Mengapa cerita batu golog termasuk ke dalam jenis tersebut

Mengapa cerita batu golog termasuk ke dalam jenis tersebut
Cerita Rakyat Nusa Tenggara Barat: Legenda Batu Golog Penculik Anak

Cerita rakyat Nusantara menginspirasi banyak penulis untuk membuat cerita motivasi kehidupan. Blog The Jombang Taste sudah menyajikan legenda asal-usul Gunung Batur di Bali dan legenda Raja Baik Hati dari Kalimantan Selatan pada artikel sebelumnya. Artikel kali ini bertutur mengenai salah satu cerita rakyat Nusa Tenggara Barat, yaitu legenda batu golog yang mampu terbang dan menculik dua anak kecil.

Cerita legenda Batu Golog berasal dari Padamara. Padamara adalah sebuah desa yang berada di dekat Sungai Sawing, sebuah wilayah di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Disana terdapat sepasang suami istri yang hidupnya sangat miskin. Si Istri bernama Inaq Lembain, sedangkan suaminya bernama Amaq Lembain. Meski keduanya hidup miskin, namun mereka berdua tetap rukun dan saling menyayangi satu sama lain.

Setiap hari mereka berdua mengunjungi rumah-rumah penduduk untuk mencari pekerjaan dan berharap mendapat bayaran. Uang atau makanan hasil kerja seharian itulah yang mereka gunakan untuk menghidupi dua anak mereka. Jika di desa tempat tinggal Amaq Lembain sudah tidak ada penduduk yang memakai tenaganya, maka mereka berdua pergi dari satu desa ke desa lainnya. Mereka mencari pekerjaan sambil membawa kedua anak mereka.

Inaq Lembain Menumbuk Padi

Kemudian pada suatu hari mereka tiba di sebuah rumah penduduk. Pemilik rumah itu tampak sibuk menumbuk padi yang jumlahnya banyak sekali. Inaq Lembain menghampiri mereka dengan maksud ingin membantu menumbuk padi.

“Permisi, bolehkah saya ikut bekerja membantu menumbuk padi?” ucap Inaq Lembain membuka percakapan.

Pemilik rumah itu menoleh ke sumber suara lalu menjawab dengan suara terengah-engah.

“Boleh, kebetulan padi yang kami tumbuk cukup banyak. Kau bisa membantu kami,” pemilik rumah itu menyilakan Inaq Lembain.

“Terima kasih,” kata Inaq Lembaindengan hati senang.

Ketika menumbuk padi, kedua anak Inaq Lembain diletakkan di sebuah batu ceper yang tidak jauh dari tempat ia menumbuk padi. Batu itu bernama batu golog.

“Kalian tunggu disini, jangan nakal ibu sedang bekerja agar nanti kita dapat upah untuk makan.” pesan Inaq Lembain.

Tak lama kemudian Inaq Lembain bekerja menumbuk padi. Pekerjaan menumbuk padi itu membutuhkan tenaga yang kuat. Inaq Lembain mengayuhkan lesung dengan sekuat tenaga. Dia tidak memperhatikan kedua anaknya yang sejak tadi ia tinggalkan. Dua anak itu ternyata sedang asyik bermain dengan duduk di atas sebuah batu ceper.

Namun tidak lama setelah Inaq Lembain menumbuk padi, kedua anaknya berteriak-teriak memangil namanya.

“Ibu! Ibu!” teriak kedua anak Inaq Lembain hampir bersamaan.

Si ibu menganggap anak-anaknya hanya iseng memanggilnya. Seperti biasa, mereka ingin diperhatikan oleh ibunya. Jika dituruti, kedua anaknya akan meminta mainan yang aneh-aneh dan pasti akan merepotkan pekerjaannya. Tanpa menoleh ke sumber suara itu, Inaq Lembain meneruskan pekerjaan menumbuk padi.

