Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama

Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama

Lukisan Anggota BPUPKI di Gedung Pancasila, Kementerian Luar Negeri (Liputan6.com/Mochamad Khadafi)

Bola.com, Jakarta - BPUPKI merupakan kependekan dari Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Dalam bahasa Jepang dikenal sebagai Dokuritsu Junbi Chosakai.

BPUPKI kali pertama dibentuk pada 1 Maret 1945. Kala itu, lembaga BPUPKI dibentuk oleh pemerintah Jepang. Ketuanya adalah Radjiman Wedyodiningrat dan wakil ketua Hibangase Yosio (Jepang) dan Soeroso.

BPUPKI beranggotakan 67 orang, yang terdiri dari 60 orang Indonesia dan tujuh orang Jepang yang bertugas mengawasi.

Pembentukan BPUPKI bertujuan untuk saling menguntungkan, baik bagi Indonesia maupun Jepang.

Bagi Indonesia, adanya BPUPKI untuk mempelajari dan menyelidiki sesuatu yang berhubungan dengan pembentukan negara Indonesia merdeka atau mengenai tata pemerintahan Indonesia merdeka.

Sedangkan bagi Jepang, tujuan dibentuknya BPUPKI adalah untuk menarik simpati rakyat Indonesia agar membantu Jepang dalam perang melawan sekutu dengan cara memberikan janji kemerdekaan kepada Indonesia.

BPUPKI dibubarkan pada 7 Agustus 1945 karena tugas-tugasnya telah selesai dilaksanakan. Selama BPUPKI terbentuk, secara resmi BPUPKI telah melakukan sidang sebanyak dua kali.

Sidang pertama dilaksanakan pada 29 Mei-1 Juni 1945. Kemudian sidang kedua dilaksanakan pada 10 Juli-17 Juli 1945.

Dari dua kali sidang tersebut ada beberapa poin yang dirumuskan.

Berikut ini hasil sidang BPUPKI pertama dan kedua seperti disadur, dari Dream, Kamis (3/9/2020).

Sidang pertama BPUPKI berlangsung pada 29 Mei-1 Juni 1945. Pada sidang pertama BPUPKI tersebut membahas perumusan dasar negara Republik Indonesia.

Untuk mendapatkan rumusan dasar negara Republik Indonesia yang tepat, selama masa persidangan pertama BPUPKI ini, agendanya adalah mendengarkan pidato dari tiga orang tokoh utama pergerakan nasional Indonesia.

Ketiga tokoh yang menyampaikan gagasannya mengenai dasar negara Republik Indonesia, ialah Prof. Mohammad Yamin, S.H., Prof. Dr. Soepomo, dan Ir. Soekarno.

Pada sidang 29 Mei 1945, Prof. Mohammad Yamin, S.H., mengemukakan gagasan tentang rumusan lima asas dasar negara Republik Indonesia, yakni:

1. Peri Kebangsaan

2. Peri Kemanusiaan

3. Peri Ketuhanan

4. Peri Kerakyatan

5. Kesejahteraan Rakyat

Kemudian pada sidang 31 Mei 1945, Prof. Dr. Soepomo mengemukakan gagasannya mengenai rumusan lima prinsip dasar negara Republik Indonesia, yang dinamakan 'Dasar Negara Indonesia Merdeka', yaitu:

1. Persatuan

2. Kekeluargaan

3. Keseimbangan lahir batin

4. Musyawarah

5. Keadilan Sosial

Sementara itu, pada sidang 1 Juni 1945, Ir. Soekarno menyampaikan gagasan perihal rumusan lima sila dasar negara Republik Indonesia, yang dinamakan 'Pancasila', yaitu:

1. Kebangsaan Indonesia

2. Internasionalisme dan Peri Kemanusiaan

3. Mufakat atau Demokrasi

4. Kesejahteraan Sosial

5. Ketuhanan Yang Maha Esa

Dari beberapa usulan, milik Ir. Soekarno yang diterima dan diberi nama Pancasila. Rumusan ini kemudian digunakan sebagai fondasi dan ideologi negara Indonesia.

Setelah sidang BPUPKI pertama selesai, belum ada kesepakatan mengenai dasar negara Republik Indonesia. Alhasil, dibentuk kembali panitia sembilan yang bertujuan untuk memastikan dan mendapatkan keputusan dari gagasan sebelumnya mengenai perumusan dasar negara.

Adapun susunan keanggotaan dari "Panitia Sembilan" ini sebagai berikut:

1. Ir. Soekarno (ketua)

2. Drs. Mohammad Hatta (wakil ketua)

3. Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo (Anggota)

4. Mr. Prof. Mohamman Yamin, S.H. (Anggota)

5. Kiai Haji Abdul Wahid Hasjim (Anggota)

6. Abdoel Kahar Moezakir (Anggota)

7. Raden Abikusno Tjokrosoejoso (Anggota)

8. Haji Agus Salim (Anggota)

9. Mr. Alexander Andries Maramis (Anggota)

Orang-orang yang tergabung dalam Panitia Sembilan melakukan pertemuan pada 22 Juni 1945. Pada pertemuan tersebut menghasilkan rumusan dasar negara Republik Indonesia yang kemudian dikenal sebagai Piagam Jakarta.

Dalam Piagam Jakarta, dasar negara Republik Indonesia adalah:

1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemelukya.

2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.

3. Persatuan Indonesia.

4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.

5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Rancangan tersebut diterima, untuk selanjutnya dimatangkan dalam masa persidangan BPUPKI kedua yang dilaksanakan mulai 10 Juli 1945.

Sidang BPUPKI yang kedua berlangsung pada 10 Juli 1945 hingga 17 Juli 1945. Agenda sidang BPUPKI kedua adalah pembahasan mengenai rancangan undang-undang dasar (UUD), bentuk negara, pernyataan merdeka, wilayah negara, dan kewarganegaraan Indonesia.

Dalam musyawarah tersebut dibentuk panitia perancang undang-undang dasar (UUD) berisi 19 anggota yang diketuai oleh Ir. Soekarno. Tak hanya itu, dalam rapat tersebut juga dibentuk panitia pembelaan tanah air yang diketuai oleh Abikoesno Tjokrosoejoso serta panitia ekonomi dan keuangan yang diketuai Mohammad Hatta.

Pada 11 Juli 1945, panitia perancang UUD membentuk panitia kecil beranggotakan tujuh orang, yang terdiri dari ketua Prof. Dr. Mr. Soepomo dan anggota Mr. Wongsonegoro, Mr. Achmad Soebardjo, Mr. A.A. Maramis, Mr. R.P. Singgih, H. Agus Salim, dan Dr. Soekiman.

Sidang kerja panitia perancang UUD dilaksanakan pada 13 Juli 1945. Pada 14 Juli 1945 diadakan rapat pleno BPUPKI yang menerima laporan dari panitia perancang UUD.

Ada tiga hal pokok yang harus masuk UUD 1945, yakni pernyataan Indonesia merdeka, pembukaan UUD, serta batang tubuh UUD.

Konsep proklamasi kemerdekaan rencananya akan disusun dengan mengambil tiga alenia pertama Piagam Jakarta. Sedangkan konsep Undang-Undang Dasar hampir seluruhnya diambil dari alinea keempat Piagam Jakarta.

Dengan disepakatinya rancangan undang-undang, maka tugas BPUPKI telah selesai dan sidang kedua ditutup pada 17 Juli 1945.

BPUPKI dibubarkan pada 7 Agustus 1945 oleh pemerintah Jepang karena menganggap tugas Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan telah usai.

Disadur dari: Dream.co.id (Reporter: Ulyaeni Maulida. Published: 16 Agustus 2020).

Badan Penyelidik Usaha-usaha Kemerdekaan Indonesia (atau dalam bahasa Jepang: Dokuritsu Junbi Cosakai dilafalkan Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai atau Dokuritsu Junbi Chōsakai jp:独立準備調査会) yaitu sebuah badan yang diwujudkan oleh pemerintah pendudukan balatentara Jepang pada tanggal 29 April 1945 bertepatan dengan hari ulang tahun Kaisar Hirohito. Badan ini diwujudkan sebagai upaya mendapatkan dukungan dari bangsa Indonesia dengan menjanjikan bahwa Jepang hendak membantu babak kemerdekaan Indonesia. BPUPKI beranggotakan 67 orang yang diketuai oleh Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman Wedyodiningrat dengan wakil ketua Ichibangase Yosio (orang Jepang) dan Raden Pandji Soeroso.

Di luar anggota BPUPKI, diwujudkan sebuah Badan Atur Usaha (semacam sekretariat) yang beranggotakan 60 orang. Badan Atur Usaha ini dipimpin oleh Raden Pandji Soeroso dengan wakil Mr. Abdoel Gafar Pringgodigdo dan Masuda Toyohiko (orang Jepang). Tugas dari BPUPKI sendiri yaitu mempelajari dan menyelidiki hal-hal yang berkaitan dengan aspek-aspek poplitik, ekonomi, atur pemerintahan, dan hal-hal yang diperlukan dalam usaha pembentukan negara Indonesia merdeka.

Pada tanggal 7 Agustus 1945, Jepang mencerai-beraikan BPUPKI dan akhir membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau dalam bahasa Jepang: Dokuritsu Junbi Inkai, dengan anggota berjumlah 21 orang, sebagai upaya untuk mencerminkan perwakilan dari berbagai etnis di wilayah Hindia-Belanda[1], terdiri dari: 12 orang asal Jawa, 3 orang asal Sumatera, 2 orang asal Sulawesi, 1 orang asal Kalimantan, 1 orang asal Sunda Kecil (Nusa Tenggara), 1 orang asal Maluku, 1 orang asal etnis Tionghoa.

Permulaan persiapan kemerdekaan oleh BPUPKI

Kekalahan Jepang dalam perang Pasifik semakin jelas, Perdana Menteri Jepang, Jenderal Kuniaki Koiso, pada tanggal 7 September 1944 mengumumkan bahwa Indonesia hendak dibebaskan dari penjajahan kelak, sesudah tercapai kemenangan akhir dalam perang Asia Timur Raya. Beracara itu, Jepang rindu tentara Sekutu hendak disambut oleh rakyat Indonesia sebagai penyerbu negara mereka, sehingga pada tanggal 1 Maret 1945 pimpinan pemerintah pendudukan militer Jepang di Jawa, Jenderal Kumakichi Harada, mengumumkan diwujudkannya suatu badan khusus yang bekerja menyelididki usaha-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia, yang dinamakan "Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia" (BPUPKI) atau dalam bahasa Jepang: Dokuritsu Junbi Cosakai. Pembentukan BPUPKI juga untuk menyelidiki, mempelajari dan memepersiapakan hal-hal penting lainnya yang terkait dengan masalah atur pemerintahan guna membangun suatu negara Indonesia merdeka.

BPUPKI resmi diwujudkan pada tanggal 29 April 1945, bertepatan dengan ulang tahun kaisar Jepang, Kaisar Hirohito. Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman Wedyodiningrat, dari golongan nasionalis tua, ditunjuk menjadi ketua BPUPKI dengan ditemani oleh dua orang ketua muda (wakil ketua), yaitu Raden Pandji Soeroso dan Ichibangase Yosio (orang Jepang). Selain menjadi ketua muda, Raden Pandji Soeroso juga diangkatkan sebagai kepala kantor atur usaha BPUPKI (semacam sekretariat) dibantu Masuda Toyohiko dan Mr. Abdoel Gafar Pringgodigdo. BPUPKI sendiri beranggotakan 67 orang, yang terdiri dari: 60 orang anggota giat yaitu tokoh utama pergerakan nasional Indonesia dari semua kawasan dan arus, serta 7 orang anggota istimewa yaitu perwakilan pemerintah pendudukan militer Jepang, tetapi wakil dari bangsa Jepang ini tidak ada hak suara (keanggotaan mereka yaitu pasif, yang gunanya mereka hanya ada dalam sidang BPUPKI sebagai pengamat saja).


Selama BPUPKI berdiri, telah dipersiapkan dua kali masa persidangan resmi BPUPKI, dan juga beradanya pertemuan-pertemuan yang tak resmi oleh panitia kecil di bawah BPUPKI, yaitu yaitu sebagai berikut :

Sidang resmi pertama

Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama

Persidangan resmi BPUPKI yang pertama pada tanggal 29 Mei-1 Juni 1945

Pada tanggal 28 Mei 1945, dipersiapkan upacara pelantikan dan sekaligus seremonial pembukaan masa persidangan BPUPKI yang pertama di gedung "Chuo Sangi In", yang pada abad kolonial Belanda gedung tersebut yaitu gedung Volksraad (dari bahasa Belanda, semacam lembaga "Dewan Perwakilan Rakyat Hindia-Belanda" di masa penjajahan Belanda), dan kini gedung itu dikenal dengan sebutan Gedung Pancasila, yang bertempat di Jalan Pejambon 6 – Jakarta. Namun masa persidangan resminya sendiri (masa persidangan BPUPKI yang pertama) dipersiapkan selama empat hari dan baru dimulai pada keesokan harinya, yakni pada tanggal 29 Mei 1945, dan berlanjut sampai dengan tanggal 1 Juni 1945, dengan tujuan untuk membahas bangun-bangun negara Indonesia, filsafat negara "Indonesia Merdeka" serta merumuskan dasar negara Indonesia.

Upacara pelantikan dan seremonial pembukaan masa persidangan BPUPKI yang pertama ini dihadiri oleh seluruh anggota BPUPKI dan juga dua orang pembesar militer jepang, yaitu: Panglima Tentara Wilayah ke-7, Jenderal Izagaki, yang menguasai Jawa serta Panglima Tentara Wilayah ke-16, Jenderal Yuichiro Nagano. Namun untuk selanjutnya pada masa persidangan resminya itu sendiri, yang berlanjut selama empat hari, hanya dihadiri oleh seluruh anggota BPUPKI.

Sebelumnya acara sidang diawali dengan membahas pandangan mengenai bangun-bangun negara Indonesia, yakni disepakati berwujud "Negara Kesatuan Republik Indonesia" ("NKRI"), akhir acara sidang dilanjutkan dengan merumuskan konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk hal ini, BPUPKI harus merumuskan dasar negara Republik Indonesia terlebih dahulu yang hendak menjiwai inti dari Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia itu sendiri, sebab Undang-Undang Dasar yaitu adalah konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Guna mendapatkan rumusan dasar negara Republik Indonesia yang benar-benar tepat, maka acara acara dalam masa persidangan BPUPKI yang pertama ini yaitu mendengarkan pidato dari tiga orang tokoh utama pergerakan nasional Indonesia, yang mengajukan argumennya tentang dasar negara Republik Indonesia itu yaitu sebagai berikut :

  1. Sidang tanggal 29 Mei 1945, Mr. Prof. Mohammad Yamin, S.H. berpidato mengemukakan argumen mengenai rumusan lima asas dasar negara Republik Indonesia, yaitu: “1. Peri Kebangsaan; 2. Peri Kemanusiaan; 3. Peri Ketuhanan; 4. Peri Kerakyatan; dan 5. Kesejahteraan Rakyat”.
  2. Sidang tanggal 31 Mei 1945, Prof. Mr. Dr. Soepomo berpidato mengemukakan argumen mengenai rumusan lima prinsip dasar negara Republik Indonesia, yang dia namakan "Dasar Negara Indonesia Merdeka", yaitu: “1. Persatuan; 2. Kekeluargaan; 3. Mufakat dan Demokrasi; 4. Musyawarah; dan 5. Keadilan Sosial”.
  3. Sidang tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno berpidato mengemukakan argumen mengenai rumusan lima sila dasar negara Republik Indonesia, yang dia namakan "Pancasila", yaitu: “1. Kebangsaan Indonesia; 2. Internasionalisme dan Peri Kemanusiaan; 3. Mufakat atau Demokrasi; 4. Kesejahteraan Sosial; dan 5. Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Argumen mengenai rumusan lima sila dasar negara Republik Indonesia yang diceritakan oleh Ir. Soekarno tersebut akhir dikenal dengan istilah "Pancasila", sedang menurut dia bilamana diperlukan argumen mengenai rumusan Pancasila ini dapat diperas menjadi "Trisila" (Tiga Sila), yaitu: “1. Sosionasionalisme; 2. Sosiodemokrasi; dan 3. Ketuhanan Yang Berkebudayaan”. Bahkan sedang menurut Ir. Soekarno lagi, Trisila tersebut bila ingin diperas kembali dinamakannya sebagai "Ekasila" (Satu Sila), yaitu yaitu sila: “Gotong-Royong”, ini yaitu adalah upaya dari Bung Karno dalam menjelaskan bahwa pemikiran argumen mengenai rumusan dasar negara Republik Indonesia yang dibawakannya tersebut yaitu berada dalam kerangka "satu-kesatuan", yang tak terpisahkan satu dengan lainnya. Masa persidangan BPUPKI yang pertama ini dikenang dengan sebutan detik-detik lahirnya Pancasila dan tanggal 1 Juni ditentukan dan diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila.

Pidato dari Ir. Soekarno ini sekaligus mengakhiri masa persidangan BPUPKI yang pertama, setelah itu BPUPKI mengalami masa reses persidangan (periode henti atau istirahat) selama satu bulan lebih. Sebelum dimulainya masa reses persidangan, dibentuklah suatu panitia kecil yang beranggotakan 9 orang, yang dinamakan "Panitia Sembilan" dengan diketuai oleh Ir. Soekarno, yang bekerja untuk mengolah usul dari pemikiran para anggota BPUPKI mengenai dasar negara Republik Indonesia.

Masa antara sidang resmi pertama dan sidang resmi kedua

Sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama, sedang belum ditemukan titik temu kesepakatan dalam perumusan dasar negara Republik Indonesia yang benar-benar tepat, sehingga dibentuklah "Panitia Sembilan" tersebut di atas guna menggodok berbagai masukan dari konsep-konsep sebelumnya yang telah diceritakan oleh para anggota BPUPKI itu. Adapun bangunan keanggotaan dari "Panitia Sembilan" ini yaitu sebagai berikut :

Sesudah melakukan perundingan yang cukup sulit antara 4 orang dari kaum kebangsaan (pihak "Nasionalis") dan 4 orang dari kaum keagamaan (pihak "Islam"), maka pada tanggal 22 Juni 1945 "Panitia Sembilan" kembali berjumpa dan menghasilkan rumusan dasar negara Republik Indonesia yang akhir dikenal sebagai "Piagam Jakarta" atau "Jakarta Charter", yang pada waktu itu disebut-sebut juga sebagai sebuah "Gentlement Agreement". Setelah itu sebagai ketua "Panitia Sembilan", Ir. Soekarno melaporkan hasil kerja panitia kecil yang dipimpinnya kepada anggota BPUPKI berupa dokumen rancangan asas dan tujuan "Indonesia Merdeka" yang disebut dengan "Piagam Jakarta" itu. Menurut dokumen tersebut, dasar negara Republik Indonesia yaitu sebagai berikut :

  1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam untuk pemeluk-pemeluknya,
  2. Kemanusiaan yang tidak sewenang-wenang dan mempunyai budi bahasa yang baik,
  3. Persatuan Indonesia,
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan,
  5. Keadilan sosial untuk seluruh rakyat Indonesia.

Rancangan itu diterima untuk selanjutnya dimatangkan dalam masa persidangan BPUPKI yang kedua, yang diselenggarakan mulai tanggal 10 Juli 1945.

Di antara dua masa persidangan resmi BPUPKI itu, berlanjut pula persidangan tak resmi yang dihadiri 38 orang anggota BPUPKI. Persidangan tak resmi ini dipimpin sendiri oleh Bung Karno yang membahas mengenai rancangan "Pembukaan (bahasa Belanda: "Preambule") Undang-Undang Dasar 1945", yang akhir dilanjutkan pembahasannya pada masa persidangan BPUPKI yang kedua (10 Juli-17 Juli 1945).

Sidang resmi kedua

Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama

Persidangan resmi BPUPKI yang kedua pada tanggal 10 Juli-17 Juli 1945

Masa persidangan BPUPKI yang kedua berlanjut sejak tanggal 10 Juli 1945 sampai tanggal 17 Juli 1945. Acara sidang BPUPKI kali ini membahas tentang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, kewarganegaraan Indonesia, rancangan Undang-Undang Dasar, ekonomi dan keuangan, pembelaan negara, serta pendidikan dan pengajaran. Pada persidangan BPUPKI yang kedua ini, anggota BPUPKI dibagi-bagi dalam panitia-panitia kecil. Panitia-panitia kecil yang terbentuk itu antara lain adalah: Panitia Perancang Undang-Undang Dasar (diketuai oleh Ir. Soekarno), Panitia Pembelaan Tanah Cairan (diketuai oleh Raden Abikusno Tjokrosoejoso), dan Panitia Ekonomi dan Keuangan (diketuai oleh Drs. Mohammad Hatta).

Pada tanggal 11 Juli 1945, sidang panitia Perancang Undang-Undang Dasar, yang diketuai oleh Ir. Soekarno, membahas pembentukan lagi panitia kecil di bawahnya, yang tugasnya yaitu khusus merancang inti dari Undang-Undang Dasar, yang beranggotakan 7 orang yaitu sebagai berikut :

Pada tanggal 13 Juli 1945, sidang panitia Perancang Undang-Undang Dasar, yang diketuai oleh Ir. Soekarno, membahas hasil kerja panitia kecil di bawahnya, yang tugasnya yaitu khusus merancang inti dari Undang-Undang Dasar, yang beranggotakan 7 orang tersebut.

Pada tanggal 14 Juli 1945, sidang pleno BPUPKI menerima laporan panitia Perancang Undang-Undang Dasar, yang dibacakan oleh ketua panitianya sendiri, Ir. Soekarno. Dalam laporan tersebut membahas mengenai rancangan Undang-Undang Dasar yang di dalamnya tercantum tiga masalah pokok yaitu :

  • Wilayah negara Indonesia yaitu sama dengan bekas wilayah Hindia-Belanda dahulu, ditambah dengan Malaya, Borneo Utara (sekarang yaitu wilayah Sabah dan wilayah Serawak di negara Malaysia, serta wilayah negara Brunei Darussalam), Papua, Timor-Portugis (sekarang yaitu wilayah negara Timor Leste), dan pulau-pulau di sekitarnya,
  • Bangun-bangun negara Indonesia yaitu Negara Kesatuan,
  • Bangun-bangun pemerintahan Indonesia yaitu Republik,
  • Bendera nasional Indonesia yaitu Sang Saka Merah Putih,
  • Bahasa nasional Indonesia yaitu Bahasa Indonesia.

