Uud 1945 yang mengatur jaminan kebebasan beragama adalah….

KOMPAS.com – Manusia lahir ke dunia beserta hak asasi yang melekat bersamanya. Salah satu hak asasi manusia yang tidak boleh dilanggar adalah kebasan beragama dan berkepercayaan.

Indonesia sebagai negara yang merdeka dari kolonialisme, turut menegakkan hak asasi manusia termasuk kebebasan beragama.

Kebebasan beragama serta saling menghormati antarumat beragama secara tegas tercantum dalam konstitusi Indonesia, yaitu Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 29 Ayat 1 dan 2 sebagai berikut:

(1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
(2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

Makna Pasal 29 ayat 1

Pasal 1 berasal dari sila pertama yaitu “Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Budiyono dalam buku Pengaturan Kebebasan Beragama dan Berkepercayaan (2014) menyebutkan bahwa kemerdekaan lahir dalam suasana kebatinan untuk melawan kolonialisme dan imperialisme, sehingga diperlukan persatuan dan persaudaraan di antara komponen bangsa.

Baca juga: Makna UUD 1945 Pasal 28 dan 29

Ketuhanan Yang Maha Esa inilah yang menjadi pemersatu bangsa dan menjadi salah satu nilai penting dalam perjuangan kemerdekaan. Sehingga Indonesia merupakan bangsa yang tidak terpisahkan dari ajaran agama.

Ayat tersebut juga secara eksplisit menerangkan bahwa bangsa Indonesia melarang ketidakpercayaan terhadap tuhan seperti atheisme. Indonesia merupakan negara hukum yang berdasarkan ketuhanan dan tidak mementingkan salah satu agama dan tidak sekuler.

Makna Pasal 29 ayat 2

Pasal 29 ayat 2 memiliki makna bahwa negara menjamin kemerdekaan penduduknya untuk beragama dan beribat. Artinya, negara akan melindungi, menjamin, membina, dan mengarahkan kehidupan beragama sesuai dengan kepercayaan yang dianutnya.

Budiyono dalam Politik Hukum Kebebasan Beragama dan Berkepercayaan di Indonesia (2013) menyebutkan bahwa peran negara diperlukan untuk menciptakan dan memelihara suasana kebebasan beragama dan kerukunan umat beragama guna mewujudkan masyarakat Indonesia yang aman, damai, sejahtera, dan bersatu.

Pemerintah bertugas memberikan bimbingan dan juga pembinaan pada seluruh agama di Indonesia tanpa membeda-bedakannya. Pemerintah juga bertugas menjamin keamanan, kenyamanan beragama masyarakatnya, dan juga memelihara kerukunan antarumat.

Febri Handayani dalam jurnal Konsep Kebebasan Beragama Menurut UUD Tahun 1945 Serta Kaitannya dengan HAM (2009) menyebutkan bahwa kerukunan umat beragama adalah hubungan sesama umat beragama yang dilandasi toleransi.

Baca juga: Hubungan Pancasila dengan Pembukaan UUD 1945

Artinya sesama umat beragama harus saling pengertian, saling menghormati, menghargai kesetaraan dalam pengamalan agamanya dan kerja sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, juga bernegara.

Negara juga berfungsi melakukan pengawasan kehidupan beragama masyarakatnya agar terhindar dari pelanggaran HAM, aliran sesat, atau kepercayaan lain yang menyesatkan dan merugikan individu maupun negara.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Manusia terlahir dengan hak-hak alamiah, yang tidak dapat dilepaskan atau diserahkan kepada masyarakat atau pemerintah, kecuali atas perjanjian. Hak-hak alamiah tersebut adalah hak untuk hidup (life), hak-hak untuk memiliki sesuatu (estate), dan hak kebebasan (liberte). Di Indonesia, hak-hak tersebut telah tercakup dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 hasil amandemen yang menjamin perlindungan HAM warga negara Indonesia. Salah satu HAM yang dijamin oleh UUD 1945 adalah kebebasan berkumpul dan berserikat yang diatur dalam Pasal 28 E ayat (3) yang berbunyi, “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”. Pasal ini menjelaskan bahwa pemuatan hak berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat merupakan salah satu HAM yang menjadi hak konstitusi. Pasal ini pun menegaskan bahwa negara memiliki kewajiban untuk melindungi, menghormati, memajukan, dan memenuhi hak tersebut.

