Jelaskan gagasan dasar negara yang disampaikan oleh muhammad yamin pada sidang bpupki 29 mei 1945

Tokoh Hukum Kemerdekaan

19 Agustus 2021

Muhammad Yamin salah satu tokoh bangsa yang juga berperan besar meletakkan dasar-dasar konstitusional negara Indonesia pada masa menjelang dan awal kemerdekaan RI.

Bacaan 6 Menit

Jelaskan gagasan dasar negara yang disampaikan oleh muhammad yamin pada sidang bpupki 29 mei 1945

M Yamin. Ilustrasi: MYP

Setiap momentum peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia (RI) pada 17 Agustus, teringat peran besar Mr. Muhammad Yamin, salah satu peletak dasar negara bangsa ini bersama Ir. Soekarno dan Mr. Soepomo (founding fathers). Muhammad Yamin yang resmi diberi gelar pahlawan nasional pada 6 November 1973 ini berperan besar meletakkan dasar-dasar konstitusional negara Indonesia pada masa menjelang dan awal kemerdekaan RI.

Hal ini tercatat dalam sejarah ketika rapat-rapat di Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang diketuai Dr. Radjiman Wediodiningrat pada periode Mei-Juni 1945, di mana ketiga tokoh pendiri bangsa itu duduk sebagai anggota. Mengutip buku karangan Restu Gunawan berjudul Muhammad Yamin: Dan Cita-Cita Persatuan Indonesia (2005), dalam rapat BPUPKI pada 29 Mei 1945 kala membahas dasar negara Indonesia Merdeka, Muhammad Yamin menyampaikan pendapatnya yang mengerucut pada usulan asas dasar negara Indonesia yakni Peri Kebangsaan; Peri Kemanusiaan; Peri Ketuhanan; Peri Kerakyatan; dan Kesejahteraan Rakyat.

Dalam sidang BPUPKI 31 Mei dan 1 Juni 1945, Soepomo dan Soekarno juga menyampaikan pendapatnya serta beberapa anggota BPUPKI lainnya. Pada 1 Juni 1945, Soekarno dalam pidatonya menyampaikan prinsip kebangsaan (nasionalisme), internasionalisme (perikemanusiaan), mufakat (demokrasi), kesejahteraan, dan ketuhanan yang kemudian disebut Pancasila. “Sila artinya asas atau dasar di atas kelima dasar itulah kita mendirikan negara Indonesia. Penamaan Pancasila ini atas petunjuk seorang teman yang ahli bahasa,” ujar Soekano kala itu.

Belakangan teman yang dimaksud baru diungkap Soekarno bernama Muhammad Yamin pada tahun 1966. Yamin menyumbang kata “sila” untuk rumusan Soekarno. Sedangkan kata “panca” dari Soekarno sendiri. Yamin - yang tergabung dalam Panitia 9 bersama Mohammad Hatta, Soekarno, Soebarjo, AA Maramis, Kiai Abdul Kahar Moezakir, Wachid Hasjim, Abikoesno Tjokrosoejono, Haji Agus Salim - turut merumuskan dasar negara Indonesia yang kemudian diberi nama “Piagam Jakarta” pada 22 Juni 1945.

Lalu, Rumusan Piagam Jakarta dalam Sila Pertama yang berbunyi “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya” mendapat protes sejumlah tokoh dari wilayah Indonesia bagian timur. Alhasil, atas dasar kompromi golongan Islam dan nasionalis disepakati rumusan Sila Pertama berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa” hingga akhirnya Pancasila dengan lima silanya itu disahkan dalam sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) bersama rumusan UUD 1945, pada 18 Agustus 1945.

Ada cerita menarik ketika Muhammad Yamin tidak dimasukkan dalam Panitia Perancang UUD oleh Ketua BPUPKI. Keputusan ini menuai protes dari sejumlah anggota BPUPKI, salah satunya Soekarno. Mereka menganggap Muhammad Yamin lebih pantas masuk Panitia Perancang UUD ketimbang masuk Panitia Keuangan dan Perekonomian. Seperti diketahui, Muhammad Yamin merupakan sarjana hukum bergelar Meester in de Rechten (Mr) dari Recht Hogeschool pada tahun 1932.

“… Mohon dengan hormat supaya anggota Tuan Yamin ditambahkan kepada kami, sebab kami anggap beliau salah satu ahli UUD atau hukum dasar yang pikirannya perlu kami pakai,” demikian usulan yang disampaikan Soekarno kepada Ketua BPUPKI Radjiman seperti diulas dalam buku Muhammad Yamin: Dan Cita-Cita Persatuan Indonesia. Tapi usulan ini ditolak.


