Apabila ada perbedaan dialek dalam membaca Alquran yang benar adalah yang berasal dari dialek

Oleh: Moh. Tohiri Habib, M.Pd.

BAB I

PENDAHULUAN

Berawal dari turunnya risalah agama Islam kepada Nabi Muhammad Saw di tanah suci Mekkah, menjadi kewajiban bagi Nabi Muhammad Saw untuk menyampaikannya kepada keluarga dekat dan para sahabatnya. Kemudian bersama-sama menyebarluaskan risalah tersebut kepada seluruh penduduk Mekkah bahkan penduduk luar Mekkah di seluruh jazirah Arab. Mereka melakukan perjalanan dakwah ke berbagai daerah, suku dan bahkan negara yang berbeda bahasa. Mereka harus berbaur dalam kehidupan bermasyarakat, berdagang dan beribadah.

Untuk memudahkan komunikasi, merekapun harus menyesuaikan bahasa mereka dengan bahasa yang dipakai masyarakatnya. Maka terjadilah percampuran bahasa Arab dengan bahasa non Arab yang kemudian muncullah apa yang dikenal dengan dialek atau bahasa Arab pasaran. Dialek inilah yang dipakai sebagai alat komunikasi untuk saling memahami satu sama lainnya dalam kehidupan sehari-hari.

Para sahabat menyadari pentingnya mempertahankan kemurnian bahasa Arab. Untuk itu mereka tetap memperhatikan bahasa Al Qur’an, mengarang beberapa buku dan menyusun kamus dengan bahasa Arab fushha agar tidak bercampur dengan bahasa atau dialek-dialek lainnya. Karena semakin jauh perjalanan dan semakin banyak dialek yang ditemui maka semakin banyak pula percampuran bercampur dengan bahasa Arab para ulama membaginya kepada dialek Hijaz, Mesir, Syam, Iraq dan Maroko. Para ulama sepakat bahwa dialek Hijaz dan Mesir merupakan dialek yang lebih dekat dengan bahasa Arab asli.

Menurut Sibawaih,[1] bahasa Arab Fushah di dalam alunan syair Jahiliyah dan qirảat al-Qur’an yang shahih tidaklah sama secara langsung dengan salah satu dialek Badui di atas. Dalam hal ini terjadi perbedaan-perbedaan antara bahasa fushah dan dialek Hijaz dan dialek Tamim.

Perbedaan tersebut dapat dilihat dari pada atau tidaknya imalah, maka dialek Hijaz Kuno tidak mengenal imảlah dan fathah dibaca sempurna. Demikian pula halnya dengan dialek Hijaz Kuno tidak mengenal vocalic harmony (al-tawafuq al-haraky). Sedangkan menurut Fahmi Hijazi[2] bahwa dialek Tamim adanya hamzah, sedangkan dialek Hijaz tidak mengenal hamzah. Oleh karena itu, Bahasa Arab Hijaz inilah yang dipakai dalam bahasa Arab Modern, sedangkan dialek Tamim sama dengan bahasa Arab Fushah.

Berangkat dari judul makalah “Dialek dalam Bahasa Arab”, maka perlu bagi kami untuk merumuskan beberapa masalah sebagai berikut:

  1. Apa pengertian dialek?
  2. Apa faktor yang menyebabkan terjadinya dialek?
  3. Bagaimana ragam dialek dalam bahasa Arab?

BAB II

DIALEK DALAM BAHASA ARAB

Dialek (dari bahasa Yunani διάλεκτος, dialektos), adalah varian-varian sebuah bahasa yang sama.[3] Varian-varian ini berbeda satu sama lain, tetapi masih banyak menunjukkan kemiripan satu sama lain sehingga belum pantas disebut bahasa-bahasa yang berbeda. Biasanya pemerian dialek adalah berdasarkan geografi, namun bisa berdasarkan faktor lain, misalkan faktor sosial. Sebuah dialek dibedakan berdasarkan kosa kata, tata bahasa, dan pengucapan.

