Kencing bayi laki-laki yang belum makan makanan selain air susu ibu ASI adalah

Reporter : Mutia Nugraheni

Banyak orangtua yang belum mengetahui tata cara membersihkan urine bayi lelaki.

Dream - Pengetahuan seputar bersuci (thaharah) sangat penting diketahui seluruh umat muslim. Bukan hanya soal kebersihan diri sendiri, tapi juga orang lain. Terutama para orangtua yang masih mengurus bayi.

Banyak yang tak tahu kalau cara membersihkan air kencing bayi lelaki yang ternyata beda dengan kencing bayi perempuan. Dalam fikih, ada tiga derajat tingkatan najis. Ketiganya adalah najis mukhoffafah (najis ringan), najis muthawassithah (najis pertengahan), dan najis mugholladzoh (najis berat).

Pesan Habib Syech, Sayangi Anak Yatim dengan Sedekah Secara Sembunyi

Dikutip dari Bincangmuslimah.com, kencing bayi laki-laki bisa masuk kategori najis mukhoffafah hanya bagi bayi yang berusia di bawah dua tahun dan hanya minum ASI tanpa tambahan makanan pendamping. Itulah pengertian najis mukhoffafah sendiri.

Sedangkan selain itu, masuk dalam kategori najis muthawassitoh yang tentu cara membersihkannya berbeda. Cara membersihkannya hanya cukup mencipratkan air pada najis tersebut.

Jka najis mengambang pada suatu tempat, misal lantai di lantai hilangkan dengan kain terlebih dahulu. Hal tersebut diterangkan dalam I’anah at-Thalibin,

Kencing bayi laki-laki yang belum makan makanan selain air susu ibu ASI adalah
© I’anah at-Thalibin

Artinya: Najis mukhoffafah, ialah air kencing anak bayi laki-laki yang belum melampaui usia dua tahun dan belum mengkonsumsi apapun selain air susu ibunya, keterangan (cara mensucikannya) dalam membasuhnya cukup dengan mencipratkannya dengan air. Caranya dengan mencipratkan air yang menyeluruh dan melingkupi wilayah yang terkena najis tanpa harus air sampai mengalir. Hal tersebut berlandaskan pada hadis riwayat Bukhari dan Muslim dari Ummu Qais bahwa ia datang sambil membawa anak laki-lakinya yang masih kecil dan belum makan apapun (selain ASI). Kemudian Rasulullah mendudukkannya di pangkuannya, tak lama ia kencing dan Rasulullah mengambil air lalu mencipratkan air kencing dan tidak membasuhnya (sampai mengalir).

Kencing bayi laki-laki yang belum makan makanan selain air susu ibu ASI adalah
Bayi Lelaki/ Foto: Shutterstock

2 dari 6 halaman

Dalam sumber lain, seperti dalam Tuhfatul Muhtaj fii Syarhil Minhaj karya Ibnu Hajar al-Haytami,

Kencing bayi laki-laki yang belum makan makanan selain air susu ibu ASI adalah
© Bincang Muslimah

Rayyanza Pose Jadi Anak SD, Warganet Gemas Maksimal


Artinya: Disunnahkan untuk membasuh tempat najis setelah suci sebanyak dua basuhan untuk melengkapi sampai tiga basuhan walaupun itu najis mukhoffafah menurut qaul yang leboh unggul.

Untuk tata cara yang lengkap adalah pertama hilangkan wujud najisnya, kedua cipratkan air pada tempat najis, ketiga lengkapi dengan dua basuhan yang artinya mengaliri air di tempat najis tersebut.

Selengkapnya baca di sini.

3 dari 6 halaman

Dream - Menyusui memang sangat dianjurkan bagi para ibu yang baru saja melahirkan bayinya. Air susu ibu (ASI) mengandung nutrisi yang sangat bermanfaat bagi tumbuh kembang bayi, baik fisik maupun kognitif.

Sayangnya tak semua ibu bisa menyusui bayinya. Ada berbagai kondisi yang membuat air susu tak keluar, ibu/ bayi mengalami masalah kesehatan atau alasan lainnya. Lalu bagaimana pandangan Islam, wajibkah ibu menyusui?

