Musibah yang datang adalah kesempatan bagi kita untuk dinaikkan

MUHAMMADIYAH.OR.ID, Melbourne—Setiap musibah dan kebaikan yang menimpa orang beriman merupakan ujian dari Allah Swt. Sesuai dengan Firman-Nya, “Setiap jiwa pasti akan mati. Dan Kami uji kalian dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan; kepada Kamilah kalian kembali.” (QS al-Anbiya’: 35). Ujian baik berupa keburukan maupun kebaikan sejatinya untuk meningkatkan derajat di sisi Allah.

“Semua ujian dan cobaan yang diberikan justru menunjukkan adanya rasa kasih sayang Allah kepada hamba yang beriman. Di mana semakin tinggi tingkat keimanan seseorang maka akan bertambah berat pula ujian dan cobaan yang akan dihadapinya,” ujar Ketua Lembaga Dakwah Khusus (LDK) PP Muhammadiyah Muhammad Ziyad yang disampaikan dalam pengajian rutin Pimpinan Ranting Istimewa Muhammadiyah New South Wales Australia Jumat (22/10).

Para Nabi sekalipun menghadapi banyak jalan terjal dalam mengemban risalah Allah. Akan tetapi mereka selalu mengajarkan hidup lapang dan optimistik. Agar insan beriman tidak serba sempit dan negatif dalam menghadapi musibah dan masalah. Selain para Nabi, kata Ziyad, orang-orang saleh juga tidak mungkin lepas dari ujian Allah Swt.

“Seperti Allah menguji Nabi Ayub Alaisi salam dengan kemiskinan dan penyakit yang sangat berat selama berpuluh tahun, tetapi beliau tetap sabar. Setelah para Nabi dan Rasul, orang yang menerima ujian berat adalah para shalihin dan ulama, baru secara berurutan ujian yang ringan kepada orang awam. Ketika seseorang berikrar amantu billah, maka Allah akan menyiapkan ujian baginya,” tutur Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia Pusat ini.

Ziyad menjelaskan bahwa jika “musibah” yang berupa kebaikan, maka hal itu berasal dari Allah, dan bila “musibah” berupa keburukan –yang kemudian disebut dengan bencana—maka hal itu berasal dari perbuatan manusia sendiri. Karenanya, tidak semua musibah adalah bencana.

Musibah yang disebut bencana dan bermakna negatif adalah musibah yang mendatangkan keburukan bagi manusia dan hal itu merupakan hasil dari perbuatan manusia sendiri juga, bukan dari Allah, meskipun secara kasat mata musibah itu terjadi di alam. Hal tersebut berdasarkan QS. Al-Syura ayat 30.

“Musibah terjadi akibat ulah perbuatan dosa dan kesalahan manusia itu sendiri, baik itu disebabkan karena kekufuran, kemunafikan, dan kemaksiatan mereka kepada Allah. Oleh karena itu, saat musibah datang agar tidak mudah menyalahkan orang lain, apalagi menyalahkan Allah dan bahkan menyalahkan taqdir-Nya,” ungkap Ziyad.

Apa anda marah-marah saat datang sebuah musibah? Atau merasa kecewa dan cenderung merasa Allah Ta’ala tidak adil dengan adanya kejadian itu? Padahal sebagai seorang muslim, menghadapi fenomena tersebut sudah sepantasnya dengan sikap bijaksana. Karena seringkali tersimpan hikmah dibalik musibah yang memberikan dampak positif dalam kehidupan.

Saat  menjalani kehidupan di dunia, Allah Ta’ala telah menjadikan suka dan duka dalam satu paket. Manusia akan melihat setiap kejadian yang dialaminya dengan salah satu diantara keduanya. Dimana yang dianggap baik baginya maka manusia akan merasa suka, sedangkan yang dianggap tidak mengenakkan maka akan merasa duka.

Meskipun sama-sama berpotensi mendatangkan pahala dan dosa, kadangkala manusia masih tak mampu mengontrol dirinya dalam bersikap. Sehingga saat terjadi sebuah musibah, seringkali manusia terlalu hanyut pada duka hingga menyalahkan pencipta. Dan saat merasa suka dirinya terlena hingga melupakan batasan Allah SWT.

