Dalam masyarakat Hindu dikenal dengan adanya sistem kasta urutan yang benar adalah

Kasta berasal dari Indonesia bahasa Inggris dan bahasa Portugal [casta] yang berarti keturunan atau suku.[1] Kasta pada abad ke-16 digunakan oleh penjelajah Portugis untuk mendeskripsikan pembagian kerja pada masyarakat India. Tetapi persepsi awal pembagian tersebut memiliki tingkatan, kenyataannya pada Weda sendiri tidak menjelaskan tingkatan sosial hanya menjelaskan pembagian kerja yg disebut Varna.[2] Kasta yang sebenarnya merupakan perkumpulan tukang-tukang atau orang-orang ahli dalam bidang tertentu.

Di Indonesia, sistem kasta dapat dilihat di Bali. Anak-anak di Bali diberi nama berdasarkan kasta keluarga mereka dan urutan kelahiran mereka. Masyarakat Bali didasarkan pada sistem kasta Catur Warna Hindu, walaupun tidak serumit yang terjadi di India. Versi sederhana ini menjelaskan pembagian manusia ke dalam 4 kasta yang berbeda:

  1. Kasta Brahmana, orang yang mengabdikan dirinya dalam urusan bidang spiritual seperti sulinggih, pandita dan rohaniawan. Selain itu disandang oleh para pribumi.
  2. Kasta Ksatria, para kepala dan anggota lembaga pemerintahan. Seseorang yang menyandang gelar ini tidak memiliki harta pribadi semua harta milik negara.
  3. Kasta Waisya, orang yang telah memiliki pekerjaan dan harta benda sendiri petani, nelayan, pedagang, dan lain-lain.
  4. Kasta Sudra, pelayan bagi ketiga kasta di atasnya. Kasta ini merupakan yang paling banyak terdapat di Bali, hampir 90% dari jumlah penduduk warga Bali.[3]

Keempat kasta ini mempunyai aturan yang berbeda-beda untuk berinteraksi/berkomunikasi dengan orang-orang dengan kasta yang berbeda. Bahasa Bali Madya biasa digunakan untuk lawan bicara yang belum diketahui kastanya, untuk menghindari ketidakhormatan kepada lawan bicara.

Sedangkan di luar sistem kasta tersebut, ada pula istilah:

  1. Kaum Paria, golongan orang rendahan yang tugasnya melayani para Brahmana dan Ksatria.
  2. Kaum Candala, golongan orang yang berasal dari perkawinan antarwarna, bangsa asing.
  • Catur Warna [golongan masyarakat dalam Hinduisme]
  • Sistem kasta Bali
  • Sistem kasta India

  1. ^ Oxford English Dictionary [September 2005]. "Caste". Oxford University Press.  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan [bantuan]
  2. ^ naumannj. "The Caste System of India". Diakses tanggal 19 Juli 2018. 
  3. ^ B. R. Ambedkar. "Who Were the Shudras?". 

 

Artikel bertopik masyarakat ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya.

Diperoleh dari "//id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kasta&oldid=21034661"

Sistem Kasta Dalam Agama Hindu. Foto: Pixabay

Dalam agama Hindu, terdapat sistem kasta yang membagi pemeluknya ke dalam beberapa golongan tingkat atau derajat. Di India, negara asal Hindu, memberlakukan sistem kasta dengan sangat ketat. Misalnya, orang yang berbeda golongan tidak boleh menikah atau bahkan menggunakan piring yang sama.

Sistem kasta ini juga diterapkan oleh pemeluk agama Hindu di Indonesia. Salah satunya di Bali, daerah di Indonesia yang mayoritasnya beragama Hindu. Namun, sistem kasta di Bali tidak seketat di India.

Apa saja sistem kasta dalam agama Hindu? Simak penjelasan kasta tertinggi hingga terendah di bawah ini.

Kasta Brahmana merupakan kasta yang terdiri dari para pendeta, pemuka agama, dan guru. Anggota kasta inilah yang memimpin upacara keagamaan dan mengelola kuil.