Momen Liburan Putri Kim Kardashian Naik Private Jet yang Didekor Khusus

Dikutip dari BincangSyariah.com, menurut para ulama, seorang ibu hanya wajib menyusui anaknya sesaat setelah melahirkan hingga tiga hari. Setelah tiga hari, ia boleh memilih untuk tetap menyusui anaknya sendiri, atau diserahkan pada perempuan lain untuk disusui, atau diberikan susu formula.

Penjelasan terkait kewajiban menyusui dijelaskan dalam Darul Ifta’ Al-Mishriyah berikut;

Kencing bayi laki-laki yang belum makan makanan selain air susu ibu ASI adalah
© Bincang Syariah

4 dari 6 halaman

Pertanyaan; Apakah wajib bagi perempuan menyusui anaknya, dan apakah pekerjaan rumah wajib baginya?

Jawaban; Perempuan menyusui anaknya dan dia melakukan pekerjaan rumah termasuk perbuatan amal shaleh yang mendapatkan pahala. Dan wajib bagi suami untuk menghormati dan berbuat baik padanya sebagai imbalan.

Tanamkan Tauhid Sejak Dini, Kunci Buah Hati Terhindar Syirik

Adapun kewajiban dari sisi syariat, maka wajib bagi perempuan untuk memberikan air susu yang disebut al-liba’ pada anaknya. Maksud air susu al-liba’ ini adalah air susu sesaat setelah melahirkan, karena ada keistimewaan di air susu ini untuk kesehatan anak, dan waktunya hanya sebentar. Setelah itu, jika anak bisa hidup tanpa air susunya, maka dia tidak wajib menyusuinya. Namun jika anak kehidupan anak itu sangat bergantung pada air susunya, maka dia wajib menyusuinya. Jika dia menyusuinya, maka dia berhak mendapatkan upah. Ini sebagaimana firmah Allah; Jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu, maka berikanlah kepada mereka upahnya.

5 dari 6 halaman

Dream - Beberapa pasangan suami istri memilih untuk menunda memiliki anak. Penyebabnya cukup beragam, bisa karena faktor ekonomi, kesehatan, karier atau mungkin kondisi pandemi seperti sekarang.

Lalu bagaimana hukumnya dalam Islam jika suami istri menunda kehadiran buah hati? Dikutip dari TebuIrengOnline, secara umum, para ulama sependapat bahwa hukum menunda kehamilan tidak dilarang sepanjang cara dan tujuannya adalah pengaturan kehamilan (tandhiim an-nasl) dan bukan pembatasan keturunan (tachdiid an-nasl).

Baru Terkuak, Kondisi 'Old Sperm' yang Bikin Sulit Hamil

Hal ini didasarkan pada makna firman Allah SWT dalam surah An-Nisa’ ayat 9: “ Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang sekiranya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka..”.

Juga hadis shahih yang diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda (yang maknanya): “ Sungguh lebih baik bagimu meninggalkan ahli warismu dalam keadaan berkecukupan daripada meninggalkan mereka menjadi beban tanggungan orang banyak” (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Dalam masalah penundaan kehamilan atau Keluarga Berenca (KB) adalah masalah mu’amalah sosial (interaksi kemasyrakatan) dan bukan masalah masalah ibadah ritual. Hal-hal yang berkaitan dengan mu’amalah sosial berada di bawah payung kaidah fiqhiyyah yang amat populer, yaitu al-ashlu fil asy-yaa’ al ibaachah, chattaa yadullu ‘alattahriim (pada dasarnya segala sesuatu itu hukumnya boleh kalau tidak ada dalil yang melarangnya).

6 dari 6 halaman

Sebaliknya hal-hal yang terkait ibadah ritual, maka payung kaidahnya adalah: al-ashlu fil ‘ibadaat al-buthlan, chatta yadullad dalilu ‘alal amri (pada dasarnya segala bentuk peribadatan itu dilarang kalau tidak ada dalil yang memerintahkannya).

Kemudian asas istinbath (penggalian dan penetapan) hukum yang terkaut hal-hal mu’amalah sosial itu adalah maslahah (kemashlahatan/ kebaikan) bagi kehidupan manusia. jadi asal dalam pertimbangan nalar normal hal tersebut mengandung mashlahah maka dapat ditetapkan hukumnya, minimal mubach (boleh).