Pemikiran proklamasi kemerdekaan negara Indonesia baru rencananya hendak disusun dengan mengambil tiga alenia pertama "Piagam Jakarta", sedangkan pemikiran Undang-Undang Dasar hampir seluruhnya diambil dari alinea keempat "Piagam Jakarta". Sementara itu, perdebatan terus berlanjut di antara peserta sidang BPUPKI mengenai penerapan anggaran Islam, Syariat Islam, dalam negara Indonesia baru. "Piagam Jakarta" atau "Jakarta Charter" pada akhir-akhirnya disetujui dengan urutan dan redaksional yang sedikit berlainan.

Persiapan kemerdekaan dilanjutkan oleh PPKI

Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama

Persidangan resmi PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945

Pada tanggal 7 Agustus 1945, BPUPKI dihentikan karena dianggap telah dapat menyelesaikan tugasnya dengan patut, yaitu menyusun rancangan Undang-Undang Dasar untuk negara Indonesia Merdeka, dan dialihkan dengan diwujudkannya "Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia" ("PPKI") atau dalam bahasa Jepang: Dokuritsu Junbi Inkai dengan Ir. Soekarno sebagai ketuanya.

Tugas "PPKI" ini yang pertama yaitu meresmikan pembukaan (bahasa Belanda: preambule) serta batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945. Tugasnya yang kedua yaitu melanjutkan hasil kerja BPUPKI, menyediakan pemindahan kekuasaan dari pihak pemerintah pendudukan militer Jepang kepada bangsa Indonesia, dan menyediakan segala sesuatu yang menyangkut masalah ketatanegaraan untuk negara Indonesia baru.

Anggota "PPKI" sendiri terdiri dari 21 orang tokoh utama pergerakan nasional Indonesia, sebagai upaya untuk mencerminkan perwakilan dari berbagai etnis di wilayah Hindia-Belanda, terdiri dari: 12 orang asal Jawa, 3 orang asal Sumatera, 2 orang asal Sulawesi, 1 orang asal Kalimantan, 1 orang asal Sunda Kecil (Nusa Tenggara), 1 orang asal Maluku, 1 orang asal etnis Tionghoa. "PPKI" ini diketuai oleh Ir. Soekarno, dan sebagai wakilnya yaitu Drs. Mohammad Hatta, sedangkan sebagai penasihatnya ditunjuk Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo. Kemudian, anggota "PPKI" ditambah lagi sebanyak enam orang, yaitu: Wiranatakoesoema, Ki Hadjar Dewantara, Mr. Kasman Singodimedjo, Mohamad Ibnu Sayuti Melik, Iwa Koesoemasoemantri, dan Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo.

Secara simbolik "PPKI" dilantik oleh Jendral Terauchi, pada tanggal 9 Agustus 1945, dengan mendatangkan Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta dan Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman Wedyodiningrat ke "Kota Ho Chi Minh" atau dalam bahasa Vietnam: Thành phố Hồ Chí Minh (dahulu bernama: Saigon), yaitu kota terbesar di negara Vietnam dan terletak tidak jauh delta Sungai Mekong.

Pada saat "PPKI" terbentuk, hasrat rakyat Indonesia untuk merdeka semakin memuncak. Memuncaknya hasrat itu terbukti dengan beradanya tekad yang bulat dari semua golongan untuk segera memproklamasikan kemerdekaan negara Indonesia. Golongan muda kala itu menghendaki agar kemerdekaan diproklamasikan tanpa kerjasama dengan pihak pemerintah pendudukan militer Jepang sama sekali, termasuk proklamasi kemerdekaan dalam sidang "PPKI". Pada saat itu berada anggapan dari golongan muda bahwa "PPKI" ini yaitu hanya yaitu sebuah badan bentukan pihak pemerintah pendudukan militer Jepang. Di lain pihak "PPKI" yaitu sebuah badan yang berada waktu itu guna menyediakan hal-hal yang perlu untuk terbentuknya suatu negara Indonesia baru.

Tetapi cepat atau lambatnya kemerdekaan Indonesia bisa diberikan oleh pemerintah pendudukan militer Jepang yaitu tergantung kepada sejauh mana semua hasil kerja dari "PPKI". Jendral Terauchi akhir akhir-akhirnya menyampaikan keputusan pemerintah pendudukan militer Jepang bahwa kemerdekaan Indonesia hendak diberikan pada tanggal 24 Agustus 1945. Seluruh persiapan pelaksanaan kemerdekaan Indonesia diserahkan sepenuhnya kepada "PPKI". Dalam suasana mendapat tekanan atau beban berat seperti demikian itulah "PPKI" harus bekerja keras guna meyakinkan dan mewujud-nyatakan hasrat atau cita-cita agung seluruh rakyat Indonesia, yang sangat haus dan rindu hendak sebuah kehidupan kebangsaan yang bebas, yang merdeka, bersatu, berdaulat, tidak sewenang-wenang dan makmur.

Sementara itu dalam sidang "PPKI" pada tanggal 18 Agustus 1945, dalam hitungan kurang dari 15 menit telah terjadi kesepakatan dan kompromi atas lobi-lobi politik dari pihak kaum keagamaan yang beragama non-Muslim serta pihak kaum keagamaan yang menganut nasihat kebatinan, yang akhir didampingi oleh pihak kaum kebangsaan (pihak "Nasionalis") guna melunakkan hati pihak tokoh-tokoh kaum keagamaan yang beragama Islam guna dicerai-beraikannya "tujuh kata" dalam "Piagam Jakarta" atau "Jakarta Charter".

Setelah itu Drs. Mohammad Hatta masuk ke dalam ruang sidang "PPKI" dan membacakan empat perubahan dari hasil kesepakatan dan kompromi atas lobi-lobi politik tersebut. Hasil perubahan yang akhir disepakati sebagai "pembukaan (bahasa Belanda: "preambule") dan batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945", yang saat ini biasa disebut dengan hanya UUD '45 adalah :

  • Pertama, kata “Mukaddimah” yang berasal dari bahasa Arab, muqaddimah, diganti dengan kata “Pembukaan”.
  • Kedua, anak kalimat "Piagam Jakarta" yang menjadi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, diganti dengan, “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa”.
  • Ketiga, kalimat yang menyebutkan “Presiden ialah orang Indonesia asli dan beragama Islam”, seperti tertulis dalam pasal 6 ayat 1, diganti dengan mencoret kata-kata “dan beragama Islam”.
  • Keempat, terkait perubahan poin Kedua, maka pasal 29 ayat 1 dari yang semula berbunyi: “Negara berdasarkan atas Ketuhananan, dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam untuk pemeluk-pemeluknya” diganti menjadi berbunyi: “Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa”.

"PPKI" sangat memerankan dalam penataan permulaan negara Indonesia baru. Walaupun kumpulan muda kala itu hanya menganggap "PPKI" sebagai sebuah lembaga hasil pekerjaan pihak pemerintah pendudukan militer Jepang, namun terlepas dari anggapan tersebut, peran serta perbuatan yang berguna badan ini sama sekali tak boleh kita remehkan dan abaikan, apalagi kita lupakan. Anggota "PPKI" telah bertugas yang diembankan kepada mereka dengan sebaik-baiknya, sampai pada akhir-akhirnya "PPKI" dapat meletak dasar-dasar ketatanegaraan yang kuat untuk negara Indonesia yang saat itu baru saja berdiri.

Rujukan

Catatan kaki

  1. ^

    Pasca proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 PPKI berfungsi dan memerankan secara ex officio:a. Sebagai representasi perwakilan seluruh rakyat Indonesiab. Sebagai lembaga resmi yang ada kewenangan untuk mengesahkan UUD Negarac. Sebagai lembaga yang dapat menentukan dan mengangkat presiden dan wakil presidend. Sebagai lembaga pendiri negara Republik Indonesiae. Sebagai lembaga tertinggi dalam Negara Republik Indonesia.

    Lihat:

    - Yunarti, Dorothea Rini (2003). BPUPKI, PPKI, proklamasi kemerdekaan RI. University of Michigan Press. ISBN 9797090779, 9789797090777. 
    - Amini, Aisyah (2004). Pasang surut peran DPR-MPR, 1945-2004. University of Michigan Press. ISBN 9799825245, 9789799825247. 

Daftar pustaka
  • Achmad Soebardjo.(1970). Lahirnja Republik Indonesia. Jakarta Times. Jakarta.
  • Genzo Oku. Tranlated.(1973). Achmad Soebardjo. Indonesia No Dokuritsu To Kakumei. Ryukeishosha. Tokyo.

edunitas.com


Page 2

Badan Penyelidik Usaha-usaha Kemerdekaan Indonesia (atau dalam bahasa Jepang: Dokuritsu Junbi Cosakai dilafalkan Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai atau Dokuritsu Junbi Chōsakai jp:独立準備調査会) yaitu sebuah badan yang diwujudkan oleh pemerintah pendudukan balatentara Jepang pada tanggal 29 April 1945 bertepatan dengan hari ulang tahun Kaisar Hirohito. Badan ini diwujudkan sebagai upaya mendapatkan dukungan dari bangsa Indonesia dengan menjanjikan bahwa Jepang hendak membantu babak kemerdekaan Indonesia. BPUPKI beranggotakan 67 orang yang diketuai oleh Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman Wedyodiningrat dengan wakil ketua Ichibangase Yosio (orang Jepang) dan Raden Pandji Soeroso.

Di luar anggota BPUPKI, diwujudkan sebuah Badan Atur Usaha (semacam sekretariat) yang beranggotakan 60 orang. Badan Atur Usaha ini dipimpin oleh Raden Pandji Soeroso dengan wakil Mr. Abdoel Gafar Pringgodigdo dan Masuda Toyohiko (orang Jepang). Tugas dari BPUPKI sendiri yaitu mempelajari dan menyelidiki hal-hal yang berkaitan dengan aspek-aspek poplitik, ekonomi, atur pemerintahan, dan hal-hal yang diperlukan dalam usaha pembentukan negara Indonesia merdeka.

Pada tanggal 7 Agustus 1945, Jepang mencerai-beraikan BPUPKI dan akhir membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau dalam bahasa Jepang: Dokuritsu Junbi Inkai, dengan anggota berjumlah 21 orang, sebagai upaya untuk mencerminkan perwakilan dari berbagai etnis di wilayah Hindia-Belanda[1], terdiri dari: 12 orang asal Jawa, 3 orang asal Sumatera, 2 orang asal Sulawesi, 1 orang asal Kalimantan, 1 orang asal Sunda Kecil (Nusa Tenggara), 1 orang asal Maluku, 1 orang asal etnis Tionghoa.

Permulaan persiapan kemerdekaan oleh BPUPKI

Kekalahan Jepang dalam perang Pasifik semakin jelas, Perdana Menteri Jepang, Jenderal Kuniaki Koiso, pada tanggal 7 September 1944 mengumumkan bahwa Indonesia hendak dibebaskan dari penjajahan kelak, sesudah tercapai kemenangan akhir dalam perang Asia Timur Raya. Beracara itu, Jepang rindu tentara Sekutu hendak disambut oleh rakyat Indonesia sebagai penyerbu negara mereka, sehingga pada tanggal 1 Maret 1945 pimpinan pemerintah pendudukan militer Jepang di Jawa, Jenderal Kumakichi Harada, mengumumkan diwujudkannya suatu badan khusus yang bekerja menyelididki usaha-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia, yang dinamakan "Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia" (BPUPKI) atau dalam bahasa Jepang: Dokuritsu Junbi Cosakai. Pembentukan BPUPKI juga untuk menyelidiki, mempelajari dan memepersiapakan hal-hal penting lainnya yang terkait dengan masalah atur pemerintahan guna membangun suatu negara Indonesia merdeka.

BPUPKI resmi diwujudkan pada tanggal 29 April 1945, bertepatan dengan ulang tahun kaisar Jepang, Kaisar Hirohito. Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman Wedyodiningrat, dari golongan nasionalis tua, ditunjuk menjadi ketua BPUPKI dengan ditemani oleh dua orang ketua muda (wakil ketua), yaitu Raden Pandji Soeroso dan Ichibangase Yosio (orang Jepang). Selain menjadi ketua muda, Raden Pandji Soeroso juga diangkatkan sebagai kepala kantor atur usaha BPUPKI (semacam sekretariat) dibantu Masuda Toyohiko dan Mr. Abdoel Gafar Pringgodigdo. BPUPKI sendiri beranggotakan 67 orang, yang terdiri dari: 60 orang anggota giat yaitu tokoh utama pergerakan nasional Indonesia dari semua kawasan dan arus, serta 7 orang anggota istimewa yaitu perwakilan pemerintah pendudukan militer Jepang, tetapi wakil dari bangsa Jepang ini tidak ada hak suara (keanggotaan mereka yaitu pasif, yang gunanya mereka hanya ada dalam sidang BPUPKI sebagai pengamat saja).


Selama BPUPKI berdiri, telah dipersiapkan dua kali masa persidangan resmi BPUPKI, dan juga beradanya pertemuan-pertemuan yang tak resmi oleh panitia kecil di bawah BPUPKI, yaitu yaitu sebagai berikut :

Sidang resmi pertama

Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama

Persidangan resmi BPUPKI yang pertama pada tanggal 29 Mei-1 Juni 1945

Pada tanggal 28 Mei 1945, dipersiapkan upacara pelantikan dan sekaligus seremonial pembukaan masa persidangan BPUPKI yang pertama di gedung "Chuo Sangi In", yang pada abad kolonial Belanda gedung tersebut yaitu gedung Volksraad (dari bahasa Belanda, semacam lembaga "Dewan Perwakilan Rakyat Hindia-Belanda" di masa penjajahan Belanda), dan kini gedung itu dikenal dengan sebutan Gedung Pancasila, yang bertempat di Jalan Pejambon 6 – Jakarta. Namun masa persidangan resminya sendiri (masa persidangan BPUPKI yang pertama) dipersiapkan selama empat hari dan baru dimulai pada keesokan harinya, yakni pada tanggal 29 Mei 1945, dan berlanjut sampai dengan tanggal 1 Juni 1945, dengan tujuan untuk membahas bangun-bangun negara Indonesia, filsafat negara "Indonesia Merdeka" serta merumuskan dasar negara Indonesia.

Upacara pelantikan dan seremonial pembukaan masa persidangan BPUPKI yang pertama ini dihadiri oleh seluruh anggota BPUPKI dan juga dua orang pembesar militer jepang, yaitu: Panglima Tentara Wilayah ke-7, Jenderal Izagaki, yang menguasai Jawa serta Panglima Tentara Wilayah ke-16, Jenderal Yuichiro Nagano. Namun untuk selanjutnya pada masa persidangan resminya itu sendiri, yang berlanjut selama empat hari, hanya dihadiri oleh seluruh anggota BPUPKI.

Sebelumnya acara sidang diawali dengan membahas pandangan mengenai bangun-bangun negara Indonesia, yakni disepakati berwujud "Negara Kesatuan Republik Indonesia" ("NKRI"), akhir acara sidang dilanjutkan dengan merumuskan konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk hal ini, BPUPKI harus merumuskan dasar negara Republik Indonesia terlebih dahulu yang hendak menjiwai inti dari Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia itu sendiri, sebab Undang-Undang Dasar yaitu adalah konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Guna mendapatkan rumusan dasar negara Republik Indonesia yang benar-benar tepat, maka acara acara dalam masa persidangan BPUPKI yang pertama ini yaitu mendengarkan pidato dari tiga orang tokoh utama pergerakan nasional Indonesia, yang mengajukan argumennya tentang dasar negara Republik Indonesia itu yaitu sebagai berikut :

  1. Sidang tanggal 29 Mei 1945, Mr. Prof. Mohammad Yamin, S.H. berpidato mengemukakan argumen mengenai rumusan lima asas dasar negara Republik Indonesia, yaitu: “1. Peri Kebangsaan; 2. Peri Kemanusiaan; 3. Peri Ketuhanan; 4. Peri Kerakyatan; dan 5. Kesejahteraan Rakyat”.
  2. Sidang tanggal 31 Mei 1945, Prof. Mr. Dr. Soepomo berpidato mengemukakan argumen mengenai rumusan lima prinsip dasar negara Republik Indonesia, yang dia namakan "Dasar Negara Indonesia Merdeka", yaitu: “1. Persatuan; 2. Kekeluargaan; 3. Mufakat dan Demokrasi; 4. Musyawarah; dan 5. Keadilan Sosial”.
  3. Sidang tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno berpidato mengemukakan argumen mengenai rumusan lima sila dasar negara Republik Indonesia, yang dia namakan "Pancasila", yaitu: “1. Kebangsaan Indonesia; 2. Internasionalisme dan Peri Kemanusiaan; 3. Mufakat atau Demokrasi; 4. Kesejahteraan Sosial; dan 5. Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Argumen mengenai rumusan lima sila dasar negara Republik Indonesia yang diceritakan oleh Ir. Soekarno tersebut akhir dikenal dengan istilah "Pancasila", sedang menurut dia bilamana diperlukan argumen mengenai rumusan Pancasila ini dapat diperas menjadi "Trisila" (Tiga Sila), yaitu: “1. Sosionasionalisme; 2. Sosiodemokrasi; dan 3. Ketuhanan Yang Berkebudayaan”. Bahkan sedang menurut Ir. Soekarno lagi, Trisila tersebut bila ingin diperas kembali dinamakannya sebagai "Ekasila" (Satu Sila), yaitu yaitu sila: “Gotong-Royong”, ini yaitu adalah upaya dari Bung Karno dalam menjelaskan bahwa pemikiran argumen mengenai rumusan dasar negara Republik Indonesia yang dibawakannya tersebut yaitu berada dalam kerangka "satu-kesatuan", yang tak terpisahkan satu dengan lainnya. Masa persidangan BPUPKI yang pertama ini dikenang dengan sebutan detik-detik lahirnya Pancasila dan tanggal 1 Juni ditentukan dan diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila.

Pidato dari Ir. Soekarno ini sekaligus mengakhiri masa persidangan BPUPKI yang pertama, setelah itu BPUPKI mengalami masa reses persidangan (periode henti atau istirahat) selama satu bulan lebih. Sebelum dimulainya masa reses persidangan, dibentuklah suatu panitia kecil yang beranggotakan 9 orang, yang dinamakan "Panitia Sembilan" dengan diketuai oleh Ir. Soekarno, yang bekerja untuk mengolah usul dari pemikiran para anggota BPUPKI mengenai dasar negara Republik Indonesia.

Masa antara sidang resmi pertama dan sidang resmi kedua

Sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama, sedang belum ditemukan titik temu kesepakatan dalam perumusan dasar negara Republik Indonesia yang benar-benar tepat, sehingga dibentuklah "Panitia Sembilan" tersebut di atas guna menggodok berbagai masukan dari konsep-konsep sebelumnya yang telah diceritakan oleh para anggota BPUPKI itu. Adapun bangunan keanggotaan dari "Panitia Sembilan" ini yaitu sebagai berikut :

Sesudah melakukan perundingan yang cukup sulit antara 4 orang dari kaum kebangsaan (pihak "Nasionalis") dan 4 orang dari kaum keagamaan (pihak "Islam"), maka pada tanggal 22 Juni 1945 "Panitia Sembilan" kembali berjumpa dan menghasilkan rumusan dasar negara Republik Indonesia yang akhir dikenal sebagai "Piagam Jakarta" atau "Jakarta Charter", yang pada waktu itu disebut-sebut juga sebagai sebuah "Gentlement Agreement". Setelah itu sebagai ketua "Panitia Sembilan", Ir. Soekarno melaporkan hasil kerja panitia kecil yang dipimpinnya kepada anggota BPUPKI berupa dokumen rancangan asas dan tujuan "Indonesia Merdeka" yang disebut dengan "Piagam Jakarta" itu. Menurut dokumen tersebut, dasar negara Republik Indonesia yaitu sebagai berikut :

  1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam untuk pemeluk-pemeluknya,
  2. Kemanusiaan yang tidak sewenang-wenang dan mempunyai budi bahasa yang baik,
  3. Persatuan Indonesia,
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan,
  5. Keadilan sosial untuk seluruh rakyat Indonesia.

Rancangan itu diterima untuk selanjutnya dimatangkan dalam masa persidangan BPUPKI yang kedua, yang diselenggarakan mulai tanggal 10 Juli 1945.

Di antara dua masa persidangan resmi BPUPKI itu, berlanjut pula persidangan tak resmi yang dihadiri 38 orang anggota BPUPKI. Persidangan tak resmi ini dipimpin sendiri oleh Bung Karno yang membahas mengenai rancangan "Pembukaan (bahasa Belanda: "Preambule") Undang-Undang Dasar 1945", yang akhir dilanjutkan pembahasannya pada masa persidangan BPUPKI yang kedua (10 Juli-17 Juli 1945).

Sidang resmi kedua

Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama

Persidangan resmi BPUPKI yang kedua pada tanggal 10 Juli-17 Juli 1945

Masa persidangan BPUPKI yang kedua berlanjut sejak tanggal 10 Juli 1945 sampai tanggal 17 Juli 1945. Acara sidang BPUPKI kali ini membahas tentang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, kewarganegaraan Indonesia, rancangan Undang-Undang Dasar, ekonomi dan keuangan, pembelaan negara, serta pendidikan dan pengajaran. Pada persidangan BPUPKI yang kedua ini, anggota BPUPKI dibagi-bagi dalam panitia-panitia kecil. Panitia-panitia kecil yang terbentuk itu antara lain adalah: Panitia Perancang Undang-Undang Dasar (diketuai oleh Ir. Soekarno), Panitia Pembelaan Tanah Cairan (diketuai oleh Raden Abikusno Tjokrosoejoso), dan Panitia Ekonomi dan Keuangan (diketuai oleh Drs. Mohammad Hatta).

Pada tanggal 11 Juli 1945, sidang panitia Perancang Undang-Undang Dasar, yang diketuai oleh Ir. Soekarno, membahas pembentukan lagi panitia kecil di bawahnya, yang tugasnya yaitu khusus merancang inti dari Undang-Undang Dasar, yang beranggotakan 7 orang yaitu sebagai berikut :

Pada tanggal 13 Juli 1945, sidang panitia Perancang Undang-Undang Dasar, yang diketuai oleh Ir. Soekarno, membahas hasil kerja panitia kecil di bawahnya, yang tugasnya yaitu khusus merancang inti dari Undang-Undang Dasar, yang beranggotakan 7 orang tersebut.

