Innama amruhu idza Aroda syaian an Yaqula lahu kun fayakun apa artinya?

Tidak terkabulnya do'a menimbulkan banyak tafsir atasnya. Ada yang meninjau dari cara berdo'a, seperti tata krama, syarat dan rukun yang terkandung di dalamnya. Dikatakan oleh sebagian ulama' bahwa orang yang berdo'a harus terbebas dari keharaman, meliputi pakaian yang dipakai serta makanan yang masuk ke dalam perutnya harus halal. Maka apabila do'a tidak terkabul, orang harus melihat kembali kepada dirinya, adakah sesuatu yang "haram" tersebut pada dirinya? Jika ada, apa saja?

Kemudian dikatakan pula tentang tata krama dalam urusan do'a. Meminta kepada yang memiliki segalanya tentulah harus dengan tata krama yang baik. Tutur kata, kondisi hati, bahkan terhadap apa yang dimintakan apakah sudah layak? Caranya pun sudah ada yang merumuskan bahwa untuk berdo'a, selain menyebut nama Tuhan harus mengucap shalawat serta bacaan hamdalah. Karena shalawat adalah kunci untuk membuka pintu hubungan antara si pendo'a dan yang dimintai do'a. Namun, apabila semua itu sudah terpenuhi dan ternyata masih belum juga terkabul. Apa yang harus dilakukan? Apakah sabar? Ataukah berusaha ikhlas dikarenakan memang sudah putus asa atas do'a-do'a yang dipanjatkan tidak kunjung dikabulkan?

Dalam surat Yasin ayat ke 82, "innama amruhu idza arooda syaian ayyaquula lahu kun fayakun". Ada kalimat terakhir yang selayaknya kita pelajari dan dalami, yaitu Kun Fayakun yang artinya Jadilah, maka akan jadi. Kalimat itu selama ini diartikan bahwa ketika Tuhan menghendaki sesuatu, tinggal mengucap Kun, maka "cling", akan langsung terwujud seketika itu juga. Kun dalam bahasa arab adalah fi'ilamr [kata perintah] yang artinya jadilah! sedangkan Fayakun adalah fi'il mudlori' [kata kerja] yang artinya maka "akan" terjadi.

Sehingga bisa ditarik pemahaman bahwa ketika Tuhan memerintah dengan kata Kun yang artinya jadilah! diteruskan dengan kata Fayakun yang artinya maka akan terjadi, disitu ada dua peristiwa. Yang pertama, perintah atas kejadian. Yang kedua, proses terjadinya kejadian tersebut. Kecuali jika dalam ayat 82 tersebut hanya berhenti pada Kun tanpa Fayakun, maka dalam menciptakan segala sesuatu, tidak akan pernah ada yang namanya proses.

Maka ketika kita telah selesai mengantarkan do'a. Kemudian Tuhan mendawuhkan perintah "terkabullah!", otomatis diteruskan dengan "maka akan terkabul", yang artinya berlangsunglah proses menuju terkabulnya do'a yang kita pinta. Entah proses itu sebentar atau lama, yang pasti semua telah bekerja dan berlangsung untuk mewujudkan perintah Tuhan yang bernama "terkabul". Sehingga kita mengerti bahwa pada hakikatnya semua do'a dikabulkan. Dan pada akhirnya, benarlah dawuh Tuhan.

 "Ud'uniy astajib lakum". Berdo'alah, niscaya Kukabulkan!

Wallahu a'lam bisshawwab


Lihat Humaniora Selengkapnya

Page 2

Tidak terkabulnya do'a menimbulkan banyak tafsir atasnya. Ada yang meninjau dari cara berdo'a, seperti tata krama, syarat dan rukun yang terkandung di dalamnya. Dikatakan oleh sebagian ulama' bahwa orang yang berdo'a harus terbebas dari keharaman, meliputi pakaian yang dipakai serta makanan yang masuk ke dalam perutnya harus halal. Maka apabila do'a tidak terkabul, orang harus melihat kembali kepada dirinya, adakah sesuatu yang "haram" tersebut pada dirinya? Jika ada, apa saja?

Kemudian dikatakan pula tentang tata krama dalam urusan do'a. Meminta kepada yang memiliki segalanya tentulah harus dengan tata krama yang baik. Tutur kata, kondisi hati, bahkan terhadap apa yang dimintakan apakah sudah layak? Caranya pun sudah ada yang merumuskan bahwa untuk berdo'a, selain menyebut nama Tuhan harus mengucap shalawat serta bacaan hamdalah. Karena shalawat adalah kunci untuk membuka pintu hubungan antara si pendo'a dan yang dimintai do'a. Namun, apabila semua itu sudah terpenuhi dan ternyata masih belum juga terkabul. Apa yang harus dilakukan? Apakah sabar? Ataukah berusaha ikhlas dikarenakan memang sudah putus asa atas do'a-do'a yang dipanjatkan tidak kunjung dikabulkan?