Dengan adanya potensi musibah yang selalu mengintai negeri ini, sudah sepantasnya seorang muslim selalu berusaha menata hati. Agar saat datang banjir, longsor dan bencana alam lainnya dirinya bisa mengontrol diri. Karena sebagaimana yang kita tahu, daerah rawan bencana di Indonesia sewaktu-waktu berpotensi bergejolak kembali.

Musibah yang datang adalah kesempatan bagi kita untuk dinaikkan
Indonesia memiliki banyak daerah rawan, sumber : pixabay.com

Apa Itu Musibah?

Masih banyak yang menganggap bahwa musibah selalu identik dengan bencana alam ataupun kejadian besar yang terjadi. Sehingga keadaan seperti tanah longsor, tsunami, gunung meletus, kejadian Stadion Kanjuruhan itulah yang disebut musibah. Sedangkan hal-hal kecil seperti tertimpa tangga atau tak mampu bayar hutang tidak disebut musibah.

Padahal jika dilihat pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) musibah memiliki makna peristiwa atau kejadian menyedihkan yang menimpa, baik individu atau kelompok. Atau malapetaka dan juga bencana baik faktor alam atau manusia.

Sedangkan menurut Imam Ar-Razy, yang dimaksud dengan musibah adalah suatu hal yang tidak disenangi oleh jiwa. Dan juga padamnya sebuah lampu saat dibutuhkan penerangannya. Dengan demikian makna musibah bisa dipahami dapat terjadi pada individu ataupun kelompok. Hal tersebut diperjelas dengan firman Allah SWT:

قُلْ لَّنْ يُّصِيْبَنَآ اِلَّا مَا كَتَبَ اللّٰهُ لَنَاۚ هُوَ مَوْلٰىنَا وَعَلَى اللّٰهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُوْنَ

“Katakanlah (Muhammad), tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah kepada kami. Dia pelindung kami, dan hanya kepada Allah orang-orang beriman berserah diri”. (QS At-Taubah 51)

Musibah yang datang adalah kesempatan bagi kita untuk dinaikkan
Musibah bisa pada individu dan kelompok, sumber : pixabay.com

Namun meskipun ada kejadian yang tidak disenangi jiwa, lantas jangan langsung menyimpulkan bahwa itu adalah musibah. Belajar dari peristiwa bertemunya Nabi Musa As dan Nabi Khidir As, lubang pada kapal karena perbuatan Nabi Khidir As adalah berkah. Yang semula dianggap musibah karena bisa menghanyutkan dan empati Nabi Musa As karena kapal itu milik nelayan miskin berubah syukur dengan adanya lubang tersebut.

Hikmah Dibalik Musibah

Setiap kejadian yang Allah Ta’ala izinkan terjadi di alam semesta pasti memiliki hikmah yang mengiringinya termasuk pada musibah. Dan berikut adalah beberapa hikmahnya :

1. Manifestasi Kasih Sayang

Sebagaimana untuk mendapatkan apresiasi dalam sesuatu, Allah Ta’ala pun memberi jalan manusia untuk mendapatkan ridhoNya dengan jalan ujian. Dan semakin tinggi kasih sayangNya pada seorang hamba maka ujian yang diberikan akan semakin berat. Dengan demikian bisa jadi musibah itu bisa jadi bentuk ujian untuk mendapat ridho dan mencapai derajat lebih tinggi.

“Sesungguhnya pahala besar itu sebanding dengan ujian yang berat. Apabila Allah Ta’ala mencintai suatu kaum, maka Dia akan menimpakan ujian kepada mereka. Siapa yang ridho terhadapnya maka dia akan mendapatkan ridho Allah SWT. Dan sebaliknya barangsiapa yang tidak suka, maka Allah Ta’ala pun akan murka”. (HR Ibn Majah)

Musibah yang datang adalah kesempatan bagi kita untuk dinaikkan
Manifestasi kasih sayang tak hanya dengan kenikmatan, sumber : pixabay.com

2. Sebagai Peringatan

Salah satu sikap bawaan manusia adalah suka melampaui batas dan mudah lupa. Dengan nafsu yang ada dalam dirinya, seringkali manusia akan melakukan berbagai macam cara agar keinginannya bisa terwujud. Dan ketika sudah mendapatkan kenikmatan yang diinginkannya maka dirinya lupa akan syariat dan penciptanya.

