Apa arti kata kukuh dalam puisi Candi Borobudur


SEPULUH
panel relief kapal yang terpahat di dinding Candi Borobudur memunculkan spekulasi, Wangsa Sailendra dari Kerajaan Mataram Kuno merupakan pelaut yang tangguh. Jejak dinasti ini terentang dari Sumatera, Malaysia, hingga Thailand. Benarkah Mataram Kuno adalah sebuah kerajaan maritim seperti Sriwijaya?

Kapal kayu bertiang dua layar itu berdiri tegak di Museum Samuderaraksa di kawasan Candi Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Pertengahan Oktober lalu tidak banyak turis yang berkunjung ke museum itu. Hanya ada beberapa pelajar yang melihat-lihat foto ekspedisi Kapal Borobudur, nama kapal itu, yang pada tahun 2003 berlayar dengan rute Jakarta-Madagaskar-Cape Town-Ghana. Bagian dek kapal sama sekali tidak terjamah turis karena untuk naik ke atas kapal, pengunjung dikenai biaya Rp 100.000.

Kapal Borobudur dengan panjang 18,29 meter, lebar 4,50 meter, dan tinggi 2,25 meter buatan As’ad Abdullah, warga Pulau Pagerungan Kecil, Kabupaten Sumenep, Madura, itu ”dihidupkan” dari salah satu relief kapal yang terpahat di dinding Candi Borobudur, tepatnya relief di sisi utara candi. Di candi tersimpan 10 relief, berupa 6 kapal besar dan 4 kapal kecil. Kapal besar menggunakan layar (cadik), sedangkan kapal kecil menggunakan dayung.

Phillip Beale, mantan anggota Angkatan Laut Inggris, menggagas rekonstruksi kapal dari relief candi dari masa Wangsa Sailendra itu. Ia tiba di Borobudur tahun 1982 setelah lama mencari jejak kapal pada masa Nusantara masih berbentuk kumpulan kerajaan. Namun, dari banyak candi yang ia datangi, hanya Borobudur yang menyimpan bukti sebagian bentuk kapal di Nusantara.

Keberadaan relief kapal itu memunculkan dugaan bahwa pada masa Sailendra, dinasti yang membangun Borobudur, memiliki armada laut yang kuat. Keyakinan itu membuat Nick Burningham, arkeolog maritim dari Inggris, membantu Beale mewujudkan rekonstruksi kapal berbahan kayu. Ada dugaan Mataram Kuno adalah kerajaan maritim seperti Sriwijaya.

Anggapan itu ditampik Hasan Djafar, arkeolog, ahli epigrafi (ahli membaca tulisan di prasasti), dan ahli sejarah kuno. Hasan mengatakan, sejauh ini belum ada bukti otentik tentang Mataram sebagai kerajaan maritim. Relief kapal itu masih menyimpan misteri, apakah kapal-kapal itu benar milik Kerajaan Mataram atau hanya kapal kecil milik saudagar Jawa.

Mataram Kuno adalah kerajaan yang berbasis ekonomi agraris. Kondisi alam yang subur membuat kerajaan itu mengalami surplus pangan. Karena itu, Mataram mengembangkan perdagangan.

Apa arti kata kukuh dalam puisi Candi Borobudur

Apa arti kata kukuh dalam puisi Candi Borobudur
Lihat Foto

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO

Candi Borobudur

Untuk keperluan melayani saudagar dari daerah lain, Mataram membuka pelabuhan, terutama di pesisir utara Pulau Jawa, mulai dari Cirebon, Indramayu, Tegal, Pekalongan, dan lainnya.

Hasan cenderung menyebut kapal pada masa Mataram sebagai perahu karena ukurannya tak sebesar armada kapal milik kerajaan. Perahu-perahu yang datang, kata Hasan, berbentuk seperti relief di Borobudur, yaitu perahu dengan layar dan bercadik. Bentuk perahu seperti itu merupakan tradisi bangsa Austronesia sejak zaman prasejarah. Tidak heran, di daerah yang ada persebaran bangsa Austronesia berkembang perahu bercadik, mulai dari Langkawi, India, hingga ke Madagaskar dan Pasifik. ”Di Jawa pun berkembang perahu bercadik,” kata Hasan.

Perahu di relief Candi Borobudur bisa jadi milik pendatang yang berdagang ke Mataram. Ada pula kemungkinan perahu semacam itu dimiliki Kerajaan Mataram. ”Kalaupun Mataram punya kapal, sifatnya hanya untuk perdagangan jarak dekat,” ujar Hasan. Kapal pada masa Mataram untuk keperluan dagang, bukan untuk ekspansi maritim secara politik.

Bukti Mataram kerajaan agraris ada di beberapa prasasti. Ada ekstensifikasi sawah-sawah. Prasasti itu makin banyak ditemukan saat Mataram pindah ke Jawa Timur pada masa Empu Sendok dan Airlangga. Mataram membangun irigasi memanfaatkan Sungai Brantas dan Bengawan Solo. Mereka juga membuat waduk penampung air untuk pengairan pada musim kering.