Ilustrasi Ksatria. Foto: Pixabay

Kasta Ksatria merupakan kasta kedua tertinggi yang golongannya terdiri dari raja, prajurit, dan bangsawan. Umumnya, anggota kasta Ksatria yang menyelenggarakan pemerintahan.

Anggota Kasta Waisya merupakan para pedagang, pengrajin, dan buruh kelas menengah.

Ilustrasi Petani. Foto: Pixabay

Kasta Sudra ini merupakan kasta terendah dalam agama Hindu. Anggotanya terdiri dari para petani, pembantu, kuli, dan buruh kecil.

Namun, selain empat kasta di atas, masih ada Kasta Paria yang merupakan kasta paling rendah. Kasta ini terdiri dari orang yang dianggap rendahan.

Susunan masyarakat dalam agama hindu adalah Brahmana, Ksatria, Waisya, Sudra [ mulai dari yang paling tinggi dan ke paling terendah.

Kasta adalah jenis tingkatan kelas sosial di masyarakat yang digunakan dalam kehidupan bermasyarakat budaya Hindu. Sistem kasta ini dianut oleh Negara India dan Bali, tujuan dari terciptanya kasta ini yakni untuk melestarikan status sosial yang telah diwariskan keluarga secara turun menurun. Ada 4 tingkatan kasta dalam Hindu dimulai dari yang teratas hingga terendah yaitu Brahmana, Ksatria, Waisya, dan Sudra. Kasta ini bersifat tertutup maksudnya adalah tidak bisa bagi satu lapisan masyarakat untuk berpindah status sosial akibat dari aturan mutlak pada sistem sosial tersebut.

1. Brahmana

Kasta Brahmana merupakan keturunan dari tingkatan strata sosial yang tertinggi dalam agama Hindu. Keturunan Brahmana adalah mereka yang mengabdikan diri pada agama adapun profesi mereka yakni sebagai pendeta, sulinggih, pandita, dan rohaniawan.

2. Ksatria

Kasta Ksatria merupakan orang-orang yang mengabdikan diri pada urusan pemerintahan misalnya mereka yang berprofesi sebagai tentara, pengawal kerajaan, dan bahkan para keturunan bangsawan dan prajurit kerajaan.

3. Waisya

Kasta ini merupakan tingkatan sosial bagi mereka yang setiap harinya berprofesi sebagai pedagang.

4. Sudra

Kasta ini dimiliki oleh orang-orang dengan tingkatan sosial terendah dalam masyarakat hindu. Contoh profesinya antara lain petani, buruh dan rakyat biasa

Dampak lain dari adanya sistem kasta ini maka aturan pernikahan, yaitu seorang yang akan menikah diwajibkan untuk menikahi pasangan yang memiliki kasta sama. Misalnya, seorang berkasta waisya tidak diizinkan menikah dengan pasangan dari kasta lain. Artinya hanya bisa menikah dengan sesame Waisya. Sistem interaksi pun menjadi terbatas diakibatkan hubungan eksklusif yang terjadi antara kasta yang sama.


Pelajari lebih lanjut

Materi tentang 4 kasta hindu brainly.co.id/tugas/6201490

Susunan masyarakat dalam agama hindu adalah Brahmana, Ksatria, Waisya, Sudra [ mulai dari yang paling tinggi dan ke paling terendah.

Kasta adalah jenis tingkatan kelas sosial di masyarakat yang digunakan dalam kehidupan bermasyarakat budaya Hindu. Sistem kasta ini dianut oleh Negara India dan Bali, tujuan dari terciptanya kasta ini yakni untuk melestarikan status sosial yang telah diwariskan keluarga secara turun menurun. Ada 4 tingkatan kasta dalam Hindu dimulai dari yang teratas hingga terendah yaitu Brahmana, Ksatria, Waisya, dan Sudra. Kasta ini bersifat tertutup maksudnya adalah tidak bisa bagi satu lapisan masyarakat untuk berpindah status sosial akibat dari aturan mutlak pada sistem sosial tersebut.

1. Brahmana

Kasta Brahmana merupakan keturunan dari tingkatan strata sosial yang tertinggi dalam agama Hindu. Keturunan Brahmana adalah mereka yang mengabdikan diri pada agama adapun profesi mereka yakni sebagai pendeta, sulinggih, pandita, dan rohaniawan.