Batu Golong Bisa Terbang

“Ibuu…! Ibuuuuu!” kali ini suara kedua anaknya terdengar lebih panjang dan lebih keras. Meski mendengar panggilan anak-anaknya, Inaq Lembain tidak berhenti bekerja. Baginya, menumbuk padi lebih penting karena akan menghasilkan uang untuk makan.

“Tunggulah kalian di situ sebentar! Ibu sedang sibuk bekerja,” ucap Inaq Lembain tanpa menghiraukan teriakan kedua anaknya.

Inaq Lembain tidak menyadari bahwa kedua anaknya sedang ketakutan di belakangnya. Sebenarnya panggilan anak-anak itu tidak sedang merajuk dan bermanja kepada Inaq Lembain. Batu ceper yang mereka duduki tiba-tiba bergerak naik ke atas. Kedua anak itu ketakutan sehingga memanggil-manggil ibunya. Kedua anak itu berharap ibunya dapat berhenti bekerja sejenak dan menolongnya.

Karena Inaq Lembain berpikir sang anak sedang bercanda, Inaq Lembain tidak melihat keduanya. Padahal batu pilih tempat anaknya duduk sekarang sudah terbang semakin lama semakin tinggi ke angkasa. Pada saat batu itu terbang setinggi melebihi pohon kelapa. Kedua anak itu berteriak-teriak ketakutan.

“Ibu… ibu… tolong kami….” jerit anak-anaknya dari ketinggian.

“Tunggulah sebentar! Ibu sedang bekerja,” ucap Inaq Lembain tanpa mau tahu keadaan anak-anaknya.

Tanpa disadari oleh Inaq Lembain, teriakan anak-anaknya terdengar semakin lirih. Sekali lagi ia tidak menghiraukan teriakan sang anak. Semakin lama, ia tidak mendengar suara teriakan anak-anaknya. Ia berpikir sang anak pasti sudah lelah bermain dan tertidur dengan lelap. Sementara itu, batu ceper itu semakin lama terbangnya semakin tinggi dan membawa anak-anak Inaq Lembain.

Kedua anak Inaq Lembain sudah terbawa oleh batu golog sampai menembus awan. Betapa terkejutnya Inaq Lembain melihat kedua anaknya sudah tidak terlihat lagi. Inaq Lembain sangat bingung untuk menyelamatkan kedua anaknya. Ia menangis sejadi-jadinya dan memohon kepada Dewata untuk bisa mengambil anaknya yang berada di atas awan.

Salah satu penduduk yang menyaksikan kedua anaknya berkata, “Anak-anakmu dibawa batu golog terbang ke langit.”

Batu golog adalah sebutan untuk batu ceper yang ada di Nusa Tenggara Barat. Penduduk pun ikut berdoa semoga anak-anak itu bisa turun kembali ke bumi. Doa Inaq Lembain dan penduduk pun terkabul. Inaq Lembain diberi kekuatan gaib oleh Dewata. Dengan sabuknya, ia memiliki kekuatan ajaib yang dapat memenggal batu golog cukup sekali tebasan saja.

Inaq Lembain mengarahkan sabuknya ke tengah batu golog yang berada diantara mendung-mendung kelabu. Batu golog itu terpenggal menjadi tiga bagian. Berkat kesaktian sabuk Inaq Lembain, bagian-bagian batu golog yang terpenggal tersebut terlempar sangat jauh dari asalnya.

Penyesalan Orang Tua Lalai

Bagian batu golog yang pertama jatuh di suatu tempat dan menyebabkan tanah bergetar. Tempat jatuhnya batu itu menjadi sebuah desa yang bernama Desa Gembong. Bagian yang kedua jatuh di suatu tempat yang diberi nama Desa Batu. Nama ini diberikan kepada desa tersebut karena ada seseorang yang melihat batu tersebut jatuh disana. Sedangkan, bagian ketiga batu golog jatuh di suatu tempat yang diberi nama Montong Teker dan menimbulkan suara gemuruh.