Page 2

Tokoh Hukum Kemerdekaan

19 Agustus 2021

Muhammad Yamin salah satu tokoh bangsa yang juga berperan besar meletakkan dasar-dasar konstitusional negara Indonesia pada masa menjelang dan awal kemerdekaan RI.

Bacaan 6 Menit

Namun, setelah dibentuk PPKI pada 7 Agustus 1945, PPKI menunjuk 7 orang anggota Komisi yang didalamnya ada Mr. Muhammad Yamin bersama Soekarno, Mohammad Hatta, Mr. Soepomo, Subardjo, Otto Iskandardinata, dan Mr. Wongsonegoro. Tugas Komisi ini melakukan perubahan-perubahan terakhir (finalisasi, red) yang diperlukan dalam UUD Negara RI yang sebagian besar sudah disusun dalam sebulan terakhir. Kemudian, UUD yang diberi nama UUD 1945 ini disahkan dalam sidang PPKI pada 18 Agustus 1945.

Baca:

Membanding UU

Dalam risalah sidang-sidang BPUPKI dan PPKI, Muhammad Yamin pun dikenal sebagai tokoh yang menggagas pentingnya lembaga judicial review (uji materi) terhadap produk undang-undang (UU). Dia mengusulkan agar kepada Mahkamah Agung, yang awalnya disebut Balai Agung, diberi kewenangan untuk “membanding undang-undang” (judicial review). Tapi, usulan Muhammad Yamin ini tidak dapat diterima dalam rapat BPUPKI atau PPKI.

Soepomo menyampaikan keberatannya dengan dua alasan. Pertama, UUD 1945 dibangun menurut prinsip-prinsip yang tidak didasarkan atas teori trias politica (pemisahan kekuasaan) Montesquieu. Kedua, jumlah sarjana hukum masa awal kemerdekaan belum cukup untuk menjalankan tugas membanding undang-undang seperti yang dimaksud Muhammad Yamin.

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Andalas Prof Saldi Isra menerangkan Soepomo beralasan saat itu pengujian undang-undang hasil kerja lembaga legislatif belum layak karena jumlah ahli hukum di Indonesia masih sedikit. Soepomo juga beralasan panitia penyusun konstitusi sudah sepakat sistem ketatanegaraan yang dianut bukan pemisahan kekuasaan ala Montesquieu, sehingga tak mungkin memberikan kewenangan kepada satu cabang kekuasaan untuk membatalkan produk cabang kekuasaan lain.

“Yamin melihat pentingnya checks and balances antar lembaga negara (saat itu, red),” ujar Prof Saldi Isra di sela-sela “Konperensi Pemikiran Soepomo dan Yamin” yang diselenggarakan Pusat Kajian Tokoh dan Pemikiran dengan FH Unisba di Bandung, 2015 silam.

Karena itu, ia mengusulkan agar Balai Agung tak hanya melaksanakan kekuasaan kehakiman, tapi juga harus bisa membanding undang-undang produk DPR jika undang-undang itu melanggar konstitusi. Balai Agung yang dimaksud Yamin adalah Mahkamah Agung.


Page 3

Tokoh Hukum Kemerdekaan

19 Agustus 2021

Muhammad Yamin salah satu tokoh bangsa yang juga berperan besar meletakkan dasar-dasar konstitusional negara Indonesia pada masa menjelang dan awal kemerdekaan RI.

Bacaan 6 Menit

Sebaliknya, Soepomo khawatir jika diberi wewenang pengujian itu akan muncul kesan Balai Agung lebih tinggi dibanding legislatif dan eksekutif. Padahal sistem ketatanegaraan yang sudah disepakati para pendiri negara, eksekutif, legislatif, dan yudikatif sama-sama lembaga tinggi negara. Kedaulatan tertinggi ada di tangan rakyat dan dilaksanakan oleh MPR.

Gagasan Yamin itu awalnya memang tidak mendapat tempat dalam konstitusi, UUD 1945. Sebab, Balai Agung (Mahkamah Agung) tak diberi wewenang “membanding undang-undang” produk DPR. Tapi, puluhan tahun kemudian, gagasan Yamin itu diperlukan dan kemudian diakomodir dalam sistem ketatanegaraan Indonesia melalui Amandemen UUD 1945 pada periode 1999-2002.

