Sikap yang dapat menciptakan kerukunan dalam keragaman agama adalah

“Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan (Adam dan Hawa), kemudian Allah jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku,  supaya kamu saling mengenal dengan baik. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang paling bertaqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah maha mengetahui, maha teliti.” (QS. Al Hujurat/49 : 13).

Jadi, perbedaan suku bangsa diantara umat manusia adalah kehendak semata Sang Maha Pencipta.

Ayat-ayat suci al Qur’an banyak berbicara tentang keragaman dan perbedaan adalah suatu karunia keindahan dari Yang Maha Indah, yang wajib untuk disyukuri, dijaga, dipelihara, dirawat oleh umat manusia.

Diantara ayat-ayat itu, salah satunya seperti telah disebutkan di atas; bahwa manusia setelah diciptakan-Nya “Adam dan Hawa” kemudian dari kedua manusia pertama itu, keturunannya, anak cucunya berkembang biak menjadi berbangsa-bangsa dan bersuku-suku.

Jadi, teramat jelas dan tegas bahwa perbedaan suku-bangsa diantara umat manusia adalah kehendak perbuatan dan kehendak Allah SWT, bukan ciptaan atau kehendak manusia.

Itulah sebabnya, setelah diciptakan dan dijadikan-Nya berbeda-beda, kemudian diperintahkan-Nya manusia, anak cucu Adam ini, ya kita-kita untuk saling mengenal satu sama lain.

Oleh karena itulah manusia harus saling memahami, saling mengerti, saling menyayangi, saling mengasihi, tolong menolong, saling menghormati dan menghargai satu sama lain, tanpa memandang dan terhalang oleh sekat-sekat perbedaan suku bangsa.

Perbedaan suku-bangsa, budaya, organisasi, partai, termasuk di dalamnya perbedaan agama dan lain sebagainya itu, tidak boleh menjadikan manusia untuk saling “mengintip” merendahkan, menjelekkan atau membenci satu sama lainnya.

Agama Islam dan umatnya, dengan berpedoman kitab suci Al Qur’an, seperti yang terdapat dalam surat Al Baqarah ayat 256, bahwa kebebasan memilih agama Islam atau selainnya, adalah hak asasi setiap orang.

Bangsa Indonesia yang dijadikan dan ditakdirkan oleh Allah SWT sebagai sebuah Negara Merdeka “Dengan Rahmat Allah Yang Maha Kuasa” sangat mejemuk suku-bangsanya, budayanya, warna kulitnya, adat-tradisinya, agamanya dan lain sebagainya itu, adalah suatu realita yang harus diakui, dihormati  keberadaan dan eksistensinya.

Bangsa Indonesia yang ditakdirkan mayoritas penduduknya beragama Islam, dan pengakuan atas keberadaan eksistensi agama selain Islam,  telah ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar 1945 bahwa: Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaanya itu.

Pemerintah berkewajiban melindungi usaha penduduk melaksanakan ajaran agama dan ibadat pemeluk-pemeluknya, sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Kemudian, tidak menyalahgunakan atau menodai agama, serta tidak mengganggu ketentraman dan ketertiban umum.

Selain itu, pemerintah mempunyai tugas untuk memberikan bimbingan dan pelayanan agar setiap penduduk dalam melaksanakan ajaran agamanya dapat berlangsung dengan rukun, lancar dan tertib. Bahwa kerukunan umat beragama merupakan bagian terpenting dari kerukunan Nasional.

Kerukunan hidup antar umat beragama, antar suku, karenanya adalah esensi ajaran Islam. Agama Islam sejak mula pertama diperkenalkan oleh Nabi Muhammad saw sebagai agama yang “Rahmatan lil ‘alamin”.

Islam dengan sistem ajarannya tersebut, diamanapun dimuka bumi ini wajib bagi setiap pemeluknya menciptakan suasana kehidupan yang ramah, tenang, tentram, rukun, aman dan damai. Bukan saja kepada sesama umat manusia, tapi juga  terhadap alam lingkungannya.