Peran sungai

Peran sungai sangat penting pada masa itu. Selain untuk keperluan irigasi, sungai dimanfaatkan untuk pelayaran dan perdagangan lokal. Peran itu disebutkan di prasasti Kamalagyan tahun 1037 yang ditemukan di Dusun Klagen, Desa Tropodo, Kecamatan Krian, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Prasasti bertuliskan huruf berbahasa Jawa Kuno. Prasasti menyebutkan kota perdagangan dan pelabuhan terpenting pada waktu itu adalah Hujungaluh (Kediri).

Prasasti itu sebagai pertanda dibangun bendungan di Wringin Sapta oleh Raja Airlangga, raja Mataram saat ibu kota dipindah ke Kediri. Sebelum ada bendungan, disebut bahwa Sungai Brantas selalu banjir dan airnya meluap ke beberapa desa dan tanah perdikan.

”Penduduk desa yang sawahnya kebanjiran dan hancur amat bersenang hati karena sawah-sawah mereka dapat dikerjakan lagi berkat bendungan yang dibuat oleh raja,” demikian sebagian isi prasasti itu. Karena itu, warga menyebut bendungan di Wringin Sapta itu sebagai bendungan Sri Maharaja.

Apa arti kata kukuh dalam puisi Candi Borobudur

Apa arti kata kukuh dalam puisi Candi Borobudur
Lihat Foto

KOMPAS IMAGES/FIKRIA HIDAYAT

Wadirman, menyemprotkan cairan herbisida ke relief Candi Borobudur di Magelang, Jawa Tengah, Selasa (25/5/2010). Ia bertugas membersihkan candi dari serangan lumut yang dapat merusak batu candi. Pembersihan candi dilakukan secara berkala untuk menjaga kekuatan batu. Penyemprotan dengan cairan seperti ini dilakukan tiga kali dalam setahun.

Perdagangan di sekitar sungai membuat daerah sepanjang sungai dan muara sungai yang dekat dengan pantai menjadi maju. Dari tempat berdagang, muncul pedesaan lalu berubah menjadi kota pusat perdagangan seperti disebutkan dalam prasasti Telang (Wonogiri), prasasti Harinjing, dan juga Kamalagyan.

Peneliti utama dari Pusat Arkeologi Nasional (Pusarnas) masa klasik Hindu-Buddha, Bambang Budi Utomo, punya teori lain. Menurut dia, bisa jadi raja-raja dari Wangsa Sailendra sudah berlayar jauh hingga ke Sumatera, Malaysia, bahkan ke Thailand. Dugaan itu muncul karena ada bukti temuan arkeologis berupa arca-arca bergaya Sailendra yang berciri mahkota Bodhisatwa terbentuk dari rambut yang dipilin. ”Masa Mataram Hindu (kuno) kerajaannya memang bersifat agraris, tetapi segi kemaritiman juga diperhatikan,” kata Bambang.

Jika tidak diperhatikan, kata Bambang, tak akan ada arca-arca berlanggam Sailendra di Sumatera, Malaysia, hingga Thailand. ”Kalau sampai sejauh itu, artinya Sailendra punya armada kuat untuk mengarungi lautan,” ujar Bambang.

Bukti kuat raja Wangsa Sailendra sudah berlayar jauh tersurat di Prasasti Ligor bertahun 775 di Thailand selatan. Prasasti itu menyebutkan pembangunan Trisamaya Caitya (bangunan suci) untuk Padmapani, Wajrapani, dan Sakyamuni oleh raja Sailendra bernama Rakai Panangkaran yang disebut sebagai Wairiwirawimardhana (pembunuh musuh-musuh yang gagah berani). Prasasti itu ditemukan di Nakhon Sritammarat, di wihara bernama Vat Sema Muang.

”Keberadaan Wangsa Sailendra di negeri seberang bukan untuk penaklukan, melainkan membangun koalisi dagang,” kata Bambang. (Lusiana Indriasari)Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Editor: I Made Asdhiana

MAGELANG, KOMPAS.com - Menjadi anggota Kepolisian Republik Indonesia (Polri) tidak membatasi kreativitas seorang Ipda Kukuh Tirto Satrio Leksono untuk berkarya di bidang seni dan ekonomi kreatif. 

Kepala Unit Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Polres Magelang, Jawa Tengah, itu mampu mengembangkan seni batik dengan warna alami dari daun indigo yang nyaris punah di kawasan Candi Borobudur.

Tidak ada darah seni yang mengalir pada diri pria berusia 35 tahun itu. Semua berawal dari keprihatinan bahwa seni batik indigo sudah sulit bahkan tidak dapat ditemui di Candi Borobudur.

"Ada rasa enggak rela ketika tahu kalau batik indigo sudah punah, padahal dahulu mudah ditemui. Indigo dengan Candi Borobudur memiliki ikatan sejarah," ungkap Kukuh, mengawali berbincangan dengan Kompas.com di kantornya, di Polres Magelang, Minggu (1/7/2018).

Baca juga: Batik Indigo, Kekayaan Batik Klasik Indonesia

Informasi tentang batik warna daun indigo diketahui ketika ia mulai menggeluti dunia seni di Candi Borobudur. Barawal dari ketika bergabung dengan komunitas mobil, membangun homestay di Borobudur, lalu ikut komunitas seni rupa, teater, sampai sinematografi.