Pasal 24C UUD Tahun 1945 mengamanatkan pembentukan lembaga baru yakni Mahkamah Konstitusi (MK), yang salah satunya berwenang menguji undang-undang terhadap UUD Tahun 1945 dan pelaksanaannya melalui berlakunya UU No.24 Tahun 2003 tentang MK. Demikian pula, Mahkamah Agung (MA) yang diberi wewenang melakukan pengujian peraturan di bawah UU terhadap undang-undang sebagaimana diamanatkan Pasal 24A UUD Tahun 1945.

Memiliki banyak talenta

Sejarawan LIPI, Asvi Warman Adam, dalam artikelnya berjudul “Posisi M Yamin dalam Sejarah Indonesia” (2009), melihat Muhammad Yamin yang lahir di Talawi, Sawahlunto, 23 Agustus 1903 dan wafat pada 17 Oktober 1962, adalah pribadi yang punya kemampuan besar dan cita-cita besar. Selain tokoh pergerakan nasional, Yamin memiliki banyak talenta yakni pemikir sejarah (sejarawan), sastrawan, ahli bahasa, politisi, dan ahli hukum, menguasai perundang-undangan serta ikut menata bidang pendidikan dan keguruan.

Tak heran pada masa setelah kemerdekaan, Yamin pernah memangku beberapa jabatan penting antara lain anggota DPR sejak tahun 1950; Menteri Kehakiman periode 1951-1952; Menteri Pengajaran, Pendidikan, dan Norma Budaya Istiadat periode 1953–1955; Menteri Urusan Sosial dan Norma Budaya Istiadat periode 1959-1960; Ketua Dewan Perancang Nasional pada 1962; dan lain-lain.

Masih menurut buku Restu Gunawan berjudul Muhammad Yamin: Dan Cita-Cita Persatuan Dikisahkan kiprah Yamin sebagai Menteri Kehakiman pada periode 1951-1952. Kala itu, Yamin diwarisi untuk mengurusi 17 ribu tahanan dari kabinet sebelumnya. Kebanyakan dari tahanan itu ditahan tanpa proses persidangan sejak 1949 karena dicap komunis atau sosialis. Kala itu, Yamin berani membebaskan 950 tapol yang ditahan tanpa proses penuntutan.

Advokat Senior, Adnan Buyung Nasution adalah salah seorang yang menyaksikan keberanian Yamin itu. Yang pertama dia lakukan ketika menjadi Menteri Kehakiman adalah membebaskan semua tahanan politik. “Dia anti subversif karena orang-orang ditangkap tanpa ada alasan yang jelas,” ungkap Buyung kepada Hukumonline pada September 2009 silam.


Page 4

Tokoh Hukum Kemerdekaan

19 Agustus 2021

Muhammad Yamin salah satu tokoh bangsa yang juga berperan besar meletakkan dasar-dasar konstitusional negara Indonesia pada masa menjelang dan awal kemerdekaan RI.

Bacaan 6 Menit

Yamin lalu diserang Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) gara-gara kebijakannya itu. Satu kalimat tegas yang dilontarkan Yamin yang masih terngiang dalam ingatan Buyung. “Saya tanggung jawab”. Akhirnya, tanpa grasi atau remisi, Yamin tetap membebaskan orang-orang yang belum dinyatakan terbukti bersalah dalam proses peradilan itu.

Pakar Hukum Tata Negara Prof HR Sri Soemantri Martosoewigjo pun punya kesan terhadap Muhammad Yamin yang pernah bersama-sama menjadi Anggota Badan Konstituante periode 1956-1959 yang bertugas untuk menggantikan Undang-Undang Dasar Sementara 1950. Di sela-sela perhelatan “Anugerah Konstitusi Muhammad Yamin 2014” yang digelar di Sawahlunto Sumatera Barat, Sabtu (31/5/2014) silam, Prof Sri Soemantri mengingatkan sosok Muhammad Yamin sebagai tokoh yang serba bisa.

Yamin pernah mengenyam pendidikan Hollandsch Inlandsche School (HIS), Algemeene Middelbare School (AMS), Recht Hogeschool, dan Sekolah Dokter Hewan di Bogor. “Selain ahli hukum, dia punya perhatian pada sejarah, kesusasastraan. Saya terkesan dengan syair-syair yang dia ciptakan,” kata Sri kagum. (Baca Juga: Cerita Tentang Pak Sri dan Pak Yamin)

“Saat itu, saya menjadi Anggota Konstituante termuda (29), Yamin sudah politisi kawakan. Saya teringat saat ada wartawan Amerika meminta wawancara dengan Yamin, tetapi karena tidak bisa, digantikan Guru Besar UI Prof Sudiman,” kenang Guru Besar Emeritus Fakultas Hukum Universitas Padjajaran saat itu.