Pengingkaran terhadap hal-hal tersebut, berarti pengingkaran terhadap kehendak dan ciptaan Allah. Ketika umat manusia mengingkari, melanggar atau kufur terhadap  kehendak dan bikinan Allah SWT tersebut, maka yang terjadi kemudian adalah azab-siksa yang pedih.

“Waiz ta’adzana rabbukum Lainsyakartum laaziidannakum, wa lainkafartum inna adzaabi lasyadiid”. Jikalau kamu mensyukuri nikmat-Ku, maka Aku  tambahkan nikmat kepadamu, tetapi jikalau kamu kufuri, maka tunggulah azab-Ku amat pedih.

Nikmat karunia Allah bukan saja  dan bukan hanya berupa harta benda, uang, rumah, mobil, beras, jabatan dan materi lainnya, tetapi justru situasi dan kondisi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Seperti suasana yang tenang, tentram, rukun, aman dan damai (HARMONI) harus disyukuri sebagai anugerah Allah yang teramat berharga untuk terus  dirawat, dijaga, dan ditumbuhkembangkan sebagai kebutuhan hidup umat manusia kapanpun dan dimanapun.

Lihatlah..! diberbagai wilayah, daerah, kota, kampung, bahkan Negara-negara di dunia yang situasi dan kondisi kehidupan rakyatnya kacau, konflik dan pertikaian berkepanjangan, masyarakatnya hidup dalam  kepanikan, was-was,  dan penuh ketakutan.

Makan tidak enak, tidur tak nyenyak, roda pemerintahan dan perekonomian tak jalan, rumah dan mobil dibakar.

Bukankah itu semua adalah azab yang pedih, perih, sakit dan tersiksa?.  Dalam situasi dan kondisi kehidupan seperti itu, seolah semua apa yang dimiliki saat itu tak berarti apa-apa.

Jika tidak ingin demikan adanya, maka ciptakanlah, peliharalah, jagalah kerukunan hidup dalam keberagaman, kemajemukan sebagai wujud rasa syukur kita kepada sang Maha Pencipta, Allah SWT.

HIDUP BERSAMA HARMONI DALAM KEMAJEMUKAN

Kerukunan Umat Beragama merupakan istilah yang bermuatan makna suatu keadaan hubungan antar umat beragama yang Damai, Aman, Tenang, Tenteram, Baik, Harmonis, Sejahtera dan makna positif lainnya.

Inti dari kerukunan adalah hidup bersama harmoni dalam masyarakat majemuk dengan kesatuan hati dan bersepakat untuk sekaligus bersama-sama pula memelihara, menjaga kerukunan itu sendiri.

Kerukunan umat beragama karenanya, menjadi dambaan setiap umat beragama di muka bumi ini. Kondisi kehidupan sebuah masyarakat yang rukun, aman dan damai sejatinya merupakan kebutuhan dasar hidup umat manusia.

Sebagai kebutuhan hidup umat manusia, maka situasi dan kondisi yang rukun harus diperjuangkan dan diusahakan secara sistematis, terprogram, terintegrasi dan berkelanjutan. Harus disadari bahwa “Kerukunan Hidup Umat Beragama”  bukanlah sesuatu yang jatuh dari langit.

Hidup rukun dan damai itu akan terwujud jika semua umat beragama mau dan mampu mengusahakan, memelihara dan menjaganya. Sama seperti memperjuangkan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berabad-abad lamanya dari cengkeraman kaum penjajah Portugis dan Belanda.

Tugas dan tanggung jawab kita sekarang adalah  menjaga, memelihara, dan mengisi kemerdekaan Indonesia dengan pembangunan di segala bidang kehidupan bagi kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.

Pembangunan itu kemudian perlu didasari usaha menciptakan kerukunan umat beragama. Dimana berlandaskan cinta kasih, saling hormat menghormati dan mengembangkan sikap toleransi aktif antar umat beragama.

Menjaga, memelihara, dan merawat kerukunan umat beragama merupakan tugas dan kewajiban seluruh umat beragama. Oleh karena itu, bagi bangsa Indonesia, kerukunan umat beragama merupakan modal dasar bagi keutuhan dan kedaulatan NKRI.

