Ada hukuman bagi warga negara yang tidak melakukan pembelaan negara

Namun, rumusan pasal kewajiban bela negara dinilai tidak mengadopsi prinsip HAM secara utuh. Sebab, UU PSDN memungkinkan militer menguasai sumber daya selain manusia, padahal sumber daya buatan bukan milik negara.

Bacaan 2 Menit

Ada hukuman bagi warga negara yang tidak melakukan pembelaan negara

Ilustrasi: HGW

Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional (RUU PSDN) terkait penguatan sistem pertahanan negara telah disahkan menjadi UU. UU PSDN ini diarahkan untuk memperkuat sistem pertahanan dan keamanan negara sebagai upaya bela negara melalui penataan komponen utama (TNI) dan komponen cadangan dan pendukung (rakyat sipil).

Salah satu, materi muatan UU PSDN keikutsertaan warga negara dalam usaha bela negara melalui penetapan mobilisasi untuk memperbesar dan menguatkan komponen utama (TNI). Sebab, ancaman/gangguan nyata eksistensi keutuhan bangsa dan negara di abad sekarang sudah tidak mungkin diletakan hanya pada TNI. Karena itu, bagi warga negara yang berstatus komponen cadangan/pendukung jika tidak memenuhi panggilan mobilisasi dapat terancam hukuman pidana.

Dalam UU PSDN ini memuat 87 pasal, mulai mengatur ruang lingkup, tujuan, bela negara, hingga ketentuan pidana. UU ini secara eksplisit mengatur keharusan bagi setiap warga negara membela negara yang dibagi dalam tiga kategori. Pertama, komponen utama yang terdiri dari Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang disiapkan melaksanakan tugas pertahanan negara. Kedua, komponen cadangan yakni sumber daya nasional yang disiapkan dan dikerahkan melalui mobilisasi guna memperbesar dan memperkuat komponen utama.

Ketiga, komponen pendukung yakni sumber daya nasional untuk meningkatkan kekuatan dan kemampuan komponen utama dan komponen cadangan. Kegiatan mobilisasi dilakukan ketika Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dalam keadaan darurat militer. Selanjutnya, penetapan mobilisasi di tangan Presiden dengan terlebih dahulu meminta persetujuan DPR. Baca Juga: Begini Ratio Legis Disahkannya UU PSDN  

Mobilisasi ini diberlakukan terhadap komponen cadangan. Sementara bagi komponen pendukung yang dikenakan mobilisasi terlebih dahulu ditingkatkan statusnya menjadi komponen cadangan. Bagi komponen pendukung yang tidak ditingkatkan statusnya menjadi komponen cadangan wajib memberi dukungan saat mobilisasi yang dikoordinasikan kementerian/lembaga sesuai tugas dan fungsinya. Perlu dicatat, komponen pendukung ini bersifat nonkombatan.

Ada kata “wajib” dalam Pasal 66 ayat (1) UU PSDN, bagi komponen cadangan untuk memenuhi panggilan mobilisasi. Hal itu menunjukan adanya sanksi pidana bagi warga negara yang terpanggil masuk dalam komponen cadangan, tetapi mangkir dari mobilisasi. Pasal 77 UU PSDN mengatur tegas bagi setiap komponen cadangan yang mangkir dari mobilisasi bakal dijerat ancaman pidana penjara maksimal 4 tahun.

Pasal 66 ayat (1) UU PSDN

“Komponen cadangan yang berasal dari unsur warga negara wajib memenuhi panggilan untuk mobilisasi.”

Pasal 77 ayat (1) UU PSDN

“Setiap komponen cadangan yang dengan sengaja membuat dirinya tidak memenuhi panggilan mobilisasi atau melakukan tipu muslihat yang menyebabkan dirinya terhindar dari mobilisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun.”


Page 2

Namun, rumusan pasal kewajiban bela negara dinilai tidak mengadopsi prinsip HAM secara utuh. Sebab, UU PSDN memungkinkan militer menguasai sumber daya selain manusia, padahal sumber daya buatan bukan milik negara.

Bacaan 2 Menit

Selain itu, bagi setiap orang yang sengaja atau berkelit dengan tipu muslihat yang berujung komponen cadangan tidak memunuhi panggilan mobilisasi dipidana dengan penjara paling lama 2 tahun. Ancaman pun dapat menjerat setiap pemberi kerja dan/atau pengusaha  maupun lembaga pendidikan dengan sengaja memutus hubungan kerja atau hubungan pendidikan bagi calon komponen cadangan yang melaksanakan latihan dasar kemiliteran, dipidana penjara maksimal 2 tahun.

“Setiap pemberi kerja dan/atau pengusaha atau lembaga pendidikan yang dengan sengaja menyebabkan putusnya hubungan kerja atau hubungan pendidikan bagi komponen cadangan selama menjalani masa aktif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun,” demikian bunyi redaksional Pasal 78 ayat (2) UU PSDN.