2. Ksatria

Kasta Ksatria merupakan orang-orang yang mengabdikan diri pada urusan pemerintahan misalnya mereka yang berprofesi sebagai tentara, pengawal kerajaan, dan bahkan para keturunan bangsawan dan prajurit kerajaan.

3. Waisya

Kasta ini merupakan tingkatan sosial bagi mereka yang setiap harinya berprofesi sebagai pedagang.

4. Sudra

Kasta ini dimiliki oleh orang-orang dengan tingkatan sosial terendah dalam masyarakat hindu. Contoh profesinya antara lain petani, buruh dan rakyat biasa

Dampak lain dari adanya sistem kasta ini maka aturan pernikahan, yaitu seorang yang akan menikah diwajibkan untuk menikahi pasangan yang memiliki kasta sama. Misalnya, seorang berkasta waisya tidak diizinkan menikah dengan pasangan dari kasta lain. Artinya hanya bisa menikah dengan sesame Waisya. Sistem interaksi pun menjadi terbatas diakibatkan hubungan eksklusif yang terjadi antara kasta yang sama.

Pelajari lebih lanjut

Materi tentang 4 kasta hindu brainly.co.id/tugas/6201490

Detil Jawaban  

Kelas : 5 SD

Mata Pelajaran : Ilmu Sosial

Kategori : Bab 1 - Mengenal Peninggalan Sejarah Masa Hindu, Buddha, dan Islam Awal

Kode : 5.10.1

Kata Kunci: Kasta, Hindu


Video yang berhubungan

Sistem kasta Bali adalah suatu sistem organisasi sosial yang mirip dengan sistem kasta India. Kemiripan ini bisa terjadi karena kedua sistem ini berasal dari akar yang sama, yaitu kekeliruan dalam penerapan sistem Warna yang bersumber dari Veda. Akan tetapi, sistem kasta India jauh lebih rumit daripada Bali, dan hanya ada empat kasta dalam sistem kasta Bali.

Empat kasta Bali antara lain:

  • Sudra - petani, berjumlah sekitar 90 persen dari populasi Bali.[1]
  • Wesia [Waisya] - kasta pedagang dan pegawai pemerintahan
  • Satria [Kshatriya] - kasta prajurit, juga mencakup bangsawan dan raja
  • Brahmana - pendeta

Pembagian kasta yang mengikuti sistem kasta di India, yaitu Brahmāna, Kşatriya, Waisya, dan Sudra. Selain itu, Bali juga mengenal istilah jaba atau "luar", yaitu orang-orang yang berada di luar keempat kasta tersebut.[2]

Di dalam masyarakat Hindu dikenal adanya sistem warna, yaitu suatu sistem pengelompokan masyarakat berdasarkan profesi yang ditekuni, bakat dan keahlian yang dikuasai. Pada perkembangannya, sistem warna dari agama Hindu ini sering diselewengkan oleh penguasa penguasa feodal dan pengikut pengikutnya untuk melanggengkan pengaruh politisnya di masyarakat. Sistem warna yang merupakan pengelompokan orang berdasarkan tugas dan kewajiban yang dijalankan di dalam kehidupan bermasyarakat berubah menjadi tingkatan-tingkatan yang membedakan derajat seseorang berdasarkan keturunan. Ide dasar dari sistem ini, yaitu pengelompokan masyarakat berdasarkan profesi dan keahlian, sering atau bahkan terabaikan sama sekali. Tingkatan-tingkatan kelas inilah yang kemudian disebut dengan kasta.

Berbeda dengan sistem Warna yang bersumber dari ajaran Veda, sistem kasta yang sering tersamarkan dengan keberadaan sistem warna ini adalah sebuah kata yang berasal dari bahasa portugis yang berarti tembok pemisah. Penerapan politik devide et impera pada masa pendudukan Hindia Belanda membuat sistem kasta dalam masyarakat Hindu Bali menjadi semakin kuat dan bahkan menggeser pengertian sistem warna yang asli.