Maka dari itu Allah SWT datangkan musibah untuk memberikan peringatan kepada manusia. Bahwa dibalik tembok-tembok kuat dan gedung pencakar langit yang kokoh tidak ada apa-apanya dengan gempa bumi. Dan dibalik semua pencapaian manusia tidak akan mampu melampaui kuasaNya. 

Dengan adanya peringatan kepada manusia baik dalam bencana atau musibah yang lain, berarti Allah Ta’ala masih memberi kesempatan. Dimana kesempatan tersebut dapat dijadikan momentum untuk bertaubat dan kembali berada dalam ketaatan.

3. Tanda KekuasaanNya

Salah satu hal yang harus diyakini oleh makhluk adalah pengakuan pada kekuasaan Allah Ta’ala. Dengan pemahaman tersebut akan mencegah dari kesombongan dan berlaku semena-mena. Saat seorang hamba sudah merasa berkuasa dan berlaku seenaknya sendiri, disitulah Allah SWT akan menunjukkan tanda kekuasaanNya seperti yang dilakukannya pada Fir’aun.

Masih modern saat ini yang menjunjung tinggi sains dan teknologi jangan sampai mengaku bisa menyamai kekuasaanNya. Sehingga dengan adanya musibah yang pernah terjadi manusia khususnya seorang muslim lebih berupaya integratif dalam memahami ayat qouliyah dan kauniyah.

Musibah yang datang adalah kesempatan bagi kita untuk dinaikkan
Tak ada yang mampu menyamai kekuasan Sang Pencipta, sumber : pixabay.com

4. Penggugur Dosa

Setiap manusia yang ada di dunia pasti memiliki kesalahan dan dosa. Dengan demikian sebelum dirinya meninggal dunia, Allah memberikan kesempatan untuk menggugurkan dosa ketika masih ada di dunia. Beberapa cara yang bisa dilakukan adalah dengan istighfar, sakit ataupun musibah.

Hal tersebut sebagaimana yang telah Rasulullah SAW sampaikan, “ Tiada sebuah musibah pun yang menimpa seorang muslim melainkan dengannya Allah akan menghapuskan kesalahan-kesalahannya”. (HR. Bukhari dan Muslim)

5. Sebagai Azab

Suatu ketika musibah yang Allah Ta’ala datangkan pada hamba adalah sebagai azab. Hal tersebut jika manusia tidak bertaubat dan kembali kepada aturanNya setelah diberikan bencana. Karena setelah Allah perlihatkan kuasaNya manusia tetap saja membangkang. Suatu ketika Syaikh Abdul Qodir Jailani Rahimahullahu berkata :

“ Tanda musibah merupakan azab (hukuman) dan pembalasan adalah ketidaksabaran seseorang saat menghadapinya, bahkan hingga larut dalam kesedihan dan mengeluh kepada makhluk. Tanda musibah sebagai penghapus dosa dan kesalahan rasa sabar tanpa mengeluh, tidak gelisah dan bersedih dan tetap ringan dalam menjalankan ketaatan. Tanda musibah sebagai pengangkat derajat adalah merasa ridho, jiwanya tetap tenang serta tunduk terhadap takdir hingga musibah tersebut sirna”. (At-Tabaqotul Kubro As-Syakrani hal. 193)

Itulah beberapa hikmah dibalik musibah yang bisa menjadi renungan manusia. Karena Indonesia berpotensi terjadi bencana yang notabene bagian dari musibah, program sosial kemanusiaan harus tetap diadakan. Sehingga jika hal yang tidak diharapkan tersebut terjadi, penanganan akan lebih merata dan maksimal.

Namun jika memang sampai terjadi hal tersebut, sudah sepantasnya manusia tetap berprasangka baik kepada Allah Ta’ala. Karena setiap yang dihadirkannya dalam kehidupan pasti berdampak bagi bagi manusia. Saat manusia berprasangka buruk kepadaNya, itulah tanda manusia ingkar pada nikmat yang telah Allah SWT berikan.