Siapa bangsa Barat yang pertama kali mencapai Maluku?

Siapa bangsa Barat yang pertama kali mencapai Maluku?

Siapa bangsa Barat yang pertama kali mencapai Maluku?
Lihat Foto

Wikimedia Commons

Kepulauan Maluku yang dijuluki sebagai The Spicy Island pada 1810.

KOMPAS.com - Berkat kekayaan rempah-rempahnya, Kepulauan Maluku menjadi incaran bangsa Barat sejak lama.

Orang Eropa pertama yang berhasil mencapai Maluku adalah bangsa Portugis, yang datang pada 1512 M.

Meski pada awalnya disambut dan memiliki hubungan baik dengan penguasa setempat, lambat laut hubungan Portugis dengan rakyat Maluku menjadi buruk.

Perselisihan yang terjadi di antara kedua kubu bahkan terus memuncak dan memicu meletusnya perlawanan Maluku terhadap Portugis

Latar belakang perlawanan

Hubungan baik antara rakyat Maluku dan Portugis mulai retak karena sejumlah masalah politik, ekonomi, dan sosial.

Masalah paling penting yang menjadi latar belakang perlawanan rakyat Maluku terhadap Portugis adalah adanya politik monopoli perdagangan rempah.

Keserakahan Portugis yang ditunjukkan dengan mematok rendah harga cengkih, membuat rakyat Ternate bahkan Maluku sengsara.

Praktik monopoli juga dilakukan dengan melarang penduduk berdagang rempah dengan bangsa lain dan menangkap kapal-kapal dagang penduduk.

Di Tidore misalnya, Portugis menembaki kapal-kapal dari banda yang hendak membeli cengkih.

Selain monopoli perdagangan rempah yang membuat rakyat menderita, bangsa Portugis juga kerap menyebarkan agama Katolik melalui paksaan, dan mencampuri urusan internal kerajaan.

Siapa bangsa Barat yang pertama kali mencapai Maluku?

Siapa bangsa Barat yang pertama kali mencapai Maluku?
Lihat Foto

Wikimedia Commons

Kepulauan Maluku yang dijuluki sebagai The Spicy Island pada 1810.

KOMPAS.com - Peristiwa yang melatarbelakangi datangnya bangsa eropa khususnya portugis dan spanyol ke dunia timur adalah jatuhnya Konstantinopel (pusat pemerintahan Romawi Timur) ke tangan Turki Ottoman pada 1453.

Sebab, sejak saat itu perdagangan di Laut Tengah dikuasai oleh pedagang Islam dan pedagang Eropa tidak bisa lagi membeli rempah-rempah dari Asia.

Peristiwa ini berujung pada kelangkaan rempah-rempah, yang menjadi komoditas pedagangan yang sangat penting di Eropa.

Oleh karena itu, bangsa Eropa mulai aktif melakukan pelayaran dunia guna menemukan negeri penghasil rempah-rempah yang diketahui berada di dunia Timur.

Meski bangsa Eropa menempuh jalur berbeda, mereka akhirnya sampai di daerah penghasil rempah-rempah, termasuk Indonesia.

Bahkan pada perkembangannya bangsa Eropa mampu menjadikan Indonesia sebagai koloninya.

Berikut ini proses kedatangan bangsa Barat ke Indonesia.

Baca juga: Latar Belakang Kedatangan Bangsa Barat ke Indonesia

Bangsa Portugis

Penjelajahan samudra bangsa Portugis untuk menemukan kepulauan rempah-rempah diawali dengan ekspedisi Bartholomeus Diaz, yang menjadi orang Eropa pertama yang berhasil mencapai Tanjung Harapan di Afrika Selatan pada 1488.

Setelah itu, Vasco da Gama mengikuti dan melanjutkan rute Bartholomeus Diaz, hingga akhirnya sampai di Calicut, India, pada 1498.

Keberhasilan Vasco da Gama mencapai Calicut dan membawa pulang rempah-rempah membuat Portugal menempatkan Alfonso de Albuquerque sebagai wakilnya di India.

Jakarta -

Kedatangan bangsa Portugis di Maluku bertujuan untuk mencari rempah-rempah. Setelah menaklukkan Bandar Malaka pada 1511, kapal-kapal dagang Portugis berlayar menuju kepulauan Maluku dan Banda untuk mencari rempah-rempah, seperti dikutip dari makalah Didik Pradjoko, dosen Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (FIB UI) dalam Konferensi Nasional Sejarah.