Dikomentari Lebay, Ibu Korban Pelecehan Anak di BXC Pantang Mundur

Dalam hal ini hukum dapat bergerak menjadi mustachaab (kebaikan yang tidak ada rujukan dalil tekstualnya), sunnah (kebaikan yang ada rujukan haditsnya) atau bahkan wajib, atau sebaliknya bergerak turun menjadi makruh (tidak disukai) atau haram.

Terkait dengan hukum menunda punya anak (baik dengan cara minum pil anti hamil atau menyiasati persetubuhan) demi karir pasangan suami istri yang belum punya anak, hukum asalnya adalah makruh (tidak disukai). Hal ini didasarkan pada hadis yang diriwayatkan dari Anas RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda : “ Nikahilah wanita yang kalian cintai dan punya keturunan (tidak mandul), karena saya di hari kiamat nanti akan banggakan jumlah kalian yang banyak” (HR Ahmad yang diakui sebagai hadis shahih oleh Ibnu Hibban).

Penjelasan selengkapnya baca di sini.

Najis ringan adalah najis yang cara membersihkannya cukup ringan yaitu dengan cara membasuh atau mememercikan air pada benda atau pakaian yang terkena najis.[1] Najis ringan juga dapat dikatakan dengan najis mukhaffafah.[1] Yang termasuk dalam najis ringan adalah air kencing bayi laki-laki yang belum memakan makanan selain dari air susu ibunya atau anak laki-laki yang umurnya kurang dari dua tahun.[1] Menurut ajaran Islam bagi orang yang terkena najis dapat menghalangi sahnya beribadah.[2] Ajaran Islam mengajarkan bahwa wajib hukumnya seorang muslim untuk menghilangkan dan mensucikan diri dari najis, baik yang menempel apada badan atau pada pakaian yang dikenakan.[2] Menurut ajaran Islam najis adalah benda-benda yang kotor.[2] Ada beberapa benda yang tergolong atau termasuk dalam kategori najis yaitu bangkai kecuali ikan dan belalang, darah segala macam darah adalah najis, baik darah yang mengalir atau tertumpah misalnya darah yang mengalir dari binatang yang disembelih, babi, anjing, khamar yaitu semua minuman yang mengandung alkohol berkadar tinggi yang dapat memabukkan seperti arak, bir, dan sejenisnya.[3]

Membersihkan najis ringan cukup membasuh atau memercikan air pada benda atau pakaian yang terkena najis tersebut.

  1. ^ a b c Dewi Mulyani.2010.Fikih.Penerbit:PT Mizan Pustaka.14
  2. ^ a b c Aghala.2004.Mengakrabkan Anak pada Ibadah.Jakarta:Almahira.88
  3. ^ Yunan Yusuf.2008.Buku Pintar Shalat.Penerbit:PT Wahyu Media.8-10

 

Artikel bertopik Islam ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya.

Diperoleh dari "//id.wikipedia.org/w/index.php?title=Najis_ringan&oldid=18315679"

Repost by Instagram Account Bimas Islam Kemenag RI [@bimasislam]

Cara Menyucikan Kencing Bayi Laki-laki

Dalam fikih, status kencing anak laki-laki terbagi dua macam, cara menyucikan najis disebabkan kencing anak laki-laki terbagi dua macam.

Pertama, kencing anak laki-laki yang belum makan sesuatu selain Air Susu Ibu [ASI] dinamakan najis ringan [Mukhaffafah]. Cara menyucikannya cukup dipercikkan air pada tempat yang terkena najis.

Kedua, kencing anak laki-laki yang telah memakan makanan lain, selain air susu ibu [ASI] dan usianya lewat dari dua tahun dinamakan najis pertengahan [mutawassithah]. Cara menyucikannya dengan membasuh tempat yang terkena najis. Batas sucinya sampai hilang bau, warna, atau rasanya.

“Dari Ummu Qais bin Mihshan, ia datang dengan anak laki-lakinya yang masih kecil dan anaknya belum mengonsumsi makanan. Ia membawa anaknya ke hadapan Nabi. Beliau mendudukkan anak tersebut di pangkuannya. Lalu Anak tersebut kencing di pakaian Nabi. Beliau lantas meminta diambilkan air dan memercikkan bekas kencing tersebut tanpa mencucinya.” [HR. Bukhari dan Muslim].