Batu golog memang sudah terpecah menjadi tiga bagian karena terbelah sabuk sakti Inaq Lembain. Namun sayang, sekuat apapun usaha Inaq Lembain dilakukan, ia tetap tidak bisa mendapatkan anaknya. Anak Inaq Lembain sudah berubah menjadi dua ekor burung dan terbang di angkasa. Sang kakak berubah menjadi burung Kekuwo, sedangkan sang adik telah berubah menjadi burung Kelik. Inaq Lembain menyesal karena tidak menghiraukan panggilan anak-anaknya.

Amanat cerita legenda batu golog dari Provinsi Nusa Tenggara Barat ini adalah setiap orang tua hendaknya merawat dan menyayangi anaknya dengan sebaik-baiknya. Kesibukan bekerja bukanlah alasan yang tepat untuk mengabaikan mendidik anaknya sendiri. Bagaimanapun, masa depan anak-anak tergantung dari kasih sayang orang tua sejak kecil. Penyesalan selalu datang di belakang hari bagi orang-orang yang telah salah mengutamakan pekerjaan daripada kepentingan keluarga.

Semoga cerita rakyat Batu Golog dari NTB ini bisa memberi inspirasi untuk Anda. Sampai berjumpa di artikel blog The Jombang Taste berikutnya!

Daftar Pustaka:

Rahimsyah, MB. 2007. Kumpulan Cerita Rakyat Nusantara Lengkap dari 33 Provinsi. Bintang Usaha Jaya, Surabaya

Batu Goloq adalah sejenis batu ceper yang terdapat di sebuah daerah di Provinsi Nusa Tenggara Barat, Indonesia. Batu ini diyakini oleh masyarakat setempat sebagai penyebab munculnya tiga nama tempat di daerah Nusa Tenggara Barat, yakni Desa Gembong, Dasan Batu, dan Montong Teker. Peristiwa apakah yang terjadi, sehingga Batu Goloq ini menyebabkan munculnya tiga buah nama daerah tersebut? Ikuti kisahnya dalam cerita Batu Goloq berikut ini!

Alkisah, di daerah Padamara dekat Sungai Sawing, Nusa Tenggara Barat, Indonesia, ada sepasang suami­istri miskin yang memiliki dua orang anak yang masih kecil. Sang Suami bernama Amaq Lembain, sedangkan sang Istri bernama Inaq Lembain. Mereka bekerja sebagai buruh tani. Setiap hari mereka berjalan ke desa­desa menawarkan tenaganya untuk menumbuk padi. Setiap kali pergi menumbuk padi, mereka selalu membawa kedua anaknya. Pada suatu hari, setelah setengah hari berkeliling, Inaq Lembain mendapat tawaran menumbuk padi dari seorang penduduk desa. Sebelum mulai bekerja, ia menaruh kedua anaknya di atas Batu Goloq (batu ceper) yang terletak tidak jauh dari tempatnya menumbuk padi.

“Anakku, kalian duduklah di atas batu ini! Ibu mau bekerja dulu,” ujar Inaq Lembain kepada kedua anaknya.

“Baik, Bu!” jawab kedua anak itu sambil mengangguk­angguk. Seteah itu, Inaq Lembain mulai bekerja. Pada saat ia sedang asyik menumbuk padi, tiba­tiba kedua anaknya dikejutkan oleh sebuah peristiwa aneh. Batu Goloq yang mereka duduki tiba­tiba bergerak naik sedikit demi sedikit.

“Kak, apa yang terjadi? Kenapa batu ini bergerak?” tanya si Bungsu dengan panik.

“Entahlah, Dik! Kakak juga tidak tahu,” jawab si Sulung bingung.  Semakin lama Batu Goloq itu semakin naik. Keduanya merasa diangkat naik. Mereka pun semakin panik dan ketakutan.