"Mulai intens di Borobudur tahun 2011-2012, sampai pada tahun 2015, saya mulai suka batik ketika mengantar tamu homestay keliling Borobudur, dari situ saya memperoleh pengetahuan bahwa warna daun indigo sudah punah," ungkap pria asal Kabupaten Kebumen itu.

Kukuh kemudian mencari tahu dan bereksperimen dengan warna daun indigo yang diambil dari seorang petani di Kabupaten Temanggung. Daun indigo berasal dari pohon indigo yang mirip dengan pohon kelor namun daunnya lebih kecil.

Prosesnya cukup lama untuk menjadi pewarna batik, mulai dari fermentasi, direndam di larutan air biasa, dicampur dengan air kapur, sampai dicampur dengan air gula atau tape.

"Saya 3 kali gagal bereksperimen, sampai akhirnya menghasilkan warna indigo yang khas yakni biru cerah, warna ini dianggap ningrat sebelum ada warna sintetis. Warna akan lebih cerah kalau pohonnya ditanam di aliran sungai kapur atau marmer," papar dia.

Kukuh mulai memberdayakan orang-orang disekitarnya untuk memproduksi batik indigo. Kreativitasnya membuahkan hasil setelah banyak kalangan yang menyukai batik karyanya.

Ia juga memprodukasi batik dengan pewarna alam lain seperti mahoni, jambal, daun mangga, bunga sumbo, yang banyak tumbuh di kawasan taman wisata Candi Borobudur.

Kukuh mengungkapkan, dirinya memproduksi batik dua jenis, yakni batik Tingal Laras yang diprosuksi dengan edisi terbatas. Batik ini lebih kepada media untuk menuangkan ide atau ekspresinya, biasanya dipakai untuk fine art atau dekorasi.

Baca juga: Mampir ke Kulon Progo, Wajib Borong Batik Khasnya

Selain itu, pihaknya juga membuat batik Samaratungga yang biasa dipakai untuk cinderamata tamu, karena motifnya relief Borobudur, ada unsur pohon kalpataru, pohon yang hampir ada di setiap relief candi di Indonesia. 

"Pohon Kalpataru adalah simbol ikatan emosional antar masyarakat di Jawa. Pohon ini menyimpan debit air banyak. Secara filosofi, mampu beri kehidupan lingkungan sekitar. Urip kudu urup," ungkap dia.

Apa arti kata kukuh dalam puisi Candi Borobudur

Apa arti kata kukuh dalam puisi Candi Borobudur
Lihat Foto

Dok Pribadi Ipda Kukuh

Ipda Kukuh Tirto Satrio Leksono (kanan) bersama Kapolres Magelang AKBP Hari Purnomo.

Bersama sang istri, Lidia Pustpita Kusuma dan tim, Kukuh ingin terus mengembangkan batik ini, sehingga menjadi ciri khas Candi Borobudur.

Kukuh merasa memiliki manfaat dari kegiatannya membatik, selain tambahan pendapatan juga sebagai sarana menuangkan inspirasi atau menuangkan ide yang tidak bisa diperoleh ketika bertugas menjadi anggota polisi.

Sampai saat ini, batiknya sudah diproduksi sampai ratusan jenis. Dia menargetkan bisa memproduksi 10 motif batik baru per bulan. Pangsa pasar tidak hanya turis-turis asing, tapi juga masyarakat pecinta batik Indonesia.

Harganya berkisar Rp 200.000-Rp 2,5 juta per batik. Keahlian menciptakan dan mengembangkan bisnis batik membuatnya kerap diundang untuk mengisi berbagai pelatihan.

Namun, Kukuh tidak pernah mengabaikan tugas utamanya menjadi abdi negara. Kegiatannya membatik dilakukannya usai berdinas.

Baca juga: Berburu Batik di Pasar Tiban Anne Avantie

"Saat ini, saya sedang memberdayakan ibu-ibu rumah tangga di pegunungan Menoreh, Desa Ngargoretno, Kecamatan Salaman, untuk membuat batik yang punya nilai jual. Setiap Jumat sore, saya mendampingi ibu-ibu," terang dia.

Dapat penghargaan

Kecintaannya pada seni batik mengantarkan Kukuh memperoleh penghargaan dari institusinya.

Antara lain penghargaan sebagai anggota polisi berprestasi dalam pengembangan ekonomi kreatif dari Kapolres Magelang AKBP Hari Purnomo, 2018. Lalu, memperoleh Bhayangkara Award Kapolda Jateng Irjen Polisi Condro Kirono tahun 2018, dan penghargaan lainnya.

"Institusi saya terus menyemangati anggotanya untuk berinovasi, melakukan kegiatan yang bermanfaat sepanjang tidak mengganggu pekerjaan, karena Polri butuh anggota yang punya niat baik mendekatkan Polri dan masyarakat di banyak bidang," tutur Kukuh.

Kompas TV

Permintaan sarung batik Kudus naik sejak sebulan sebelum Ramadan.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.