Selain itu, hak untuk berserikat dan berkumpul juga dijamin dalam Pasal 24 ayat (1) UU No. 39 Tahun 1999 yang berbunyi, “Setiap orang berhak untuk berkumpul, berapat, dan berserikat untuk maksud-maksud damai”. Sejalan dengan itu, kemudian dalam Pasal 24 ayat (2) UU No. 39 Tahun 1999 juga berbunyi, “Setiap warga negara atau kelompok masyarakat berhak mendirikan Partai Politik, Lembaga Swadaya Masyarakat, atau organisasi lainnya untuk berperan serta dalam jalannya pemerintahan dan penyelenggaraan negara sejalan dengan tuntutan perlindungan, penegakan, dan pemajuan hak asasi manusia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan”. Ketentuan ini mengandung makna bahwa masyarakat diberikan hak untuk berperan secara aktif dalam penyelenggaraan negara melalui organisasi masyarakat sipil di luar pemerintahan demi tercapainya tujuan bangsa ini. Dalam praktik di Indonesia, pengaturan mengenai jaminan kebebasan berkumpul dan berserikat di Indonesia dimulai pada tahun 1985 yang disebut dengan Perkumpulan, dengan pemberlakuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) yang disahkan oleh Pemerintah Kolonial Hindia Belanda. Secara umum, aturan ini memberi ruang bagi masyarakat Indonesia untuk membentuk perkumpulan-perkumpulan sebagai wadah pengorganisasian diri sekaligus juga saluran aspirasi sosial dan politik. Selain KUHPer, pengaturan mengenai jaminan kebebasan berkumpul dan berserikat juga diatur di dalam Staatsblad 1870 Nomor 64. Stb. 1870-64 ini berisi 11 pasal yang mengatur tentang perkumpulan berbadan hukum, seperti firma, PT, koperasi, dan lain-lain. Selain itu, di dalam Stb.

1870-64 juga mengatur tentang perkumpulan yang tidak berbadan hukum. Secara umum, Stb. 1870-64 mengatur tentang pengakuan atas hak berserikat, pemberian perlindungan hukum dengan pemberian status badan hukum, dan mengatur hak-hak hukum yang menyertainya. Hingga pada rezim Orde Baru, Soeharto memberlakukan kebijakan wadah dan asas tunggal yang memberikan kontrol yang sangat ketat terhadap aktivitas warga negara, seperti dalam ideologi, pilihan politik, hingga pendirian organisasi masyarakat sipil (OMS). Pada era tersebut, Soeharto berusaha mengendalikan OMS dengan mengeluarkan UU No. 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan UU ini lahir lebih menitikberatkan kepada pertimbangan politis dibandingkan pertimbangan hukum dan ditengarai merespon bermunculnya ormas-ormas Islam sejak tahun 1950-1n yang dianggap mengancam stabilitas politik. Di era Reformasi, lahir UU No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan dan kemudian direvisi menjadi UU No. 28 tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU No. 16 Tahun 2011 tentang Yayasan. Pada tahun 2013, pemerintah resmi mencabut UU No. 8 Tahun 1985 dan menggantikannya dengan UU No. 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Pada tahun 2017, pemerintah menerbitkan Perppu No. 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan dan disahkan menjadi UU No. 16 Tahun 2017 tentang Penetapan Perppu No. 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas UU No. 17 Tahun 2013 tentang Ormas.

tirto.id - Indonesia adalah negara demokratis yang berfondasikan ideologi Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Maka itu, nilai-nilai Pancasila maupun UUD 1945 diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Penerapan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 tersebut juga dipraktikkan dalam menjamin hak bagi setiap warga negara IndonesiaSetiap orang di dunia memiliki hak baik sejak lahir maupun saat sebelum lahir. Hak tersebut dinamakan Hak Asasi Manusia. Selain itu, ada juga istilah hak konstitusional yang dijamin oleh undang-undang dasar.
Jimly Asshiddiqie, seperti dikutip dalam Modul PPKN Kelas XII, menyatakan ada beberapa hak tertentu yang dapat dikategorikan sebagai hak konstitusional bagi warga negara Indonesia, yakni sebagai berikut: 1. Hak asasi manusia yang hanya berlaku sebagai hak konstitusional sebagai warga negara Indonesia saja. Misal: mendapatkan pendidikan yang layak. 2. Hak asasi manusia yang berlaku pada kasus khusus untuk warga negara Indonesia dengan keutamaan tertentu. Contohnya, hak bagi warga untuk mendirikan partai politik.

