Program perbaikan yang harus ditempuh agar pelaksanaan mbs di sekolah dimaksud menjadi lebih baik


A.     Menejemen Berbasis Sekolah (MBS)

Menejemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah upaya serius yang rumit, yang memunculkan berbagai isyu kebijakan dan melibatkan banyak lini kewenangan dalam pengambilan keputusan serta tanggung jawab dan akuntabilitas atas konsekuensi keputusan yang diambil. Oleh sebab itu, semua pihak yang terlibat perlu memahami benar pengertian MBS, manfaat, masalah-masalah dalam penerapannya, dan yang terpenting adalah pengaruhnya terhadap prestasi belajar murid.

Manajemen berbasis sekolah dapat bermakna adalah desentralisasi yang sistematis pada otoritas dan tanggung jawab tingkat sekolah untuk membuat keputusan atas masalah signifikan terkait penyelenggaraan sekolah dalam kerangka kerja yang ditetapkan oleh pusat terkait tujuan, kebijakan, kurikulum, standar, dan akuntabilitas. Manajemen berbasis sekolah selalu diusulkan sebagai satu strategi untuk mencapai transformasi sekolah. Transformasi diperoleh ketika perubahan yang signifikan, sistematik, dan berlanjut terjadi, mengakibatkan hasil belajar siswa yang meningkat di segala keadaan (setting), dengan demikian memberikan kontribusi pada kesejahteraan ekonomi dan sosial suatu negara.

Manajemen berbasis sekolah memiliki banyak bayangan makna. Ia telah diimplementasikan dengan cara yang berbeda dan untuk tujuan berbeda dan pada laju yang berbeda di tempat yang berbeda. Bahkan konsep yang lebih mendasar dari “sekolah” dan “manajemen” adalah berbeda, seperti berbedanya budaya dan nilai yang melandasi upaya-upaya pembuat kebijakan dan praktisi. Akan tetapi, alasan yang sama di seluruh tempat dimana manajemen berbasis sekolah diimplementasikan adalah bahwa adanya peningkatan otoritas dan tanggung jawab di tingkat sekolah, tetapi masih dalam kerangka kerja yang ditetapkan di pusat untuk memastikan bahwa satu makna sistem terpelihara.

B.     Langkah-Langkah Menejemen Berbasis Sekolah (MBS)

Bagi sekolah yang sudah beroprasi, Umaedi (2004) mengejukan paling tidak ada 6 langkah pokok yang dapat dilakukan dalam implementasi MBS, yaitu: 1. evaluasi diri (self assessment); 2. perumusan visi, misi, dan tujuan; 3. perancanaan; 4. pelaksanaan; 5. evaluasi; 6. pelaporan. Masing-masing langkah dapat dijelaskan sebagai berikut.

1.      Evaluasi diri (self assessment)

Evaluasi merupakan langkah awal bagi sekolah yang ingin atau akan melaksanakan Menejemen Berbasis Sekolah. Kegiatan ini dimulai dengan curah pendapat (brainstorming) yang diikuti oleh kepala sekolah, guru dan seluruh staf, serta diikutkan juga anggota komite sekolah.

Evaluasi atau penilaian diri (self assessment) sering disebut school review atau penilaian keadaan sekolah secara menyeluruh sebagai tindakan awal sebelum melakukan perencanaan pengembangan sekolah. Sebagai langkah awal kalau sekolah berniat untuk meningkatkan mutu, sekolah sangat penting melakukan evaluasi yang komprehensif, jujur, dan sungguh-sungguh. Evaluasi diri akan membantu sekolah dalam menentukan dari mana sekolah akan memulai, apa saja masalah yang dihadapi, prioritas-prioritas apa saja yang akan difokuskan, dan kemana arah selanjutnya?

2.      Perumusan visi, misi, dan tujuan

Bagi sekolah yang baru didirikan, perumusan visi dan misi serta tujuan merupakan langkah awal yang harus dilakukan, menjelaskan kemana arah pendidikan yang akan ingin dituju oleh para pendiri/penyelenggara pendidikan..Bagi sekolah yang sudah berjalan, perumusan visi, misi, dan tujuan merupakan langkah lanjutan atau langkah kedua sebagai tindak lanjut dari kegiatan evaluasi diri terutama bagi sekolah yang belum memiliki rumusan yang jelas. Dan perumusan visi, misi, dan tujuan itu harus tidak bertentangan dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas

Perumusan visi, misi, dan tujuan yang dibuat sendiri oleh sekolah akan meningkatkan kesadaran, komitmen, dan motivasi untuk merealisasaikannya karena mereka merasa terlibat baik secara interlektual maurun emosional tentang gambaran cita-cita yang mereka inginkan.