Terdapat empat kasta dalam masyarakat Bali yang diambil dari sistem warna, yaitu Brahmana, Ksatria, Waisya, dan Sudra. Dari keempat kasta tersebut yang tertinggi menurut sistem kasta adalah Brahmana, karena dalam buku ke-10 Rig-Veda yang memuat tentang sistem warna tertulis: “Golongan Brahmana keluar dari mulut Dewa Brahmana, golongan Ksatria dari tangannya, Waisya dari paha atau perutnya, Sudra keluar dari telapak kakinya”. Karena inilah sistem kasta yang mengadopsi sistem warna, kemudian menganggap golongan Brahmana sebagai yang tertinggi.

Berbeda dengan keyakinan dasar agama Hindu yang memandang semua warna dalam masyarakat sama sama memiliki nilai penting masing masing,sama halnya seperti seluruh bagian tubuh dalam kehidupan: semua adalah sama penting, sama-sama berguna serta saling menunjang satu sama lainnya, sehingga tidak ada bagian tubuh yang lebih rendah nilainya dari bagian yang lainnya, atau sebaliknya; lebih mulia dari yang lainnya.Ini jelas sangat berbeda dengan apa yang kemudian diimplementasikan oleh sistem kasta, yang beranggapan sebagai: brahmana yang tertinggi karena kepala adalah bagian tubuh teratas, dan sudra adalah kaki, maka paling rendah derajatnya.

Arti kiasan yang mengatakan bahwa golongan Brahmana keluar dari mulut Dewa Brahma adalah bahwa golongan Brahmana adalah guru rakyat, karena mulut merupakan saluran buah pikiran. Oleh karena itu, golongan Brahmana merupakan kasta tertinggi yang suaranya harus didengar dan ditaati. Golongan ini terdiri atas para pendeta dan pemimpin agama. Tugasnya menjalankan upacara-upacara keagamaan.

Golongan Ksatria yang dikatakan keluar dari tangan Brahma berarti, berarti bahwa golongan Ksatria menjadi golongan pemerintah, karena tangan diperlukan untuk memanggul senjata pada saat peperangan menahan serangan musuh. Golongan Ksatria terdiri dari raja, bangwasan, dan prajurit. Tugasnya menjalankan pemerintahan.

Kasta Waisya keluar dari perut atau paha Dewa Brahma. Paha berfungsi membawa tubuh dari suatu tempat ke tempat lain. Oleh karena itu, Kasta Waisya terdiri daripada pedagang yang membawa dagangan ke berbagai tempat. Dengan kata lain kasta Waisya bertugas menjalankan roda perekonomian.

Kasta Sudra keluar dari telapak kaki Dewa Brahma. Kaki adalah bagian tubuh yang paling di bawah, maka kasta Sudra menjadi kasta yang paling rendah kedudukannya dan harus melayani kasta-kasta yang ada di atasnya.

Triwangśa

Pembagian kasta dengan hanya mengambil tiga kasta teratas dari sistem Caturwangśa. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, triwangsa [tri·wang·sa] tergolong dalam kata benda yang memiliki arti "tiga kasta [Brahmana, Kesatria, Waisya]".[3] Berdasarkan triwangsa, semua gelar diperoleh secara askriptif atau turun-menurun dan ditentukan berdasarkan garis keturunan.[4] Pola triwangsa masyarakat Bali memengaruhi kehidupan kerajaan Mataram, Lombok. Pengaruh terutama terlihat pada pemakaian gelar [ gelar raja-raja, Anak Agung,cokorda,gusti dan lain lain.]Pola hubungan sosial, pelaksanaan upacara, ritual kerajaan.[4]