Sebelum kedatangan bangsa Eropa, termasuk Portugis, rakyat Maluku makmur dari hasil rempah-rempah yang dikumpulkan di Bandar Malaka. Saat itu, Bandar Malaka menjadi pelabuhan utama pengumpulan dan distribusi cengkeh serta rempah-rempah Asia Tenggara, seperti dikutip dari penelitian Syahyunan Pora, Dosen Filsafat Fakultas Ilmu Budaya Universitas Khairun Ternate dalam Prosiding Seminar Nasional Banda Neira.

Rempah saat itu diartikan sebagai substansi yang memiliki rasa kuat dan aromatik dari tumbuhan tropis yang dikenal dengan manfaat aromanya atau kemampuannya mengawetkan sesuatu. Rempah diambil dari bagian kulit, akar, pucuk, bunga, getah, dan damar, termasuk sari bunga atau buah. Berbeda dengan rempah, herba, yang biasa dijumpai dan tumbuh di daerah bangsa lain yang bersuhu dingin, berasal dari daun tanaman.

Kabar kabur tentang rempah di nusantara dibawa Marco Polo setelah melaporkan suasana di Jawa dalam tulisannya. Dalam tulisan perjalanannya, ia menulis "negeri ini berlimpah ruah dengan komoditas. Lada, pala, spikenard, laos, kemukus, cengkih, dan segala jenis rempah serta obat-obatan yang dihasilkan di kepulauan negeri ini."

Pada wabah Black Death, Fakultas Kedokteran Paris merekomendasikan orang untuk menghindari udara buruk dari Selatan. Untuk menghilangkan udara tersebut, lakukan pengasapan dengan membakar rempah-rempah atau tanaman aromatik. Lalu, jangan makan dan minum berlebihan, rebus daging dengan rempah dalam sup kasia, kayu manis, anggur, cuka, dan jahe, ditambah cengkih saat membuat saus.

Marco Polo saat itu belum tahu bahwa Jawa hanya titik pengumpulan dan distribusi rempah-rempah tersebut. Kabar kabur lainnya yaitu mitos rempah-rempah yang dinilai mampu mengawetkan daging dari kebusukan dan menutupi bau amis daging.

Adapun rempah cengkeh (Syzigium aromaticum, atau Eugenia aromatica, atau kuntze) sendiri aslinya berasal dari lima pulau kecil di utara Maluku, yaitu Ternate, Tidore, Moti, Makian, dan Bacan. Adapun pala atau buah pala (Myristica fragrace) berasal dari Kepulauan Banda yang terletak di tenggara Pulau Ambon, serta di Halmahera Timur, termasuk Maba, Patani, dan Weda.

Kedua rempah-rempah ini menjadi salah satu komoditas dengan harga mahal yang dapat ditukar dengan beras, kain, dan lainnya, untuk dijual di Eropa dengan keuntungan berkali lipat.

Kedatangan bangsa Portugis di Maluku

Bangsa Portugis pertama kali menginjakkan kaki di kawasan Maluku pada 1512, di masa Sultan Bayanullah dari Kesultanan Ternate. Armada Portugis itu tiba di perairan Banda dengan kapten Antonio de Abreu. Sultan mengutus adiknya dan beberapa pejabat kesultanan untuk melakukan pembicaraan dan akhirnya mengajak Fransisco Serrao, salah seorang di ekspedisi Portugis tersebut, seperti dikutip dari penelitian Rosdiyanto, "Kesultanan Ternate dan Tidore" dalam Jurnal Aqlam, IAIN Manado.

Perbincangan dengan Fransisco itu menghasilkan beberapa kebijakan Sultan yang kelak melemahkan posisi Kesultanan Ternate. Salah satu kebijakan tersebut yakni pendatang dari Portugis diizinkan membangun benteng di Ternate, dengan benteng pertama pada yakni benteng Toloko pada 1522.

Kedekatan Sultan dengan orang Portugis meresahkan rakyat seteh Portugis ikut campur dalam urusan dalam negeri, seperti pengangkatan dan perwarisan tahta kerajaan. Kekecewaan rakyat Ternate membuat Sultan Bayanullah diracun rakyatnya sendiri hingga tewas.