Pada tanggal 14 Juli 1945, sidang pleno BPUPKI menerima laporan panitia Perancang Undang-Undang Dasar, yang dibacakan oleh ketua panitianya sendiri, Ir. Soekarno. Dalam laporan tersebut membahas mengenai rancangan Undang-Undang Dasar yang di dalamnya tercantum tiga masalah pokok yaitu :

  • Wilayah negara Indonesia yaitu sama dengan bekas wilayah Hindia-Belanda dahulu, ditambah dengan Malaya, Borneo Utara (sekarang yaitu wilayah Sabah dan wilayah Serawak di negara Malaysia, serta wilayah negara Brunei Darussalam), Papua, Timor-Portugis (sekarang yaitu wilayah negara Timor Leste), dan pulau-pulau di sekitarnya,
  • Bangun-bangun negara Indonesia yaitu Negara Kesatuan,
  • Bangun-bangun pemerintahan Indonesia yaitu Republik,
  • Bendera nasional Indonesia yaitu Sang Saka Merah Putih,
  • Bahasa nasional Indonesia yaitu Bahasa Indonesia.

Pemikiran proklamasi kemerdekaan negara Indonesia baru rencananya hendak disusun dengan mengambil tiga alenia pertama "Piagam Jakarta", sedangkan pemikiran Undang-Undang Dasar hampir seluruhnya diambil dari alinea keempat "Piagam Jakarta". Sementara itu, perdebatan terus berlanjut di antara peserta sidang BPUPKI mengenai penerapan anggaran Islam, Syariat Islam, dalam negara Indonesia baru. "Piagam Jakarta" atau "Jakarta Charter" pada akhir-akhirnya disetujui dengan urutan dan redaksional yang sedikit berlainan.

Persiapan kemerdekaan dilanjutkan oleh PPKI

Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama

Persidangan resmi PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945

Pada tanggal 7 Agustus 1945, BPUPKI dihentikan karena dianggap telah dapat menyelesaikan tugasnya dengan patut, yaitu menyusun rancangan Undang-Undang Dasar untuk negara Indonesia Merdeka, dan dialihkan dengan diwujudkannya "Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia" ("PPKI") atau dalam bahasa Jepang: Dokuritsu Junbi Inkai dengan Ir. Soekarno sebagai ketuanya.

Tugas "PPKI" ini yang pertama yaitu meresmikan pembukaan (bahasa Belanda: preambule) serta batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945. Tugasnya yang kedua yaitu melanjutkan hasil kerja BPUPKI, menyediakan pemindahan kekuasaan dari pihak pemerintah pendudukan militer Jepang kepada bangsa Indonesia, dan menyediakan segala sesuatu yang menyangkut masalah ketatanegaraan untuk negara Indonesia baru.

Anggota "PPKI" sendiri terdiri dari 21 orang tokoh utama pergerakan nasional Indonesia, sebagai upaya untuk mencerminkan perwakilan dari berbagai etnis di wilayah Hindia-Belanda, terdiri dari: 12 orang asal Jawa, 3 orang asal Sumatera, 2 orang asal Sulawesi, 1 orang asal Kalimantan, 1 orang asal Sunda Kecil (Nusa Tenggara), 1 orang asal Maluku, 1 orang asal etnis Tionghoa. "PPKI" ini diketuai oleh Ir. Soekarno, dan sebagai wakilnya yaitu Drs. Mohammad Hatta, sedangkan sebagai penasihatnya ditunjuk Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo. Kemudian, anggota "PPKI" ditambah lagi sebanyak enam orang, yaitu: Wiranatakoesoema, Ki Hadjar Dewantara, Mr. Kasman Singodimedjo, Mohamad Ibnu Sayuti Melik, Iwa Koesoemasoemantri, dan Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo.

Secara simbolik "PPKI" dilantik oleh Jendral Terauchi, pada tanggal 9 Agustus 1945, dengan mendatangkan Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta dan Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman Wedyodiningrat ke "Kota Ho Chi Minh" atau dalam bahasa Vietnam: Thành phố Hồ Chí Minh (dahulu bernama: Saigon), yaitu kota terbesar di negara Vietnam dan terletak tidak jauh delta Sungai Mekong.

Pada saat "PPKI" terbentuk, hasrat rakyat Indonesia untuk merdeka semakin memuncak. Memuncaknya hasrat itu terbukti dengan beradanya tekad yang bulat dari semua golongan untuk segera memproklamasikan kemerdekaan negara Indonesia. Golongan muda kala itu menghendaki agar kemerdekaan diproklamasikan tanpa kerjasama dengan pihak pemerintah pendudukan militer Jepang sama sekali, termasuk proklamasi kemerdekaan dalam sidang "PPKI". Pada saat itu berada anggapan dari golongan muda bahwa "PPKI" ini yaitu hanya yaitu sebuah badan bentukan pihak pemerintah pendudukan militer Jepang. Di lain pihak "PPKI" yaitu sebuah badan yang berada waktu itu guna menyediakan hal-hal yang perlu untuk terbentuknya suatu negara Indonesia baru.

Tetapi cepat atau lambatnya kemerdekaan Indonesia bisa diberikan oleh pemerintah pendudukan militer Jepang yaitu tergantung kepada sejauh mana semua hasil kerja dari "PPKI". Jendral Terauchi akhir akhir-akhirnya menyampaikan keputusan pemerintah pendudukan militer Jepang bahwa kemerdekaan Indonesia hendak diberikan pada tanggal 24 Agustus 1945. Seluruh persiapan pelaksanaan kemerdekaan Indonesia diserahkan sepenuhnya kepada "PPKI". Dalam suasana mendapat tekanan atau beban berat seperti demikian itulah "PPKI" harus bekerja keras guna meyakinkan dan mewujud-nyatakan hasrat atau cita-cita agung seluruh rakyat Indonesia, yang sangat haus dan rindu hendak sebuah kehidupan kebangsaan yang bebas, yang merdeka, bersatu, berdaulat, tidak sewenang-wenang dan makmur.

Sementara itu dalam sidang "PPKI" pada tanggal 18 Agustus 1945, dalam hitungan kurang dari 15 menit telah terjadi kesepakatan dan kompromi atas lobi-lobi politik dari pihak kaum keagamaan yang beragama non-Muslim serta pihak kaum keagamaan yang menganut nasihat kebatinan, yang akhir didampingi oleh pihak kaum kebangsaan (pihak "Nasionalis") guna melunakkan hati pihak tokoh-tokoh kaum keagamaan yang beragama Islam guna dicerai-beraikannya "tujuh kata" dalam "Piagam Jakarta" atau "Jakarta Charter".

Setelah itu Drs. Mohammad Hatta masuk ke dalam ruang sidang "PPKI" dan membacakan empat perubahan dari hasil kesepakatan dan kompromi atas lobi-lobi politik tersebut. Hasil perubahan yang akhir disepakati sebagai "pembukaan (bahasa Belanda: "preambule") dan batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945", yang saat ini biasa disebut dengan hanya UUD '45 adalah :

  • Pertama, kata “Mukaddimah” yang berasal dari bahasa Arab, muqaddimah, diganti dengan kata “Pembukaan”.
  • Kedua, anak kalimat "Piagam Jakarta" yang menjadi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, diganti dengan, “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa”.
  • Ketiga, kalimat yang menyebutkan “Presiden ialah orang Indonesia asli dan beragama Islam”, seperti tertulis dalam pasal 6 ayat 1, diganti dengan mencoret kata-kata “dan beragama Islam”.
  • Keempat, terkait perubahan poin Kedua, maka pasal 29 ayat 1 dari yang semula berbunyi: “Negara berdasarkan atas Ketuhananan, dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam untuk pemeluk-pemeluknya” diganti menjadi berbunyi: “Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa”.

"PPKI" sangat memerankan dalam penataan permulaan negara Indonesia baru. Walaupun kumpulan muda kala itu hanya menganggap "PPKI" sebagai sebuah lembaga hasil pekerjaan pihak pemerintah pendudukan militer Jepang, namun terlepas dari anggapan tersebut, peran serta perbuatan yang berguna badan ini sama sekali tak boleh kita remehkan dan abaikan, apalagi kita lupakan. Anggota "PPKI" telah bertugas yang diembankan kepada mereka dengan sebaik-baiknya, sampai pada akhir-akhirnya "PPKI" dapat meletak dasar-dasar ketatanegaraan yang kuat untuk negara Indonesia yang saat itu baru saja berdiri.

Rujukan

Catatan kaki

  1. ^

    Pasca proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 PPKI berfungsi dan memerankan secara ex officio:a. Sebagai representasi perwakilan seluruh rakyat Indonesiab. Sebagai lembaga resmi yang ada kewenangan untuk mengesahkan UUD Negarac. Sebagai lembaga yang dapat menentukan dan mengangkat presiden dan wakil presidend. Sebagai lembaga pendiri negara Republik Indonesiae. Sebagai lembaga tertinggi dalam Negara Republik Indonesia.

    Lihat:

    - Yunarti, Dorothea Rini (2003). BPUPKI, PPKI, proklamasi kemerdekaan RI. University of Michigan Press. ISBN 9797090779, 9789797090777. 
    - Amini, Aisyah (2004). Pasang surut peran DPR-MPR, 1945-2004. University of Michigan Press. ISBN 9799825245, 9789799825247. 

Daftar pustaka
  • Achmad Soebardjo.(1970). Lahirnja Republik Indonesia. Jakarta Times. Jakarta.
  • Genzo Oku. Tranlated.(1973). Achmad Soebardjo. Indonesia No Dokuritsu To Kakumei. Ryukeishosha. Tokyo.

edunitas.com


Page 3

Badan Penyelidik Usaha-usaha Kemerdekaan Indonesia (atau dalam bahasa Jepang: Dokuritsu Junbi Cosakai dilafalkan Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai atau Dokuritsu Junbi Chōsakai jp:独立準備調査会) yaitu sebuah badan yang diwujudkan oleh pemerintah pendudukan balatentara Jepang pada tanggal 29 April 1945 bertepatan dengan hari ulang tahun Kaisar Hirohito. Badan ini diwujudkan sebagai upaya mendapatkan dukungan dari bangsa Indonesia dengan menjanjikan bahwa Jepang hendak membantu babak kemerdekaan Indonesia. BPUPKI beranggotakan 67 orang yang diketuai oleh Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman Wedyodiningrat dengan wakil ketua Ichibangase Yosio (orang Jepang) dan Raden Pandji Soeroso.

Di luar anggota BPUPKI, diwujudkan sebuah Badan Atur Usaha (semacam sekretariat) yang beranggotakan 60 orang. Badan Atur Usaha ini dipimpin oleh Raden Pandji Soeroso dengan wakil Mr. Abdoel Gafar Pringgodigdo dan Masuda Toyohiko (orang Jepang). Tugas dari BPUPKI sendiri yaitu mempelajari dan menyelidiki hal-hal yang berkaitan dengan aspek-aspek poplitik, ekonomi, atur pemerintahan, dan hal-hal yang diperlukan dalam usaha pembentukan negara Indonesia merdeka.

Pada tanggal 7 Agustus 1945, Jepang mencerai-beraikan BPUPKI dan akhir membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau dalam bahasa Jepang: Dokuritsu Junbi Inkai, dengan anggota berjumlah 21 orang, sebagai upaya untuk mencerminkan perwakilan dari berbagai etnis di wilayah Hindia-Belanda[1], terdiri dari: 12 orang asal Jawa, 3 orang asal Sumatera, 2 orang asal Sulawesi, 1 orang asal Kalimantan, 1 orang asal Sunda Kecil (Nusa Tenggara), 1 orang asal Maluku, 1 orang asal etnis Tionghoa.

Permulaan persiapan kemerdekaan oleh BPUPKI

Kekalahan Jepang dalam perang Pasifik semakin jelas, Perdana Menteri Jepang, Jenderal Kuniaki Koiso, pada tanggal 7 September 1944 mengumumkan bahwa Indonesia hendak dibebaskan dari penjajahan kelak, sesudah tercapai kemenangan akhir dalam perang Asia Timur Raya. Beracara itu, Jepang rindu tentara Sekutu hendak disambut oleh rakyat Indonesia sebagai penyerbu negara mereka, sehingga pada tanggal 1 Maret 1945 pimpinan pemerintah pendudukan militer Jepang di Jawa, Jenderal Kumakichi Harada, mengumumkan diwujudkannya suatu badan khusus yang bekerja menyelididki usaha-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia, yang dinamakan "Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia" (BPUPKI) atau dalam bahasa Jepang: Dokuritsu Junbi Cosakai. Pembentukan BPUPKI juga untuk menyelidiki, mempelajari dan memepersiapakan hal-hal penting lainnya yang terkait dengan masalah atur pemerintahan guna membangun suatu negara Indonesia merdeka.

BPUPKI resmi diwujudkan pada tanggal 29 April 1945, bertepatan dengan ulang tahun kaisar Jepang, Kaisar Hirohito. Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman Wedyodiningrat, dari golongan nasionalis tua, ditunjuk menjadi ketua BPUPKI dengan ditemani oleh dua orang ketua muda (wakil ketua), yaitu Raden Pandji Soeroso dan Ichibangase Yosio (orang Jepang). Selain menjadi ketua muda, Raden Pandji Soeroso juga diangkatkan sebagai kepala kantor atur usaha BPUPKI (semacam sekretariat) dibantu Masuda Toyohiko dan Mr. Abdoel Gafar Pringgodigdo. BPUPKI sendiri beranggotakan 67 orang, yang terdiri dari: 60 orang anggota giat yaitu tokoh utama pergerakan nasional Indonesia dari semua kawasan dan arus, serta 7 orang anggota istimewa yaitu perwakilan pemerintah pendudukan militer Jepang, tetapi wakil dari bangsa Jepang ini tidak ada hak suara (keanggotaan mereka yaitu pasif, yang gunanya mereka hanya ada dalam sidang BPUPKI sebagai pengamat saja).


Selama BPUPKI berdiri, telah dipersiapkan dua kali masa persidangan resmi BPUPKI, dan juga beradanya pertemuan-pertemuan yang tak resmi oleh panitia kecil di bawah BPUPKI, yaitu yaitu sebagai berikut :

Sidang resmi pertama

Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama

Persidangan resmi BPUPKI yang pertama pada tanggal 29 Mei-1 Juni 1945

Pada tanggal 28 Mei 1945, dipersiapkan upacara pelantikan dan sekaligus seremonial pembukaan masa persidangan BPUPKI yang pertama di gedung "Chuo Sangi In", yang pada abad kolonial Belanda gedung tersebut yaitu gedung Volksraad (dari bahasa Belanda, semacam lembaga "Dewan Perwakilan Rakyat Hindia-Belanda" di masa penjajahan Belanda), dan kini gedung itu dikenal dengan sebutan Gedung Pancasila, yang bertempat di Jalan Pejambon 6 – Jakarta. Namun masa persidangan resminya sendiri (masa persidangan BPUPKI yang pertama) dipersiapkan selama empat hari dan baru dimulai pada keesokan harinya, yakni pada tanggal 29 Mei 1945, dan berlanjut sampai dengan tanggal 1 Juni 1945, dengan tujuan untuk membahas bangun-bangun negara Indonesia, filsafat negara "Indonesia Merdeka" serta merumuskan dasar negara Indonesia.

Upacara pelantikan dan seremonial pembukaan masa persidangan BPUPKI yang pertama ini dihadiri oleh seluruh anggota BPUPKI dan juga dua orang pembesar militer jepang, yaitu: Panglima Tentara Wilayah ke-7, Jenderal Izagaki, yang menguasai Jawa serta Panglima Tentara Wilayah ke-16, Jenderal Yuichiro Nagano. Namun untuk selanjutnya pada masa persidangan resminya itu sendiri, yang berlanjut selama empat hari, hanya dihadiri oleh seluruh anggota BPUPKI.

Sebelumnya acara sidang diawali dengan membahas pandangan mengenai bangun-bangun negara Indonesia, yakni disepakati berwujud "Negara Kesatuan Republik Indonesia" ("NKRI"), akhir acara sidang dilanjutkan dengan merumuskan konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk hal ini, BPUPKI harus merumuskan dasar negara Republik Indonesia terlebih dahulu yang hendak menjiwai inti dari Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia itu sendiri, sebab Undang-Undang Dasar yaitu adalah konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Guna mendapatkan rumusan dasar negara Republik Indonesia yang benar-benar tepat, maka acara acara dalam masa persidangan BPUPKI yang pertama ini yaitu mendengarkan pidato dari tiga orang tokoh utama pergerakan nasional Indonesia, yang mengajukan argumennya tentang dasar negara Republik Indonesia itu yaitu sebagai berikut :

  1. Sidang tanggal 29 Mei 1945, Mr. Prof. Mohammad Yamin, S.H. berpidato mengemukakan argumen mengenai rumusan lima asas dasar negara Republik Indonesia, yaitu: “1. Peri Kebangsaan; 2. Peri Kemanusiaan; 3. Peri Ketuhanan; 4. Peri Kerakyatan; dan 5. Kesejahteraan Rakyat”.
  2. Sidang tanggal 31 Mei 1945, Prof. Mr. Dr. Soepomo berpidato mengemukakan argumen mengenai rumusan lima prinsip dasar negara Republik Indonesia, yang dia namakan "Dasar Negara Indonesia Merdeka", yaitu: “1. Persatuan; 2. Kekeluargaan; 3. Mufakat dan Demokrasi; 4. Musyawarah; dan 5. Keadilan Sosial”.
  3. Sidang tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno berpidato mengemukakan argumen mengenai rumusan lima sila dasar negara Republik Indonesia, yang dia namakan "Pancasila", yaitu: “1. Kebangsaan Indonesia; 2. Internasionalisme dan Peri Kemanusiaan; 3. Mufakat atau Demokrasi; 4. Kesejahteraan Sosial; dan 5. Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Argumen mengenai rumusan lima sila dasar negara Republik Indonesia yang diceritakan oleh Ir. Soekarno tersebut akhir dikenal dengan istilah "Pancasila", sedang menurut dia bilamana diperlukan argumen mengenai rumusan Pancasila ini dapat diperas menjadi "Trisila" (Tiga Sila), yaitu: “1. Sosionasionalisme; 2. Sosiodemokrasi; dan 3. Ketuhanan Yang Berkebudayaan”. Bahkan sedang menurut Ir. Soekarno lagi, Trisila tersebut bila ingin diperas kembali dinamakannya sebagai "Ekasila" (Satu Sila), yaitu yaitu sila: “Gotong-Royong”, ini yaitu adalah upaya dari Bung Karno dalam menjelaskan bahwa pemikiran argumen mengenai rumusan dasar negara Republik Indonesia yang dibawakannya tersebut yaitu berada dalam kerangka "satu-kesatuan", yang tak terpisahkan satu dengan lainnya. Masa persidangan BPUPKI yang pertama ini dikenang dengan sebutan detik-detik lahirnya Pancasila dan tanggal 1 Juni ditentukan dan diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila.

Pidato dari Ir. Soekarno ini sekaligus mengakhiri masa persidangan BPUPKI yang pertama, setelah itu BPUPKI mengalami masa reses persidangan (periode henti atau istirahat) selama satu bulan lebih. Sebelum dimulainya masa reses persidangan, dibentuklah suatu panitia kecil yang beranggotakan 9 orang, yang dinamakan "Panitia Sembilan" dengan diketuai oleh Ir. Soekarno, yang bekerja untuk mengolah usul dari pemikiran para anggota BPUPKI mengenai dasar negara Republik Indonesia.

Masa antara sidang resmi pertama dan sidang resmi kedua

Sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama, sedang belum ditemukan titik temu kesepakatan dalam perumusan dasar negara Republik Indonesia yang benar-benar tepat, sehingga dibentuklah "Panitia Sembilan" tersebut di atas guna menggodok berbagai masukan dari konsep-konsep sebelumnya yang telah diceritakan oleh para anggota BPUPKI itu. Adapun bangunan keanggotaan dari "Panitia Sembilan" ini yaitu sebagai berikut :

Sesudah melakukan perundingan yang cukup sulit antara 4 orang dari kaum kebangsaan (pihak "Nasionalis") dan 4 orang dari kaum keagamaan (pihak "Islam"), maka pada tanggal 22 Juni 1945 "Panitia Sembilan" kembali berjumpa dan menghasilkan rumusan dasar negara Republik Indonesia yang akhir dikenal sebagai "Piagam Jakarta" atau "Jakarta Charter", yang pada waktu itu disebut-sebut juga sebagai sebuah "Gentlement Agreement". Setelah itu sebagai ketua "Panitia Sembilan", Ir. Soekarno melaporkan hasil kerja panitia kecil yang dipimpinnya kepada anggota BPUPKI berupa dokumen rancangan asas dan tujuan "Indonesia Merdeka" yang disebut dengan "Piagam Jakarta" itu. Menurut dokumen tersebut, dasar negara Republik Indonesia yaitu sebagai berikut :

  1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam untuk pemeluk-pemeluknya,
  2. Kemanusiaan yang tidak sewenang-wenang dan mempunyai budi bahasa yang baik,
  3. Persatuan Indonesia,
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan,
  5. Keadilan sosial untuk seluruh rakyat Indonesia.

Rancangan itu diterima untuk selanjutnya dimatangkan dalam masa persidangan BPUPKI yang kedua, yang diselenggarakan mulai tanggal 10 Juli 1945.

Di antara dua masa persidangan resmi BPUPKI itu, berlanjut pula persidangan tak resmi yang dihadiri 38 orang anggota BPUPKI. Persidangan tak resmi ini dipimpin sendiri oleh Bung Karno yang membahas mengenai rancangan "Pembukaan (bahasa Belanda: "Preambule") Undang-Undang Dasar 1945", yang akhir dilanjutkan pembahasannya pada masa persidangan BPUPKI yang kedua (10 Juli-17 Juli 1945).

Sidang resmi kedua

Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama

Persidangan resmi BPUPKI yang kedua pada tanggal 10 Juli-17 Juli 1945

Masa persidangan BPUPKI yang kedua berlanjut sejak tanggal 10 Juli 1945 sampai tanggal 17 Juli 1945. Acara sidang BPUPKI kali ini membahas tentang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, kewarganegaraan Indonesia, rancangan Undang-Undang Dasar, ekonomi dan keuangan, pembelaan negara, serta pendidikan dan pengajaran. Pada persidangan BPUPKI yang kedua ini, anggota BPUPKI dibagi-bagi dalam panitia-panitia kecil. Panitia-panitia kecil yang terbentuk itu antara lain adalah: Panitia Perancang Undang-Undang Dasar (diketuai oleh Ir. Soekarno), Panitia Pembelaan Tanah Cairan (diketuai oleh Raden Abikusno Tjokrosoejoso), dan Panitia Ekonomi dan Keuangan (diketuai oleh Drs. Mohammad Hatta).