“Ibu...! Tolooong...! Batu ini semakin tinggi,” teriak si Sulung. Sang Ibu yang sedang asyik menumbuk padi hanya menjawab: “Tunggulah sebentar, Anakku! Ibu sedang sibuk bekerja.” Beberapa kali si Sulung berteriak memanggil, namun sang Ibu tetap asyik menumbuk padi. Semakin lama, Batu Goloq itu semakin tinggi hingga melebihi pohon kelapa. Kedua anak itu pun berteriak sejadi jadinya memanggil ibu mereka. Namun, sang Ibu tetap sibuk bekerja tanpa menghiraukan keadaan kedua anaknya. Batu Goloq itu makin lama makin tinggi membawa mereka hingga mencapai awan. Suara kedua anak itu pun makin lama makin sayup sampai akhirnya tidak terdengar sama sekali. Ketika tersadar bahwa kedua anaknya sudah tidak ada di dekatnya, Inaq Lembain pun bingung mencari mereka.

“Anakku! Di manakah kalian. Jangan tinggalkan ibu, Nak!” ucap Inaq Lembain sambil menangis tersedusedu. Alangkah terkejutnya ia setelah melihat Batu Goloq tempat kedua anaknya duduk menjulang tinggi hingga ke awan. Ia pun menyadari jika kedua anaknya dibawa naik oleh Batu Goloq itu. Ia segera memohon petunjuk kepada Tuhan Yang Mahakuasa agar diberi kekuatan untuk dapat mengambil kembali kedua anaknya. Syahdan, doa Inaq Lembain dikabulkan. Tuhan memberikan kekuatan gaib pada sabuknya. Tanpa berpikir panjang, ia pun memenggal Batu Goloq itu. Sungguh ajaib, dengan sekali tebas, batu itu terpenggal menjadi tiga bagian. Bagian pertama jatuh di suatu tempat yang kemudian diberi nama Desa Gembong, karena menyebabkan tanah di sana bergetar. Bagian kedua jatuh di tempat yang diberi nama Dasan Batu, karena ada orang yang menyaksikan jatuhnya penggalan batu ini. Sementara potongan terakhir jatuh di suatu tempat yang menimbulkan suara gemuruh, sehingga tempat itu diberi nama Montong Teker. Namun, malang nasib Inaq Lembain. Ia tidak dapat mengambil kembali kedua anaknya, karena telah berubah menjadi dua ekor burung. Anaknya yang sulung berubah menjadi burung Kekuwo, sedangkan yang bungsu berubah menjadi burung Kelik. Oleh karena berasal dari manusia, kedua jenis burung itu tidak dapat mengerami telurnya.

Demikian cerita Batu Goloq dari daerah Nusa Tenggara Barat. Cerita di atas termasuk kategori legenda yang mengandung pesan­pesan moral yang dapat dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari­hari. Salah satu pesan moral yang dapat dipetik dari cerita di atas adalah bahwa jika menghadapi suatu masalah yang sulit diselesaikan, sebaiknya memohon petunjuk kepada Tuhan Yang Mahakuasa. Hal ini ditunjukkan oleh sikap dan perilaku Inaq Lembain. Ketika mengetahui Batu Boloq membawa kedua anaknya naik ke awan, ia segera memohon petunjuk kepada Tuhan Yang Mahakuasa, walaupun ia tidak berhasil mengambil kembali anaknya karena telah berubah menjadi burung. Dikatakan dalam tunjuk ajar Melayu:

wahai ananda mustika ayah,

dalam beriman janganlah goyah

betulkan akal luruskan langkah mohonlah petunjuk kepada Allah

Pelajaran lain yang dapat dipetik adalah bahwa kesibukan dalam bekerja dapat menimbulkan kelalaian pada diri seseorang. Hal ini tampak pada sikap dan perilaku Inaq Lembain. Ketika kedua anaknya berteriak meminta tolong, ia tetap sibuk menumbuk padi tanpa menghiraukan keadaan dan keselamatan kedua anaknya.

http://ceritarakyatnusantara.com/id/folklore/84-Batu-Goloq