Walaupun disadari sebagai budaya salah kaprah, dan kekeliruan dalam penafsiran sitem Varna yang bersumber dari ajaran veda, tetapi banyak pula yang berusaha untuk tetap melestarikan sistem ini.Dengan alasan melestarikan adat budaya dan agama, mereka mengungkapkan banyak alasan alasan sebagai pembenar. Seperti yang diungkapkan dalam buku Tata Nama Orang Bali halaman 91 "... Oleh karena itu, warisilah sistem tata nama yang sudah ada ini sebagai warisan budaya tradisi lisan yang meng-ajeg-kan bali,karena soal nama dan tata gelarnya tidak akan mungkin dihapus di jagat bali ini walaupun semua itu dianggap berasal dari cast pemberian penjajah belanda.Wajarlah belanda sebagai penguasa ingin mengatur wilayah yang dijajah dan dijarahnya..." lebih jauh penulis kemudian menambahkan "...Bagi kita di Bali, karena sistem tata nama ini merupakan warisan yang turun temurun berdasar konsep kebudayaan Hindu maka penerapannya hingga kini sudah menjadi merasuk di setiap insan orang Bali.Sistem tata nama dengan tata gelar berdasarkan caturwangsa ini tidak mungkin diubah total dengan caturwarna..."

Pembagian berdasarkan golongan

Pembagian berdasarkan golongan adalah:[2]

  1. Wong Majapahit: para keturunan Kerajaan Majapahit.
  2. Bali Aga: orang Bali asli yang sudah berada di Bali sebelum ekspansi Kerajaan Majapahit. Umumnya, masyarakat Bali asli ini tidak membaur dan terdesak hingga ke daerah terpencil [pegunungan] dan memiliki konotasi sebagai masyarakat terbelakang. Oleh sebab itu, sebutan "Bali Aga" tidak disukai oleh mereka. Logat masyarakat ini juga berbeda dari masyarakat Bali yang lain, yaitu mereka tetap melafal huruf "a" di akhir kata sebagai huruf "a", bukan menjadi huruf "ê". Contoh dari penduduk Bali Aga adalah masyarakat daerah Danau Batur.
  3. Pasèk : siapa pasek ini, masih sering menjadi tanda tanya dan perdebatan, pada jaman dalem semara kepakisan mereka digolongkan kedalam kelompok "pangeran" bersama keturunan pradana Sri Aji Bali, yaitu prati sentana Dalem Tarukan. Hal ini terlihat jelas pada salah satu gelar mereka yaitu, I Gusti Agung Pasek Pangeran Tohjiwa. Disaat itu mereka mendapat anugrah istimewa yaitu, luput dari hukuman mati/tidak boleh dihukum mati , hartanya tidak boleh dirampas, wanitanya tidak boleh dipermainkan dan pengampunan serta keringanan hukuman atas kesalahan kesalahannya dll. Kemudian beberapa generasi berikutnya Raja Buleleng konon menyebut asal usul Pasek sebagai keturunan pra menak ing bali , dalam nasihatnya kepada cucu beliau di Tojan.adapun cerita tersebut adalah sebagai beikut : Sesampai di Tojan, I Gusti Ngurah Panji berkata kepada cucunya, I Gusti Ngurah Jelantik: Singgih, gusti ngurah, ki bendeça puniki prēsiddha mūla pra menak ing Bali" artinya : demikialah,gusti ngurah, ki bendesa ini aslinya memang berasal dari pra menak di bali". Namun belakangan dimasyarakat modern berkembang pula definisi pasek dari sekelompok orang yang berusaha menyingkap sejarah jati diri Pasek dengan cara mengotak atik suku kata pasek, mereka berpendapat bahwa pasek , berasal dari paek, atau parekan. atau hamba sahaya. Pa kepanjangan dari parekan , sek kepanjangan dari seken, yaitu bahasa bali yang berarti golongan hamba sahaya sejati.

  1. ^ //books.google.co.in/books?id=8bW8WB-GrOYC&pg=PA53
  2. ^ a b Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto. 2008. Sejarah Nasional Indonesia II: Zaman Kuno Diarsipkan 2016-03-14 di Wayback Machine., Cetakan Kedua. Jakarta: Balai Pustaka. ISBN 979-407-408-X.
  3. ^ Kamus Besar Bahasa Indonesia
  4. ^ a b Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto. 2008. Sejarah nasional Indonesia IV: Kemunculan Penjajahan di Indonesia Diarsipkan 2014-08-12 di Wayback Machine., Cetakan ke-2. Jakarta: Balai Pustaka. ISBN 979-407-410-1.

 

Artikel bertopik Bali ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya.

Diperoleh dari "//id.wikipedia.org/w/index.php?title=Sistem_kasta_Bali&oldid=19226076"