Pada tanggal 11 Juli 1945, sidang panitia Perancang Undang-Undang Dasar, yang diketuai oleh Ir. Soekarno, membahas pembentukan lagi panitia kecil di bawahnya, yang tugasnya yaitu khusus merancang inti dari Undang-Undang Dasar, yang beranggotakan 7 orang yaitu sebagai berikut :

Pada tanggal 13 Juli 1945, sidang panitia Perancang Undang-Undang Dasar, yang diketuai oleh Ir. Soekarno, membahas hasil kerja panitia kecil di bawahnya, yang tugasnya yaitu khusus merancang inti dari Undang-Undang Dasar, yang beranggotakan 7 orang tersebut.

Pada tanggal 14 Juli 1945, sidang pleno BPUPKI menerima laporan panitia Perancang Undang-Undang Dasar, yang dibacakan oleh ketua panitianya sendiri, Ir. Soekarno. Dalam laporan tersebut membahas mengenai rancangan Undang-Undang Dasar yang di dalamnya tercantum tiga masalah pokok yaitu :

  • Wilayah negara Indonesia yaitu sama dengan bekas wilayah Hindia-Belanda dahulu, ditambah dengan Malaya, Borneo Utara (sekarang yaitu wilayah Sabah dan wilayah Serawak di negara Malaysia, serta wilayah negara Brunei Darussalam), Papua, Timor-Portugis (sekarang yaitu wilayah negara Timor Leste), dan pulau-pulau di sekitarnya,
  • Bangun-bangun negara Indonesia yaitu Negara Kesatuan,
  • Bangun-bangun pemerintahan Indonesia yaitu Republik,
  • Bendera nasional Indonesia yaitu Sang Saka Merah Putih,
  • Bahasa nasional Indonesia yaitu Bahasa Indonesia.

Pemikiran proklamasi kemerdekaan negara Indonesia baru rencananya hendak disusun dengan mengambil tiga alenia pertama "Piagam Jakarta", sedangkan pemikiran Undang-Undang Dasar hampir seluruhnya diambil dari alinea keempat "Piagam Jakarta". Sementara itu, perdebatan terus berlanjut di antara peserta sidang BPUPKI mengenai penerapan anggaran Islam, Syariat Islam, dalam negara Indonesia baru. "Piagam Jakarta" atau "Jakarta Charter" pada akhir-akhirnya disetujui dengan urutan dan redaksional yang sedikit berlainan.

Persiapan kemerdekaan dilanjutkan oleh PPKI

Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama

Persidangan resmi PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945

Pada tanggal 7 Agustus 1945, BPUPKI dihentikan karena dianggap telah dapat menyelesaikan tugasnya dengan patut, yaitu menyusun rancangan Undang-Undang Dasar untuk negara Indonesia Merdeka, dan dialihkan dengan diwujudkannya "Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia" ("PPKI") atau dalam bahasa Jepang: Dokuritsu Junbi Inkai dengan Ir. Soekarno sebagai ketuanya.

Tugas "PPKI" ini yang pertama yaitu meresmikan pembukaan (bahasa Belanda: preambule) serta batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945. Tugasnya yang kedua yaitu melanjutkan hasil kerja BPUPKI, menyediakan pemindahan kekuasaan dari pihak pemerintah pendudukan militer Jepang kepada bangsa Indonesia, dan menyediakan segala sesuatu yang menyangkut masalah ketatanegaraan untuk negara Indonesia baru.

Anggota "PPKI" sendiri terdiri dari 21 orang tokoh utama pergerakan nasional Indonesia, sebagai upaya untuk mencerminkan perwakilan dari berbagai etnis di wilayah Hindia-Belanda, terdiri dari: 12 orang asal Jawa, 3 orang asal Sumatera, 2 orang asal Sulawesi, 1 orang asal Kalimantan, 1 orang asal Sunda Kecil (Nusa Tenggara), 1 orang asal Maluku, 1 orang asal etnis Tionghoa. "PPKI" ini diketuai oleh Ir. Soekarno, dan sebagai wakilnya yaitu Drs. Mohammad Hatta, sedangkan sebagai penasihatnya ditunjuk Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo. Kemudian, anggota "PPKI" ditambah lagi sebanyak enam orang, yaitu: Wiranatakoesoema, Ki Hadjar Dewantara, Mr. Kasman Singodimedjo, Mohamad Ibnu Sayuti Melik, Iwa Koesoemasoemantri, dan Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo.

Secara simbolik "PPKI" dilantik oleh Jendral Terauchi, pada tanggal 9 Agustus 1945, dengan mendatangkan Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta dan Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman Wedyodiningrat ke "Kota Ho Chi Minh" atau dalam bahasa Vietnam: Thành phố Hồ Chí Minh (dahulu bernama: Saigon), yaitu kota terbesar di negara Vietnam dan terletak tidak jauh delta Sungai Mekong.

Pada saat "PPKI" terbentuk, hasrat rakyat Indonesia untuk merdeka semakin memuncak. Memuncaknya hasrat itu terbukti dengan beradanya tekad yang bulat dari semua golongan untuk segera memproklamasikan kemerdekaan negara Indonesia. Golongan muda kala itu menghendaki agar kemerdekaan diproklamasikan tanpa kerjasama dengan pihak pemerintah pendudukan militer Jepang sama sekali, termasuk proklamasi kemerdekaan dalam sidang "PPKI". Pada saat itu berada anggapan dari golongan muda bahwa "PPKI" ini yaitu hanya yaitu sebuah badan bentukan pihak pemerintah pendudukan militer Jepang. Di lain pihak "PPKI" yaitu sebuah badan yang berada waktu itu guna menyediakan hal-hal yang perlu untuk terbentuknya suatu negara Indonesia baru.

Tetapi cepat atau lambatnya kemerdekaan Indonesia bisa diberikan oleh pemerintah pendudukan militer Jepang yaitu tergantung kepada sejauh mana semua hasil kerja dari "PPKI". Jendral Terauchi akhir akhir-akhirnya menyampaikan keputusan pemerintah pendudukan militer Jepang bahwa kemerdekaan Indonesia hendak diberikan pada tanggal 24 Agustus 1945. Seluruh persiapan pelaksanaan kemerdekaan Indonesia diserahkan sepenuhnya kepada "PPKI". Dalam suasana mendapat tekanan atau beban berat seperti demikian itulah "PPKI" harus bekerja keras guna meyakinkan dan mewujud-nyatakan hasrat atau cita-cita agung seluruh rakyat Indonesia, yang sangat haus dan rindu hendak sebuah kehidupan kebangsaan yang bebas, yang merdeka, bersatu, berdaulat, tidak sewenang-wenang dan makmur.

Sementara itu dalam sidang "PPKI" pada tanggal 18 Agustus 1945, dalam hitungan kurang dari 15 menit telah terjadi kesepakatan dan kompromi atas lobi-lobi politik dari pihak kaum keagamaan yang beragama non-Muslim serta pihak kaum keagamaan yang menganut nasihat kebatinan, yang akhir didampingi oleh pihak kaum kebangsaan (pihak "Nasionalis") guna melunakkan hati pihak tokoh-tokoh kaum keagamaan yang beragama Islam guna dicerai-beraikannya "tujuh kata" dalam "Piagam Jakarta" atau "Jakarta Charter".

Setelah itu Drs. Mohammad Hatta masuk ke dalam ruang sidang "PPKI" dan membacakan empat perubahan dari hasil kesepakatan dan kompromi atas lobi-lobi politik tersebut. Hasil perubahan yang akhir disepakati sebagai "pembukaan (bahasa Belanda: "preambule") dan batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945", yang saat ini biasa disebut dengan hanya UUD '45 adalah :

  • Pertama, kata “Mukaddimah” yang berasal dari bahasa Arab, muqaddimah, diganti dengan kata “Pembukaan”.
  • Kedua, anak kalimat "Piagam Jakarta" yang menjadi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, diganti dengan, “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa”.
  • Ketiga, kalimat yang menyebutkan “Presiden ialah orang Indonesia asli dan beragama Islam”, seperti tertulis dalam pasal 6 ayat 1, diganti dengan mencoret kata-kata “dan beragama Islam”.
  • Keempat, terkait perubahan poin Kedua, maka pasal 29 ayat 1 dari yang semula berbunyi: “Negara berdasarkan atas Ketuhananan, dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam untuk pemeluk-pemeluknya” diganti menjadi berbunyi: “Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa”.

"PPKI" sangat memerankan dalam penataan permulaan negara Indonesia baru. Walaupun kumpulan muda kala itu hanya menganggap "PPKI" sebagai sebuah lembaga hasil pekerjaan pihak pemerintah pendudukan militer Jepang, namun terlepas dari anggapan tersebut, peran serta perbuatan yang berguna badan ini sama sekali tak boleh kita remehkan dan abaikan, apalagi kita lupakan. Anggota "PPKI" telah bertugas yang diembankan kepada mereka dengan sebaik-baiknya, sampai pada akhir-akhirnya "PPKI" dapat meletak dasar-dasar ketatanegaraan yang kuat untuk negara Indonesia yang saat itu baru saja berdiri.

Rujukan

Catatan kaki

  1. ^

    Pasca proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 PPKI berfungsi dan memerankan secara ex officio:a. Sebagai representasi perwakilan seluruh rakyat Indonesiab. Sebagai lembaga resmi yang ada kewenangan untuk mengesahkan UUD Negarac. Sebagai lembaga yang dapat menentukan dan mengangkat presiden dan wakil presidend. Sebagai lembaga pendiri negara Republik Indonesiae. Sebagai lembaga tertinggi dalam Negara Republik Indonesia.

    Lihat:

    - Yunarti, Dorothea Rini (2003). BPUPKI, PPKI, proklamasi kemerdekaan RI. University of Michigan Press. ISBN 9797090779, 9789797090777. 
    - Amini, Aisyah (2004). Pasang surut peran DPR-MPR, 1945-2004. University of Michigan Press. ISBN 9799825245, 9789799825247. 

Daftar pustaka
  • Achmad Soebardjo.(1970). Lahirnja Republik Indonesia. Jakarta Times. Jakarta.
  • Genzo Oku. Tranlated.(1973). Achmad Soebardjo. Indonesia No Dokuritsu To Kakumei. Ryukeishosha. Tokyo.

edunitas.com


Page 4

Badan Penyelidik Usaha-usaha Kemerdekaan Indonesia (atau dalam bahasa Jepang: Dokuritsu Junbi Cosakai dilafalkan Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai atau Dokuritsu Junbi Chōsakai jp:独立準備調査会) yaitu sebuah badan yang diwujudkan oleh pemerintah pendudukan balatentara Jepang pada tanggal 29 April 1945 bertepatan dengan hari ulang tahun Kaisar Hirohito. Badan ini diwujudkan sebagai upaya mendapatkan dukungan dari bangsa Indonesia dengan menjanjikan bahwa Jepang hendak membantu babak kemerdekaan Indonesia. BPUPKI beranggotakan 67 orang yang diketuai oleh Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman Wedyodiningrat dengan wakil ketua Ichibangase Yosio (orang Jepang) dan Raden Pandji Soeroso.

Di luar anggota BPUPKI, diwujudkan sebuah Badan Atur Usaha (semacam sekretariat) yang beranggotakan 60 orang. Badan Atur Usaha ini dipimpin oleh Raden Pandji Soeroso dengan wakil Mr. Abdoel Gafar Pringgodigdo dan Masuda Toyohiko (orang Jepang). Tugas dari BPUPKI sendiri yaitu mempelajari dan menyelidiki hal-hal yang berkaitan dengan aspek-aspek poplitik, ekonomi, atur pemerintahan, dan hal-hal yang diperlukan dalam usaha pembentukan negara Indonesia merdeka.

Pada tanggal 7 Agustus 1945, Jepang mencerai-beraikan BPUPKI dan akhir membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau dalam bahasa Jepang: Dokuritsu Junbi Inkai, dengan anggota berjumlah 21 orang, sebagai upaya untuk mencerminkan perwakilan dari berbagai etnis di wilayah Hindia-Belanda[1], terdiri dari: 12 orang asal Jawa, 3 orang asal Sumatera, 2 orang asal Sulawesi, 1 orang asal Kalimantan, 1 orang asal Sunda Kecil (Nusa Tenggara), 1 orang asal Maluku, 1 orang asal etnis Tionghoa.

Permulaan persiapan kemerdekaan oleh BPUPKI

Kekalahan Jepang dalam perang Pasifik semakin jelas, Perdana Menteri Jepang, Jenderal Kuniaki Koiso, pada tanggal 7 September 1944 mengumumkan bahwa Indonesia hendak dibebaskan dari penjajahan kelak, sesudah tercapai kemenangan akhir dalam perang Asia Timur Raya. Beracara itu, Jepang rindu tentara Sekutu hendak disambut oleh rakyat Indonesia sebagai penyerbu negara mereka, sehingga pada tanggal 1 Maret 1945 pimpinan pemerintah pendudukan militer Jepang di Jawa, Jenderal Kumakichi Harada, mengumumkan diwujudkannya suatu badan khusus yang bekerja menyelididki usaha-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia, yang dinamakan "Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia" (BPUPKI) atau dalam bahasa Jepang: Dokuritsu Junbi Cosakai. Pembentukan BPUPKI juga untuk menyelidiki, mempelajari dan memepersiapakan hal-hal penting lainnya yang terkait dengan masalah atur pemerintahan guna membangun suatu negara Indonesia merdeka.

BPUPKI resmi diwujudkan pada tanggal 29 April 1945, bertepatan dengan ulang tahun kaisar Jepang, Kaisar Hirohito. Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman Wedyodiningrat, dari golongan nasionalis tua, ditunjuk menjadi ketua BPUPKI dengan ditemani oleh dua orang ketua muda (wakil ketua), yaitu Raden Pandji Soeroso dan Ichibangase Yosio (orang Jepang). Selain menjadi ketua muda, Raden Pandji Soeroso juga diangkatkan sebagai kepala kantor atur usaha BPUPKI (semacam sekretariat) dibantu Masuda Toyohiko dan Mr. Abdoel Gafar Pringgodigdo. BPUPKI sendiri beranggotakan 67 orang, yang terdiri dari: 60 orang anggota giat yaitu tokoh utama pergerakan nasional Indonesia dari semua kawasan dan arus, serta 7 orang anggota istimewa yaitu perwakilan pemerintah pendudukan militer Jepang, tetapi wakil dari bangsa Jepang ini tidak ada hak suara (keanggotaan mereka yaitu pasif, yang gunanya mereka hanya ada dalam sidang BPUPKI sebagai pengamat saja).


Selama BPUPKI berdiri, telah dipersiapkan dua kali masa persidangan resmi BPUPKI, dan juga beradanya pertemuan-pertemuan yang tak resmi oleh panitia kecil di bawah BPUPKI, yaitu yaitu sebagai berikut :

Sidang resmi pertama

Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama

Persidangan resmi BPUPKI yang pertama pada tanggal 29 Mei-1 Juni 1945

Pada tanggal 28 Mei 1945, dipersiapkan upacara pelantikan dan sekaligus seremonial pembukaan masa persidangan BPUPKI yang pertama di gedung "Chuo Sangi In", yang pada abad kolonial Belanda gedung tersebut yaitu gedung Volksraad (dari bahasa Belanda, semacam lembaga "Dewan Perwakilan Rakyat Hindia-Belanda" di masa penjajahan Belanda), dan kini gedung itu dikenal dengan sebutan Gedung Pancasila, yang bertempat di Jalan Pejambon 6 – Jakarta. Namun masa persidangan resminya sendiri (masa persidangan BPUPKI yang pertama) dipersiapkan selama empat hari dan baru dimulai pada keesokan harinya, yakni pada tanggal 29 Mei 1945, dan berlanjut sampai dengan tanggal 1 Juni 1945, dengan tujuan untuk membahas bangun-bangun negara Indonesia, filsafat negara "Indonesia Merdeka" serta merumuskan dasar negara Indonesia.

Upacara pelantikan dan seremonial pembukaan masa persidangan BPUPKI yang pertama ini dihadiri oleh seluruh anggota BPUPKI dan juga dua orang pembesar militer jepang, yaitu: Panglima Tentara Wilayah ke-7, Jenderal Izagaki, yang menguasai Jawa serta Panglima Tentara Wilayah ke-16, Jenderal Yuichiro Nagano. Namun untuk selanjutnya pada masa persidangan resminya itu sendiri, yang berlanjut selama empat hari, hanya dihadiri oleh seluruh anggota BPUPKI.

Sebelumnya acara sidang diawali dengan membahas pandangan mengenai bangun-bangun negara Indonesia, yakni disepakati berwujud "Negara Kesatuan Republik Indonesia" ("NKRI"), akhir acara sidang dilanjutkan dengan merumuskan konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk hal ini, BPUPKI harus merumuskan dasar negara Republik Indonesia terlebih dahulu yang hendak menjiwai inti dari Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia itu sendiri, sebab Undang-Undang Dasar yaitu adalah konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Guna mendapatkan rumusan dasar negara Republik Indonesia yang benar-benar tepat, maka acara acara dalam masa persidangan BPUPKI yang pertama ini yaitu mendengarkan pidato dari tiga orang tokoh utama pergerakan nasional Indonesia, yang mengajukan argumennya tentang dasar negara Republik Indonesia itu yaitu sebagai berikut :

  1. Sidang tanggal 29 Mei 1945, Mr. Prof. Mohammad Yamin, S.H. berpidato mengemukakan argumen mengenai rumusan lima asas dasar negara Republik Indonesia, yaitu: “1. Peri Kebangsaan; 2. Peri Kemanusiaan; 3. Peri Ketuhanan; 4. Peri Kerakyatan; dan 5. Kesejahteraan Rakyat”.
  2. Sidang tanggal 31 Mei 1945, Prof. Mr. Dr. Soepomo berpidato mengemukakan argumen mengenai rumusan lima prinsip dasar negara Republik Indonesia, yang dia namakan "Dasar Negara Indonesia Merdeka", yaitu: “1. Persatuan; 2. Kekeluargaan; 3. Mufakat dan Demokrasi; 4. Musyawarah; dan 5. Keadilan Sosial”.
  3. Sidang tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno berpidato mengemukakan argumen mengenai rumusan lima sila dasar negara Republik Indonesia, yang dia namakan "Pancasila", yaitu: “1. Kebangsaan Indonesia; 2. Internasionalisme dan Peri Kemanusiaan; 3. Mufakat atau Demokrasi; 4. Kesejahteraan Sosial; dan 5. Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Argumen mengenai rumusan lima sila dasar negara Republik Indonesia yang diceritakan oleh Ir. Soekarno tersebut akhir dikenal dengan istilah "Pancasila", sedang menurut dia bilamana diperlukan argumen mengenai rumusan Pancasila ini dapat diperas menjadi "Trisila" (Tiga Sila), yaitu: “1. Sosionasionalisme; 2. Sosiodemokrasi; dan 3. Ketuhanan Yang Berkebudayaan”. Bahkan sedang menurut Ir. Soekarno lagi, Trisila tersebut bila ingin diperas kembali dinamakannya sebagai "Ekasila" (Satu Sila), yaitu yaitu sila: “Gotong-Royong”, ini yaitu adalah upaya dari Bung Karno dalam menjelaskan bahwa pemikiran argumen mengenai rumusan dasar negara Republik Indonesia yang dibawakannya tersebut yaitu berada dalam kerangka "satu-kesatuan", yang tak terpisahkan satu dengan lainnya. Masa persidangan BPUPKI yang pertama ini dikenang dengan sebutan detik-detik lahirnya Pancasila dan tanggal 1 Juni ditentukan dan diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila.

Pidato dari Ir. Soekarno ini sekaligus mengakhiri masa persidangan BPUPKI yang pertama, setelah itu BPUPKI mengalami masa reses persidangan (periode henti atau istirahat) selama satu bulan lebih. Sebelum dimulainya masa reses persidangan, dibentuklah suatu panitia kecil yang beranggotakan 9 orang, yang dinamakan "Panitia Sembilan" dengan diketuai oleh Ir. Soekarno, yang bekerja untuk mengolah usul dari pemikiran para anggota BPUPKI mengenai dasar negara Republik Indonesia.

Masa antara sidang resmi pertama dan sidang resmi kedua

Sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama, sedang belum ditemukan titik temu kesepakatan dalam perumusan dasar negara Republik Indonesia yang benar-benar tepat, sehingga dibentuklah "Panitia Sembilan" tersebut di atas guna menggodok berbagai masukan dari konsep-konsep sebelumnya yang telah diceritakan oleh para anggota BPUPKI itu. Adapun bangunan keanggotaan dari "Panitia Sembilan" ini yaitu sebagai berikut :

Sesudah melakukan perundingan yang cukup sulit antara 4 orang dari kaum kebangsaan (pihak "Nasionalis") dan 4 orang dari kaum keagamaan (pihak "Islam"), maka pada tanggal 22 Juni 1945 "Panitia Sembilan" kembali berjumpa dan menghasilkan rumusan dasar negara Republik Indonesia yang akhir dikenal sebagai "Piagam Jakarta" atau "Jakarta Charter", yang pada waktu itu disebut-sebut juga sebagai sebuah "Gentlement Agreement". Setelah itu sebagai ketua "Panitia Sembilan", Ir. Soekarno melaporkan hasil kerja panitia kecil yang dipimpinnya kepada anggota BPUPKI berupa dokumen rancangan asas dan tujuan "Indonesia Merdeka" yang disebut dengan "Piagam Jakarta" itu. Menurut dokumen tersebut, dasar negara Republik Indonesia yaitu sebagai berikut :

  1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam untuk pemeluk-pemeluknya,
  2. Kemanusiaan yang tidak sewenang-wenang dan mempunyai budi bahasa yang baik,
  3. Persatuan Indonesia,
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan,
  5. Keadilan sosial untuk seluruh rakyat Indonesia.

Rancangan itu diterima untuk selanjutnya dimatangkan dalam masa persidangan BPUPKI yang kedua, yang diselenggarakan mulai tanggal 10 Juli 1945.

Di antara dua masa persidangan resmi BPUPKI itu, berlanjut pula persidangan tak resmi yang dihadiri 38 orang anggota BPUPKI. Persidangan tak resmi ini dipimpin sendiri oleh Bung Karno yang membahas mengenai rancangan "Pembukaan (bahasa Belanda: "Preambule") Undang-Undang Dasar 1945", yang akhir dilanjutkan pembahasannya pada masa persidangan BPUPKI yang kedua (10 Juli-17 Juli 1945).