Dialek (اللهجات ) menurut para ahli bahasa Arab adalah bahasa dan huruf yang digunakan oleh sekelompok orang dalam rumpun tertentu yang menyebabkan adanya perbedaan ucapan bahkan bacaan antara satu dengan yang lainnya.[4]

Dalam kehidupan masyarakat secara inhern tentu memiliki adat istiadat, budaya, pemikiran, dan rasa yang berbeda-beda. Masyarakat Arab Mesir tentu memiliki kebiasaan-kebiasan dan warna budaya yang berbeda dengan masyarakat Arab Yaman, Saudi, Iran, Irak, Oman, dan sebagainya. Oleh karena itu, dapat dipastikan bahwa faktor psikososial sangat menentukan perbedaan lahjah. Perbedaan seperti ini menjadikan aneka ragam dialek Arab.

Perubahan sosial kebudayaan yang terjadi di wilayah tertentu akan mempengaruhi karakteristik bahasa yang digunakan. Bahasa merupakan bagian dari budaya, maka dalam pendekatan sosiolinguistik, perubahan budaya ini secara langsung akan mempengaruhi penggunaan bahasa, dan di sisi lain perubahan yang terjadi pada bahasa merupakan respon bagi perubahan sosial budaya itu. Setelah revolusi Mesir tahun 1952 dan setelah masa kemerdekaan bangsa-bangsa arab dari kolonialisme, bahasa Arab mengalami perubahan yang diakibatkan perubahan sosial tersebut.

Pada tataran lahjah, perbedaan secara fisiologis ini juga merupakan faktor dominan yang mempengaruhi perbedaan lahjah Arabiyah, baik secara personal maupun sosiokultural. Kata qahwah, bagi orang Mesir dibaca gahwah (qaf dibaca ga), sedangkan orang Arab Saudi membaca ahwah (qaf dibaca hamzah).

Fenomena ragam dialek Arab umumnya sangat dipengaruhi oleh kebiasaan artikulasi bunyi.

Adapun bentuk-bentuk fenomena ragam dialek tersebut akan diuraikan secara sederhana disertai nama-nama ragam yang masyhurnya berikut ini:[5]

Lahjah al-Kisykisyah adalah bentuk perubahan kaf khithảb muannats dalam waqaf menjadi syin, misalnya kata ‘biki’ dibaca ‘bikasy’, dan kata ‘alaiki dibaca ‘’alaikasy’. Lahjah semacam ini hanya digunakan pada saat waqaf. Selain itu, ada juga yang menggunakan pada saat washal dengan cara tidak menyebutkan kaf khithab dan mengkasrahkannya ketika washal dan mensukunkannya pada saat waqaf. Misalnya, kata ‘’alaiki’ dibaca ‘’alaisyi’ ketika washal, dan dibaca ‘’alaisy’ ketika waqaf. Penggunaan lahjah semacam ini hanya ditemukan pada kabilah Rabi’ah dan kabilah Mudhor.

Lahjah al-Kaskasah adalah perubahan kaf khithab mudzakkar menjadi sin. Misalnya, kata ‘’alaika’ dibaca ‘’alaikas’; kata منك ‘minka’ dibaca منكس ‘minkas’. Istilah al-kaskasah merupakan wujud perubahan bacaan kaf khitab menjadi sin. Penggunaan lahjah ini, hanya ditemukan pada kabilah Rabi’ah dan kabilah Mudhor.

Lahjah al-‘An’anah adalah perubahan hamzah yang terletak diawal kata menjadi ‘ain. Misalnya, kata أسلم ‘aslama’ yang berarti masuk Islam, berubah menjadi عسلم ‘’aslama’ dengan makna yang sama; kata أكل ‘akala’ yang berarti makan, berubah menjadi عكل ‘’akal’ dengan makna yang sama. Penggunaan lahjah ini hanya ditemukan pada bahasa Tamim, bahasa Qays, Asad, dan Mesir.