3.      Perencanaan

Perencanaan pada tingkat sekolah adalah kegiatan yang ditujuakan untuk menjawab apa yang harus dilakukan dan bagaimana melakukannya untuk mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan/disepakati pada sekolah yang bersangkutan, termasuk anggaran yang diperlukan untuk membiayai kegiatan yang direncanakan. Dengan kata lain perencanaan adalah kegiatan menetapkan lebih dulu tentang kegiatan yang harus dilakukan, prosedurnya serta metode pelaksanaannya untuk mencapai sesuatu tujuan organisasi.

4.      Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan, pada dasarnya menjawab bagaimana semua fungsi menjemen sebagai suatu proses untuk mencapai tujuan lembaga yang telah ditetapkan melalui kerjasama dengan orang lain dan dengan sumber daya yang ada, dapat berjalan  sebagaimana mestinya (efektif dan efesien). Pelaksanaan juga dapat diartikan sebagai suatu proses kegiatan merealisasikan kegiatan yang telah direncanakan.

5.      Evaluasi

Evaluasi merupakan kegiatan yang sangat penting untuk mengetahui kemajuan atau hasil yang dicapai sekolah dalam melaksanakan fungsinya sesuai rencana yang telah dibuat oleh masing-masing sekolah. Evaluasi pada tahap ini adalah evaluasi menyeluruh, menyangkut pengelolaan semua bidang dalam satuan pendidikan, yaitu bidang teknis edukatif (pelaksanaan kurikulum atau proses pembelajaran dengan segala aspeknya), bidang ketenagaan, bidang keuangan, bidang sarana prasarana, dan administrasi ketatalaksanaan sekolah. Sungguhpun demikian, bidang teknis edukatif harus menjadi sorotan utama dengan fokus pada pencapaian hasil (prestasi belajar siswa).

6.      Pelaporan

Pelaporan diartikan sebagai pemberian atau penyampaian informasi tertulis dan resmi kepada berbagai pihak yang berkempetingan (stakeholder), mengenai aktivitas menejemen satuan pendidikan dan hasil yang dicapai dalam kurun waktu tertentu berdasarkan rencana dan aturan yang telah ditetapkan sebagai bentuk pertanggungjawaban atas tugas dan fungsi yang diemban oleh satuan pendidikan tersebut.

C.     Manfaat Menejemen Berbasis Sekolah (MBS)

Penerapan MBS yang efektif secara spesifik mengidentifikasi beberapa manfaat spesifik dari penerapan MBS sebagai berikut :

1.      Memungkinkan orang-orang yang kompeten di sekolah untuk mengambil keputusan yang akan meningkatkan pembelajaran.

2.      Memberi peluang bagi seluruh anggota sekolah untuk terlibat dalam pengambilan keputusan penting.

3.      Mendorong munculnya kreativitas dalam merancang bangun program pembelajaran.

4.      Mengarahkan kembali sumber daya yang tersedia untuk mendukung tujuan yang dikembangkan di setiap sekolah.

5.      Menghasilkan rencana anggaran yang lebih realistik ketika orang tua dan guru makin menyadari keadaan keuangan sekolah, batasan pengeluaran, dan biaya program-program sekolah.

6.      Meningkatkan motivasi guru dan mengembangkan kepemimpinan baru di semua level.

D.    Dampak Menejemen Berbasis Sekolah (MBS)

Beberapa hambatan yang mungkin dihadapi pihak-pihak berkepentingan dalam penerapan MBS adalah sebagai berikut :

1.      Tidak Berminat Untuk Terlibat

Anggota dewan sekolah harus lebih banyak menggunakan waktunya dalam hal-hal yang menyangkut perencanaan dan anggaran. Akibatnya kepala sekolah dan guru tidak memiliki banyak waktu lagi yang tersisa untuk memikirkan aspek-aspek lain dari pekerjaan mereka. Tidak semua guru akan berminat dalam proses penyusunan anggaran atau tidak ingin menyediakan waktunya untuk urusan itu.