Sidang resmi kedua

Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama

Persidangan resmi BPUPKI yang kedua pada tanggal 10 Juli-17 Juli 1945

Masa persidangan BPUPKI yang kedua berlanjut sejak tanggal 10 Juli 1945 sampai tanggal 17 Juli 1945. Acara sidang BPUPKI kali ini membahas tentang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, kewarganegaraan Indonesia, rancangan Undang-Undang Dasar, ekonomi dan keuangan, pembelaan negara, serta pendidikan dan pengajaran. Pada persidangan BPUPKI yang kedua ini, anggota BPUPKI dibagi-bagi dalam panitia-panitia kecil. Panitia-panitia kecil yang terbentuk itu antara lain adalah: Panitia Perancang Undang-Undang Dasar (diketuai oleh Ir. Soekarno), Panitia Pembelaan Tanah Cairan (diketuai oleh Raden Abikusno Tjokrosoejoso), dan Panitia Ekonomi dan Keuangan (diketuai oleh Drs. Mohammad Hatta).

Pada tanggal 11 Juli 1945, sidang panitia Perancang Undang-Undang Dasar, yang diketuai oleh Ir. Soekarno, membahas pembentukan lagi panitia kecil di bawahnya, yang tugasnya yaitu khusus merancang inti dari Undang-Undang Dasar, yang beranggotakan 7 orang yaitu sebagai berikut :

Pada tanggal 13 Juli 1945, sidang panitia Perancang Undang-Undang Dasar, yang diketuai oleh Ir. Soekarno, membahas hasil kerja panitia kecil di bawahnya, yang tugasnya yaitu khusus merancang inti dari Undang-Undang Dasar, yang beranggotakan 7 orang tersebut.

Pada tanggal 14 Juli 1945, sidang pleno BPUPKI menerima laporan panitia Perancang Undang-Undang Dasar, yang dibacakan oleh ketua panitianya sendiri, Ir. Soekarno. Dalam laporan tersebut membahas mengenai rancangan Undang-Undang Dasar yang di dalamnya tercantum tiga masalah pokok yaitu :

  • Wilayah negara Indonesia yaitu sama dengan bekas wilayah Hindia-Belanda dahulu, ditambah dengan Malaya, Borneo Utara (sekarang yaitu wilayah Sabah dan wilayah Serawak di negara Malaysia, serta wilayah negara Brunei Darussalam), Papua, Timor-Portugis (sekarang yaitu wilayah negara Timor Leste), dan pulau-pulau di sekitarnya,
  • Bangun-bangun negara Indonesia yaitu Negara Kesatuan,
  • Bangun-bangun pemerintahan Indonesia yaitu Republik,
  • Bendera nasional Indonesia yaitu Sang Saka Merah Putih,
  • Bahasa nasional Indonesia yaitu Bahasa Indonesia.

Pemikiran proklamasi kemerdekaan negara Indonesia baru rencananya hendak disusun dengan mengambil tiga alenia pertama "Piagam Jakarta", sedangkan pemikiran Undang-Undang Dasar hampir seluruhnya diambil dari alinea keempat "Piagam Jakarta". Sementara itu, perdebatan terus berlanjut di antara peserta sidang BPUPKI mengenai penerapan anggaran Islam, Syariat Islam, dalam negara Indonesia baru. "Piagam Jakarta" atau "Jakarta Charter" pada akhir-akhirnya disetujui dengan urutan dan redaksional yang sedikit berlainan.

Persiapan kemerdekaan dilanjutkan oleh PPKI

Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama

Persidangan resmi PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945

Pada tanggal 7 Agustus 1945, BPUPKI dihentikan karena dianggap telah dapat menyelesaikan tugasnya dengan patut, yaitu menyusun rancangan Undang-Undang Dasar untuk negara Indonesia Merdeka, dan dialihkan dengan diwujudkannya "Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia" ("PPKI") atau dalam bahasa Jepang: Dokuritsu Junbi Inkai dengan Ir. Soekarno sebagai ketuanya.

Tugas "PPKI" ini yang pertama yaitu meresmikan pembukaan (bahasa Belanda: preambule) serta batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945. Tugasnya yang kedua yaitu melanjutkan hasil kerja BPUPKI, menyediakan pemindahan kekuasaan dari pihak pemerintah pendudukan militer Jepang kepada bangsa Indonesia, dan menyediakan segala sesuatu yang menyangkut masalah ketatanegaraan untuk negara Indonesia baru.

Anggota "PPKI" sendiri terdiri dari 21 orang tokoh utama pergerakan nasional Indonesia, sebagai upaya untuk mencerminkan perwakilan dari berbagai etnis di wilayah Hindia-Belanda, terdiri dari: 12 orang asal Jawa, 3 orang asal Sumatera, 2 orang asal Sulawesi, 1 orang asal Kalimantan, 1 orang asal Sunda Kecil (Nusa Tenggara), 1 orang asal Maluku, 1 orang asal etnis Tionghoa. "PPKI" ini diketuai oleh Ir. Soekarno, dan sebagai wakilnya yaitu Drs. Mohammad Hatta, sedangkan sebagai penasihatnya ditunjuk Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo. Kemudian, anggota "PPKI" ditambah lagi sebanyak enam orang, yaitu: Wiranatakoesoema, Ki Hadjar Dewantara, Mr. Kasman Singodimedjo, Mohamad Ibnu Sayuti Melik, Iwa Koesoemasoemantri, dan Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo.

Secara simbolik "PPKI" dilantik oleh Jendral Terauchi, pada tanggal 9 Agustus 1945, dengan mendatangkan Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta dan Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman Wedyodiningrat ke "Kota Ho Chi Minh" atau dalam bahasa Vietnam: Thành phố Hồ Chí Minh (dahulu bernama: Saigon), yaitu kota terbesar di negara Vietnam dan terletak tidak jauh delta Sungai Mekong.

Pada saat "PPKI" terbentuk, hasrat rakyat Indonesia untuk merdeka semakin memuncak. Memuncaknya hasrat itu terbukti dengan beradanya tekad yang bulat dari semua golongan untuk segera memproklamasikan kemerdekaan negara Indonesia. Golongan muda kala itu menghendaki agar kemerdekaan diproklamasikan tanpa kerjasama dengan pihak pemerintah pendudukan militer Jepang sama sekali, termasuk proklamasi kemerdekaan dalam sidang "PPKI". Pada saat itu berada anggapan dari golongan muda bahwa "PPKI" ini yaitu hanya yaitu sebuah badan bentukan pihak pemerintah pendudukan militer Jepang. Di lain pihak "PPKI" yaitu sebuah badan yang berada waktu itu guna menyediakan hal-hal yang perlu untuk terbentuknya suatu negara Indonesia baru.

Tetapi cepat atau lambatnya kemerdekaan Indonesia bisa diberikan oleh pemerintah pendudukan militer Jepang yaitu tergantung kepada sejauh mana semua hasil kerja dari "PPKI". Jendral Terauchi akhir akhir-akhirnya menyampaikan keputusan pemerintah pendudukan militer Jepang bahwa kemerdekaan Indonesia hendak diberikan pada tanggal 24 Agustus 1945. Seluruh persiapan pelaksanaan kemerdekaan Indonesia diserahkan sepenuhnya kepada "PPKI". Dalam suasana mendapat tekanan atau beban berat seperti demikian itulah "PPKI" harus bekerja keras guna meyakinkan dan mewujud-nyatakan hasrat atau cita-cita agung seluruh rakyat Indonesia, yang sangat haus dan rindu hendak sebuah kehidupan kebangsaan yang bebas, yang merdeka, bersatu, berdaulat, tidak sewenang-wenang dan makmur.

Sementara itu dalam sidang "PPKI" pada tanggal 18 Agustus 1945, dalam hitungan kurang dari 15 menit telah terjadi kesepakatan dan kompromi atas lobi-lobi politik dari pihak kaum keagamaan yang beragama non-Muslim serta pihak kaum keagamaan yang menganut nasihat kebatinan, yang akhir didampingi oleh pihak kaum kebangsaan (pihak "Nasionalis") guna melunakkan hati pihak tokoh-tokoh kaum keagamaan yang beragama Islam guna dicerai-beraikannya "tujuh kata" dalam "Piagam Jakarta" atau "Jakarta Charter".

Setelah itu Drs. Mohammad Hatta masuk ke dalam ruang sidang "PPKI" dan membacakan empat perubahan dari hasil kesepakatan dan kompromi atas lobi-lobi politik tersebut. Hasil perubahan yang akhir disepakati sebagai "pembukaan (bahasa Belanda: "preambule") dan batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945", yang saat ini biasa disebut dengan hanya UUD '45 adalah :

  • Pertama, kata “Mukaddimah” yang berasal dari bahasa Arab, muqaddimah, diganti dengan kata “Pembukaan”.
  • Kedua, anak kalimat "Piagam Jakarta" yang menjadi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, diganti dengan, “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa”.
  • Ketiga, kalimat yang menyebutkan “Presiden ialah orang Indonesia asli dan beragama Islam”, seperti tertulis dalam pasal 6 ayat 1, diganti dengan mencoret kata-kata “dan beragama Islam”.
  • Keempat, terkait perubahan poin Kedua, maka pasal 29 ayat 1 dari yang semula berbunyi: “Negara berdasarkan atas Ketuhananan, dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam untuk pemeluk-pemeluknya” diganti menjadi berbunyi: “Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa”.

"PPKI" sangat memerankan dalam penataan permulaan negara Indonesia baru. Walaupun kumpulan muda kala itu hanya menganggap "PPKI" sebagai sebuah lembaga hasil pekerjaan pihak pemerintah pendudukan militer Jepang, namun terlepas dari anggapan tersebut, peran serta perbuatan yang berguna badan ini sama sekali tak boleh kita remehkan dan abaikan, apalagi kita lupakan. Anggota "PPKI" telah bertugas yang diembankan kepada mereka dengan sebaik-baiknya, sampai pada akhir-akhirnya "PPKI" dapat meletak dasar-dasar ketatanegaraan yang kuat untuk negara Indonesia yang saat itu baru saja berdiri.

Rujukan

Catatan kaki

  1. ^

    Pasca proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 PPKI berfungsi dan memerankan secara ex officio:a. Sebagai representasi perwakilan seluruh rakyat Indonesiab. Sebagai lembaga resmi yang ada kewenangan untuk mengesahkan UUD Negarac. Sebagai lembaga yang dapat menentukan dan mengangkat presiden dan wakil presidend. Sebagai lembaga pendiri negara Republik Indonesiae. Sebagai lembaga tertinggi dalam Negara Republik Indonesia.

    Lihat:

    - Yunarti, Dorothea Rini (2003). BPUPKI, PPKI, proklamasi kemerdekaan RI. University of Michigan Press. ISBN 9797090779, 9789797090777. 
    - Amini, Aisyah (2004). Pasang surut peran DPR-MPR, 1945-2004. University of Michigan Press. ISBN 9799825245, 9789799825247. 

Daftar pustaka
  • Achmad Soebardjo.(1970). Lahirnja Republik Indonesia. Jakarta Times. Jakarta.
  • Genzo Oku. Tranlated.(1973). Achmad Soebardjo. Indonesia No Dokuritsu To Kakumei. Ryukeishosha. Tokyo.

edunitas.com


Page 5

Bahasa Aceh adalah sebuah bahasa yang dituturkan oleh suku Aceh yang terdapat di wilayah pesisir, sebagian pedalaman dan sebagian kepulauan di Aceh. Bahasa Aceh termasuk dalam rumpun bahasa Chamic, cabang dari rumpun bahasa Melayu-Polinesia, cabang dari rumpun bahasa Austronesia.

Penggolongan

Bahasa Aceh termasuk dalam kumpulan bahasa Chamic, cabang dari rumpun bahasa Melayu-Polinesia, cabang dari rumpun bahasa Austronesia. Bahasa-bahasa yang ada kekerabatan terdekat dengan bahasa Aceh adalah bahasa Cham, Roglai, Jarai, Rade dan 6 bahasa lainnya dalam rumpun bahasa Chamic. Bahasa-bahasa lainnya yang juga berkerabat dengan bahasa Aceh adalah bahasa Melayu dan bahasa Minangkabau.

Persebaran

Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama

Persebaran bahasa Aceh di Aceh

Bahasa Aceh tersebar terutama di wilayah pesisir Aceh. Bahasa ini dituturkan di 10 kabupaten dan 4 kota di Aceh, yaitu:

Kota

  1. Sabang
  2. Banda Aceh
  3. Lhokseumawe
  4. Langsa

Pesisir Utara Timur

Pesisir Barat Selatan

Literatur

Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama

Hikayat Prang Sabi

Sampai masa ini manuskrip berbahasa Aceh tertua yang dapat ditemukan berasal dari tahun 1069 H (1658/1659 M) yaitu Hikayat Seuma'un.[2]

Sebelum penjajahan Belanda (1873 - 1942), nyaris seluruh literatur berbahasa Aceh berwujud puisi yang dikenal dengan hikayat. Sedikit sekali yang berwujud prosa dan salah satunya adalah Kitab Bakeu Meunan yang adalah terjemahan kitab Qawaa'id al-Islaam.[3]

Sesudah kedatangan Belanda barulah muncul karya tulis berbahasa Aceh dalam wujud prosa yaitu pada tahun 1930-an, seperti Lhee Saboh Nang yang ditulis oleh Aboe Bakar dan De Vries.[4] Sesudah itu barulah muncul beruntun bermacam karya tulis berwujud prosa namun demikian sedang tetap didominasi oleh karya tulis berwujud hikayat.

Fonologi

Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama

Rambu peringatan tsunami dalam dua bahasa, yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Aceh

Berikut adalah fonem-fonem bahasa Aceh.

Vokal[5]
DepanTengahBelakangan
mulutsengaumulutsengaumulutsengau
Tertutupiĩɨɨ̃uũ
Tengah tertutupeɛ̃əʌ̃oɔ̃
Tengah bukaɛʌɔ
Buka  aã  

Vokal kebanyakan berada di pasangan mulut/sengau, walaupun hanya ada tiga vokal sengau menengah dan ada vokal oral menengah yang jumlahnya dua kali kebanyakan. /ʌ/ tak benar-benar di tengah, walaupun ditampilkan di sini karena argumen estetika. Demikian pula, /ɨ/ juga ditampilkan sebagai ([ɯ] yang semakin ke belakangan. Selain vokal monoftong di atas, bahasa Aceh juga ada 5 diftong oral, masing-masing dengan pasangan sengau:[6]

  • /iə ɨə uə ɛə ɔə/
  • /ĩə ɨ̃ə ũə ɛ̃ə ɔ̃ə/

/s/ adalah alveodental laminal. /ʃ/ secara teknis berupa post-alveolar tapi dikelompokkan dalam kolom langit-langit untuk argumen estetika.

Ejaan

Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama

Kamus bahasa Aceh-Indonesia.

Bahasa Aceh sudah mengalami berulang kali perubahan ejaan, mulai penggunaan huruf Arab, huruf Latin ejaan lama, dan sekarang adalah Ejaan Yang Disempurnakan. Berikut adalah pedoman ejaannya:[8][9]

  • E e ([ə]*
    Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama
    dibaca seperti huruf /e/ dalam kata "dekat". Contoh: le (banyak).
  • EU eu ([ɯ]*
    Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama
    tak ada padanannya dalam bahasa Indonesia. Contoh: eu (lihat).
  • È è ([ɛ]*
    Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama
    ) dibaca seperti huruf /e/ dalam kata "bebek". Contoh: pèng (uang), pèh (pukul/tumbuk), dan lain-lain.
  • É é ([e]*
    Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama
    ) dibaca seperti huruf /e/ dalam kata "kue". Contoh: lé (oleh).
  • Ë ë, tak ditemui padanannya dalam bahasa Indonesia.
  • Ö ö ([ʌ]*
    Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama
    ) dibaca seperti huruf vokal landasan /ɔ/, tetapi diceritakan dengan mulut buka. Contoh: mantöng (masih), böh (buang),
  • Ô ô ([o]*
    Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama
    ) dibaca seperti huruf /o/ dalam kata "soto", "foto", "tato". Contoh: bôh (taruh), sôh (tinju), tôh (mengeluarkan).
  • O o ([ɔ]*
    Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama
    ) dibaca seperti huruf /o/ dalam kata "tolong", "bom". Contoh: boh (buah), soh (kosong), toh (mana)

Huruf vokal sengau:

  • 'A 'a pengucapannya sengau seperti /a/ dalam kata “maaf”; contohnya: 'ap (suap), meu'ah (maaf)
  • 'I 'i pengucapannya sengau seperti /i/ dalam kata “angin”; contohnya: ca’ië (laba-laba), kh’iëng (busuk), dan lain-lain
  • 'U 'u pengucapannya sengau; contohnya: meu'uë (bajak),
  • 'È 'è pengucapannya sengau seperti /e/ dalam kata “pamer”; contohnya: pa‘è (tokek), meu‘èn (main)
  • 'O 'o pengucapannya sengau; contohnya: ma’op (hantu/untuk menakuti anak-anak)

Contoh

Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama

Terjemahan Al-Qur'an dalam bahasa Aceh.

  • Peue haba? = Apa kabar?
  • Haba gèt = Kabar patut.
  • Lôn piké geutanyoë han meureumpök lé = Saya kira kita takkan bertemu lagi.
  • Lôn jép ië u muda = Saya minum cairan kelapa muda.
  • Agam ngön inöng = pria dan wanita
  • Lôn = saya
  • Kah, droë , Gata = kamu, anda
  • H'an = tak
  • Na = ada
  • Pajôh = makan
  • Jih, dijih, gobnyan = dia, dia
  • Ceudah that gobnyan. = Tampan sekali dia.
  • Lôn meu'en bhan bak blang thô. = Saya jadi pemain bola di sawah kering.

Galeri

Kepustakaan

Pranala luar

  • Bahasa Aceh di Ethnologue
  • Blog Berupaya bisa Bahasa Aceh
  • Meurunoe
  • Pusat literatur bahasa Aceh

edunitas.com


Page 6

Bahasa Aceh adalah sebuah bahasa yang dituturkan oleh suku Aceh yang terdapat di wilayah pesisir, sebagian pedalaman dan sebagian kepulauan di Aceh. Bahasa Aceh termasuk dalam rumpun bahasa Chamic, cabang dari rumpun bahasa Melayu-Polinesia, cabang dari rumpun bahasa Austronesia.

Penggolongan

Bahasa Aceh termasuk dalam kumpulan bahasa Chamic, cabang dari rumpun bahasa Melayu-Polinesia, cabang dari rumpun bahasa Austronesia. Bahasa-bahasa yang ada kekerabatan terdekat dengan bahasa Aceh adalah bahasa Cham, Roglai, Jarai, Rade dan 6 bahasa lainnya dalam rumpun bahasa Chamic. Bahasa-bahasa lainnya yang juga berkerabat dengan bahasa Aceh adalah bahasa Melayu dan bahasa Minangkabau.

Persebaran

Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama

Persebaran bahasa Aceh di Aceh

Bahasa Aceh tersebar terutama di wilayah pesisir Aceh. Bahasa ini dituturkan di 10 kabupaten dan 4 kota di Aceh, yaitu:

Kota

  1. Sabang
  2. Banda Aceh
  3. Lhokseumawe
  4. Langsa

Pesisir Utara Timur

Pesisir Barat Selatan

Literatur

Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama

Hikayat Prang Sabi

Sampai masa ini manuskrip berbahasa Aceh tertua yang dapat ditemukan berasal dari tahun 1069 H (1658/1659 M) yaitu Hikayat Seuma'un.[2]

Sebelum penjajahan Belanda (1873 - 1942), hampir seluruh literatur berbahasa Aceh berwujud puisi yang dikenal dengan hikayat. Sedikit sekali yang berwujud prosa dan salah satunya adalah Kitab Bakeu Meunan yang adalah terjemahan kitab Qawaa'id al-Islaam.[3]

Sesudah kedatangan Belanda barulah muncul karya tulis berbahasa Aceh dalam wujud prosa yaitu pada tahun 1930-an, seperti Lhee Saboh Nang yang ditulis oleh Aboe Bakar dan De Vries.[4] Sesudah itu barulah muncul beruntun bermacam karya tulis berwujud prosa namun demikian sedang tetap didominasi oleh karya tulis berwujud hikayat.

Fonologi

Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama

Rambu peringatan tsunami dalam dua bahasa, yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Aceh

Berikut adalah fonem-fonem bahasa Aceh.

Vokal biasanya berada di pasangan mulut/sengau, walaupun hanya ada tiga vokal sengau menengah dan ada vokal oral menengah yang jumlahnya dua kali banyakan. /ʌ/ tak benar-benar di tengah, walaupun ditampilkan di sini karena argumen estetika. Demikian pula, /ɨ/ juga ditampilkan sebagai ([ɯ] yang lebih ke belakangan. Selain vokal monoftong di atas, bahasa Aceh juga ada 5 diftong oral, masing-masing dengan pasangan sengau:[6]

  • /iə ɨə uə ɛə ɔə/
  • /ĩə ɨ̃ə ũə ɛ̃ə ɔ̃ə/

/s/ adalah alveodental laminal. /ʃ/ secara teknis berupa post-alveolar tapi dikelompokkan dalam kolom langit-langit untuk argumen estetika.

Ejaan

Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama

Kamus bahasa Aceh-Indonesia.

Bahasa Aceh sudah mengalami berulang kali perubahan ejaan, mulai penggunaan huruf Arab, huruf Latin ejaan lama, dan sekarang adalah Ejaan Yang Disempurnakan. Berikut adalah pedoman ejaannya:[8][9]

  • E e ([ə]*
    Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama
    dibaca seperti huruf /e/ dalam kata "dekat". Contoh: le (banyak).
  • EU eu ([ɯ]*
    Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama
    tak ada padanannya dalam bahasa Indonesia. Contoh: eu (lihat).
  • È è ([ɛ]*
    Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama
    ) dibaca seperti huruf /e/ dalam kata "bebek". Contoh: pèng (uang), pèh (pukul/tumbuk), dan lain-lain.
  • É é ([e]*
    Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama
    ) dibaca seperti huruf /e/ dalam kata "kue". Contoh: lé (oleh).
  • Ë ë, tak ditemui padanannya dalam bahasa Indonesia.
  • Ö ö ([ʌ]*
    Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama
    ) dibaca seperti huruf vokal landasan /ɔ/, tetapi diceritakan dengan mulut buka. Contoh: mantöng (masih), böh (buang),
  • Ô ô ([o]*
    Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama
    ) dibaca seperti huruf /o/ dalam kata "soto", "foto", "tato". Contoh: bôh (taruh), sôh (tinju), tôh (mengeluarkan).
  • O o ([ɔ]*
    Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama
    ) dibaca seperti huruf /o/ dalam kata "tolong", "bom". Contoh: boh (buah), soh (kosong), toh (mana)

Huruf vokal sengau:

  • 'A 'a pengucapannya sengau seperti /a/ dalam kata “maaf”; contohnya: 'ap (suap), meu'ah (maaf)
  • 'I 'i pengucapannya sengau seperti /i/ dalam kata “angin”; contohnya: ca’ië (laba-laba), kh’iëng (busuk), dan lain-lain
  • 'U 'u pengucapannya sengau; contohnya: meu'uë (bajak),
  • 'È 'è pengucapannya sengau seperti /e/ dalam kata “pamer”; contohnya: pa‘è (tokek), meu‘èn (main)
  • 'O 'o pengucapannya sengau; contohnya: ma’op (hantu/untuk menakuti anak-anak)

Contoh

Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama

Terjemahan Al-Qur'an dalam bahasa Aceh.