Lahjah al-Fahfahah adalah perubahan ha menjadi ‘ain. Misalnya, kata تحته ‘tahtahahu’ yang berarti menggerakkan, berubah menjadi تعتعه ’ta’ta’ahu’ dengan makna yang sama; kata حارسة  ‘Harisah’ yang berarti penjaga, berubah menjadi عارسة ‘Arisah’ dengan yang  sama. Penggunaan lahjah ini hanya ditemukan pada bahasa Huzail.

Lahjah al-Wakm adalah perubahan harakah kaf menjadi kasrah apabila didahului huruf ya atau harakah kasrah. Misalnya, kata عليكُم ‘alaikum’ berubah menjadi عليكِم ‘alaikim’ dengan makna yang sama; kata ‘bikum’ berubah menjadi ‘bikim’ dengan makna yang sama. Penggunaan lahjah ini hanya ditemukan pada bahasa Rabi’ah dan bahasa Qalb.

Lahjah al-Wahm adalah perubahan harakah ha menjadi kasrah apabila tidak didahului huruf ya atau harakah kasrah. Misalnya, kata عنهُم ‘anhum’ berubah menjadi عنهِم ‘anhim’ dengan makna yang sama; kata ‘minhum’ berubah menjadi ‘minhim’ dengan makna yang sama. Penggunaan lahjah ini hanya ditemukan pada bahasa Rabi’ah dan bahasa Qalb.

Lahjah al-‘Aj’ajah adalah perubahan ya musyaddadah (bertasydid) yang terletak diakhir kata menjadi jim. Misalnya, kata تميمى ‘tamimy’ (doble huruf ya) yang berarti orang yang berasal dari suku Tamim, berubah menjadi تميميج ‘tamimij’ dengan makna yang sama. Contoh lain adalah kata مكاسرى ‘Makassary’ yang berarti orang berasal dan bersuku Makassar, berubah menjadi مكاسرج ‘Makassarij’ dengan makna yang sama. Penggunaan lahjah ini, menurut al-Suyuti hanya ditemukan pada bahasa Qadh’ah.

Lahjah al-Istintha’ adalah perubahan ‘ain sukun yang terletak ditengah-tengah kata menjadi nun. Misalnya, kata أعطى ‘a’tha’ yang berarti memberi, berubah menjadi أنطى ‘antha’ dengan makna yang sama. Contoh lain adalah kata أعلى ‘a’la’ yang berarti lebih tinggi, berubah menjadi أنلى ‘anla’ dengan makna yang sama. Penggunaan lahjah ini hanya ditemukan pada

bahasa Saad bin Bakar, Huzail, Urdz, Qays, dan al-Anshari.

Lahjah al-Watm adalah perubahan huruf sin yang terletak diakhir kata menjadi ta. Misalnya, kata الناس ‘an-Nas’ yang berarti manusia, berubah bentuk menjadi النات ‘an-Nat’ dengan makna yang sama. Contoh lain adalah kata الحماس ‘al-hamas’ yang berarti kelompok pejuang atau pahlawan, berubah bentuk menjadi الحمات ‘al-hamat’ dengan makna yang sama. Penggunaan lahjah ini hanya ditemukan pada bahasa Yaman.

Lahjah al-Syansanah adalah perubahan huruf kaf yang terletak diakhir kata menjadi syin. Misalnya, kata لبيك ‘labbaika’ yang berarti aku memenuhi panggilanmu, berubah bentuk menjadi لبيش ‘labbaisya’ dengan makna yang sama. Contoh lain adalah kata رايتك ‘raaituka’ yang berarti aku telah melihatmu, berubah bentuk menjadi رأيتش ‘raaitusya’ dengan makna yang sama. Penggunaan lahjah ini hanya ditemukan pada bahasa Yaman.

