Patung selamat datang diperuntukkan bagi para pendatang yang mengunjungi kota

Dokpri

Patung Selamat Datang

Mengunjungi tempat ziarah merupakan salah satu kegiatan yag saya lakukan di akhir tahun 2021. Tempat ini sudah sangat tua. Sejak saya masih usia SD, sudah sering saya kunjungi. Waktu itu cukup dengan berjalan kaki selain tak punya, jalan juga tidak memungkinkan untuk dilalui dengan kendaraan. 

Jalan terjal, mendaki, dan berliku. Letaknya yang jauh dari rumahku waktu itu, tetap mengundang saya bersama teman-teman untuk berkunjung ke sana. Seakan kami menjadi pendaki gunung dengan bekal air minum, ketupat, dan tempe bacem.

Kini ketika sudah merantau di seberang lautan, saya tetap mengunjunginya bersama keluarga besarku. Jalan yang kami lewati telah berbeda lebih halus dan lebih lebar. Kami tidak lagi  berjalan kaki. Tenaga sudah tak mencukupi untuk menempuh jalan yang dulu bisa kami lalui dengan senang hati jauh dari kata capek.

 Di pintu masuk, pandanganku tertambat kepada sepasang patung. Patung pria dan wanita yang berpakaian tradisional Jawa ini telah usang. Catnya sudah pudar oleh hujan dan panas. Bentuknya juga sudah tak utuh lagi, ada beberapa bagian yang terlepas. Sebagian besar tubuhnya diselimuti lumut. Tak menarik lagi.

Nasib patung tersebut memang tak sebagus patung yang lain. Terkesan kurang diperhatikan, baik oleh pengunjung, terlebih pengelola tempat itu.  Mungkin juga tak pernah diajak berfoto oleh para pengunjung, bentuk dan warna kurang menarik. Jauh dari kesan yang memesona. Tak ada bagian dari dirinya yang bisa menarik seseorang untuk mampir atau sekedar melirik dirinya. 

Semua orang yang lewat berlalu begitu saja, menunduk dengan jari tetap sibuk dengan telepon pintar yang selalu dalam genggaman. Kalau pun menoleh, pandangan segera dialihkan kepada hal lain yang lebih menarik. Memang, mata manusia akan lebih tertarik kepada hal-hal yang berkilau indah. Sesuatu yang jelek tak akan menarik perhatian.

Istimewanya patung itu, senyumnya masih tetap nyata tak berubah. Kesan ramah tak hilang, meskipun jarang direspon oleh orang lain. Senyum, yang merupakan lambang keramahan bangsa Indonesia tergambar nyata. 

Kita yang mengaku sebagai bangsa Indonesia, masihkah bisa tersenyum ramah  saat dilupakan dan tidak diperhatikan?


Page 2

Patung Selamat Datang

Mengunjungi tempat ziarah merupakan salah satu kegiatan yag saya lakukan di akhir tahun 2021. Tempat ini sudah sangat tua. Sejak saya masih usia SD, sudah sering saya kunjungi. Waktu itu cukup dengan berjalan kaki selain tak punya, jalan juga tidak memungkinkan untuk dilalui dengan kendaraan. 

Jalan terjal, mendaki, dan berliku. Letaknya yang jauh dari rumahku waktu itu, tetap mengundang saya bersama teman-teman untuk berkunjung ke sana. Seakan kami menjadi pendaki gunung dengan bekal air minum, ketupat, dan tempe bacem.

Kini ketika sudah merantau di seberang lautan, saya tetap mengunjunginya bersama keluarga besarku. Jalan yang kami lewati telah berbeda lebih halus dan lebih lebar. Kami tidak lagi  berjalan kaki. Tenaga sudah tak mencukupi untuk menempuh jalan yang dulu bisa kami lalui dengan senang hati jauh dari kata capek.

 Di pintu masuk, pandanganku tertambat kepada sepasang patung. Patung pria dan wanita yang berpakaian tradisional Jawa ini telah usang. Catnya sudah pudar oleh hujan dan panas. Bentuknya juga sudah tak utuh lagi, ada beberapa bagian yang terlepas. Sebagian besar tubuhnya diselimuti lumut. Tak menarik lagi.

Nasib patung tersebut memang tak sebagus patung yang lain. Terkesan kurang diperhatikan, baik oleh pengunjung, terlebih pengelola tempat itu.  Mungkin juga tak pernah diajak berfoto oleh para pengunjung, bentuk dan warna kurang menarik. Jauh dari kesan yang memesona. Tak ada bagian dari dirinya yang bisa menarik seseorang untuk mampir atau sekedar melirik dirinya. 

Semua orang yang lewat berlalu begitu saja, menunduk dengan jari tetap sibuk dengan telepon pintar yang selalu dalam genggaman. Kalau pun menoleh, pandangan segera dialihkan kepada hal lain yang lebih menarik. Memang, mata manusia akan lebih tertarik kepada hal-hal yang berkilau indah. Sesuatu yang jelek tak akan menarik perhatian.

Istimewanya patung itu, senyumnya masih tetap nyata tak berubah. Kesan ramah tak hilang, meskipun jarang direspon oleh orang lain. Senyum, yang merupakan lambang keramahan bangsa Indonesia tergambar nyata. 

Kita yang mengaku sebagai bangsa Indonesia, masihkah bisa tersenyum ramah  saat dilupakan dan tidak diperhatikan?