#BikinIndonesiaMaju #BimasIslam #KemenagRI

Jakarta -

Macam-macam najis dan contohnya. Pertanyaan itu barangkali pernah ditanyakan kepada detikers yang duduk di bangku sekolahan. Lantas apa saja sih macam-macam najis dan contohnya?

Najis adalah semua benda yang dihukumi kotor oleh syariat, seperti bangkai, darah, kotoran hewan, dan sebagainya. Islam sangat menekankan kebersihan bagi pemeluknya terutama bila terkena najis.

Rasulullah SAW pernah mencontohkan sahabatnya untuk membuang area yang terkena najis bangkai tikus, diriwayatkan dari Ibnu Abbas dari Maimunah, ia berkata,

عَنْ ابْنِ شِهَابٍ الزُّهْرِيِّ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ عَنْ مَيْمُونَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ عَنْ فَأْرَةٍ سَقَطَتْ فِي سَمْنٍ فَقَالَ أَلْقُوهَا وَمَا حَوْلَهَا فَاطْرَحُوهُ وَكُلُوا سَمْنَكُمْ

Artinya: "Dari Ibnu Abbas dari Maimunah bahwa Rasulullah pernah ditanya tentang bangkai tikus yang jatuh ke dalam lemak [minyak samin]. Maka Beliau menjawab, "Buanglah bangkai tikus itu dan apa yang ada di sekitarnya. Lalu makanlah lemak kalian." [HR. Al Bukhari].

Macam-macam najis itu sendiri dapat dibedakan menjadi 3 macam bila dilihat dari tingkatannya. detikers bisa sebutkan apa saja macam-macam najis dan contohnya?

1. Najis Mukhaffaffah

Dikutip dari buku yang berjudul Materi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam karya H. Anwar Aziz, Lc, M.Ud, najis mukhaffafah adalah najis ringan yang berasal dari air kencing bayi laki-laki berumur kurang dari 2 tahun dan belum makan apa-apa kecuali, air susu ibu [ASI].

Cara menyucikan najis tingkatan ringan ini yaitu membasahi benda yang terkena najis dengan air sampai basah. Tanpa perlu dikucek atau pun diperas. Hal tersebut dicontohkan oleh Rasulullah dalam sebuah hadits berikut,

حَدَّثَنَا عَبْدُ الصَّمَدِ بْنُ عَبْدِ الْوَارِثِ حَدَّثَنَا هِشَامٌ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَبِي حَرْبِ بْنِ أَبِي الْأَسْوَدِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَوْلُ الْغُلَامِ يُنْضَحُ عَلَيْهِ وَبَوْلُ الْجَارِيَةِ يُغْسَلُ قَالَ قَتَادَةُ هَذَا مَا لَمْ يَطْعَمَا فَإِذَا طَعِمَا غُسِلَ بَوْلُهُمَا

Artinya: "Telah meriwayatkan kepada kami Abdush Shamad bin Abdul Warits telah menceritakan kepada kami Hisyam dari Qatadah dari Abu Harb bin Abul Aswad dari bapaknya Ali, dia berkata bahwa Rasulullah bersabda, " Air kencing bayi laki-laki [cara membersihkannya] cukup diperciki air, sedangkan air kencing bayi perempuan dicuci."

Qatadah berkata: "Cara seperti ini apabila keduanya [bayi laki-laki dan perempuan] belum makan makanan [selain ASI], akan tetapi apabila telah makan maka air kencing keduanya harus dicuci." [HR. Imam Ahmad].

Diriwayatkan oleh Ummu Qois bahwa ia datang dengan seorang bayi laki-laki yang belum makan apa-apa, maka Rasul menempatkan bayi itu di tempat sholatnya. Lalu bayi tersebut kencing dan Rasul memercikkan air ke tempat tersebut tanpa membasuhnya. [HR. Bukhari dan Muslim].

2. Najis Mutawassitah

Najis yang kedua ini disebut dengan najis dengan tingkatan sedang. Artinya semua najis yang tidak termasuk dalam najis Mukhaffafah maupun Mugallazah. Contoh najis ini biasanya ditemukan pada air seni serta tinja manusia, bangkai [kecuali ikan dan belalang], dan air susus hewan yang diharamkan.