Lahjah al-Lakhlakhniyah merupakan salah satu bentuk dialek Arab yang ditemukan atau dinisbahkan dalam bahasa Arab suku Syahr dan Oman. Dalam dialek ini mereka membuang hamzah pada alif dalam hal penulisannya, misalnya شا ما ‘ma syaa’ (mim-alif Syin-alif), sedangkan yang mereka maksudkan شاء ما ‘ma syaả’ (mim-alif Syin-alif + Hamzah).

Lahjah al-Tadhajju’, merupakan masdar “Tadhajju’ fi al-Amri” yang artinya menunda-nunda dan tidak mengerjakan sesuatu. Penamaan ini ditujukan kepada kabilah qays .

Lahjah al-Ruttah, adalah tergesa-gesa dan cepat dalam bercakap. Penamaan ini dinisbahkan kepada penduduk Iraq.

Lahjah al-Thamthamaniyah, adalah perubahan lam ta’rif menjadi mim. Penamaan ini dinisbahkan kepada kabilah Thayi’, Azd, dan kepada kabilah Humair di Selatan Jazirah Arab. Sebagai contoh riwayat an-Namir ibn Tuảb bahwasanya Rasulullah SAW berbicara dengan bahasa ini dalam haditsnya: امسفر فى امصيام امبر من ليس maksudnya adalah ليس من البر الصيام فى السفر

Lahjah al-Thumthumảniyah merupakan salah satu bentuk lahjah Arab yang ditemukan dalam bahasa Himyar. Mereka membaca al- yang melekat pada isim atau kata benda dalam bahasa Indonesia menjadi am-, misalnya dalam kalimat أمهواء طاب ‘thaba amhawả’. Padahal yang mereka maksud adalah الهواء طاب ‘thaba al-hawả’.

Lahjah al-Gamgamah, yaitu mendengar suara tetapi tidak jelas potongan-potongan hurufnya. Ibn Ya’isy berkata ghamghamah adalah percakapan yang tidak jelas, seperti suara para pendekar dalam peperangan. Penamaan ini dinisbahkan kepada kabilah Qadha’ah.

Lahjah al-Tiltilah, adalah perubahan harakat harf mudhảri’ah menjadi kasrah. Penamaan ini dinisbahkan kepada kabilah Bahra’. Contohnya نعلم نحن, اعلم أنا (di baca I’lamu dan Ni’lamu). Abu Amru yang dikutip dari Kamus Lisan al-Arab mengatakan bahwa ta dan nun mudhari dibaca kasrah dalam bahasa Qays Tamim, Asad, Rabi’ah dan umumnya bangsa Arab. Sedangkan bagi orang Hijaz tetap membaca fathah.

Ibnu Faris[6] memberi kontribusi pemikiran kepada kita, bahwa dari enam belas bentuk lahjah dari berbagai sumber bahasa di beberapa kabilah Arab hanya didasarkan pada enam belas bentuk yang membedakan antara lahjah yang satu dengan lahjah yang lainnya. Keenam belas bentuk tersebut adalah (1) perubahan harakah, (2) perbedaan harakah dan sukun, (3) perbedaan dalam hal pergantian huruf, (4) perbedaan taqdim dan ta’khir huruf, (5) perbedaan dalam hal hadzf dan itsbat, (6) perbedaan penggantian huruf shahih dengan huruf mu’tal, (7) perbedaan dalam hal qira’at, imalah, dan tafkhim, (8) perbedaan huruf sukun di depan, (9) perbedaan mudzakkar dan mu’annats, (10) perbedaan idgam, (11) perbedaan I’rab, (12) perbedaan dalam bentuk jamak, (13) perbedaan dalam hal al-tahqiq dan al-ikhtilas, (14) perbedaan dalam hal penyebutan ha (ta al-marbutha) menjadi ta ta’nits, (15) perbedaan dalam hal ziayảdah, dan (16) perbedaan dalam hal al-tadhad (antonym kata).

