Mengapa Sangiran Dapat Dikatakan Sebagai Laboratorium Manusia Purba? Dijadikannya Sangiran sebagai pusat kajian manusia purba dan kajian evolusi manusia terbesar di Asia karena di situs ini ditemukan fosil peninggalan manusia purba dari 2,4 juta tahun silam. Tak hanya fosil manusia, tapi juga fosil berbagai binatang, alat produksi yang digunakan dan sebagainya. Show
Mengapa Situs Sangiran Menjadi Salah Satu Situs Yang Sangat Penting Dalam Mengungkapkan Kehidupan Manusia Purba Di Dunia? Situs Sangiran merupakan salah satu situs Manusia Purba yang terbesar dan terpenting di dunia. Mengapa Indonesia Disebut Sebut Sebagai Laboratorium Manusia Purba Terbesar Di Dunia? Mengapa sangiran disebut sebagai laboratorium manusia purba? – Quora. Sangiran disebut sebagai laboratorium manusia purba karena di Sangiran tersimpan ribuan peninggalan manusia purba yang menunjukkan proses kehidupan manusia dari masa lalu sehingga Sangiran telah menjadi sentral bagi kehidupan manusia purba. Mengapa Sangiran Dapat Dikatakan Sebagai Laboratorium Manusia Purba? – Pertanyaan TerkaitSitus Sangiran Dimana?Situs Sangiran sendiri terletak di dua wilayah kabupaten yang ada di Provinsi Jawa Tengah, yaitu Kabupaten Sragen dan Karanganyar, dengan luas mencapai 59,21 kilometer persegi. Mengapa Situs Sangiran Dikatakan Sebagai Warisan Budaya Dunia?Keistimewaan situs Sangiran sehingga ditetapkan U N E S C O sebagai situs warisan budaya dunia Karena: 1) merupakan situs manusia purba yang paling terkenal di dunia karena, terdapat lebih 80 manusia purba homo erectus ditemukan, yang memang peranan penting terhadap evolusi manusia. Jelaskan Mengapa Situs Manusia Purba Sangiran Ditetapkan Sebagai Warisan Budaya Dunia Dan Siapa Penemunya?situs manusia purba Sangiran yang ditemukan oleh Von Koenigswald tersebut ditetapkan sebagai warisan budaya dunia oleh U N E S C O karena di dalam situs Sangiran terdapat berbagai unsur penting peninggalan kebudayaan manusia purba, tidak hanya ditemukan berupa fosil manusia purba saja, tetapi juga alat-alat batu hasil Siapakah Yang Pertama Kali Menemukan Fosil Manusia Purba Di Indonesia? Eugene Dubois mulai melakukan pencarian fosil di sepanjang sungai Bengawan Solo di desa Trinil pada Agustus 189 Siapakah Yang Melakukan Penelitian Di Sangiran Dan Trinil Bagaimana Hasil Penelitiannya?Dalam penelitiannya Dubois berhasil menemukan fosil tengkorak di dekat Desa Trinil, Jawa Timur pada tahun 1889. Fosil hasil temuannya tersebut kemudian diberi nama Phitecanthropus erectus (manusia kera yang dapat berjalan tegak). Penelitian selanjutnya dilakukan di daerah Sangiran, Surakarta antara tahun 1936 – 1941. Koordinat: 7°27′23″S 110°50′6″E / 7.45639°S 110.83500°E / -7.45639; 110.83500
Sangiran adalah situs arkeologi di Jawa, Indonesia.[1] Menurut laporan UNESCO (1995) "Sangiran diakui oleh para ilmuwan untuk menjadi salah satu situs yang paling penting di dunia untuk mempelajari fosil manusia, disejajarkan bersama situs Zhoukoudian (Cina), Willandra Lakes (Australia), Olduvai Gorge (Tanzania), dan Sterkfontein (Afrika Selatan), dan lebih baik dalam penemuan daripada yang lain."[2] Sangiran Lokasi Sangiran di Kabupaten Sragen, Jawa Tengah Daerah terdiri dari sekitar 56 km² (7km x 8 km). Lokasi ini terletak di Jawa Tengah, sekitar 15 kilometer sebelah utara Surakarta di lembah Sungai Bengawan Solo. Secara administratif, kawasan Sangiran terbagi antara 2 kabupaten: Kabupaten Sragen (Kecamatan Gemolong, Kecamatan Kalijambe, dan Plupuh) dan Kabupaten Karanganyar (Kecamatan Gondangrejo). Fitur penting dari situs ini adalah geologi daerah. Awalnya kubah terbentuk jutaan tahun yang lalu melalui kenaikan tektonik. Kubah itu kemudian terkikis yang mengekspos isi dalam kubah yang kaya akan catatan arkeologi.[3]