Namun, bagi komponen cadangan yang gugur atau dinyatakan hilang dalam melaksanakan tugas mobilisasi akan diberikan penghargaan dan haknya sesuai peraturan perundangan yang berlaku. Sementara bagi tiap pemilik dan/atau pengelola sumber daya alam, sumber daya buatan, serta sarana dan prasarana nasional yang ditetapkan statusnya sebagai komponen cadangan wajib menyerahkan pemanfataannya bagi kepentingan mobilisasi.

Tidak mengadopsi HAM

Wakil Direktur Imparsial Gufron Mabruri menilai rumusan pasal kewajiban bela negara  tidak mengadopsi prinsip hak asasi manusia (HAM) secara utuh. Sebab, UU PSDN memungkinkan militer menguasai sumber daya selain manusia, padahal sumber daya buatan bukan milik negara.

Dia mengkritik pendaftaran komponen cadangan oleh warga negara bersifat sukarela. Namun pengaturan yang sama tidak diberlakukan pada komponen cadangan di luar manusia, berupa sumber daya alam dan sumber daya buatan. “Selain itu, UU ini justru mengancam adanya sanksi pidana terhadap anggota komponen cadangan ketika menolak panggilan mobilisasi,” ujarnya beberapa waktu lalu di Komplek Parlemen.

Berbeda, Direktur Eksekutif The Indonesian Democracy Initiative (TIDI) Arya Sandhiyudha mengaku khawatir terkait opsi komponen cadangan menolak mobilisasi. Menurutnya, ketika seseorang sudah masuk menjadi komponen cadangan dan terdapat mobilisasi, maka tak ada pilihan lain. Sebab, memenuhi panggilan mobilisasi satu-satunya pilihan. “Kalau nggak mau (mobilisasi) ya jangan daftar komponen cadangan,” ujarnya.

Menurutnya, mobilisasi dalam UU PSDN telah diatur sedemikian rupa yang diberlakukan jika negara hanya dalam keadaan darurat. Dalam pembahasan RUU antara Komisi I dan pemerintah menyepakati memasukan klausul mobilisasi yang dilakukan presiden dengan mendapat persetujuan DPR. “Prinsip sukarela sudah diakomodir. Pembatasan lain yang juga memenuhi unsur HAM adalah komponen cadangan sendiri memiliki batasan waktu, jadi tidak berlangsung terus-menerus,” katanya.

Ada hukuman bagi warga negara yang tidak melakukan pembelaan negara

PROGRAM bela negara yang digagas oleh pemerintah menuai pro dan kontra dalam masyarakat. Umumnya bela negara selalu dikaitkan dengan upaya mempertahankan negara dari ancaman serangan militer dari negara asing. Namun yang menjadi pertanyaan, mengapa wacana bela negara ini muncul di tengah kondisi keamanan negara yang kondusif seperti sekarang?

Pertanyaan publik semakin banyak karena warga negara yang dilibatkan dalam progra bela negara ini juga tidak tanggung-tanggung, yakni 100 juta orang dalam 10 tahun. Kewajiban bela negara berlaku bagi warga negara di bawah 50 tahun dan pendidikan kewarganegaraan sedari TK hingga perguruan tinggi.

Pihak yang pro menanggapi bela negara sebagai momen untuk menunjukkan semangat patriotik melawan serangan dari luar.Sebaliknya, yang kontra menganggap momen bela negara sebagai upaya mobilisasi negara untuk melibatkan rakyat ke dalam perang.

Persepsi bahwa bela negara identik dengan perang telah menjebak pemahaman bela negara sama dengan wajib militer. Bela negara tidak diwajibkan kepada seluruh warga negara dan lebih diorientasikan untuk memupuk rasa nasionalisme dan patriotisme.Selain itu bela negara bersifat sukarela sedangkan wajib militer merupakan ikatan dinas.

Selanjutnya wajib militer merupakan kewajiban yang ditetapkan oleh negara kepada seluruh rakyat dengan batasan usia tertentu. Wajib militer memang diorientasikan sebagai persiapan untuk menghadapi perang secara nyata. Asumsinya, negara sedang berada dalam ancaman perang dengan negara lain sehingga setiap warga negara dipanggil untuk mempertahankan negara melalui kegiatan wajib militer.

Saat ini bela negara dimaksudkan untuk memperkuat rasa nasionalisme dan semangat patriotisme warga negara Indonesiaditengah ancaman bagi bangsa saat iniberupa kejahatan terorisme internasional dan nasional, aksi kekerasan berbau SARA, pelanggaran wilayah negara baik di darat, laut, udara, dan luar angkasa, gerakan separatisme, kejahatan dan gangguan lintas negara, dan perusakan lingkungan.