3. Hak warga negara Indonesia menduduki jabatan melalui prosedur pemilihan langsung atau tidak langsung oleh rakyat. Misal: menjadi Presiden, anggota DPR, Bupati, Kepala Dukuh atau Ketua RT/RW.

4. Hak warga negara untuk diangkat dalam jabatan tertentu: Misal: menjadi anggota TNI, POLRI, ASN (Aparatur Sipil Negara). 5. Hak melakukan upaya hukum guna melawan atau menggugat keputusan warga yang dinilai merugikan hak konstitusional warga bersangkutan. Contohnya, mengajukan banding di pengadilan sipil.

Bunyi Pasal 29 UUD 1945

Selain hak-hak di atas, Negara Republik Indonesia juga menjamin sejumlah hak warganya yang lain sebagaimana diatur dalam UUD 1945. Salah satu yang penting untuk diketahui adalah hak untuk bebas memeluk agama dan kepercayaan sesuai ajarannya masing-masing. Jaminan atas hak kebebasan beragama dan berkeyakinan bagi warga negara Indonesia itu tercantum dalam Pasal 29 UUD 1945.

Pasal 29 UUD 1945 terdiri atas 2 ayat yang berbunyi:

-Ayat (1) "Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa"

-Ayat (2) "Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaan itu."Selain dijamin oleh UUD 1945, kebebasan beragama dan menjalankan ajarannya juga termasuk sebagai Hak Asasi Manusia (HAM) yang diakui secara internasional.


Kebebasan beragama tercantum dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM), dokumen kesepakatan internasional yang ditandatangani negara-negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).Pasal 2 DUHAM berbunyi:

"Setiap orang berhak atas kemerdekaan berpikir, berkeyakinan dan beragama; hak ini mencakup kebebasan untuk berganti agama atau kepercayaan, dan kebebasan untuk menjalankan agama atau kepercayaannya dalam kegiatan pengajaran, peribadatan, pemujaan dan ketaatan, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, di muka umum atau secara pribadi."

Hak kebebasan beragama dinyatakan pula secara lebih rinci dalam Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (pasal 18). Kovenan ini telah diratifikasi pemerintah Indonesia melalui UU Nomor 12 Tahun 2005 [PDF].

Makna Pasal 29 UUD 1945 Ayat 1 dan 2

Ayat 1 Pasal 29 UUD 1945 menyatakan bahwa Negara Republik Indonesia berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini bisa diartikan bahwa Bangsa Indonesia sadar bahwa kemerdekaan Republik Indonesia lahir berkat kuasa Tuhan Yang Maha Esa. Makna ini juga sesuai dengan isi Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea III yakni:

“Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.”

Berdasarkan isi alinea ke-3 pembukaan UUD 1945 di atas, Indonesia mengakui bahwa kemerdekaan yang telah dicapai merupakan berkat rahmat dari Allah Yang Maha Kuasa, bukan hanya hasil perjuangan bangsa Indonesia semata. Karena itu, Negara Republik Indonesia juga mengakui eksistensi berbagai agama dan keyakinan. Saat ini, Negara Republik Indonesia mengakui 6 agama resmi, yakni Islam, Kristen, Katolik, Buddha, Hindu, dan Konghucu. Selain itu, Negara Republik Indonesia kini pun telah mengakui eksistensi berbagai aliran kepercayaan.Sementara itu, makna Ayat 2 Pasal 29 UUD 1945 dapat disimpulkan bahwa negara telah menjamin kemerdekaan warganya dalam beragama dan beribadah. Maksudnya, Negara Republik Indonesia melindungi, membina, serta mengarahkan warganya untuk menjalankan kehidupan sesuai ajaran kepercayaan yang dianutnya. Peran negara adalah menjaga serta menciptakan suasana rukun, damai dan toleransi bagi setiap umat beragama. Negara berkewajiban membuat peraturan perundang-undangan yang melarang siapa pun melakukan pelecehan terhadap ajaran agama atau kepercayaan lain.

Selain itu, pemerintah harus membimbing dan membina warga negaranya agar saling menghormati satu sama lain, serta memberlakukan peraturan yang adil tanpa memandang satu agama lebih tinggi dari lainnya.