali haid, karena ia keluar dari kepemilikan pemiliknya dan berubah menjadi wanita merdeka.

Seks di luar nikah dalam Islam

Melakukan hubungan intim tanpa dilandasi pernikahan disebut dengan zina. Zina dibagi menjadi dua, yaitu,

1. Zina muhsan, yakni zina yang dilakukan orang yang telah menikah (memiliki suami atau istri).

2. Zina gairu muhsan, merupakan zina yang dilakukan oleh mereka yang belum pernah menikah.

Pelaku zina mendapatkan ancaman hukuman yang berat dalam Islam. Ada tiga ketetapan yang telah ditentukan oleh Allah SWT sebagai hukuman atas mereka yang berbuat zina, yakni:

1. Hukuman mati 

merupakan hukuman paling hina yang diberikan kepada pelaku zina. Hukuman ini bisa dijalankan dengan rajam (dilempari batu) sampai mati. Atau bagi mereka yang belum menikah, diganti dengan hukum cambuk rotan sebanyak 100 kali serta diasingkan selama satu tahun.

2. Tidak boleh dikasihani

Allah SWT telah menyebutkan bahwa jangan berbelas kasihan pada mereka yang berbuat zina. Perbuatan ini merupakan dosa besar sehingga sekalipun orang terdekat atau keluarga yang berbuat, janganlah terbawa faktor kasihan maka hukuman tidak dilaksanakan. 

Bagaimana pun juga, mereka yang berbuat zina harus dihukum berat akibat daripada perbuatannya tersebut.

3. Dilakukan di tempat umum

Hukuman terhadap mereka yang berbuat zina supaya disaksikan dihadapan orang mukimin yang banyak agar dijadikan sebagai pembelajaran serta memberi efek jera. []