Page 5

Tokoh Hukum Kemerdekaan

19 Agustus 2021

Muhammad Yamin salah satu tokoh bangsa yang juga berperan besar meletakkan dasar-dasar konstitusional negara Indonesia pada masa menjelang dan awal kemerdekaan RI.

Bacaan 6 Menit

Jelaskan gagasan dasar negara yang disampaikan oleh muhammad yamin pada sidang bpupki 29 mei 1945

M Yamin. Ilustrasi: MYP

Setiap momentum peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia (RI) pada 17 Agustus, teringat peran besar Mr. Muhammad Yamin, salah satu peletak dasar negara bangsa ini bersama Ir. Soekarno dan Mr. Soepomo (founding fathers). Muhammad Yamin yang resmi diberi gelar pahlawan nasional pada 6 November 1973 ini berperan besar meletakkan dasar-dasar konstitusional negara Indonesia pada masa menjelang dan awal kemerdekaan RI.

Hal ini tercatat dalam sejarah ketika rapat-rapat di Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang diketuai Dr. Radjiman Wediodiningrat pada periode Mei-Juni 1945, di mana ketiga tokoh pendiri bangsa itu duduk sebagai anggota. Mengutip buku karangan Restu Gunawan berjudul Muhammad Yamin: Dan Cita-Cita Persatuan Indonesia (2005), dalam rapat BPUPKI pada 29 Mei 1945 kala membahas dasar negara Indonesia Merdeka, Muhammad Yamin menyampaikan pendapatnya yang mengerucut pada usulan asas dasar negara Indonesia yakni Peri Kebangsaan; Peri Kemanusiaan; Peri Ketuhanan; Peri Kerakyatan; dan Kesejahteraan Rakyat.

Dalam sidang BPUPKI 31 Mei dan 1 Juni 1945, Soepomo dan Soekarno juga menyampaikan pendapatnya serta beberapa anggota BPUPKI lainnya. Pada 1 Juni 1945, Soekarno dalam pidatonya menyampaikan prinsip kebangsaan (nasionalisme), internasionalisme (perikemanusiaan), mufakat (demokrasi), kesejahteraan, dan ketuhanan yang kemudian disebut Pancasila. “Sila artinya asas atau dasar di atas kelima dasar itulah kita mendirikan negara Indonesia. Penamaan Pancasila ini atas petunjuk seorang teman yang ahli bahasa,” ujar Soekano kala itu.

Belakangan teman yang dimaksud baru diungkap Soekarno bernama Muhammad Yamin pada tahun 1966. Yamin menyumbang kata “sila” untuk rumusan Soekarno. Sedangkan kata “panca” dari Soekarno sendiri. Yamin - yang tergabung dalam Panitia 9 bersama Mohammad Hatta, Soekarno, Soebarjo, AA Maramis, Kiai Abdul Kahar Moezakir, Wachid Hasjim, Abikoesno Tjokrosoejono, Haji Agus Salim - turut merumuskan dasar negara Indonesia yang kemudian diberi nama “Piagam Jakarta” pada 22 Juni 1945.

Lalu, Rumusan Piagam Jakarta dalam Sila Pertama yang berbunyi “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya” mendapat protes sejumlah tokoh dari wilayah Indonesia bagian timur. Alhasil, atas dasar kompromi golongan Islam dan nasionalis disepakati rumusan Sila Pertama berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa” hingga akhirnya Pancasila dengan lima silanya itu disahkan dalam sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) bersama rumusan UUD 1945, pada 18 Agustus 1945.

Ada cerita menarik ketika Muhammad Yamin tidak dimasukkan dalam Panitia Perancang UUD oleh Ketua BPUPKI. Keputusan ini menuai protes dari sejumlah anggota BPUPKI, salah satunya Soekarno. Mereka menganggap Muhammad Yamin lebih pantas masuk Panitia Perancang UUD ketimbang masuk Panitia Keuangan dan Perekonomian. Seperti diketahui, Muhammad Yamin merupakan sarjana hukum bergelar Meester in de Rechten (Mr) dari Recht Hogeschool pada tahun 1932.

“… Mohon dengan hormat supaya anggota Tuan Yamin ditambahkan kepada kami, sebab kami anggap beliau salah satu ahli UUD atau hukum dasar yang pikirannya perlu kami pakai,” demikian usulan yang disampaikan Soekarno kepada Ketua BPUPKI Radjiman seperti diulas dalam buku Muhammad Yamin: Dan Cita-Cita Persatuan Indonesia. Tapi usulan ini ditolak.