Perbedaan harakah merupakan style lahjah yang ditemukan dalam bahasa Arab, misalnya, kata nasta’in, yaitu huruf nun pada awal kata dibaca fathah, dan kata nista’in, yaitu huruf nun pada awal kata dibaca kasrah. Menurut al-Farra’ bahwa nun dibaca fathah pada kata nasta’in hanya ditemukan pada bahasa Quraisy, sedangkan nun dibaca kasrah pada kata nista’in ditemukan pada bahasa Asad.

  1. Perbedaan harakah dan sukun

Perbedaan harakah dan sukun merupakan salah satu bentuk lahjah ditemukan dalam berbagai bahasa Arab, misalnya kata ma’akum dan kata ma’kum. Kata ma’akum bentuk harakahnya fathah atau mutaharrik pada huruf ‘ain, sedangkan pada kata ma’kum huruf ‘ainnya berharakah sukun. Dalam hal ini penulis belum menemukan secara outentic di suku atau bahasa mana perbedaan ini digunakan.

  1. Perbedaan dalam hal pergantian huruf

Perbedaan dalam hal pergantian huruf dalam berbagai kata juga merupakan bentuk lahjah Arab, misalnya kata ‘anna zaidan dan anna zaidan. Perbedaan kedua bentuk lahjah tersebut adalah perubahan alif pada kata anna menjadi ‘ain pada kata ‘anna. Menurut penulis, perbedaan ini hanya disebabkan oleh faktor fonetik saja, karena dari aspek semantic keduanya memiliki makna yang dan maksud yang sama.

  1. Perbedaan taqdim dan ta’khir huruf

Perbedaan taqdim dan ta’khir huruf dalam berbagai lahjah Arab juga sering ditemukan dalam beberapa bentuk kata, misalnya kata shả’iqah dan shảqi’ah. Perbedaan kedua bentuk lahjah tersebut terdapat pada huruf kedua dan ketiga setelah ziyảdah alif. Bentuk pertama pada kata sha’iqah yang berasal dari susunan fonetik sha-alit (zaidah)-‘ain-qaf-ta al-marbuthah, huruf ‘ain terlebih dahulu dari pada huruf qaf, sedang pada kata shaqi’ah yang berasal dari susunan fonetik sha-alif(zaidah)-qaf-‘ain-ta al-marbuthah, huruf qaf lebih didahulukan dari pada huruf ‘ain, tanpa terjadi adanya perubahan makna.

  1. Perbedaan dalam hal hadzf dan itsbảt

Perbedaan dalam hal al-hadzf dan al-itsbảt dalam lahjah Arab merupakan suatu hal yang biasa dan sering kita jumpai dalam berbagai bahasa yang terdapat di semenanjung Arabiyah, misalnya, kata istahyaitu dan istahitu, dan kata isdadtu dan sadadtu. Pada kata istahaitu (hamzah-sin-ta-ha-ya-ta {dibaca tu}) telah mengalami al-hadzf atau pembuangan satu huruf, yaitu huruf ya yang terletak setelah ha dan sebelum ya yang kedua dari kata istahyaitu (hamzah-sin-ta-ha-ya-ya-ta {dibaca tu}). Sedangkan pada kata isdadtu (hamzah-shad-dal-dal-ta) dan sadadtu (shad-dal-dal-ta) tidak mengalami pembuangan huruf yang sejenis seperti yang terdapat pada kata istahaitu dan istahyaitu. Meskipun kedua example tersebut mengalami al-hadzf maupun al-itsbat, manum tidak mengalami perubahan makna secara khusus.

  1. Perbedaan penggantian huruf shahih dengan huruf mu’tal

Perbedaan dalam hal penggantian huruf shahih dengan huruf mu’tal juga masih ditemukan dalam berbagai lahjah Arab, misalnya, kata amma zaidun dan kata aima zaidun. Kata amma merupakan salah satu bentuk proses idgảm, yaitu sautu proses akumulasi huruf sejenis, kemudian terjadi perubahan huruf shahih (mim sukun pada kata a-m-m-a) menjadi huruf mu’tal ya, seperti yang terdapat pada kata aima (a-i-m-a). Meskipun terjadi perubahan dan pergeseran huruf, namun dari aspek maknawi tidak mengalami perubahan.