Dalam surat Yasin ayat ke 82, "innama amruhu idza arooda syaian ayyaquula lahu kun fayakun". Ada kalimat terakhir yang selayaknya kita pelajari dan dalami, yaitu Kun Fayakun yang artinya Jadilah, maka akan jadi. Kalimat itu selama ini diartikan bahwa ketika Tuhan menghendaki sesuatu, tinggal mengucap Kun, maka "cling", akan langsung terwujud seketika itu juga. Kun dalam bahasa arab adalah fi'ilamr [kata perintah] yang artinya jadilah! sedangkan Fayakun adalah fi'il mudlori' [kata kerja] yang artinya maka "akan" terjadi.

Sehingga bisa ditarik pemahaman bahwa ketika Tuhan memerintah dengan kata Kun yang artinya jadilah! diteruskan dengan kata Fayakun yang artinya maka akan terjadi, disitu ada dua peristiwa. Yang pertama, perintah atas kejadian. Yang kedua, proses terjadinya kejadian tersebut. Kecuali jika dalam ayat 82 tersebut hanya berhenti pada Kun tanpa Fayakun, maka dalam menciptakan segala sesuatu, tidak akan pernah ada yang namanya proses.

Maka ketika kita telah selesai mengantarkan do'a. Kemudian Tuhan mendawuhkan perintah "terkabullah!", otomatis diteruskan dengan "maka akan terkabul", yang artinya berlangsunglah proses menuju terkabulnya do'a yang kita pinta. Entah proses itu sebentar atau lama, yang pasti semua telah bekerja dan berlangsung untuk mewujudkan perintah Tuhan yang bernama "terkabul". Sehingga kita mengerti bahwa pada hakikatnya semua do'a dikabulkan. Dan pada akhirnya, benarlah dawuh Tuhan.

 "Ud'uniy astajib lakum". Berdo'alah, niscaya Kukabulkan!

Wallahu a'lam bisshawwab


Lihat Humaniora Selengkapnya

Page 3

Tidak terkabulnya do'a menimbulkan banyak tafsir atasnya. Ada yang meninjau dari cara berdo'a, seperti tata krama, syarat dan rukun yang terkandung di dalamnya. Dikatakan oleh sebagian ulama' bahwa orang yang berdo'a harus terbebas dari keharaman, meliputi pakaian yang dipakai serta makanan yang masuk ke dalam perutnya harus halal. Maka apabila do'a tidak terkabul, orang harus melihat kembali kepada dirinya, adakah sesuatu yang "haram" tersebut pada dirinya? Jika ada, apa saja?

Kemudian dikatakan pula tentang tata krama dalam urusan do'a. Meminta kepada yang memiliki segalanya tentulah harus dengan tata krama yang baik. Tutur kata, kondisi hati, bahkan terhadap apa yang dimintakan apakah sudah layak? Caranya pun sudah ada yang merumuskan bahwa untuk berdo'a, selain menyebut nama Tuhan harus mengucap shalawat serta bacaan hamdalah. Karena shalawat adalah kunci untuk membuka pintu hubungan antara si pendo'a dan yang dimintai do'a. Namun, apabila semua itu sudah terpenuhi dan ternyata masih belum juga terkabul. Apa yang harus dilakukan? Apakah sabar? Ataukah berusaha ikhlas dikarenakan memang sudah putus asa atas do'a-do'a yang dipanjatkan tidak kunjung dikabulkan?

Dalam surat Yasin ayat ke 82, "innama amruhu idza arooda syaian ayyaquula lahu kun fayakun". Ada kalimat terakhir yang selayaknya kita pelajari dan dalami, yaitu Kun Fayakun yang artinya Jadilah, maka akan jadi. Kalimat itu selama ini diartikan bahwa ketika Tuhan menghendaki sesuatu, tinggal mengucap Kun, maka "cling", akan langsung terwujud seketika itu juga. Kun dalam bahasa arab adalah fi'ilamr [kata perintah] yang artinya jadilah! sedangkan Fayakun adalah fi'il mudlori' [kata kerja] yang artinya maka "akan" terjadi.

Sehingga bisa ditarik pemahaman bahwa ketika Tuhan memerintah dengan kata Kun yang artinya jadilah! diteruskan dengan kata Fayakun yang artinya maka akan terjadi, disitu ada dua peristiwa. Yang pertama, perintah atas kejadian. Yang kedua, proses terjadinya kejadian tersebut. Kecuali jika dalam ayat 82 tersebut hanya berhenti pada Kun tanpa Fayakun, maka dalam menciptakan segala sesuatu, tidak akan pernah ada yang namanya proses.