Stegodon trigonocephalus - Molar
Seiring waktu, setelah pekerjaan awal oleh Dubois dan von Koenigswald di Sangiran, sarjana lain termasuk arkeolog Indonesia melakukan pekerjaan di lokasi tersebut. Sarjana Indonesia termasuk Teuku Jacob, Etty Indriati, Sartono, Fachroel Aziz, Harry Widianto, Yahdi Zaim, dan Johan Arif.[6] Penggalian oleh tim von Koenigswald yang berakhir 1941 dan koleksi-koleksinya sebagian disimpan di bangunan yang didirikannya bersama Toto Marsono di Sangiran, yang kelak menjadi Museum Purbakala Sangiran, tetapi koleksi-koleksi pentingnya dikirim ke kawannya di Jerman, Franz Weidenreich. Sebuah museum yang sederhana ada di Sangiran selama beberapa dekade sebelum modern, yang berfungsi dengan baik sebagai museum dan pusat pengunjung dibuka pada Desember 2011. Gedung baru, sebuah museum modern, berisi tiga ruang utama dengan menampilkan luas dan diorama mengesankan daerah Sangiran yang diyakini seperti sekitar 1 juta tahun yang lalu. Beberapa pusat lainnya berada di bawah konstruksi serta (awal 2013), sehingga pada 2014 diharapkan akan ada empat pusat di tempat yang berbeda dalam keseluruhan situs Sangiran. Empat pusat direncanakan adalah:[7]
Museum saat ini dan pusat pengunjung memiliki tiga ruang utama. Ruang pertama berisi sejumlah diorama yang memberikan informasi tentang manusia purba dan hewan yang ada di situs Sangiran sekitar 1 juta tahun yang lalu. Ruang kedua, yang lebih luas, menyajikan banyak bahan rinci tentang berbagai fosil yang ditemukan di Sangiran dan tentang sejarah eksplorasi di situs. Ruang ketiga, dalam presentasi yang mengesankan terpisah, berisi diorama besar yang memberikan pandangan seluruh wilayah keseluruhan Sangiran, dengan gunung berapi seperti Gunung Lawu di latar belakang dan manusia dan hewan di latar depan, seperti yang dibayangkan sekitar 1 juta tahun yang lalu. Beberapa presentasi di aula ketiga ini menarik pada karya pematung paleontologis internasional Elisabeth Daynes. Pengembangan Situs Sangiran secara keseluruhan bukan tanpa kontroversi. Penggalian yang tidak terkontrol dan perdagangan fosil ilegal telah terjadi di berbagai kesempatan sejak situs ini pertama kali ditemukan. Dalam beberapa periode, penduduk desa warga di daerah yang sering menggali dan menjual kepada pembeli fosil lokal. Setelah diberlakukannya UU Nasional Nomor 5 Tahun 1992 tentang benda cagar budaya, ada kontrol yang kuat pada kegiatan ini.[8] Namun, kegiatan ilegal kadang-kadang terus terjadi dalam beberapa tahun terakhir.[9] Pada tahun 2010, misalnya, warga negara Amerika yang mengaku sebagai seorang ilmuwan ditangkap di dekat Sangiran saat bepergian dengan truk yang berisi 43 jenis fosil dalam kotak dan karung dengan nilai pasar sekitar $ 2 juta.[10] Baru-baru ini, ada diskusi di media Indonesia tentang cara pengembangan situs Sangiran yang telah gagal untuk membawa manfaat yang nyata yang signifikan terhadap masyarakat pedesaan di daerah setempat.[11]
|