Adapun Sultan Khairun, salah satu dari empat Sultan Ternate yang membawa kebesaran Ternate dikhianati oleh Lopez de Mesquita dari Portugis. Saat menghadiri perjamuan besar, ia ditikam saat hendak masuk gerbang oleh Antonio Pimental atas suruhan Lopez dan dimutilasi, lalu jenazahnya dilemparkan ke laut.

Pada 1528, penjelajah Dom Jonge de Meneses dengan sekutunya, Ternate dan Bacan mengalahkan Tidore dan orang Spanyol (Kastilia). Namun Dom Jonge dan Kapten Goncalo Pereira dibunuh karena memaksa orang Ternate menyetor 1/3 hasil cengkeh ke raja Portugis. Portugis diusir dari Ternate terutama saat sikap Tristoa de Altaida kasar terhadap penduduk Ternate, sehingga menimbulkan pemberontakan. Benteng Portugis dibakar dan Raja Ternate memobilisasi Maluku dan Irian mengusir Portugis.

Pada abad itu, pala menjadi magnet bagi bangsa Portugis, Inggris, dan Belanda. Setelah menguasai Malaka, Portugis yang menguasai rute menuju Maluku dan kepulauan-kepulauan penghasil rempah-rempah merahasiakan rute pelajaran mereka agar bisa dimonopoli.

Kedatangan Bangsa-Bangsa Lain

Namun, kartograf dan ahli dari bangsa-bangsa lain didanai pemerintah masing-masing untuk mencari jalur ke Maluku, seperti dikutip dari penelitian Fadly Rahman, peneliti dari Departemen Sejarah dan Filologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjajaran (Unpad).

Salah satunya yaitu kartograf Belanda Jan Huygen van Linschoten yang pada 1583-1588 menyusup dengan menyamar menjadi sekretaris biarawan di seminari Portugis di Goa, Sulawesi. Sekembalinya ke Belanda pada 1592, ia telah menyalin informasi pengetahuan navigasi Portugis meliputi peta-peta, pelabuhan-pelabuhan dagang, serta berbagai petunjuk penting perdagangan Portugis.

Catatan Linschoten mengenai rempah-rempah di Maluku yang dituangkan dalam Itinerario membuat bangsa Eropa ingin lebih tahu dan berburu rempah. Tulisannya tersebut juga mendorong nilai komersil rempah, meskipun saat itu ia hanya tahu keberadaan cengkih di Maluku.

"Kepulauan ini [Maluco] tidak memiliki rempah-rempah selain cengkih. Namun dengan jumlah cengih yang melimpah sebagaimana terlihat, Maluku memenuhi kebutuhan cengkih untuk seluruh dunia. Di pulau ini ditemukan bebukitan dengan padang rumput serta kondisi tanah yang sangat kering dan gersang, mereka tidak punya apa-apa selain makanan dari daging dan ikan, namun untuk beras, jagung, bawang merah, bawang putih, dan sejenisnya serta kebutuhan lainnya, beberapa di antaranya dibawa dari Portugis, dan beberapa lainnya dari wilayah sekitar, yang mereka peroleh dari barter dengan cengkih."

Selain mendeskripsikan Maluku sebagai produsen cengkih, Linschoten juga menuliskan pemanfaatan cengkih oleh penduduk Maluku, di antaranya sebagai bahan minuman sebagai keperluan medis sampai afrodisiak.

Linschoten juga memusatkan fokus pemetaan ke Selat Sunda yang menghubungkan Samudra Hindia ke Laut Jawa dan Maluku. Pementaannya membuka jalan bagi petualang Eropa menuju Maluku.

Kedatangan bangsa Portugis dan Eropa di Maluku untuk memonopoli perdagangan rempah-rempah ini turut mencetak sejarah penjajahan di Maluku. Setelah dua tahun terbitnya Itinerario, pada 1600 berdiri maskapai dagang Inggris, East India Company (EIC).

Lalu pada 1602, Belanda mendirikan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC), mengikuti jejak Portugis yang sejak awal abad ke-16 mendirikan Estado da India di Goa. Prancis menyusul mendirikan maskapai dagang pada 1664, Compagnie Francaise pour le commerce des Indes Orientales atau French East India Company.

Simak Video "Camilan Unik dari Tanaman Hotong, Maluku"



(pal/pal)