  1. Perbedaan dalam hal qiraat, imalah, dan tafkhim

Perbedaan dalam hal qirảat, imảlah, dan tafkhim merupakan salah satu bentuk lahjah Arab, misalnya kata ramả dan Qadhả. Kata rama merupakan susunan fonetik Ra-Ma-A, dalam qiraat Warsy semua huruf ya yang terletak di tengah kata atau diakhir kata diuabah menjadi e yang masyhur dengan istilah qirảat imảlah, sedangkan pada suku lain tidak ditemukan qirảat seperti itu dan tetap dibaca tafkhim. Sedangkan kata qadhả dibaca sama dengan kata rama dan kata-kata lain yang sejenis.

  1. Perbedaan huruf sukun di depan

Perbedaan huruf sukun merupakan salah bentuk perbedaan lahjah Arab, misalnya kata isytaraU al-dhalảlah dan isytaraI al-dalảlah. Pada kedua kata tersebut terdapat dua sukun, yaitu sukun yang melekat pada huruf waw dan sukun yang melekat pada hurut alif (al-). Sebagian suku Arabiyah membaca U (dhommah) dan lagi membaca I (kasrah).

  1. Perbedaan mudzakkar dan muannats

Dalam membedakan bentuk mudzakkar dan muannats bagi sebagian orang Arab masih ada hingga saat ini, misalnya kata al-Baqar dan al-khail. Sebagaian orang memandang bahwa kedua kata tersebut adalah mudzakkar, sehingga pada tingkat aplikatif mereka menggunakan dalam pola kalimat seperti al-Baqar hảdza dan al-Khail hảdza. Namun sebagian orang orang Arab menganggap bahwa kedua kata tersebut berbentuk muannats, seperti dalam kalimat al-Baqar hảdzihi dan al-Khail hảdzihi.

Perbedaan I’rab dalam berbagai lahjah Arab juga masih sering ditemukan, misalnya dalam bentuk al-syarth in. Pada tataran aplikatif syarth in bisa menasab dan bisa merafa’, misalnya in hảdzảni (dirafa’) dan in hảdzaini (dinasab). Dalam Lisản al-Arab dikatakan bahwa, jika ditatsniyahkan lafaz dzảni, maka tidak boleh digabungkan keduanya karena adanya sukun.

Oleh karena itu, salah satu alifnya dibuang sehingga bisa dii’rabkan. Namun, jika salah satu alifnya tidak dibuang, maka alif tersebut tidak punya tempat dalam i’rab, misalnya dalam kalimat in hadzani lasahirani dan in hadzaini lasahirani.

  1. Perbedaan dalam bentuk jamak

Perbedaan bentuk jamak dalam beberapa dialek Arab juga masih sering ditemukan, misalnya kata Asrả dan asảrả. Kata asrả, yaitu susunan fonetik hamzah-sin-ra-ya berbeda dengan kata asảrả, yaitu susunan fonetik hamzah-sin-alif-ra-ya. Perbedaan di antara kedua kata tersebut adalah kata asảrả mendapat ziyảdah alif di tengah kata, sedangkan pada kata asrả tidak ditemukan alif. Perbedaan seperti ini banyak ditemukan diberbagai dialek Arab, hanya saja sejauh ini penulis belum menemukan referensi yang autentik tentang hal ini.

  1. Perbedaan dalam hal al-tahqiq dan al-ikhtilas

Perbedaan dalam hal al-tahqiq dan al-ikhtilas bagi beberapa dialek Arab merupakan suatu hal yang lazim ditemukan, misalnya dalam konteks kalimat ya’murukum dan ya’murkum. Kedua kalimat tersebut sama-sama berbentuk mudhari, namun yang membedakan keduanya adalah faktor tahqiq artinya tidak mengalami perubahan harakah pada bentuk rafa’nya, sedangkan dalam dialek lain melakukan ikhtilash artinya harakah dhommah pada mudhari tersebut dihilangkan dan diganti dengan sukun.