Melalui bela negara ini, diharapkan, dalam setiap diri warga negara akan tumbuh sikap dan perilaku warga negara yang teratur, menyeluruh, terpadu dan berlanjut yang dilandasi oleh kecintaan pada tanah air, kesadaran berbangsa dan bernegara serta keyakinan akan pancasila sebagai ideologi negara guna menghadapi ancaman baik yang berasal dari luar maupun dari dalam negeri yang membahayakan dan mengancam kedaulatan baik kedaulatan di bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan negara.

Konsep bela negara sendiri mengandung arti keikutsertaan dalam pertahanan negara, yang meliputi: mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa dari segala ancaman. Sedangkan wujud pembelaan terhadap negara berupa hak dan kewajiban melalui pendidikan kewarganegaraan, pengabdian sebagai prajurit TNI dan pengabdian sesuai profesi.

Empat Argumentasi

Terdapat beberapa perspektif alasan negara perlu dibela oleh warganegaranya, yaitu: Pertama, berdasarkan teori dan tujuan negara. Alasan ini sangat erat kaitannya dengan tujuan akhir negara yaitu untuk menciptakan kebahagiaan bagi rakyatnya (bonum publicum, common good, common weal). Dengan kata lain negara didirikan untuk menyejahterakan warganya. Jadi sudah seharusnya demi untuk mewujudkan cita-cita bersama dalam bernegara setiap warga negara bersedia membela negaranya karena untuk kepentingan dirinya dan sesamanya.

Kedua, berdasarkan pada pemikiran rasional. Aspek pertahanan merupakan faktor penting dalam menjamin kelangsungan hidup Negara. Tanpa kemampuan mempertahankan diri, suatu negara tidak akan dapat mempertahankan keberadaan atau eksistensinya.

Ketiga,kontrak sosial, bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945 bertekad bulat untuk membela, mempertahankan, dan menegakkan kemerdekaan, serta kedaulatan negara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Keempat, pertimbangan moral, kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.

Kelima, ketentuan hukum atau yuridis, meliputi 1) UUD 1945 Pasal 27 Ayat (3): “Bahwa tiap warga Negara behak dan wajib ikut serta dalam upaya bela Negara”, 2) UUD 1945 Pasal 30 Ayat (1) dan (2) “”Bahwa tiap warga Negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha Pertahanan dan Keamanan Negara, dan Usaha Pertahanan dan Keamanan Negara dilaksanakan melalui Sistem Pertahanan dan Keamanan Rakyat Semesta oleh TNI dan Kepolisian sebagai Komponen Utama, Rakyat sebagai Komponen Pendukung.

Selain itu (3) UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Pasal 6B :” Setiap Warga Negara wajib ikut serta dalam upaya pembelaan Negara, sesuai dengan ketentuan yang berlaku”, 4) UU No.3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara Pasal 9 Ayat (1) “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya Bela Negara ysng diwujudkan dalam Penyelenggaraan Pertahanan Negara”, dan 5) UU No.3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara Pasal 9 Ayat (2) “Keikutsertaan warga negara dalam upaya bela negara dimaksud ayat (1) diselenggarakan melalui pendidikan kewarganegaraan, pelatihan dasar kemiliteran, pengabdian sebagai prajurit TNI secara sukarela atau wajib dan pengabdian sesuai dengan profesi (Cholisin, 2007).

Hak dan Kewajiban

Oleh karena itulah setiap warga negara Indonesia dengan hak dan kewajiban yang sama, dapat berperan aktif dalam melaksanakan bela negara. Tentara dan masyarakat sipil merupakan sumber daya manusia yang menjadi komponen terpenting dalam sistem pertahanan nasional, yaitu pertahanan dan keamanan rakyat semesta.

Sistem pertahanan ini menempatkan TNI dan Polri sebagai komponen utama dan rakyat sebagai komponen pendukung.Mengakhiri polemik yang terjadi sudah seyogyanya pemerintah segera menyusun Rancangan UU tentang Komponen Pendukung Pertahanan Negara yang akan menjadi payung hukum mobilisasi warga sipil untuk kepentingan bela negara.

Selain itu wacana bela negara ini harus tetap berpegang teguh pada prinsip-peinsip demokrasi, HAM, dan kesejahteraan umum.Prinsip demokrasi mengharuskan setiap tindakan pemerintah dalam pelaksanaan pertahananharus sejalan dengan aspirasi rakyat dan melalui persetujuan rakyat melalui DPR.

Prinsip HAM mengharuskan bahwa kegiatan initidak melanggar HAM dengan alasan apapun. Prinsip kesejahteraan umum, mengandung makna bahwa kegiatan ini tidak menjadikan rakyat semakin menderita. Oleh karena itu, kalaupun harus dijalankan program bela negara perlu dibarengi dengan program pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Martien Herna Susanti, dosen Jurusan Ilmu Politik Universitas Negeri Semarang