  • Peue haba? = Apa kabar?
  • Haba gèt = Kabar patut.
  • Lôn piké geutanyoë han meureumpök lé = Saya kira kita takkan bertemu lagi.
  • Lôn jép ië u muda = Saya minum cairan kelapa muda.
  • Agam ngön inöng = pria dan wanita
  • Lôn = saya
  • Kah, droë , Gata = kamu, anda
  • H'an = tak
  • Na = ada
  • Pajôh = makan
  • Jih, dijih, gobnyan = dia, dia
  • Ceudah that gobnyan. = Tampan sekali dia.
  • Lôn meu'en bhan bak blang thô. = Saya jadi pemain bola di sawah kering.

Galeri

Kepustakaan

Pranala luar

  • Bahasa Aceh di Ethnologue
  • Blog Berupaya bisa Bahasa Aceh
  • Meurunoe
  • Pusat literatur bahasa Aceh

edunitas.com


Page 7

Bahasa Aceh adalah sebuah bahasa yang dituturkan oleh suku Aceh yang terdapat di wilayah pesisir, sebagian pedalaman dan sebagian kepulauan di Aceh. Bahasa Aceh termasuk dalam rumpun bahasa Chamic, cabang dari rumpun bahasa Melayu-Polinesia, cabang dari rumpun bahasa Austronesia.

Penggolongan

Bahasa Aceh termasuk dalam kumpulan bahasa Chamic, cabang dari rumpun bahasa Melayu-Polinesia, cabang dari rumpun bahasa Austronesia. Bahasa-bahasa yang ada kekerabatan terdekat dengan bahasa Aceh adalah bahasa Cham, Roglai, Jarai, Rade dan 6 bahasa lainnya dalam rumpun bahasa Chamic. Bahasa-bahasa lainnya yang juga berkerabat dengan bahasa Aceh adalah bahasa Melayu dan bahasa Minangkabau.

Persebaran

Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama

Persebaran bahasa Aceh di Aceh

Bahasa Aceh tersebar terutama di wilayah pesisir Aceh. Bahasa ini dituturkan di 10 kabupaten dan 4 kota di Aceh, yaitu:

Kota

  1. Sabang
  2. Banda Aceh
  3. Lhokseumawe
  4. Langsa

Pesisir Utara Timur

Pesisir Barat Selatan

Literatur

Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama

Hikayat Prang Sabi

Sampai masa ini manuskrip berbahasa Aceh tertua yang dapat ditemukan berasal dari tahun 1069 H (1658/1659 M) yaitu Hikayat Seuma'un.[2]

Sebelum penjajahan Belanda (1873 - 1942), hampir seluruh literatur berbahasa Aceh berwujud puisi yang dikenal dengan hikayat. Sedikit sekali yang berwujud prosa dan salah satunya adalah Kitab Bakeu Meunan yang adalah terjemahan kitab Qawaa'id al-Islaam.[3]

Sesudah kedatangan Belanda barulah muncul karya tulis berbahasa Aceh dalam wujud prosa yaitu pada tahun 1930-an, seperti Lhee Saboh Nang yang ditulis oleh Aboe Bakar dan De Vries.[4] Sesudah itu barulah muncul beruntun bermacam karya tulis berwujud prosa namun demikian sedang tetap didominasi oleh karya tulis berwujud hikayat.

Fonologi

Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama

Rambu peringatan tsunami dalam dua bahasa, yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Aceh

Berikut adalah fonem-fonem bahasa Aceh.

Vokal biasanya berada di pasangan mulut/sengau, walaupun hanya ada tiga vokal sengau menengah dan ada vokal oral menengah yang jumlahnya dua kali banyakan. /ʌ/ tak benar-benar di tengah, walaupun ditampilkan di sini karena argumen estetika. Demikian pula, /ɨ/ juga ditampilkan sebagai ([ɯ] yang lebih ke belakangan. Selain vokal monoftong di atas, bahasa Aceh juga ada 5 diftong oral, masing-masing dengan pasangan sengau:[6]

  • /iə ɨə uə ɛə ɔə/
  • /ĩə ɨ̃ə ũə ɛ̃ə ɔ̃ə/

/s/ adalah alveodental laminal. /ʃ/ secara teknis berupa post-alveolar tapi dikelompokkan dalam kolom langit-langit untuk argumen estetika.

Ejaan

Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama

Kamus bahasa Aceh-Indonesia.

Bahasa Aceh sudah mengalami berulang kali perubahan ejaan, mulai penggunaan huruf Arab, huruf Latin ejaan lama, dan sekarang adalah Ejaan Yang Disempurnakan. Berikut adalah pedoman ejaannya:[8][9]

  • E e ([ə]*
    Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama
    dibaca seperti huruf /e/ dalam kata "dekat". Contoh: le (banyak).
  • EU eu ([ɯ]*
    Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama
    tak ada padanannya dalam bahasa Indonesia. Contoh: eu (lihat).
  • È è ([ɛ]*
    Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama
    ) dibaca seperti huruf /e/ dalam kata "bebek". Contoh: pèng (uang), pèh (pukul/tumbuk), dan lain-lain.
  • É é ([e]*
    Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama
    ) dibaca seperti huruf /e/ dalam kata "kue". Contoh: lé (oleh).
  • Ë ë, tak ditemui padanannya dalam bahasa Indonesia.
  • Ö ö ([ʌ]*
    Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama
    ) dibaca seperti huruf vokal landasan /ɔ/, tetapi diceritakan dengan mulut buka. Contoh: mantöng (masih), böh (buang),
  • Ô ô ([o]*
    Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama
    ) dibaca seperti huruf /o/ dalam kata "soto", "foto", "tato". Contoh: bôh (taruh), sôh (tinju), tôh (mengeluarkan).
  • O o ([ɔ]*
    Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama
    ) dibaca seperti huruf /o/ dalam kata "tolong", "bom". Contoh: boh (buah), soh (kosong), toh (mana)

Huruf vokal sengau:

  • 'A 'a pengucapannya sengau seperti /a/ dalam kata “maaf”; contohnya: 'ap (suap), meu'ah (maaf)
  • 'I 'i pengucapannya sengau seperti /i/ dalam kata “angin”; contohnya: ca’ië (laba-laba), kh’iëng (busuk), dan lain-lain
  • 'U 'u pengucapannya sengau; contohnya: meu'uë (bajak),
  • 'È 'è pengucapannya sengau seperti /e/ dalam kata “pamer”; contohnya: pa‘è (tokek), meu‘èn (main)
  • 'O 'o pengucapannya sengau; contohnya: ma’op (hantu/untuk menakuti anak-anak)

Contoh

Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama

Terjemahan Al-Qur'an dalam bahasa Aceh.

  • Peue haba? = Apa kabar?
  • Haba gèt = Kabar patut.
  • Lôn piké geutanyoë han meureumpök lé = Saya kira kita takkan bertemu lagi.
  • Lôn jép ië u muda = Saya minum cairan kelapa muda.
  • Agam ngön inöng = pria dan wanita
  • Lôn = saya
  • Kah, droë , Gata = kamu, anda
  • H'an = tak
  • Na = ada
  • Pajôh = makan
  • Jih, dijih, gobnyan = dia, dia
  • Ceudah that gobnyan. = Tampan sekali dia.
  • Lôn meu'en bhan bak blang thô. = Saya jadi pemain bola di sawah kering.

Galeri

Kepustakaan

Pranala luar

  • Bahasa Aceh di Ethnologue
  • Blog Berupaya bisa Bahasa Aceh
  • Meurunoe
  • Pusat literatur bahasa Aceh

edunitas.com


Page 8

Bahasa Aceh adalah sebuah bahasa yang dituturkan oleh suku Aceh yang terdapat di wilayah pesisir, sebagian pedalaman dan sebagian kepulauan di Aceh. Bahasa Aceh termasuk dalam rumpun bahasa Chamic, cabang dari rumpun bahasa Melayu-Polinesia, cabang dari rumpun bahasa Austronesia.

Penggolongan

Bahasa Aceh termasuk dalam kumpulan bahasa Chamic, cabang dari rumpun bahasa Melayu-Polinesia, cabang dari rumpun bahasa Austronesia. Bahasa-bahasa yang ada kekerabatan terdekat dengan bahasa Aceh adalah bahasa Cham, Roglai, Jarai, Rade dan 6 bahasa lainnya dalam rumpun bahasa Chamic. Bahasa-bahasa lainnya yang juga berkerabat dengan bahasa Aceh adalah bahasa Melayu dan bahasa Minangkabau.

Persebaran

Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama

Persebaran bahasa Aceh di Aceh

Bahasa Aceh tersebar terutama di wilayah pesisir Aceh. Bahasa ini dituturkan di 10 kabupaten dan 4 kota di Aceh, yaitu:

Kota

  1. Sabang
  2. Banda Aceh
  3. Lhokseumawe
  4. Langsa

Pesisir Utara Timur

Pesisir Barat Selatan

Literatur

Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama

Hikayat Prang Sabi

Sampai masa ini manuskrip berbahasa Aceh tertua yang dapat ditemukan berasal dari tahun 1069 H (1658/1659 M) yaitu Hikayat Seuma'un.[2]

Sebelum penjajahan Belanda (1873 - 1942), nyaris seluruh literatur berbahasa Aceh berwujud puisi yang dikenal dengan hikayat. Sedikit sekali yang berwujud prosa dan salah satunya adalah Kitab Bakeu Meunan yang adalah terjemahan kitab Qawaa'id al-Islaam.[3]

Sesudah kedatangan Belanda barulah muncul karya tulis berbahasa Aceh dalam wujud prosa yaitu pada tahun 1930-an, seperti Lhee Saboh Nang yang ditulis oleh Aboe Bakar dan De Vries.[4] Sesudah itu barulah muncul beruntun bermacam karya tulis berwujud prosa namun demikian sedang tetap didominasi oleh karya tulis berwujud hikayat.

Fonologi

Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama

Rambu peringatan tsunami dalam dua bahasa, yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Aceh

Berikut adalah fonem-fonem bahasa Aceh.

Vokal[5]
DepanTengahBelakangan
mulutsengaumulutsengaumulutsengau
Tertutupiĩɨɨ̃uũ
Tengah tertutupeɛ̃əʌ̃oɔ̃
Tengah bukaɛʌɔ
Buka  aã  

Vokal kebanyakan berada di pasangan mulut/sengau, walaupun hanya ada tiga vokal sengau menengah dan ada vokal oral menengah yang jumlahnya dua kali kebanyakan. /ʌ/ tak benar-benar di tengah, walaupun ditampilkan di sini karena argumen estetika. Demikian pula, /ɨ/ juga ditampilkan sebagai ([ɯ] yang semakin ke belakangan. Selain vokal monoftong di atas, bahasa Aceh juga ada 5 diftong oral, masing-masing dengan pasangan sengau:[6]

  • /iə ɨə uə ɛə ɔə/
  • /ĩə ɨ̃ə ũə ɛ̃ə ɔ̃ə/

/s/ adalah alveodental laminal. /ʃ/ secara teknis berupa post-alveolar tapi dikelompokkan dalam kolom langit-langit untuk argumen estetika.

Ejaan

Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama

Kamus bahasa Aceh-Indonesia.

Bahasa Aceh sudah mengalami berulang kali perubahan ejaan, mulai penggunaan huruf Arab, huruf Latin ejaan lama, dan sekarang adalah Ejaan Yang Disempurnakan. Berikut adalah pedoman ejaannya:[8][9]

  • E e ([ə]*
    Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama
    dibaca seperti huruf /e/ dalam kata "dekat". Contoh: le (banyak).
  • EU eu ([ɯ]*
    Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama
    tak ada padanannya dalam bahasa Indonesia. Contoh: eu (lihat).
  • È è ([ɛ]*
    Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama
    ) dibaca seperti huruf /e/ dalam kata "bebek". Contoh: pèng (uang), pèh (pukul/tumbuk), dan lain-lain.
  • É é ([e]*
    Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama
    ) dibaca seperti huruf /e/ dalam kata "kue". Contoh: lé (oleh).
  • Ë ë, tak ditemui padanannya dalam bahasa Indonesia.
  • Ö ö ([ʌ]*
    Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama
    ) dibaca seperti huruf vokal landasan /ɔ/, tetapi diceritakan dengan mulut buka. Contoh: mantöng (masih), böh (buang),
  • Ô ô ([o]*
    Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama
    ) dibaca seperti huruf /o/ dalam kata "soto", "foto", "tato". Contoh: bôh (taruh), sôh (tinju), tôh (mengeluarkan).
  • O o ([ɔ]*
    Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama
    ) dibaca seperti huruf /o/ dalam kata "tolong", "bom". Contoh: boh (buah), soh (kosong), toh (mana)

Huruf vokal sengau:

  • 'A 'a pengucapannya sengau seperti /a/ dalam kata “maaf”; contohnya: 'ap (suap), meu'ah (maaf)
  • 'I 'i pengucapannya sengau seperti /i/ dalam kata “angin”; contohnya: ca’ië (laba-laba), kh’iëng (busuk), dan lain-lain
  • 'U 'u pengucapannya sengau; contohnya: meu'uë (bajak),
  • 'È 'è pengucapannya sengau seperti /e/ dalam kata “pamer”; contohnya: pa‘è (tokek), meu‘èn (main)
  • 'O 'o pengucapannya sengau; contohnya: ma’op (hantu/untuk menakuti anak-anak)

Contoh

Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama

Terjemahan Al-Qur'an dalam bahasa Aceh.

  • Peue haba? = Apa kabar?
  • Haba gèt = Kabar patut.
  • Lôn piké geutanyoë han meureumpök lé = Saya kira kita takkan bertemu lagi.
  • Lôn jép ië u muda = Saya minum cairan kelapa muda.
  • Agam ngön inöng = pria dan wanita
  • Lôn = saya
  • Kah, droë , Gata = kamu, anda
  • H'an = tak
  • Na = ada
  • Pajôh = makan
  • Jih, dijih, gobnyan = dia, dia
  • Ceudah that gobnyan. = Tampan sekali dia.
  • Lôn meu'en bhan bak blang thô. = Saya jadi pemain bola di sawah kering.

Galeri

Kepustakaan

Pranala luar

  • Bahasa Aceh di Ethnologue
  • Blog Berupaya bisa Bahasa Aceh
  • Meurunoe
  • Pusat literatur bahasa Aceh

edunitas.com


Page 9

Bahasa Afrikaans adalah Bahasa Jermanik Barat yang dituturkan di Afrika Selatan dan Namibia. Bahasa ini pada awalnya adalah dialek yang dituturkan oleh para pendatang Afrikaner dan budak yang dibawa ke kawasan Cape Town oleh Kompeni Hindia Belanda (bahasa Belanda: Verenigde Oost-Indische Compagnie - VOC) pada tahun 1652 dan 1705. Sebagian akbar pendatang ini berasal dari Perserikatan Provinsi (sekarang Belanda), namun ada juga pendatang dari Jerman, Perancis, Skotlandia dan beberapa negara lainnya. Para pekerja dan budak yang dibawa serta adalah orang-orang Melayu, orang-orang Khoi, dan Bushmen.

Penelitian oleh J. A. Heese menunjukan bahwa sampai tahun 1807, 39,8% nenek moyang dari penutur bahasa Afrikaans berkulit putih adalah orang Belanda, 35% Jerman, 14,6% Perancis, dan 7,2 persen orang berkulit non putih. Dialek tersebut dikenal sebagai cape Dutch. Kemudian, bahasa Afrikaans juga dikenal sebagai "bahasa Belanda Afrika" (bahasa Inggris: African Dutch). Afrikaans dianggap sebagai Dialek Bahasa Belanda sampai dengan awal Zaman 20 ketika bahasa tersebut mulai dikenal sebagai bahasa yang berlainan. Nama Afrikaans sebenarnya adalah istilah Bahasa Belanda untuk "Orang Afrika" atau "Bahasa Afrika".

Sejarah

Bahasa Afrikaans secara linguistik berkomunikasi dekat dengan Bahasa Belanda zaman ke-17, dan Bahasa Belanda modern. Penutur kedua bahasa tersebut mampu saling paham tanpa kesukaran. Bahasa lain yang berkomunikasi dengan Bahasa Afrikaans adalah Bahasa Saksen Rendah yang dituturkan di Jerman utara dan Belanda, Bahasa Jerman, dan Bahasa Inggris. Kosa kata Cape Dutch semakin berlainan dengan kosakata Bahasa Belanda seiring saat berlangsung, karena kata-kata serapan yang diambil dari para pendatang Eropa lainnya, budak-budak India Timur, dan bahasa kawasan Afrika. Materi tercetak pada kalangan Afrikaner pada awalnya hanya memakai bahasa Belanda Eropa. Menjelang pertengahan zaman ke-19, makin banyak terbitan yang muncul dalam Bahssa Afrikaans, yang sedang dianggap sebagai dialek pada saat itu. Buku tata bahasa dan kamus Bahasa Afrikaans pertama diterbitkan pada tahun 1875 oleh Genootskap vir Regte Afrikaners (Perkumpulan Afrikaner Asli) di Cape Town. Pada tahun 1925 Afrikaans diproklamasikan sebagai bahasa yang berlainan dari bahasa Belanda. Sampai tanggal tersebut bahasa resmi di Uni Afrika Selatan adalah Bahasa Inggris dan Belanda. setelah itu, bahasa Belanda digantikan dengan bahasa Afrikaans.


Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama
Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama
Bahasa Belanda di seluruh alam
Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama
Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama

Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama

Bahasa Belanda
*di Belanda
*di Belgia
*di Suriname
*di Antillen Belanda dan Aruba
**di Afrika Selatan
 
*di Walonia
*di Perancis
**di Guyana Perancis
*di Jerman
*di Amerika Serikat
*di Indonesia
*di Namibia
 
Bahasa Kreol Belanda:
Petjoh, Javindo, Negerhollands,

Bahasa Belanda-Berbices, (Bahasa Afrikaans)

Di samping kosakata, perbedaan paling mendasar bahasa ini dari bahasa Belanda adalah tata bahasanya yang semakin teratur, yang mungkin adalah hasil dari interferensi mutual oleh Bahasa Kreol Belanda yang dituturkan sejumlah akbar penutur non-Belanda pada periode formasi bahasa tersebut pada pertengahan kedua zaman ke-17. Pada 1710, jumlah budak melebihi pendatang baru, dan bahasa tersebut mengembang di antara penutur yang tidak mencatat atau mempelajari semakin lanjut dialek baru mereka.

Ada beberapa teori tentang bagaimana Bahasa Afrikaans tercipta. Banyak ahli linguistik yakin bahwa Bahasa Afrikaans dipengaruhi oleh Bahasa Kreol yang didasarkan dari Dialek Belanda Selatan. Sangat susah namun untuk mencari kenal bagaimana pengaruh ini berlangsung mengingat hampir tidak ada materi tertulis dalam Bahasa Kreol Belanda, hanya beberapa kalimat ditemukan pada buku yang tidak berkomunikasi yang biasanya bukan ditulis oleh penutur Bahasa Afrikaans.

Walaupun banyak dari Kosakata Bahasa Afrikaans diambil dari Bahasa Belanda dialek Holland Selatan, Bahasa Afrikans juga mengandung kata yang diambil dari Bahasa Melayu, Bahasa Portugis, Bahasa Perancis, Bahasa Khoisan, Bahasa Inggris, Bahasa Xhosa dan banyak bahasa lainnya. Dengan itu banyak kata dalam Bahasa Afrikaans berlainan dari Bahasa Belanda, seperti contoh di bawah ini.

AfrikaansBelandaIndonesia (Melayu)
piesangbanaanpisang
lemoensinaasappeljeruk
suurlemoencitroenlimun
baieheel, ergbanyak
boontoetop, doodlopendbuntu

Lihat pula

  • Daftar Bahasa
  • Monumen bahasa Afrikaans

edunitas.com


Page 10

Bahasa Afrikaans adalah Bahasa Jermanik Barat yang dituturkan di Afrika Selatan dan Namibia. Bahasa ini pada awal mulanya adalah dialek yang dituturkan oleh para pendatang Afrikaner dan budak yang dibawa ke kawasan Cape Town oleh Kompeni Hindia Belanda (bahasa Belanda: Verenigde Oost-Indische Compagnie - VOC) pada tahun 1652 dan 1705. Sebagian akbar pendatang ini berasal dari Perserikatan Provinsi (sekarang Belanda), namun ada juga pendatang dari Jerman, Perancis, Skotlandia dan beberapa negara lainnya. Para pekerja dan budak yang dibawa serta adalah orang-orang Melayu, orang-orang Khoi, dan Bushmen.

Penelitian oleh J. A. Heese menunjukan bahwa sampai tahun 1807, 39,8% nenek moyang dari penutur bahasa Afrikaans berkulit putih adalah orang Belanda, 35% Jerman, 14,6% Perancis, dan 7,2 persen orang berkulit non putih. Dialek tersebut dikenal sbg cape Dutch. Kemudian, bahasa Afrikaans juga dikenal sbg "bahasa Belanda Afrika" (bahasa Inggris: African Dutch). Afrikaans dianggap sbg Dialek Bahasa Belanda sampai dengan awal Zaman 20 ketika bahasa tersebut mulai dikenal sbg bahasa yang berlainan. Nama Afrikaans sebenarnya adalah istilah Bahasa Belanda untuk "Orang Afrika" atau "Bahasa Afrika".

Sejarah

Bahasa Afrikaans secara linguistik berkomunikasi tidak jauh dengan Bahasa Belanda zaman ke-17, dan Bahasa Belanda modern. Penutur kedua bahasa tersebut mampu saling paham tanpa kesukaran. Bahasa lain yang berkomunikasi dengan Bahasa Afrikaans adalah Bahasa Saksen Rendah yang dituturkan di Jerman utara dan Belanda, Bahasa Jerman, dan Bahasa Inggris. Kosa kata Cape Dutch semakin berlainan dengan kosakata Bahasa Belanda seiring kala berlangsung, karena kata-kata serapan yang diambil dari para pendatang Eropa lainnya, budak-budak India Timur, dan bahasa kawasan Afrika. Materi tercetak pada kalangan Afrikaner pada awal mulanya hanya memakai bahasa Belanda Eropa. Menjelang menengah zaman ke-19, makin banyak terbitan yang muncul dalam Bahssa Afrikaans, yang sedang dianggap sbg dialek pada kala itu. Buku tata bahasa dan kamus Bahasa Afrikaans pertama diterbitkan pada tahun 1875 oleh Genootskap vir Regte Afrikaners (Perkumpulan Afrikaner Asli) di Cape Town. Pada tahun 1925 Afrikaans diproklamasikan sbg bahasa yang berlainan dari bahasa Belanda. Sampai tanggal tersebut bahasa resmi di Uni Afrika Selatan adalah Bahasa Inggris dan Belanda. setelah itu, bahasa Belanda dialihkan dengan bahasa Afrikaans.


Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama
Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama
Bahasa Belanda di seluruh alam
Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama
Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama

Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama

Bahasa Belanda
*di Belanda
*di Belgia
*di Suriname
*di Antillen Belanda dan Aruba
**di Afrika Selatan
 
*di Walonia
*di Perancis
**di Guyana Perancis
*di Jerman
*di Amerika Serikat
*di Indonesia
*di Namibia
 
Bahasa Kreol Belanda:
Petjoh, Javindo, Negerhollands,

Bahasa Belanda-Berbices, (Bahasa Afrikaans)

Di samping kosakata, perbedaan sangat mendasar bahasa ini dari bahasa Belanda adalah tata bahasanya yang semakin teratur, yang mungkin adalah hasil dari interferensi mutual oleh Bahasa Kreol Belanda yang dituturkan sebanyak akbar penutur non-Belanda pada periode formasi bahasa tersebut pada menengah kedua zaman ke-17. Pada 1710, banyak budak melebihi pendatang baru, dan bahasa tersebut mengembang di antara penutur yang tak mencatat atau mempelajari semakin lanjut dialek baru mereka.

Ada beberapa teori tentang bagaimana Bahasa Afrikaans tercipta. Banyak ahli linguistik yakin bahwa Bahasa Afrikaans dipengaruhi oleh Bahasa Kreol yang didasarkan dari Dialek Belanda Selatan. Sangat susah namun untuk mencari kenal bagaimana pengaruh ini berlangsung mengingat hampir tak ada materi tertulis dalam Bahasa Kreol Belanda, hanya beberapa kalimat ditemukan pada buku yang tak berkomunikasi yang kebanyakan bukan ditulis oleh penutur Bahasa Afrikaans.

Walaupun banyak dari Kosakata Bahasa Afrikaans diambil dari Bahasa Belanda dialek Holland Selatan, Bahasa Afrikans juga mengandung kata yang diambil dari Bahasa Melayu, Bahasa Portugis, Bahasa Perancis, Bahasa Khoisan, Bahasa Inggris, Bahasa Xhosa dan banyak bahasa lainnya. Dengan itu banyak kata dalam Bahasa Afrikaans berlainan dari Bahasa Belanda, seperti contoh di bawah ini.

AfrikaansBelandaIndonesia (Melayu)
piesangbanaanpisang
lemoensinaasappeljeruk
suurlemoencitroenlimun
baieheel, ergbanyak
boontoetop, doodlopendbuntu

Lihat juga

  • Daftar Bahasa
  • Monumen bahasa Afrikaans

edunitas.com


Page 11

Bahasa Afrikaans adalah Bahasa Jermanik Barat yang dituturkan di Afrika Selatan dan Namibia. Bahasa ini pada awal mulanya adalah dialek yang dituturkan oleh para pendatang Afrikaner dan budak yang dibawa ke kawasan Cape Town oleh Kompeni Hindia Belanda (bahasa Belanda: Verenigde Oost-Indische Compagnie - VOC) pada tahun 1652 dan 1705. Sebagian akbar pendatang ini berasal dari Perserikatan Provinsi (sekarang Belanda), namun ada juga pendatang dari Jerman, Perancis, Skotlandia dan beberapa negara lainnya. Para pekerja dan budak yang dibawa serta adalah orang-orang Melayu, orang-orang Khoi, dan Bushmen.

Penelitian oleh J. A. Heese menunjukan bahwa sampai tahun 1807, 39,8% nenek moyang dari penutur bahasa Afrikaans berkulit putih adalah orang Belanda, 35% Jerman, 14,6% Perancis, dan 7,2 persen orang berkulit non putih. Dialek tersebut dikenal sbg cape Dutch. Kemudian, bahasa Afrikaans juga dikenal sbg "bahasa Belanda Afrika" (bahasa Inggris: African Dutch). Afrikaans dianggap sbg Dialek Bahasa Belanda sampai dengan awal Zaman 20 ketika bahasa tersebut mulai dikenal sbg bahasa yang berlainan. Nama Afrikaans sebenarnya adalah istilah Bahasa Belanda untuk "Orang Afrika" atau "Bahasa Afrika".

Sejarah

Bahasa Afrikaans secara linguistik berkomunikasi tidak jauh dengan Bahasa Belanda zaman ke-17, dan Bahasa Belanda modern. Penutur kedua bahasa tersebut mampu saling paham tanpa kesukaran. Bahasa lain yang berkomunikasi dengan Bahasa Afrikaans adalah Bahasa Saksen Rendah yang dituturkan di Jerman utara dan Belanda, Bahasa Jerman, dan Bahasa Inggris. Kosa kata Cape Dutch semakin berlainan dengan kosakata Bahasa Belanda seiring kala berlangsung, karena kata-kata serapan yang diambil dari para pendatang Eropa lainnya, budak-budak India Timur, dan bahasa kawasan Afrika. Materi tercetak pada kalangan Afrikaner pada awal mulanya hanya memakai bahasa Belanda Eropa. Menjelang menengah zaman ke-19, makin banyak terbitan yang muncul dalam Bahssa Afrikaans, yang sedang dianggap sbg dialek pada kala itu. Buku tata bahasa dan kamus Bahasa Afrikaans pertama diterbitkan pada tahun 1875 oleh Genootskap vir Regte Afrikaners (Perkumpulan Afrikaner Asli) di Cape Town. Pada tahun 1925 Afrikaans diproklamasikan sbg bahasa yang berlainan dari bahasa Belanda. Sampai tanggal tersebut bahasa resmi di Uni Afrika Selatan adalah Bahasa Inggris dan Belanda. setelah itu, bahasa Belanda dialihkan dengan bahasa Afrikaans.


Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama
Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama
Bahasa Belanda di seluruh alam
Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama
Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama

Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama

Bahasa Belanda
*di Belanda
*di Belgia
*di Suriname
*di Antillen Belanda dan Aruba
**di Afrika Selatan
 
*di Walonia
*di Perancis
**di Guyana Perancis
*di Jerman
*di Amerika Serikat
*di Indonesia
*di Namibia
 
Bahasa Kreol Belanda:
Petjoh, Javindo, Negerhollands,

Bahasa Belanda-Berbices, (Bahasa Afrikaans)

Di samping kosakata, perbedaan sangat mendasar bahasa ini dari bahasa Belanda adalah tata bahasanya yang semakin teratur, yang mungkin adalah hasil dari interferensi mutual oleh Bahasa Kreol Belanda yang dituturkan sebanyak akbar penutur non-Belanda pada periode formasi bahasa tersebut pada menengah kedua zaman ke-17. Pada 1710, banyak budak melebihi pendatang baru, dan bahasa tersebut mengembang di antara penutur yang tak mencatat atau mempelajari semakin lanjut dialek baru mereka.

Ada beberapa teori tentang bagaimana Bahasa Afrikaans tercipta. Banyak ahli linguistik yakin bahwa Bahasa Afrikaans dipengaruhi oleh Bahasa Kreol yang didasarkan dari Dialek Belanda Selatan. Sangat susah namun untuk mencari kenal bagaimana pengaruh ini berlangsung mengingat hampir tak ada materi tertulis dalam Bahasa Kreol Belanda, hanya beberapa kalimat ditemukan pada buku yang tak berkomunikasi yang kebanyakan bukan ditulis oleh penutur Bahasa Afrikaans.

Walaupun banyak dari Kosakata Bahasa Afrikaans diambil dari Bahasa Belanda dialek Holland Selatan, Bahasa Afrikans juga mengandung kata yang diambil dari Bahasa Melayu, Bahasa Portugis, Bahasa Perancis, Bahasa Khoisan, Bahasa Inggris, Bahasa Xhosa dan banyak bahasa lainnya. Dengan itu banyak kata dalam Bahasa Afrikaans berlainan dari Bahasa Belanda, seperti contoh di bawah ini.

AfrikaansBelandaIndonesia (Melayu)
piesangbanaanpisang
lemoensinaasappeljeruk
suurlemoencitroenlimun
baieheel, ergbanyak
boontoetop, doodlopendbuntu

Lihat juga

  • Daftar Bahasa
  • Monumen bahasa Afrikaans

edunitas.com


Page 12

Bahasa Afrikaans adalah Bahasa Jermanik Barat yang dituturkan di Afrika Selatan dan Namibia. Bahasa ini pada awalnya adalah dialek yang dituturkan oleh para pendatang Afrikaner dan budak yang dibawa ke kawasan Cape Town oleh Kompeni Hindia Belanda (bahasa Belanda: Verenigde Oost-Indische Compagnie - VOC) pada tahun 1652 dan 1705. Sebagian akbar pendatang ini berasal dari Perserikatan Provinsi (sekarang Belanda), namun ada juga pendatang dari Jerman, Perancis, Skotlandia dan beberapa negara lainnya. Para pekerja dan budak yang dibawa serta adalah orang-orang Melayu, orang-orang Khoi, dan Bushmen.

Penelitian oleh J. A. Heese menunjukan bahwa sampai tahun 1807, 39,8% nenek moyang dari penutur bahasa Afrikaans berkulit putih adalah orang Belanda, 35% Jerman, 14,6% Perancis, dan 7,2 persen orang berkulit non putih. Dialek tersebut dikenal sebagai cape Dutch. Kemudian, bahasa Afrikaans juga dikenal sebagai "bahasa Belanda Afrika" (bahasa Inggris: African Dutch). Afrikaans dianggap sebagai Dialek Bahasa Belanda sampai dengan awal Zaman 20 ketika bahasa tersebut mulai dikenal sebagai bahasa yang berlainan. Nama Afrikaans sebenarnya adalah istilah Bahasa Belanda untuk "Orang Afrika" atau "Bahasa Afrika".

Sejarah

Bahasa Afrikaans secara linguistik berkomunikasi dekat dengan Bahasa Belanda zaman ke-17, dan Bahasa Belanda modern. Penutur kedua bahasa tersebut mampu saling paham tanpa kesukaran. Bahasa lain yang berkomunikasi dengan Bahasa Afrikaans adalah Bahasa Saksen Rendah yang dituturkan di Jerman utara dan Belanda, Bahasa Jerman, dan Bahasa Inggris. Kosa kata Cape Dutch semakin berlainan dengan kosakata Bahasa Belanda seiring saat berlangsung, karena kata-kata serapan yang diambil dari para pendatang Eropa lainnya, budak-budak India Timur, dan bahasa kawasan Afrika. Materi tercetak pada kalangan Afrikaner pada awalnya hanya memakai bahasa Belanda Eropa. Menjelang pertengahan zaman ke-19, makin banyak terbitan yang muncul dalam Bahssa Afrikaans, yang sedang dianggap sebagai dialek pada saat itu. Buku tata bahasa dan kamus Bahasa Afrikaans pertama diterbitkan pada tahun 1875 oleh Genootskap vir Regte Afrikaners (Perkumpulan Afrikaner Asli) di Cape Town. Pada tahun 1925 Afrikaans diproklamasikan sebagai bahasa yang berlainan dari bahasa Belanda. Sampai tanggal tersebut bahasa resmi di Uni Afrika Selatan adalah Bahasa Inggris dan Belanda. setelah itu, bahasa Belanda digantikan dengan bahasa Afrikaans.


Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama
Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama
Bahasa Belanda di seluruh alam
Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama
Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama

Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama

Bahasa Belanda
*di Belanda
*di Belgia
*di Suriname
*di Antillen Belanda dan Aruba
**di Afrika Selatan
 
*di Walonia
*di Perancis
**di Guyana Perancis
*di Jerman
*di Amerika Serikat
*di Indonesia
*di Namibia
 
Bahasa Kreol Belanda:
Petjoh, Javindo, Negerhollands,

Bahasa Belanda-Berbices, (Bahasa Afrikaans)

Di samping kosakata, perbedaan paling mendasar bahasa ini dari bahasa Belanda adalah tata bahasanya yang semakin teratur, yang mungkin adalah hasil dari interferensi mutual oleh Bahasa Kreol Belanda yang dituturkan sejumlah akbar penutur non-Belanda pada periode formasi bahasa tersebut pada pertengahan kedua zaman ke-17. Pada 1710, jumlah budak melebihi pendatang baru, dan bahasa tersebut mengembang di antara penutur yang tidak mencatat atau mempelajari semakin lanjut dialek baru mereka.

Ada beberapa teori tentang bagaimana Bahasa Afrikaans tercipta. Banyak ahli linguistik yakin bahwa Bahasa Afrikaans dipengaruhi oleh Bahasa Kreol yang didasarkan dari Dialek Belanda Selatan. Sangat susah namun untuk mencari kenal bagaimana pengaruh ini berlangsung mengingat hampir tidak ada materi tertulis dalam Bahasa Kreol Belanda, hanya beberapa kalimat ditemukan pada buku yang tidak berkomunikasi yang biasanya bukan ditulis oleh penutur Bahasa Afrikaans.

Walaupun banyak dari Kosakata Bahasa Afrikaans diambil dari Bahasa Belanda dialek Holland Selatan, Bahasa Afrikans juga mengandung kata yang diambil dari Bahasa Melayu, Bahasa Portugis, Bahasa Perancis, Bahasa Khoisan, Bahasa Inggris, Bahasa Xhosa dan banyak bahasa lainnya. Dengan itu banyak kata dalam Bahasa Afrikaans berlainan dari Bahasa Belanda, seperti contoh di bawah ini.

AfrikaansBelandaIndonesia (Melayu)
piesangbanaanpisang
lemoensinaasappeljeruk
suurlemoencitroenlimun
baieheel, ergbanyak
boontoetop, doodlopendbuntu

Lihat pula

  • Daftar Bahasa
  • Monumen bahasa Afrikaans

edunitas.com


Page 13

Bahasa Aceh adalah sebuah bahasa yang dituturkan oleh suku Aceh yang terdapat di wilayah pesisir, sebagian pedalaman dan sebagian kepulauan di Aceh. Bahasa Aceh termasuk dalam rumpun bahasa Chamic, cabang dari rumpun bahasa Melayu-Polinesia, cabang dari rumpun bahasa Austronesia.

Penggolongan

Bahasa Aceh termasuk dalam kumpulan bahasa Chamic, cabang dari rumpun bahasa Melayu-Polinesia, cabang dari rumpun bahasa Austronesia. Bahasa-bahasa yang ada kekerabatan terdekat dengan bahasa Aceh adalah bahasa Cham, Roglai, Jarai, Rade dan 6 bahasa lainnya dalam rumpun bahasa Chamic. Bahasa-bahasa lainnya yang juga berkerabat dengan bahasa Aceh adalah bahasa Melayu dan bahasa Minangkabau.

Persebaran

Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama

Persebaran bahasa Aceh di Aceh

Bahasa Aceh tersebar terutama di wilayah pesisir Aceh. Bahasa ini dituturkan di 10 kabupaten dan 4 kota di Aceh, yaitu:

Kota

  1. Sabang
  2. Banda Aceh
  3. Lhokseumawe
  4. Langsa

Pesisir Utara Timur

Pesisir Barat Selatan

Literatur

Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama

Hikayat Prang Sabi

Sampai saat ini manuskrip berbahasa Aceh tertua yang dapat ditemukan berasal dari tahun 1069 H (1658/1659 M) yaitu Hikayat Seuma'un.[2]

Sebelum penjajahan Belanda (1873 - 1942), hampir semua literatur berbahasa Aceh berwujud puisi yang dikenal dengan hikayat. Sedikit sekali yang berwujud prosa dan salah satunya adalah Kitab Bakeu Meunan yang adalah terjemahan kitab Qawaa'id al-Islaam.[3]

Sesudah kedatangan Belanda barulah muncul karya tulis berbahasa Aceh dalam wujud prosa yaitu pada tahun 1930-an, seperti Lhee Saboh Nang yang ditulis oleh Aboe Bakar dan De Vries.[4] Sesudah itu barulah muncul beruntun bermacam karya tulis berwujud prosa namun demikian sedang tetap didominasi oleh karya tulis berwujud hikayat.

Fonologi

Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama

Rambu peringatan tsunami dalam dua bahasa, yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Aceh

Berikut adalah fonem-fonem bahasa Aceh.

Vokal[5]
DepanTengahBelakangan
mulutsengaumulutsengaumulutsengau
Tertutupiĩɨɨ̃uũ
Tengah tertutupeɛ̃əʌ̃oɔ̃
Tengah bukaɛʌɔ
Buka  aã  

Vokal biasanya berada di pasangan mulut/sengau, walaupun hanya ada tiga vokal sengau menengah dan ada vokal oral menengah yang jumlahnya dua kali banyakan. /ʌ/ tak benar-benar di tengah, walaupun ditampilkan di sini karena argumen estetika. Demikian pula, /ɨ/ juga ditampilkan sebagai ([ɯ] yang lebih ke belakangan. Selain vokal monoftong di atas, bahasa Aceh juga ada 5 diftong oral, masing-masing dengan pasangan sengau:[6]

  • /iə ɨə uə ɛə ɔə/
  • /ĩə ɨ̃ə ũə ɛ̃ə ɔ̃ə/

/s/ adalah alveodental laminal. /ʃ/ secara teknis berupa post-alveolar tapi dikelompokkan dalam kolom langit-langit untuk argumen estetika.

Ejaan

Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama

Kamus bahasa Aceh-Indonesia.

Bahasa Aceh sudah mengalami berulang kali perubahan ejaan, mulai penggunaan huruf Arab, huruf Latin ejaan lama, dan sekarang adalah Ejaan Yang Disempurnakan. Berikut adalah pedoman ejaannya:[8][9]

  • E e ([ə]*
    Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama
    dibaca seperti huruf /e/ dalam kata "dekat". Contoh: le (banyak).
  • EU eu ([ɯ]*
    Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama
    tak ada padanannya dalam bahasa Indonesia. Contoh: eu (lihat).
  • È è ([ɛ]*
    Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama
    ) dibaca seperti huruf /e/ dalam kata "bebek". Contoh: pèng (uang), pèh (pukul/tumbuk), dan lain-lain.
  • É é ([e]*
    Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama
    ) dibaca seperti huruf /e/ dalam kata "kue". Contoh: lé (oleh).
  • Ë ë, tak ditemui padanannya dalam bahasa Indonesia.
  • Ö ö ([ʌ]*
    Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama
    ) dibaca seperti huruf vokal landasan /ɔ/, tetapi diceritakan dengan mulut buka. Contoh: mantöng (masih), böh (buang),
  • Ô ô ([o]*
    Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama
    ) dibaca seperti huruf /o/ dalam kata "soto", "foto", "tato". Contoh: bôh (taruh), sôh (tinju), tôh (mengeluarkan).
  • O o ([ɔ]*
    Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama
    ) dibaca seperti huruf /o/ dalam kata "tolong", "bom". Contoh: boh (buah), soh (kosong), toh (mana)

Huruf vokal sengau:

  • 'A 'a pengucapannya sengau seperti /a/ dalam kata “maaf”; contohnya: 'ap (suap), meu'ah (maaf)
  • 'I 'i pengucapannya sengau seperti /i/ dalam kata “angin”; contohnya: ca’ië (laba-laba), kh’iëng (busuk), dan lain-lain
  • 'U 'u pengucapannya sengau; contohnya: meu'uë (bajak),
  • 'È 'è pengucapannya sengau seperti /e/ dalam kata “pamer”; contohnya: pa‘è (tokek), meu‘èn (main)
  • 'O 'o pengucapannya sengau; contohnya: ma’op (hantu/untuk menakuti anak-anak)

Contoh

Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama

Terjemahan Al-Qur'an dalam bahasa Aceh.

  • Peue haba? = Apa kabar?
  • Haba gèt = Kabar baik.
  • Lôn piké geutanyoë han meureumpök lé = Saya kira kita takkan bertemu lagi.
  • Lôn jép ië u muda = Saya minum cairan kelapa muda.
  • Agam ngön inöng = pria dan wanita
  • Lôn = saya
  • Kah, droë , Gata = kamu, anda
  • H'an = tak
  • Na = ada
  • Pajôh = makan
  • Jih, dijih, gobnyan = dia, dia
  • Ceudah that gobnyan. = Tampan sekali dia.
  • Lôn meu'en bhan bak blang thô. = Saya melakukan permainan bola di sawah kering.

Galeri

Kepustakaan

Tautan luar

  • Bahasa Aceh di Ethnologue
  • Blog Berupaya bisa Bahasa Aceh
  • Meurunoe
  • Pusat literatur bahasa Aceh

edunitas.com


Page 14

Bahasa Aceh adalah sebuah bahasa yang dituturkan oleh suku Aceh yang terdapat di wilayah pesisir, sebagian pedalaman dan sebagian kepulauan di Aceh. Bahasa Aceh termasuk dalam rumpun bahasa Chamic, cabang dari rumpun bahasa Melayu-Polinesia, cabang dari rumpun bahasa Austronesia.

Penggolongan

Bahasa Aceh termasuk dalam kumpulan bahasa Chamic, cabang dari rumpun bahasa Melayu-Polinesia, cabang dari rumpun bahasa Austronesia. Bahasa-bahasa yang ada kekerabatan terdekat dengan bahasa Aceh adalah bahasa Cham, Roglai, Jarai, Rade dan 6 bahasa lainnya dalam rumpun bahasa Chamic. Bahasa-bahasa lainnya yang juga berkerabat dengan bahasa Aceh adalah bahasa Melayu dan bahasa Minangkabau.