2.      Tidak Efisien

Pengambilan keputusan yang dilakukan secara partisipatif adakalanya menimbulkan frustrasi dan seringkali lebih lamban dibandingkan dengan cara-cara yang otokratis. Para anggota dewan sekolah harus dapat bekerja sama dan memusatkan perhatian pada tugas, bukan pada hal-hal lain di luar itu.

3.      Pikiran Kelompok

Setelah beberapa saat bersama, para anggota dewan sekolah kemungkinan besar akan semakin kohesif. Di satu sisi hal ini berdampak positif karena mereka akan saling mendukung satu sama lain. Di sisi lain, kohesivitas itu menyebabkan anggota terlalu kompromis hanya karena tidak merasa enak berlainan pendapat dengan anggota lainnya. Pada saat inilah dewan sekolah mulai terjangkit “pikiran kelompok.” Ini berbahaya karena keputusan yang diambil kemungkinan besar tidak lagi realistis.

4.      Memerlukan Pelatihan

Pihak-pihak yang berkepentingan kemungkinan besar sama sekali tidak atau belum berpengalaman menerapkan model yang rumit dan partisipatif ini. Mereka kemungkinan besar tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan tentang hakikat MBS sebenarnya dan bagaimana cara kerjanya, pengambilan keputusan, komunikasi, dan sebagainya.

5.      Kebingungan Atas Peran dan Tanggung Jawab Baru

Pihak-pihak yang terlibat kemungkinan besar telah sangat terkondisi dengan iklim kerja yang selama ini mereka geluti. Penerapan MBS mengubah peran dan tanggung jawab pihak-pihak yang berkepentingan. Perubahan yang mendadak kemungkinan besar akan menimbulkan kejutan dan kebingungan sehingga mereka ragu untuk memikul tanggung jawab pengambilan keputusan.

6.      Kesulitan Koordinasi

Setiap penerapan model yang rumit dan mencakup kegiatan yang beragam mengharuskan adanya koordinasi yang efektif dan efisien. Tanpa itu, kegiatan yang beragam akan berjalan sendiri ke tujuannya masing-masing yang kemungkinan besar sama sekali menjauh dari tujuan sekolah.

E.     Pelaksanaan Rintisan Menejemen Berbasis Sekolah (MBS) Di SD

Sesuai kebijakan dan program yang tercantum dalam Propenas tahun 2000-2004, program MBS pada SD bersifat program rintisan dengan menekankan pada tiga komponen, yaitu Menejemen Berbasis Sekolah (MBS), Peran Serta Masyarakat (PSM), serta Pembelajaran, Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan (PAKEM). Ketiganya untuk meningkatkan mutu pembelajaran.

Ada beberapa hal yang merupakan elemen pokok penyelenggaraan program MBS di sekolah dasar, yaitu:

1.      Adanya block grant atau dana hibah yang diberikan kepada SD rintisan yang penggunaanya dikelola sendiri oleh sekolah bekerja sama dengan masyarakat (orang tua siswa dan masyarakat).

2.      Sekolah membuat perencanaan sendiri dan mengembil inisiatif sendiri untuk meningkatkan mutu pendidikan dengan melibatkan masyarakat sekitar dalam proses ini.

3.      Sekolah bertanggung jawab atas perawatan, kebersihan dan pemanfaatan fasilitas sekolah, serta pengandaan dan peralatan yang diperlukan dengan dana hibah yang dimiliki dan partisipasi masyarakat.

4.      Penggalangan Peran Serta Masyarakat secara lebih luas lingkupnya, bukan hanya dukungan finansial, tetapi juga dukungan pendidikan di rumah (keluarga) sejalan dengan program sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan.

5.      Keterbukaan pengelolaan sekolah diwujudkan dalam rangka akuntabilitas dan meningkatkan komitmen sekolah dan masyarakat secara bersama untuk meningkatkan mutu pendidikan.

6.      Proses pembelajaran dengan prinsip-prinsip: aktif, kreatif, efektif, dan menyenagkan, dengan dukungan MBS agar meningkatkan motivasi kehadiran anak untuk datang ke sekolah, dan semangat belajar yang lebih baik.