Cara mengatasi minyak bumi yang semakin menipis

Jakarta -

Dunia tengah dihadapkan dengan ancaman krisis energi. Harga minyak dunia mengalami kenaikan bahkan mencatat rekor tertinggi dalam tujuh tahun terakhir. Sebenarnya, apa penyebab krisis energi?

Krisis energi dapat melanda seluruh belahan dunia, baik negara maju maupun negara berkembang. Tingginya konsumsi energi ditambah dengan sumber daya yang semakin berkurang menyumbang pengaruh besar dalam krisis energi di dunia.

Pengertian Krisis Energi

Krisis energi adalah kekurangan atau gangguan pada penyediaan pasokan energi, menurut Collinsdictionary. Krisis energi juga dapat diartikan sebagai kurangnya persediaan sumber daya energi atau peningkatan terhadap harga sumber daya, seperti minyak bumi.

Menurut Charles E. Garrison dalam penelitiannya yang diterbitkan dalam Springerlink, konsep krisis energi terlihat muncul dari proses sosial dan merupakan metafora yang terkait dengan rangkaian peristiwa. Sifat metafora adalah untuk menekankan aspek-aspek tertentu dan mengaburkan aspek-aspek lain dari rangkaian peristiwa yang dirujuknya.

Jika dibandingkan dengan peristiwa sejarah, metafora ini telah mengaburkan peran pemerintah dan industri minyak dalam pengembangan kebijakan konsumsi minyak yang tinggi dan ketergantungan pada impor, sementara peran konsumen lebih ditekankan dalam hal ini.

Penyebab Krisis Energi

Krisis energi merupakan masalah yang cukup kompleks dan terdiri dari berbagai penyebab. Melansir enovaenergy.com.au, berikut 10 penyebab krisis energi:

1. Konsumsi Berlebihan

Krisis energi adalah akibat dari berbagai tekanan pada berbagai sumber daya alam. Ada tekanan pada bahan bakar fosil seperti minyak, gas, dan batu bara karena konsumsi berlebihan, yang kemudian dapat membebani sumber daya air dan oksigen kita dengan menyebabkan polusi.

Model konsumsi saat ini sebagian besar bergantung pada sumber daya yang dapat dikonsumsi dan terbatas seperti batu bara, minyak, dan gas alam, dan ini semakin dekat untuk habis. Menurut proyeksi saat ini, cadangan minyak cukup untuk 40-60 tahun, minyak konvensional sekitar 60 tahun, dan cadangan batu bara sekitar 2 abad.

2. Over Populasi

Penyebab lain dari krisis adalah peningkatan yang stabil dalam populasi dunia dan permintaannya akan energi.

Permintaan energi akan diperkuat oleh ledakan demografis dan ekonomi di daerah-daerah yang sedang berkembang. Diperkirakan bahwa populasi dunia akan mencapai hampir 10 miliar orang pada tahun 2050. Menurut Badan Energi Internasional (IEA), permintaan energi global dapat meningkat lebih dari 50% pada tahun 2030 tanpa adanya kebijakan publik di bidang ini.

3. Pemborosan Energi

Pentingnya menghemat energi cukup sering diremehkan. Pemborosan energi menggambarkan pemborosan sumber energi, khususnya bahan bakar dan listrik. Akibatnya, pengurangan limbah menjadi sumber penghematan energi yang sangat besar, yang membutuhkan tindakan baik pada tingkat individu maupun kolektif.

4. Pilihan Energi Terbarukan yang Belum Dijelajahi atau Kurang Dimanfaatkan

Energi terbarukan masih tetap tidak digunakan atau kurang dimanfaatkan di sebagian besar negara. Sebagian besar energi berasal dari sumber yang tidak terbarukan seperti batu bara. Ini berarti ada cukup banyak ruang untuk perbaikan di area ini.

Jika kita tidak fokus serius pada energi terbarukan, masalah krisis energi dunia tidak dapat diselesaikan. Sumber energi terbarukan dapat mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan juga membantu mengurangi emisi gas rumah kaca.

(kri/nwy)