Persebaran

Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama

Persebaran bahasa Aceh di Aceh

Bahasa Aceh tersebar terutama di wilayah pesisir Aceh. Bahasa ini dituturkan di 10 kabupaten dan 4 kota di Aceh, yaitu:

Kota

  1. Sabang
  2. Banda Aceh
  3. Lhokseumawe
  4. Langsa

Pesisir Utara Timur

Pesisir Barat Selatan

Literatur

Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama

Hikayat Prang Sabi

Sampai saat ini manuskrip berbahasa Aceh tertua yang dapat ditemukan berasal dari tahun 1069 H (1658/1659 M) yaitu Hikayat Seuma'un.[2]

Sebelum penjajahan Belanda (1873 - 1942), nyaris semua literatur berbahasa Aceh berwujud puisi yang dikenal dengan hikayat. Sedikit sekali yang berwujud prosa dan salah satunya adalah Kitab Bakeu Meunan yang adalah terjemahan kitab Qawaa'id al-Islaam.[3]

Sesudah kedatangan Belanda barulah muncul karya tulis berbahasa Aceh dalam wujud prosa yaitu pada tahun 1930-an, seperti Lhee Saboh Nang yang ditulis oleh Aboe Bakar dan De Vries.[4] Sesudah itu barulah muncul beruntun bermacam karya tulis berwujud prosa namun demikian sedang tetap didominasi oleh karya tulis berwujud hikayat.

Fonologi

Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama

Rambu peringatan tsunami dalam dua bahasa, yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Aceh

Berikut adalah fonem-fonem bahasa Aceh.

Vokal kebanyakan berada di pasangan mulut/sengau, walaupun hanya ada tiga vokal sengau menengah dan ada vokal oral menengah yang jumlahnya dua kali kebanyakan. /ʌ/ tak benar-benar di tengah, walaupun ditampilkan di sini karena argumen estetika. Demikian pula, /ɨ/ juga ditampilkan sebagai ([ɯ] yang semakin ke belakangan. Selain vokal monoftong di atas, bahasa Aceh juga ada 5 diftong oral, masing-masing dengan pasangan sengau:[6]

  • /iə ɨə uə ɛə ɔə/
  • /ĩə ɨ̃ə ũə ɛ̃ə ɔ̃ə/

/s/ adalah alveodental laminal. /ʃ/ secara teknis berupa post-alveolar tapi dikelompokkan dalam kolom langit-langit untuk argumen estetika.

Ejaan

Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama

Kamus bahasa Aceh-Indonesia.

Bahasa Aceh sudah mengalami berulang kali perubahan ejaan, mulai penggunaan huruf Arab, huruf Latin ejaan lama, dan sekarang adalah Ejaan Yang Disempurnakan. Berikut adalah pedoman ejaannya:[8][9]

  • E e ([ə]*
    Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama
    dibaca seperti huruf /e/ dalam kata "dekat". Contoh: le (banyak).
  • EU eu ([ɯ]*
    Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama
    tak ada padanannya dalam bahasa Indonesia. Contoh: eu (lihat).
  • È è ([ɛ]*
    Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama
    ) dibaca seperti huruf /e/ dalam kata "bebek". Contoh: pèng (uang), pèh (pukul/tumbuk), dan lain-lain.
  • É é ([e]*
    Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama
    ) dibaca seperti huruf /e/ dalam kata "kue". Contoh: lé (oleh).
  • Ë ë, tak ditemui padanannya dalam bahasa Indonesia.
  • Ö ö ([ʌ]*
    Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama
    ) dibaca seperti huruf vokal landasan /ɔ/, tetapi diceritakan dengan mulut buka. Contoh: mantöng (masih), böh (buang),
  • Ô ô ([o]*
    Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama
    ) dibaca seperti huruf /o/ dalam kata "soto", "foto", "tato". Contoh: bôh (taruh), sôh (tinju), tôh (mengeluarkan).
  • O o ([ɔ]*
    Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama
    ) dibaca seperti huruf /o/ dalam kata "tolong", "bom". Contoh: boh (buah), soh (kosong), toh (mana)

Huruf vokal sengau:

  • 'A 'a pengucapannya sengau seperti /a/ dalam kata “maaf”; contohnya: 'ap (suap), meu'ah (maaf)
  • 'I 'i pengucapannya sengau seperti /i/ dalam kata “angin”; contohnya: ca’ië (laba-laba), kh’iëng (busuk), dan lain-lain
  • 'U 'u pengucapannya sengau; contohnya: meu'uë (bajak),
  • 'È 'è pengucapannya sengau seperti /e/ dalam kata “pamer”; contohnya: pa‘è (tokek), meu‘èn (main)
  • 'O 'o pengucapannya sengau; contohnya: ma’op (hantu/untuk menakuti anak-anak)

Contoh

Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama

Terjemahan Al-Qur'an dalam bahasa Aceh.

  • Peue haba? = Apa kabar?
  • Haba gèt = Kabar patut.
  • Lôn piké geutanyoë han meureumpök lé = Saya kira kita takkan bertemu lagi.
  • Lôn jép ië u muda = Saya minum cairan kelapa muda.
  • Agam ngön inöng = pria dan wanita
  • Lôn = saya
  • Kah, droë , Gata = kamu, anda
  • H'an = tak
  • Na = ada
  • Pajôh = makan
  • Jih, dijih, gobnyan = dia, dia
  • Ceudah that gobnyan. = Tampan sekali dia.
  • Lôn meu'en bhan bak blang thô. = Saya memainkan permainan bola di sawah kering.

Galeri

Kepustakaan

Tautan luar

  • Bahasa Aceh di Ethnologue
  • Blog Berupaya bisa Bahasa Aceh
  • Meurunoe
  • Pusat literatur bahasa Aceh

edunitas.com


Page 15

Bahasa Aceh adalah sebuah bahasa yang dituturkan oleh suku Aceh yang terdapat di wilayah pesisir, sebagian pedalaman dan sebagian kepulauan di Aceh. Bahasa Aceh termasuk dalam rumpun bahasa Chamic, cabang dari rumpun bahasa Melayu-Polinesia, cabang dari rumpun bahasa Austronesia.

Penggolongan

Bahasa Aceh termasuk dalam kumpulan bahasa Chamic, cabang dari rumpun bahasa Melayu-Polinesia, cabang dari rumpun bahasa Austronesia. Bahasa-bahasa yang ada kekerabatan terdekat dengan bahasa Aceh adalah bahasa Cham, Roglai, Jarai, Rade dan 6 bahasa lainnya dalam rumpun bahasa Chamic. Bahasa-bahasa lainnya yang juga berkerabat dengan bahasa Aceh adalah bahasa Melayu dan bahasa Minangkabau.

Persebaran

Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama

Persebaran bahasa Aceh di Aceh

Bahasa Aceh tersebar terutama di wilayah pesisir Aceh. Bahasa ini dituturkan di 10 kabupaten dan 4 kota di Aceh, yaitu:

Kota

  1. Sabang
  2. Banda Aceh
  3. Lhokseumawe
  4. Langsa

Pesisir Utara Timur

Pesisir Barat Selatan

Literatur

Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama

Hikayat Prang Sabi

Sampai saat ini manuskrip berbahasa Aceh tertua yang dapat ditemukan berasal dari tahun 1069 H (1658/1659 M) yaitu Hikayat Seuma'un.[2]

Sebelum penjajahan Belanda (1873 - 1942), nyaris semua literatur berbahasa Aceh berwujud puisi yang dikenal dengan hikayat. Sedikit sekali yang berwujud prosa dan salah satunya adalah Kitab Bakeu Meunan yang adalah terjemahan kitab Qawaa'id al-Islaam.[3]

Sesudah kedatangan Belanda barulah muncul karya tulis berbahasa Aceh dalam wujud prosa yaitu pada tahun 1930-an, seperti Lhee Saboh Nang yang ditulis oleh Aboe Bakar dan De Vries.[4] Sesudah itu barulah muncul beruntun bermacam karya tulis berwujud prosa namun demikian sedang tetap didominasi oleh karya tulis berwujud hikayat.

Fonologi

Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama

Rambu peringatan tsunami dalam dua bahasa, yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Aceh

Berikut adalah fonem-fonem bahasa Aceh.

Vokal kebanyakan berada di pasangan mulut/sengau, walaupun hanya ada tiga vokal sengau menengah dan ada vokal oral menengah yang jumlahnya dua kali kebanyakan. /ʌ/ tak benar-benar di tengah, walaupun ditampilkan di sini karena argumen estetika. Demikian pula, /ɨ/ juga ditampilkan sebagai ([ɯ] yang semakin ke belakangan. Selain vokal monoftong di atas, bahasa Aceh juga ada 5 diftong oral, masing-masing dengan pasangan sengau:[6]

  • /iə ɨə uə ɛə ɔə/
  • /ĩə ɨ̃ə ũə ɛ̃ə ɔ̃ə/

/s/ adalah alveodental laminal. /ʃ/ secara teknis berupa post-alveolar tapi dikelompokkan dalam kolom langit-langit untuk argumen estetika.

Ejaan

Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama

Kamus bahasa Aceh-Indonesia.

Bahasa Aceh sudah mengalami berulang kali perubahan ejaan, mulai penggunaan huruf Arab, huruf Latin ejaan lama, dan sekarang adalah Ejaan Yang Disempurnakan. Berikut adalah pedoman ejaannya:[8][9]

  • E e ([ə]*
    Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama
    dibaca seperti huruf /e/ dalam kata "dekat". Contoh: le (banyak).
  • EU eu ([ɯ]*
    Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama
    tak ada padanannya dalam bahasa Indonesia. Contoh: eu (lihat).
  • È è ([ɛ]*
    Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama
    ) dibaca seperti huruf /e/ dalam kata "bebek". Contoh: pèng (uang), pèh (pukul/tumbuk), dan lain-lain.
  • É é ([e]*
    Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama
    ) dibaca seperti huruf /e/ dalam kata "kue". Contoh: lé (oleh).
  • Ë ë, tak ditemui padanannya dalam bahasa Indonesia.
  • Ö ö ([ʌ]*
    Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama
    ) dibaca seperti huruf vokal landasan /ɔ/, tetapi diceritakan dengan mulut buka. Contoh: mantöng (masih), böh (buang),
  • Ô ô ([o]*
    Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama
    ) dibaca seperti huruf /o/ dalam kata "soto", "foto", "tato". Contoh: bôh (taruh), sôh (tinju), tôh (mengeluarkan).
  • O o ([ɔ]*
    Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama
    ) dibaca seperti huruf /o/ dalam kata "tolong", "bom". Contoh: boh (buah), soh (kosong), toh (mana)

Huruf vokal sengau:

  • 'A 'a pengucapannya sengau seperti /a/ dalam kata “maaf”; contohnya: 'ap (suap), meu'ah (maaf)
  • 'I 'i pengucapannya sengau seperti /i/ dalam kata “angin”; contohnya: ca’ië (laba-laba), kh’iëng (busuk), dan lain-lain
  • 'U 'u pengucapannya sengau; contohnya: meu'uë (bajak),
  • 'È 'è pengucapannya sengau seperti /e/ dalam kata “pamer”; contohnya: pa‘è (tokek), meu‘èn (main)
  • 'O 'o pengucapannya sengau; contohnya: ma’op (hantu/untuk menakuti anak-anak)

Contoh

Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama

Terjemahan Al-Qur'an dalam bahasa Aceh.

  • Peue haba? = Apa kabar?
  • Haba gèt = Kabar patut.
  • Lôn piké geutanyoë han meureumpök lé = Saya kira kita takkan bertemu lagi.
  • Lôn jép ië u muda = Saya minum cairan kelapa muda.
  • Agam ngön inöng = pria dan wanita
  • Lôn = saya
  • Kah, droë , Gata = kamu, anda
  • H'an = tak
  • Na = ada
  • Pajôh = makan
  • Jih, dijih, gobnyan = dia, dia
  • Ceudah that gobnyan. = Tampan sekali dia.
  • Lôn meu'en bhan bak blang thô. = Saya memainkan permainan bola di sawah kering.

Galeri

Kepustakaan

Tautan luar

  • Bahasa Aceh di Ethnologue
  • Blog Berupaya bisa Bahasa Aceh
  • Meurunoe
  • Pusat literatur bahasa Aceh

edunitas.com


Page 16

Bahasa Aceh adalah sebuah bahasa yang dituturkan oleh suku Aceh yang terdapat di wilayah pesisir, sebagian pedalaman dan sebagian kepulauan di Aceh. Bahasa Aceh termasuk dalam rumpun bahasa Chamic, cabang dari rumpun bahasa Melayu-Polinesia, cabang dari rumpun bahasa Austronesia.

Penggolongan

Bahasa Aceh termasuk dalam kumpulan bahasa Chamic, cabang dari rumpun bahasa Melayu-Polinesia, cabang dari rumpun bahasa Austronesia. Bahasa-bahasa yang ada kekerabatan terdekat dengan bahasa Aceh adalah bahasa Cham, Roglai, Jarai, Rade dan 6 bahasa lainnya dalam rumpun bahasa Chamic. Bahasa-bahasa lainnya yang juga berkerabat dengan bahasa Aceh adalah bahasa Melayu dan bahasa Minangkabau.

Persebaran

Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama

Persebaran bahasa Aceh di Aceh

Bahasa Aceh tersebar terutama di wilayah pesisir Aceh. Bahasa ini dituturkan di 10 kabupaten dan 4 kota di Aceh, yaitu:

Kota

  1. Sabang
  2. Banda Aceh
  3. Lhokseumawe
  4. Langsa

Pesisir Utara Timur

Pesisir Barat Selatan

Literatur

Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama

Hikayat Prang Sabi

Sampai saat ini manuskrip berbahasa Aceh tertua yang dapat ditemukan berasal dari tahun 1069 H (1658/1659 M) yaitu Hikayat Seuma'un.[2]

Sebelum penjajahan Belanda (1873 - 1942), hampir semua literatur berbahasa Aceh berwujud puisi yang dikenal dengan hikayat. Sedikit sekali yang berwujud prosa dan salah satunya adalah Kitab Bakeu Meunan yang adalah terjemahan kitab Qawaa'id al-Islaam.[3]

Sesudah kedatangan Belanda barulah muncul karya tulis berbahasa Aceh dalam wujud prosa yaitu pada tahun 1930-an, seperti Lhee Saboh Nang yang ditulis oleh Aboe Bakar dan De Vries.[4] Sesudah itu barulah muncul beruntun bermacam karya tulis berwujud prosa namun demikian sedang tetap didominasi oleh karya tulis berwujud hikayat.

Fonologi

Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama

Rambu peringatan tsunami dalam dua bahasa, yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Aceh

Berikut adalah fonem-fonem bahasa Aceh.

Vokal[5]
DepanTengahBelakangan
mulutsengaumulutsengaumulutsengau
Tertutupiĩɨɨ̃uũ
Tengah tertutupeɛ̃əʌ̃oɔ̃
Tengah bukaɛʌɔ
Buka  aã  

Vokal biasanya berada di pasangan mulut/sengau, walaupun hanya ada tiga vokal sengau menengah dan ada vokal oral menengah yang jumlahnya dua kali banyakan. /ʌ/ tak benar-benar di tengah, walaupun ditampilkan di sini karena argumen estetika. Demikian pula, /ɨ/ juga ditampilkan sebagai ([ɯ] yang lebih ke belakangan. Selain vokal monoftong di atas, bahasa Aceh juga ada 5 diftong oral, masing-masing dengan pasangan sengau:[6]

  • /iə ɨə uə ɛə ɔə/
  • /ĩə ɨ̃ə ũə ɛ̃ə ɔ̃ə/

/s/ adalah alveodental laminal. /ʃ/ secara teknis berupa post-alveolar tapi dikelompokkan dalam kolom langit-langit untuk argumen estetika.

Ejaan

Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama

Kamus bahasa Aceh-Indonesia.

Bahasa Aceh sudah mengalami berulang kali perubahan ejaan, mulai penggunaan huruf Arab, huruf Latin ejaan lama, dan sekarang adalah Ejaan Yang Disempurnakan. Berikut adalah pedoman ejaannya:[8][9]

  • E e ([ə]*
    Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama
    dibaca seperti huruf /e/ dalam kata "dekat". Contoh: le (banyak).
  • EU eu ([ɯ]*
    Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama
    tak ada padanannya dalam bahasa Indonesia. Contoh: eu (lihat).
  • È è ([ɛ]*
    Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama
    ) dibaca seperti huruf /e/ dalam kata "bebek". Contoh: pèng (uang), pèh (pukul/tumbuk), dan lain-lain.
  • É é ([e]*
    Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama
    ) dibaca seperti huruf /e/ dalam kata "kue". Contoh: lé (oleh).
  • Ë ë, tak ditemui padanannya dalam bahasa Indonesia.
  • Ö ö ([ʌ]*
    Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama
    ) dibaca seperti huruf vokal landasan /ɔ/, tetapi diceritakan dengan mulut buka. Contoh: mantöng (masih), böh (buang),
  • Ô ô ([o]*
    Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama
    ) dibaca seperti huruf /o/ dalam kata "soto", "foto", "tato". Contoh: bôh (taruh), sôh (tinju), tôh (mengeluarkan).
  • O o ([ɔ]*
    Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama
    ) dibaca seperti huruf /o/ dalam kata "tolong", "bom". Contoh: boh (buah), soh (kosong), toh (mana)

Huruf vokal sengau:

  • 'A 'a pengucapannya sengau seperti /a/ dalam kata “maaf”; contohnya: 'ap (suap), meu'ah (maaf)
  • 'I 'i pengucapannya sengau seperti /i/ dalam kata “angin”; contohnya: ca’ië (laba-laba), kh’iëng (busuk), dan lain-lain
  • 'U 'u pengucapannya sengau; contohnya: meu'uë (bajak),
  • 'È 'è pengucapannya sengau seperti /e/ dalam kata “pamer”; contohnya: pa‘è (tokek), meu‘èn (main)
  • 'O 'o pengucapannya sengau; contohnya: ma’op (hantu/untuk menakuti anak-anak)

Contoh

Apakah yang dilakukan oleh BPUPKI ketika sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama

Terjemahan Al-Qur'an dalam bahasa Aceh.

  • Peue haba? = Apa kabar?
  • Haba gèt = Kabar baik.
  • Lôn piké geutanyoë han meureumpök lé = Saya kira kita takkan bertemu lagi.
  • Lôn jép ië u muda = Saya minum cairan kelapa muda.
  • Agam ngön inöng = pria dan wanita
  • Lôn = saya
  • Kah, droë , Gata = kamu, anda
  • H'an = tak
  • Na = ada
  • Pajôh = makan
  • Jih, dijih, gobnyan = dia, dia
  • Ceudah that gobnyan. = Tampan sekali dia.
  • Lôn meu'en bhan bak blang thô. = Saya melakukan permainan bola di sawah kering.

Galeri

Kepustakaan

Tautan luar

  • Bahasa Aceh di Ethnologue
  • Blog Berupaya bisa Bahasa Aceh
  • Meurunoe
  • Pusat literatur bahasa Aceh

edunitas.com


Page 17

Tags (tagged): Judul Topik (Artikel) 4, 4 April, 4 April Penerbangan 035, 4 BC, 4 Bintang Lagenda - Vol. 1 (album), 400 SM, 400-an SM, 401, 401 SM, 420-an SM, 421, 425, 4257 Ubasti, 455 SM, 456 SM, 457 SM, 458 SM, 480-an SM, 4805 Asteropaios, 480i, 480s BC


Page 18

Tags (tagged): Judul Topik (Artikel) 4, 4 April, 4 April Penerbangan 035, 4 BC, 4 Bintang Lagenda - Vol. 1 (album), 400 SM, 400-an SM, 401, 401 SM, 420-an SM, 421, 425, 4257 Ubasti, 455 SM, 456 SM, 457 SM, 458 SM, 480-an SM, 4805 Asteropaios, 480i, 480s BC


Page 19

Tags (tagged): 4 Title of articles, 4 large round PSSI Championship First Division 1983, 4 large round PSSI Championship First Division 1985, 4 November, 4 September, 4-cylinder engine, 40, 400, 405, 420 's BC, 427 BC, 43, 432, 46, 470, 476, 480, 4th century BC, 4th millennium BC


Page 20

Tags (tagged): 4 Title of articles, 4 large round PSSI Championship First Division 1983, 4 large round PSSI Championship First Division 1985, 4 November, 4 September, 4-cylinder engine, 40, 400, 405, 420 's BC, 427 BC, 43, 432, 46, 470, 476, 480, 4th century BC, 4th millennium BC


Page 21

Tags (tagged): D Title of articles, Dagoberto Fontes, Dahana, Dahomey, Dai Iswandi, Damarcus Beasley, Damarwulan, Damas, Damascus, dance Didong, dance jaipongan, dance Janger, dance Laweut, Daniel Alejandro Lembo Betancor, Daniel Alfei, Daniel Alves, Daniel Amokachi, Daniel Gygax, Daniel Hernandez Gimenez, Daniel Jara Martinez, Daniel Jarque


Page 22

Tags (tagged): D Title of articles, Dagoberto Fontes, Dahana, Dahomey, Dai Iswandi, Damarcus Beasley, Damarwulan, Damas, Damascus, dance Didong, dance jaipongan, dance Janger, dance Laweut, Daniel Alejandro Lembo Betancor, Daniel Alfei, Daniel Alves, Daniel Amokachi, Daniel Gygax, Daniel Hernandez Gimenez, Daniel Jara Martinez, Daniel Jarque


Page 23

Tags (tagged): C Title of articles, Cabinet Development I, Cabinet Dwikora II, Cabinet Dwikora III, cabinet Halim, Cagliari, Cagliari Calcio, Cahkwe, Cai, Cali, California, California Gurls, californium, Cameron Jerome, Cameroon, Cameroon Football Federation, Cameroon national football team, Campo Grande, Campo San Martino, Campobasso, Campodarsego


Page 24

Tags (tagged): C Title of articles, Cabinet Development I, Cabinet Dwikora II, Cabinet Dwikora III, cabinet Halim, Cagliari, Cagliari Calcio, Cahkwe, Cai, Cali, California, California Gurls, californium, Cameron Jerome, Cameroon, Cameroon Football Federation, Cameroon national football team, Campo Grande, Campo San Martino, Campobasso, Campodarsego


Page 25

Tags (tagged): B Title of articles, Bacterium, Bacukiki West, Parepare, Badajoz, Badakhshan Province, Badung Strait, Baduy, Baekje, Baerum, Bai'at 'Aqabah First, Bai'at 'Aqabah Second, Baichung Bhutia, Baihakki Khaizan, Balfour (Disambiguation), Balfour Declaration of 1917, Balfour, Ulu Ogan Histories, Balhae, Ballon dOr, Balloon, Balloon Soap, Balochistan (Pakistan)


Page 26

Tags (tagged): B Title of articles, Bacterium, Bacukiki West, Parepare, Badajoz, Badakhshan Province, Badung Strait, Baduy, Baekje, Baerum, Bai'at 'Aqabah First, Bai'at 'Aqabah Second, Baichung Bhutia, Baihakki Khaizan, Balfour (Disambiguation), Balfour Declaration of 1917, Balfour, Ulu Ogan Histories, Balhae, Ballon dOr, Balloon, Balloon Soap, Balochistan (Pakistan)