Komponen-komponen  bangsa yang ditokohkan, seperti ulama, kiai, pendeta, pastor, bhiksu pinandita, dan mereka para pemimpin majelis-majelis agama, terutama anggota Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Indonesia, menjadi panutan umat bergama dalam berfikir, berbicara, bertindak,  berperilaku yang baik dan benar bagi  masyarakat secara luas.

Berbagai program telah diluncurkan oleh pemerintah atas nama negara, berkaitan dengan upaya mewujudkan kerukunan umat beragama.

Sebuah upaya yang memang seharusnya dilakukan tidak setengah hati, tetapi serius secara sistematis, terencana, terprogram, dengan dukungan pembiayaan memadai dan berkesinambungan.

Karena harus disadari bahwa; “Usaha menciptakan, membina, memelihara, dan menjaga kerukunan umat beragama bagi bangsa Indonesia, berarti membangun sumber daya manusia Indonesia seutuhnya berkaitan dengan hasil akhir, yaitu terwujudnya integrasi nasional berdasarkan empat konsensus dasar bangsa Indonesia: Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika dan NKRI”.

Hanya dengan cara konsisten dan terus menjaga komitmen masing-masing anak bangsa dapat melaksanakan empat konsensus dasar berbangsa bernegara itu.

Sementara, kerukunan umat beragama, harmonisasi sosial dan solidaritas serta soliditas sesama anak bangsa akan dapat dipelihara dan dijaga dalam rangka menciptakan integrasi nasional dan ketahanan nasional yang tangguh.

Perlu disadari bahwa masalah kerukunan antarumat beragama telah menjadi isu global masyarakat dunia; “betapa pentingnya kerukunan umat beragama dalam mewujudkan perdamaian dunia”. Tokoh-tokoh agama diseluruh dunia telah membentuk Pekan Kerukunan Antarumat Beragama se-Dunia (World Interfaith Harmoni Week).

Mereka setahun sekali menggelar pertemuan untuk merajut tali silaturrahmi antar umat beragama guna membangun keterbukaan dan rasa saling percaya.

Oleh karena itu, masalah kerukunan umat beragama bukan saja menjadi isu penting dalam kehidupan bangsa Indonesia yang majemuk, tetapi juga menjadi agenda pembicaraan masyarakat dunia.

Dewasa ini kondisi bangsa Indonesia demikian terganggu, sebagai akibat semakin goyahnya kerukunan beragama,  baik intra maupun antarumat beragama. Hal ini disebabkan karena munculnya arus baru yang melakukan invasi bahkan agresi spiritual dan intelektual di tanah air.

Invasi spiritual dan intelektual di Indonesia sudah sampai pada tingkat “keberanian” untuk menantang kekuatan negara dan masyarakat.

Kelompok invander dan agresor mengaitkan diri dengan atas nama agama, walaupun sesungguhnya mereka hanya “membajak” atau “membegal” agama.

Padahal agama sejatinya membawa nilai-nilai kasih sayang dan perdamaian.

Atas dasar tersebut, dalam menghadapi intoleransi, radikalisme dan invasi spiritual, umat beragama Indonesia perlu terus meningkatkan kewaspadaan dan menjaga toleransi antara umat beragama.

Oleh sebab itu, dalam rangka upaya membangun, menjaga dan memelihara kerukunan antar umat beragama di Indonesia, maka TOLERANSI AKTIF (bukan pasif hanya slogan), harus menjadi pola komunikasi dan interaksi antar tokoh-tokoh umat beragama.

Dengan mengembangkan komunikasi dialogis dan keterbukaan, rasa saling percaya, akan tumbuh sikap toleransi yang tinggi diantara umat beragama.

Sehingga, akan tercipta Kerukunan Umat Beragama yang relasinya akan dapat menciptakan kedamaian, keamanan, ketenteraman, dan kesejahteraan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. (*)

*) Penulis adalah Wakil Ketua FKUB Provinsi Kaltara