Patung selamat datang diperuntukkan bagi para pendatang yang mengunjungi kota

Lihat Diary Selengkapnya


Page 3

Patung Selamat Datang

Mengunjungi tempat ziarah merupakan salah satu kegiatan yag saya lakukan di akhir tahun 2021. Tempat ini sudah sangat tua. Sejak saya masih usia SD, sudah sering saya kunjungi. Waktu itu cukup dengan berjalan kaki selain tak punya, jalan juga tidak memungkinkan untuk dilalui dengan kendaraan. 

Jalan terjal, mendaki, dan berliku. Letaknya yang jauh dari rumahku waktu itu, tetap mengundang saya bersama teman-teman untuk berkunjung ke sana. Seakan kami menjadi pendaki gunung dengan bekal air minum, ketupat, dan tempe bacem.

Kini ketika sudah merantau di seberang lautan, saya tetap mengunjunginya bersama keluarga besarku. Jalan yang kami lewati telah berbeda lebih halus dan lebih lebar. Kami tidak lagi  berjalan kaki. Tenaga sudah tak mencukupi untuk menempuh jalan yang dulu bisa kami lalui dengan senang hati jauh dari kata capek.

 Di pintu masuk, pandanganku tertambat kepada sepasang patung. Patung pria dan wanita yang berpakaian tradisional Jawa ini telah usang. Catnya sudah pudar oleh hujan dan panas. Bentuknya juga sudah tak utuh lagi, ada beberapa bagian yang terlepas. Sebagian besar tubuhnya diselimuti lumut. Tak menarik lagi.

Nasib patung tersebut memang tak sebagus patung yang lain. Terkesan kurang diperhatikan, baik oleh pengunjung, terlebih pengelola tempat itu.  Mungkin juga tak pernah diajak berfoto oleh para pengunjung, bentuk dan warna kurang menarik. Jauh dari kesan yang memesona. Tak ada bagian dari dirinya yang bisa menarik seseorang untuk mampir atau sekedar melirik dirinya. 

Semua orang yang lewat berlalu begitu saja, menunduk dengan jari tetap sibuk dengan telepon pintar yang selalu dalam genggaman. Kalau pun menoleh, pandangan segera dialihkan kepada hal lain yang lebih menarik. Memang, mata manusia akan lebih tertarik kepada hal-hal yang berkilau indah. Sesuatu yang jelek tak akan menarik perhatian.

Istimewanya patung itu, senyumnya masih tetap nyata tak berubah. Kesan ramah tak hilang, meskipun jarang direspon oleh orang lain. Senyum, yang merupakan lambang keramahan bangsa Indonesia tergambar nyata. 

Kita yang mengaku sebagai bangsa Indonesia, masihkah bisa tersenyum ramah  saat dilupakan dan tidak diperhatikan?


Patung selamat datang diperuntukkan bagi para pendatang yang mengunjungi kota

Lihat Diary Selengkapnya


Page 4

Patung Selamat Datang

Mengunjungi tempat ziarah merupakan salah satu kegiatan yag saya lakukan di akhir tahun 2021. Tempat ini sudah sangat tua. Sejak saya masih usia SD, sudah sering saya kunjungi. Waktu itu cukup dengan berjalan kaki selain tak punya, jalan juga tidak memungkinkan untuk dilalui dengan kendaraan. 

Jalan terjal, mendaki, dan berliku. Letaknya yang jauh dari rumahku waktu itu, tetap mengundang saya bersama teman-teman untuk berkunjung ke sana. Seakan kami menjadi pendaki gunung dengan bekal air minum, ketupat, dan tempe bacem.

Kini ketika sudah merantau di seberang lautan, saya tetap mengunjunginya bersama keluarga besarku. Jalan yang kami lewati telah berbeda lebih halus dan lebih lebar. Kami tidak lagi  berjalan kaki. Tenaga sudah tak mencukupi untuk menempuh jalan yang dulu bisa kami lalui dengan senang hati jauh dari kata capek.

 Di pintu masuk, pandanganku tertambat kepada sepasang patung. Patung pria dan wanita yang berpakaian tradisional Jawa ini telah usang. Catnya sudah pudar oleh hujan dan panas. Bentuknya juga sudah tak utuh lagi, ada beberapa bagian yang terlepas. Sebagian besar tubuhnya diselimuti lumut. Tak menarik lagi.

Nasib patung tersebut memang tak sebagus patung yang lain. Terkesan kurang diperhatikan, baik oleh pengunjung, terlebih pengelola tempat itu.  Mungkin juga tak pernah diajak berfoto oleh para pengunjung, bentuk dan warna kurang menarik. Jauh dari kesan yang memesona. Tak ada bagian dari dirinya yang bisa menarik seseorang untuk mampir atau sekedar melirik dirinya. 

Semua orang yang lewat berlalu begitu saja, menunduk dengan jari tetap sibuk dengan telepon pintar yang selalu dalam genggaman. Kalau pun menoleh, pandangan segera dialihkan kepada hal lain yang lebih menarik. Memang, mata manusia akan lebih tertarik kepada hal-hal yang berkilau indah. Sesuatu yang jelek tak akan menarik perhatian.

Istimewanya patung itu, senyumnya masih tetap nyata tak berubah. Kesan ramah tak hilang, meskipun jarang direspon oleh orang lain. Senyum, yang merupakan lambang keramahan bangsa Indonesia tergambar nyata. 

Kita yang mengaku sebagai bangsa Indonesia, masihkah bisa tersenyum ramah  saat dilupakan dan tidak diperhatikan?


Patung selamat datang diperuntukkan bagi para pendatang yang mengunjungi kota

Lihat Diary Selengkapnya