Maka ketika kita telah selesai mengantarkan do'a. Kemudian Tuhan mendawuhkan perintah "terkabullah!", otomatis diteruskan dengan "maka akan terkabul", yang artinya berlangsunglah proses menuju terkabulnya do'a yang kita pinta. Entah proses itu sebentar atau lama, yang pasti semua telah bekerja dan berlangsung untuk mewujudkan perintah Tuhan yang bernama "terkabul". Sehingga kita mengerti bahwa pada hakikatnya semua do'a dikabulkan. Dan pada akhirnya, benarlah dawuh Tuhan.

 "Ud'uniy astajib lakum". Berdo'alah, niscaya Kukabulkan!

Wallahu a'lam bisshawwab


Lihat Humaniora Selengkapnya

Dalam al-Qur’an Allah berfirman: “Inama Amruhu Idza Arada Sya’ian An Yaqula Lahu Kun Fayakun”[QS. Yasin: 82].

Makna ayat ini bukan berarti bahwa setiap Allah berkehendak menciptakan sesuatu, maka dia berkata: “Kun”, dengan huruf “Kaf” dan “Nun” yang artinya “Jadilah…!”. Karena seandainya setiap berkehendak menciptakan sesuatu Allah harus berkata “Kun”, maka dalam setiap saat perbuatan-Nya tidak ada yang lain kecuali hanya berkata-kata: “kun, kun, kun…”. Hal ini tentu rancu.

Karena sesungguhnya dalam waktu yang sesaat saja bagi kita, Allah maha Kuasa untuk menciptakan segala sesuatu yang tidak terhitung jumlanya. Deburan ombak di lautan, rontoknya dedaunan, tetesan air hujan, tumbuhnya tunas-tunas, kelahiran bayi manusia, kelahiran anak hewan dari induknya, letusan gunung, sakitnya manusia dan kematiannya, serta berbagai peristiwa lainnya, semua itu adalah hal-hal yang telah dikehendaki Allah dan merupakan ciptaan-Nya. Semua perkara tersebut bagi kita terjadi dalam hitungan yang sangat singkat, bisa terjadi secara beruntun bahkan bersamaan.

Adapun sifat perbuatan Allah sendiri [Shifat al-Fi’il] tidak terikat oleh waktu. Allah menciptakan segala sesuatu, sifat perbuatan-Nya atau sifat menciptakan-Nya tersebut tidak boleh dikatakan “di masa lampau”, “di masa sekarang”, atau “di masa mendatang”. Sebab perbuatan Allah itu azali, tidak seperti perbuatan makhluk yang baharu.

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ: “كَانَ اللهُ وَلَمْ يَكُنْ شَىءٌ غَيْـرُهُ” [رواه البخاري والبيهقي وابن الجارود]

Rasulullah Shallallahu ‘Alayhi Wa Sallam bersabda: “Allah ada pada azal [Ada tanpa permulaan] dan belum ada sesuatupun selain-Nya”. [H.R. al-Bukhari, al-Bayhaqi dan Ibn al-Jarud]

Perbuatan Allah tidak terikat oleh waktu, dan tidak dengan mempergunakan alat-alat. Benar, segala kejadian yang terjadi pada alam ini semuanya baharu, semuanya diciptakan oleh Allah, namun sifat perbuatan Allah atau sifat menciptakan Allah [Shifat al-Fi’il] tidak boleh dikatakan baharu.

Kemudian dari pada itu, kata “Kun” adalah bahasa Arab yang merupakan ciptaan Allah [al-Makhluk]. Sedangkan Allah adalah Pencipta [Khaliq] bagi segala bahasa. Maka bagaimana mungkin Allah sebagai al-Khaliq membutuhkan kepada ciptaan-Nya sendiri [al-Makhluq]?! Seandainya Kalam Allah merupakan bahasa, tersusun dari huruf-huruf, dan merupakan suara, maka berarti sebelum Allah menciptakan bahasa Dia diam; tidak memiliki sifat Kalam, dan Allah baru memiliki sifat Kalam setelah Dia menciptakan bahasa-bahasa tersebut. Bila seperti ini maka berarti Allah baharu, persis seperti makhluk-Nya, karena Dia berubah dari satu keadaan kepada keadaan yang lain. Tentu hal seperti ini mustahil atas Allah.

[ لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَىءٌ ] [سورة الشورى: 11]

“Dia [Allah] tidak menyerupai sesuatupun dari makhluk-Nya, dan tidak ada sesuatupun yang menyerupai-Nya”. [QS. as-Syura: 11]

Dengan demikian makna yang benar dari ayat dalam QS. Yasin: 82 diatas adalah sebagai ungkapan bahwa Allah maha Kuasa untuk menciptakan segala sesuatu tanpa lelah, tanpa kesulitan, dan tanpa ada siapapun yang dapat menghalangi-Nya. Dengan kata lain, bahwa bagi Allah sangat mudah untuk menciptakan segala sesuatu yang Ia kehendaki, sesuatu tersebut dengan cepat akan terjadi, tanpa ada penundaan sedikitpun dari waktu yang Ia kehendakinya.

*Terbit kali pertama di Sarkub

Video yang berhubungan