Cara mengatasi minyak bumi yang semakin menipis

Perbesar

Wakil Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Susilo Siswoutomo menghimbau agar masyarakat mau menggunakan energi alternatif dan mengurangi penggunaan minyak. Pasalnya, cadangan minyak Indonesia semakin menipis.Dengan pertumbuhan ekonomi di atas 6% dan pertumbuhan jumlah penduduk 1,1%, kebutuhan energi tumbuh pertahun sekitar 8%. Sementara dalam penyediaan energi, pemerintah akan menggunakan  sumber yang ada."Migas, batu bara, air, angin, biomassa, sampah, dan banyak lagi. Masing-masing sumber energi itu kita manfaatkan sebesar-besarnya," kata Susilo dalam acara EBTKE Conex, di Jakarta Convention Center (JCC) Rabu (21/08/2013).Susilo menyatakan, di tengah meningkatnya kebutuhan energi negeri ini akan hadapi berbagai tantangan. salah satunya yaitu ketergantungan masyrakat Indonesia terhadap minyak sebagai sumber energi.Padahal produksi minyak di Indonesia semakin lama semakin turun, karena masih minimnya penemuan cadangan minyak. Sehingga mau tidak mau masyarakat Indonesia harus menggunakan energi alternatif."Akibatnya suka atau tidak suka harus mengurangi ketergantungan tehadap bahan bakar minyak minyak," terang dia.Dia menerangkan, Indonesia membutuhkan bahan bakar minyak (BBM) sebesar 1,4 juta barel per hari (bph). Sementara dari produksi minyak nasional sekitar 840 ribu bph, hanya 560 ribu bph yang bisa diolah. "Kapasitas kilang 1 juta bph, sekitar 350 ribu barel kita impor sehingga US$ 35 juta per hari dikeluarkan," jelasnya.Susilo mencontohkan, salah satu memanfaatan energi alternatif bisa dilakukan pada pembangkit listrik yang biasanya mengkonsumsi BBM paling banyak. Menurut dia, jika semua pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) di Indonesia menggunakan energi alternatif maka banyak uang negara yang bisa dihemat."Di daerah terpencil tadi diganti dengan solar surya, mini mikro hydro dan biodiesel, sehingga kita memproduksi 100 ribu-200 ribu bph. Kalau sampai terwujud itu akan menghemat berpuluh triliun untuk negara," pungkasnya. (Pew/Ndw)

  • Cara mengatasi minyak bumi yang semakin menipis
    Pebrianto Eko WicaksonoAuthor
  • Cara mengatasi minyak bumi yang semakin menipis
    NdwEditor

TOPIK POPULER

POPULER

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4
  • 5
  • 6
  • 7
  • 8
  • 9
  • 10

Berita Terbaru

Berita Terkini Selengkapnya

Sumber energi terbarukan diperlukan sebagai sumber bahan bakar pengganti dari sumber energi fosil yaitu minyak bumi yang semakin menipis jumlahnya jika tidak dibatasi penggunaannya. Indonesia juga perlu memperkuat sumber energi terbarukannya, agar bisa menghasilkan produk pengganti bahan bakar minyak (BBM), sehingga akan mengurangi impor minyak mentah (crude) untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Sebagian besar impor migas didominasi oleh impor BBM jenis gasolin dan minyak mentah. Impor migas pada April 2021 mencapai US$2,0 miliar atau sekitar 12,5% dari total impor nasional (BPS, Mei 2021). Untuk itu diperlukan pengembangan bahan bakar dari sumber energi terbarukan supaya dapat mengurangi impor migas tersebut.

Deputi Bidang Pengembangan Usaha BUMN, Riset dan Inovasi yang diwakili Asisten Deputi Migas, Pertambangan dan Petrokimia, Andi Novianto beserta staf mengunjungi PT ENERO pada Senin (14/6). Perusahaan tersebut adalah satu-satunya produsen energi terbarukan yang berdedikasi untuk pengembangan etanol di Indonesia dengan berbasiskan molasses atau tetes tebu.

Perusahaan yang berbasis di Mojokerto tersebut merupakan anak perusahaan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) X, dan berada dalam satu kawasan yang terintegrasi dengan Pabrik Gula Gempolkrep.

PT ENERO mengolah molasses menjadi etanol dengan tingkat kemurnian 99,5% sehingga sangat ramah lingkungan, serta memiliki angka oktan tinggi yaitu Research Octane Number (RON) sebesar 117 (i.e Pertamax Turbo mempunyai RON 98).

Etanol merupakan jenis utama dari alkohol yang mempunyai struktur CH3CH2OH, atau sering disingkat C2H5OH atau C2H6O. Ada beberapa senyawa alam yang mampu diolah untuk menghasilkan etanol, dan salah satunya dari molasses (sisa pengolahan industri gula). Pabrik ini dirancang khusus untuk memproduksi fuel grade etanol dengan kapasitas produksi 30 ribu kiloliter per tahun. Saat ini, produksi molasses PT ENERO berasal dari kebun tebu rakyat (98%) dan kebun sendiri (2%).

Etanol produksi PT ENERO sudah diekspor ke beberapa negara, seperti Filipina dan Singapura. Di Filipina, etanol tersebut dimurnikan kembali untuk kemudian dijadikan sebagai bahan baku produk kosmetik. Namun, semenjak terjadinya ledakan di tangki pabrik etanol pada 10 Agustus 2020 lalu, aktivitas produksi etanol di PT ENERO menurun drastis.

Pada kondisi pandemi Covid-19 saat ini, PT ENERO menjaga kelangsungan usahanya dengan memanfaatkan sisa produk etanol untuk memproduksi produk sampingan seperti hand sanitizer dan pupuk hayati. Karena pasar hand sanitizer sudah jenuh, maka pemasaran PT ENERO lebih diarahkan untuk memenuhi kebutuhan permintaan dari instansi atau Pemkab Mojokerto, serta masyarakat setempat.

“Ke depannya, bisnis etanol akan lebih menarik para pelaku industri, serta dapat mendorong pemulihan perusahaan di masa pandemi dan meningkatkan pemanfaatan energi terbarukan yang lebih ramah lingkungan,” pungkas Andi. (dep3/rep/fsr/hls)

***