  1. Perbedaan dalam hal penyebutan ha (ta al-marbutha) menjadi ta ta’nits

Perbedaan dalam hal penyebutan ha (ta al-marbutha) menjadi ta ta’nits masih merupakan bentuk perbedaan warna dialek Arab khususnya dalam hal waqaf, misalnya kata ummah. Kata ummah merupakan susunan artikulasi bunyi Hamzah-Mim Musyaddad-ta al-marbuthah, yang kemudian dibaca ummat yang merupakan susunan artikulasi bunyi Hamzah-Mim Musyaddad-Ta Ta’nits Sakinah dalam dialek Arab lainnya.

Sedangkan ragam kronolek adalah ragam bahasa yang digunakan oleh kelompok sosial pada masa tertentu. Secara kronolek bahasa Arab terbagi atas tiga zaman, yaitu, masa sebelum datangnya Islam, pada Islam, dan masa modern. Sebelum datangnya Islam, orang-orang Arab umumnya menggunakan dialek Badui Kuno, yaitu dialek Hijaz, Tamim, Huzail, dan Thai.

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Dari uraian di atas, dapat ditarik beberapa kesimpulan:

  1. Dialek (dari bahasa Yunani διάλεκτος, dialektos), adalah varian-varian sebuah bahasa yang sama.
  2. Dialek (اللهجات ) menurut para ahli bahasa Arab adalah bahasa dan huruf yang digunakan oleh sekelompok orang dalam rumpun tertentu yang menyebabkan adanya perbedaan ucapan bahkan bacaan antara satu dengan yang lainnya.
  3. Faktor psikososial sangat menentukan perbedaan lahjah. Perubahan sosial kebudayaan yang terjadi di wilayah tertentu akan mempengaruhi karakteristik bahasa yang digunakan.
  4. Bentuk-bentuk yang membedakan antara dialek yang satu dengan dialek yang lainnya; (1) perubahan harakah, (2) perbedaan harakah dan sukun, (3) perbedaan dalam hal pergantian huruf, (4) perbedaan taqdim dan ta’khir huruf, (5) perbedaan dalam hal hadzf dan itsbat, (6) perbedaan penggantian huruf shahih dengan huruf mu’tal, (7) perbedaan dalam hal qira’at, imalah, dan tafkhim, (8) perbedaan huruf sukun di depan, (9) perbedaan mudzakkar dan mu’annats, (10) perbedaan idgam, (11) perbedaan I’rab, (12) perbedaan dalam bentuk jamak, (13) perbedaan dalam hal al-tahqiq dan al-ikhtilas, (14) perbedaan dalam hal penyebutan ha (ta al-marbutha) menjadi ta ta’nits, (15) perbedaan dalam hal ziayảdah, dan (16) perbedaan dalam hal al-tadhad (antonym kata).

REFERENSI

  1. Artikel Dialek, diposting oleh Administrator, didownload dari internet pada tanggal 14 Desember 2009 pukul 09.33.
  2. Dikutip dari artikel Dialek Bahasa Arab oleh Fikar, didownload dari internet pada tanggal 13 Desember 2009, pukul 19.49.

[1] Dikutip dari artikel Dialek, diposting oleh Administrator, didownload dari internet pada tanggal 14 Desember 2009 pukul 09.33.

[2] Ibid.

[3] Ibid.

[4] Dikutip dari artikel Dialek Bahasa Arab oleh Fikar, didownload dari internet pada tanggal 13 Desember 2009, pukul 19.49.

[5] Dikutip dari artikel Dialek, diposting oleh Administrator, didownload dari internet pada tanggal 14 Desember 2009 pukul 09.33.

[6] Ibid.