Jenis dari najis mutawassitah terbagi lagi menjadi dua jenis najis, di antaranya:

- Mutawassitah hukumiyah, artinya najis yang diyakini wujudnya, tetapi tidak ada bau, rasa, ataupun wujudnya. Misalnya, air seni yang sudah mengering. Untuk menyucikannya cukup disiram air di atasnya.

- Mutawassitah 'ainiyah, adalah najis yang masih meninggalkan wujud, bau, maupun rasanya. Cara menyucikannya dengan dibasuh sampai hilang wujud, bau, atau pun rasa. Rasa dikecualikan bila sangat sulit dihilangkan.

3. Najis Mughallazah

Najis mughallazah artinya adalah najis dengan tingkatan berat. Najis berat adalah suatu materi [benda] yang kenajisannya ditetapkan dalil yang pasti [qat'i].

Contoh yang termasuk dalam najis mugallazah yaitu, najis yang berasal dari anjing dan babi [termasuk kotoran dan air liurnya]. Cara menyucikannya dengan menghilangkan terlebih dahulu wujud benda najis tersebut. Kemudian, dicuci dengan air bersih sebanyak tujuh kali dan salah satunya menggunakan tanah.

Dalil menyucikan najis mughallazah termaktub dalam hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda,

إِذَا وَلَغَ الْكَلْبُ فِى الإِنَاءِ فَاغْسِلُوهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ وَعَفِّرُوهُ الثَّامِنَةَ فِى التُّرَابِ

Artinya: "Ketika anjing menjilat bejana, maka basuhlah tujuh kali dengan dicampuri debu pada awal pembasuhannya." [HR. Muslim].

Nah, sekarang detikers sudah bisa menjawab pertanyaan, "Sebutkan macam-macam najis dan contohnya," bukan? Semoga bermanfaat!

Simak Video "Sucikan Diri dan Hati dengan Berwudhu"

[rah/erd]

Air kencing bayi laki-laki yang belum makan apa-apa kecuali ASI merupakan najis mukhaffafah atau najis ringan pada Mazhab Syafii dan Hanbali /

MEDIA PEMALANG- Air kencing bayi laki-laki yang belum berumur 2 tahun dan belum makan apa-apa kecuali asi termasuk najis mukhaffafah atau najis ringan dan cukup dibersihkan dengan memercikkan air ke tempat, baju atau tubuh yang terkena.

Syaikh Ahmad Tayyib dari Darul Ifta atau Lembaga Fatwa Mesir mengatakan bahwa hukum air kencing bayi laki-laki termasuk najis mukhaffafah hanya dalam pandangan ulama mazhab Syafi’i dan Hanbali.

Sedangkan mazhab Maliki dan Hanafi menganggap air kencing bayi laki-laki termasuk najis mutawasitah, tak ada bedanya dengan najis air kencing bayi perempuan maupun orang dewasa. Sehingga harus dicuci menggunakan air yang mengalir.

Ibnu Rusyd dalam kitab Bidayatul Mujtahid [Juz 1, halaman 77-82] menjelaskan bahwa mazhab Maliki dan Hanafi mendasarkan hukum air kencing bayi laki-laki termasuk najis mutawasitah pada hadits berikut:

استنزهوا من البول، فإن عامة عذاب القبر منه

>

“Perhatikanlah air kencing kalian, karena kebanyakan orang diadzab karenanya.” [HR. Ad-Daruqutni]

Sementara Mazhab Syafii dan Hanbali membedakan antara air kencing bayi perempuan dan laki-laki meskipun sama-sama belum makan makanan kecuali ASI ibunya.

Baca Juga: Mengapa Air Kencing Bayi Perempuan Termasuk Najis Mutawasitah dan Laki-Laki Najis Mukhaffafah?

Air kencing bayi laki-laki yang belum berumur 2 tahun dan belum makan apa-apa kecuali asi termasuk najis mukhaffafah atau najis ringan menurut Mazhab Syafii dan Hanbali. Cara membersihkannya telah diajarkan Rasululullah dalam hadits dari Immu Qais binti Mihsan: