Post tentang Pedoman Pengumpulan Sumber Sejarah ini adalah salinan dari Lampiran Permendikbud Nomor 71 tahun 2016 tentang Pedoman Pengumpulan Sumber Sejarah. Dituliskan untuk mempermudah pencarian bagi yang sedang memerlukan acuan tentang penulisan sejarah. Apa itu Sejarah dan Sumber Sejarah?Permendikbud 71 tahun 2016 tentang Sumber Sejarah menegaskan bahwa sejarah adalah Rekonstruksi masa lalu umat manusia. Sumber sejarah adalah kumpulan hasil kebudayaan baik bersifat fisik (artefak), tertulis, lisan, maupun audiovisual untuk membuktikan suatu peristiwa sejarah. Sumber sejarah adalah kumpulan hasil kebudayaan baik bersifat fisik (artefak), tertulis, lisan, maupun audiovisual untuk membuktikan suatu peristiwa sejarah. Dalam penulisan sejarah, sumber sejarah merupakan hal penting untuk merekonstruksi sebuah peristiwa sejarah. Langkah awal dalam sebuah penulisan sejarah adalah mengumpulkan sumber sejarah atau dalam ilmu sejarah dikenal dengan istilah heuristik. Tahapan awal ini menjadi penting, karena dalam penulisan sejarah diperlukan keahlian dan kejelian dalam mencari sumber sejarah. Tanpa adanya sumber, seorang penulis sejarah tidak dapat menuliskan kisah mengenai suatu peristiwa masa lampau. Permendikbud Nomor 71 tahun 2016 tentang Pedoman Pengumpulan Sumber Sejarah ditetapkan Mendikbud Muhadjir Effendy di Jakarta pada tanggal 23 Desember 2016. Permendikbud Nomor 71 tahun 2016 tentang Pedoman Pengumpulan Sumber Sejarah diundangkan Ditjen Peraturan Perundang-Undangan Widodo Ekatjahjana di Jakarta pada tanggal 30 Desember 2016. Permendikbud Nomor 71 tahun 2016 tentang Pedoman Pengumpulan Sumber Sejarah ditempatkan dalam Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 2106. Agar setiap orang mengetahuinya. Berikut adalah salinan Lampiran Permendikbud Nomor 71 tahun 2016 tentang Pedoman Pengumpulan Sumber Sejarah, bukan format asli:
Karya sejarah sekarang terus berkembang, seiring ditemukannya sumber-sumber sejarah. Perkembangan ilmu sejarah tak lepas dari perkembangan ilmu-ilmu sosial lain. Dalam ilmu sejarah, sumber sejarah menjadi hal yang sangat penting, karena dari sumber sejarah itulah kita menentukan sebuah penulisan sejarah. Sebuah tulisan sejarah dapat disebut sebagai karya ilmiah sejarah, apabila karya tersebut mengandung fakta yang ditemukan dari sumber-sumber sejarah. Apabila suatu karya yang mengisahkan tentang masa lampau tanpa didasari oleh suatu sumber sejarah, dan hanya hasil imajinasi penulis, maka karya tersebut merupakan karya fiksi. Sumber sejarah inilah yang membedakan suatu karya sejarah sebagai ilmu dengan karya fiksi. Dalam penulisan sejarah secara ilmiah pun, seorang penulis disamping menggunakan sumber-sumber sejarah juga diharapkan dapat menghadirkan suasana masa lampau sesuai zamannya. Hal ini diperlukan agar sebuah karya sejarah tidak kering dengan fakta-fakta yang membosankan. Dalam penulisan sejarah, sumber sejarah adalah bagian dari langkah awal dalam proses penulisan sejarah. Sumber sejarah merupakan bukti dan fakta terhadap suatu peristiwa yang pernah terjadi. Seorang sejarawan tidak dapat menuliskan suatu peristiwa masa lalu tanpa adanya sumber sejarah. Oleh karena itu, bagi seorang sejarawan penemuan sumber sejarah adalah suatu hal yang penting. Dapat dikatakan “pas document pas d’histoire, no document no history”, begitulah tanpa dokumen, tidak ada sejarah. Dalam historiografi sejarah Indonesia, sumber-sumber sejarah ini masih banyak yang belum diungkap oleh peneliti sejarah. Ada beberapa faktor sumber sejarah perlu mendapatkan perhatian. Pertama, adanya kendala bahasa dalam mengungkapkan sumber-sumber itu. Kedua, sumber itu belum dapat diakses sesuai dengan ketentuan konvensi internasional, bahwa suatu dokumen baru dapat diakses setelah 50 tahun. Ketiga, banyak sumber sejarah berupa dokumen-dokumen, maupun naskah-naskah yang telah berpindah tangan pada masa penjajahan. Keempat, karena kurangnya pengetahuan kita akan pentingnya sumber sejarah, sumber-sumber sejarah itu dijual kepada orang asing. Sementara itu, secara fisik sumber-sumber sejarah yang kita miliki juga semakin lapuk termakan oleh waktu.
Sumber sejarah adalah kumpulan hasil kebudayaan baik bersifat fisik (artefak), tertulis, lisan, maupun audiovisual untuk membuktikan suatu peristiwa sejarah. Dalam penulisan sejarah, sumber sejarah merupakan hal penting untuk merekonstruksi sebuah peristiwa sejarah. Langkah awal dalam sebuah penulisan sejarah adalah mengumpulkan sumber sejarah atau dalam ilmu sejarah dikenal dengan istilah heuristik. Tahapan awal ini menjadi penting, karena dalam penulisan sejarah diperlukan keahlian dan kejelian dalam mencari sumber sejarah. Tanpa adanya sumber, seorang penulis sejarah tidak dapat menuliskan kisah mengenai suatu peristiwa masa lampau. Dilihat dari sifatnya, sumber sejarah dapat dikategorikan ke dalam dua bentuk yaitu sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer adalah kesaksian seorang saksi yang menyaksikan peristiwa secara langsung, atau dengan alat audio maupun visual, serta dokumen-dokumen/arsip, naskah/manuskrip, surat kabar. Sumber primer merupakan sumber sejarah tertulis, lisan, audiovisual yang sezaman dengan peristiwa. Oleh sebab itu, sumber primer harus dihasilkan oleh orang yang hidup sezaman dengan peristiwa yang dikisahkannya. Sumber primer dapat juga kita peroleh bukan dalam bentuk aslinya, tetapi dapat berupa hasil duplikasi atau copy dari bahan aslinya. Karena yang kita perlukan adalah isi atau konten dari sumber primer tersebut. Sumber sejarah dalam bentuk lembaran kertas biasanya akan mudah lapuk dimakan zaman, hal ini menyebabkan sumber tersebut rentan akan kerusakan. Sumber-sumber primer contohnya adalah memoar, catatan pribadi, surat-surat, akta kelahiran, ijazah, sertifikat, notulen rapat, dokumen-dokumen, rekaman-rekaman pidato, wawancara, berita-berita surat kabar yang sezaman, dan lain-lain. Sumber sekunder adalah kesaksian dari siapapun yang bukan merupakan saksi langsung, yakni dari pandangan orang yang tidak hadir pada peristiwa yang dikisahkannya, serta buku-buku, surat kabar yang tidak sezaman. Sumber sekunder merupakan sumber sejarah tertulis, lisan, audiovisual, yang tidak sezaman dengan peristiwa. Sumber-sumber sekunder contohnya adalah buku, tesis, disertasi, majalah, surat kabar, yang tidak sezaman. Sumber sekunder juga dapat diperoleh melalui wawancara seperti mewawancarai penulis atau wartawan yang pernah menulis dan melakukan wawancara tentang sebuah peristiwa atau seorang tokoh.
Apabila dilihat dari bentuknya, sumber sejarah dapat dikategorikan menjadi sumber tertulis, sumber lisan, dan sumber audiovisual. 1. Sumber TertulisSumber tertulis adalah sumber sejarah yang diperoleh melalui peninggalan-peninggalan tertulis, catatan peristiwa yang terjadi di masa lampau, misalnya prasasti, dokumen, naskah, piagam, surat kabar, babad, dan tambo (catatan tahunan dari Minang). Sumber tertulis dapat memberikan informasi aspek-aspek yang akan kita teliti, misalnya aspek sosial, ekonomi, budaya, politik, dan lain-lain. Dilihat dari segi bentuknya, sumber tertulis dapat berbentuk tulisan yang tercetak dan tulisan tangan atau manuskrip. Ada beberapa contoh sumber tertulis yang dapat dijadikan sumber penelitian sejarah, yaitu sebagai berikut:
2. Sumber LisanPerlu disadari bahwa sumber tulis seringkali tidak dapat menerangkan suatu keseluruhan, bahwa ada makna tersembunyi di belakang deretan kalimat yang tidak termaktub dalam tulisan. Pertanyaannya kemudian, bagaimana kita harus menjajaki dalamnya lautan emosi dan suasana yang melahirkan sebuah keputusan penting ataupun suatu peristiwa yang dikatakan mengubah jalannya sejarah suatu bangsa. Maka dari itu, kehadiran pendekatan sejarah lisan memberikan warna dan sudut pandang baru dalam proses penelitian sejarah. Dari berbagai pendapat dapat dirumuskan bahwa sejarah lisan merupakan penelitian sejarah yang dilakukan dengan membuat perekaman dari kenang-kenangan yang dituturkan oleh informan berdasarkan pengalaman langsung. Sejarah lisan mempunyai peran penting untuk mengumpulkan informasi dari tokoh-tokoh utama yang secara langsung terlibat dalam suatu peristiwa tetapi tidak tercatat dalam dokumen-dokumen. 3. Sumber AudiovisualSumber audiovisual dapat berupa rekaman kaset audio dan rekaman kaset video. Banyak peristiwa sejarah yang dapat terekam, misalnya Masa Pendudukan Jepang, Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Perang Kemerdekaan dan sebagainya. Mengikuti perkembangan teknologi, sumber audio-visual secara fisik bisa berbentuk mokrofilm, kaset, audio, video, dvd, foto, bahkan dalam bentuk digital multi-media. Jika sumber audio hanya berisikan suara dan foto hanya berupa gambar (visual), maka teknologi memungkinkan sebuah rekaman lengkap berupa suara dan gambar, karena itu disebut sebagai sumber audio-visual. Pada masa sekarang ini lebih umum dijumpai sumber berbentuk audio-visual.
Setelah memahami klasifikasi sumber, baik berdasarkan sifat maupun berdasarkan bentuk fisik, tahap selanjutnya adalah proses menelusuri sumber-sumber tersebut. Menelusuri sumber sejarah menjadi seni tersendiri dalam sebuah penelitian sejarah. Oleh karena itu, proses pengumpulan juga memiliki teknik tersendiri. Setiap bentuk sumber memiliki cara tersendiri dalam proses pengumpulannya, berikut cara dalam proses menelusuri sumber berdasarkan jenis sumbernya. 1. Pengumpulan Sumber Tertulis.Pengumpulan sumber tertulis dapat melalui studi kepustakaan. Bagi penulis sejarah yang memerlukan pengumpulan sumber tertulis dapat melakukan pelacakan terhadap sumber-sumber tertulis pada arsip-arsip pemerintah dan buku literatur yang lain. Penulis juga dapat melakukan pelacakan terhadap perpustakaan yang relevan. Beberapa tempat yang digunakan untuk menyimpan arsip-arsip pemerintah antara lain Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), Perpustakaan Nasional, dan Perpustakaan Daerah. Juga dapat ditemukan arsip-arsip yang terkait dengan penulisan sejarah di kantor-kantor pemerintah yang relevan maupun pusat-pusat informasi dan dokumentasi. Juga tidak menutup kemungkinan sumber-sumber tertulis yang dimiliki oleh perorangan. 2. Pengumpulan Sumber LisanSumber lisan dapat diakses dengan dua cara yaitu wawancara dan perekaman pengamatan. Wawancara dilakukan terhadap sesorang atau kelompok orang, sedangkan perekaman pengamatan dilakukan terhadap peristiwa. Sumber lisan merupakan salah satu teknik atau metode pengumpulan sumber sejarah, yang bersumber pada informasi lisan, berisikan kesaksian ataupun pengalaman sendiri dari orang yang diwawancarai. Untuk mendapatkan data yang seimbang mengenai suatu peristiwa sejarah maka penelitian sejarah lisan harus dilakukan dengan melakukan wawancara dengan berbagai pihak yang terlibat dalam peristiwa tersebut. Dalam praktik wawancara sumber lisan, telah dikembangkan suatu teknik yang disebut wawancara simultan, yakni wawancara secara sekaligus terhadap sejumlah pelaku yang mengalami peristiwa yang sama. Dengan cara ini dapat diperoleh dua hasil yang tidak tercapai dengan wawancara perseorangan. Pertama, para pelaku itu akan saling bantu mengingat-ingat berbagai unsur peristiwa yang sama-sama mereka alami. Ini terutama terasa apabila para pelaku sudah berusia agak lanjut. Kedua, secara sekaligus kita dapat mencocokkan berbagai data yang diajukan oleh pelaku karena menurut pengalaman, pelaku-pelaku dari peristiwa yang sama dapat mempunyai persepsi yang berbeda-beda. Namun perlu kehati-hatian dalam melakukan wawancara simultan ini, sebab bisa terjadi kontroversi dari pihak yang terlibat, dan verifikasi data akan memerlukan waktu yang lebih lama. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan pengumpulan sumber lisan sebagai berikut:
Sumber rekaman ini bisa berbentuk audio, visual, maupun audiovisual. Contoh bentuk audio adalah rekaman wawancara, rekaman lagu, dsb. Contoh bentuk visual adalah foto, poster, dsb. Contoh bentuk audio-visual adalah film, compact disk, piringan hitam, microfilm, casette. Tentu untuk mendapatkan sumber sejarah berbentuk rekaman sangat bergantung pada tema kajian. Ketiga bentuk rekaman ini ada di koleksi Arsip Nasional, Pusat Sejarah TNI, Pusat Perfilman Usmar Ismail, Perpustakaan Nasional, dan sebagainya.
Adaby Darban menuliskan langkah-langkah yang harus disiapkan oleh seorang pewawancara sebelum terjun ke lapangan sebagai berikut: 1. Langkah-Langkah PersiapanDalam mempersiapkan wawancara perlu terlebih dahulu dilakukan penelitian pustaka dalam rangka mencari cara yang tepat untuk merumuskan kerangka permasalahan yang akan menjadi pokok kajian dalam penelitian. Setelah itu membuat pedoman wawancara sesuai dengan judul, ruang lingkup, dan isi. Pedoman wawancara dapat dibuat untuk mempermudah pewawancara dan juga disusun untuk memudahkan menggali informasi dari informan. 2. Menyiapkan perangkat teknis yang akan digunakan untuk menggali sumber lisan. Perangkat yang harus disiapkan adalah:
3. Persiapan untuk melakukan wawancara ke lapangan harus disusun dengan matang. Sebelum terjun ke lapangan, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
Dalam penyeleksian data-data yang diperoleh dari sumber lisan, sebelum data itu dapat dijadikan menjadi sebuah fakta sejarah perlu seleksi kritis terhadap sumber-sumber lisan yang sudah diperoleh. Beberapa langkah yang perlu dilakukan untuk mengkritisi sumber lisan adalah:
6. TranskripsiSetelah melakukan wawancara, tahap selanjutnya adalah transkripsi hasil wawancara. Maksud transkripsi adalah menuangkan hasil wawancara ke dalam bentuk tulisan. Ada dua jenis transkripsi yaitu transkripsi keseluruhan dan transkripsi terpilih. Transkripsi keseluruhan artinya semua suara dalam kaset diubah menjadi bahasa tulisan. Transkripsi terpilih artinya hanya bagian-bagian yang dianggap penting dari rekaman yang dialihkan kebahasa tulis.
Dalam upaya menjaga memori kolektif bangsa, seteleh pengumpulan dan verifikasi, sumber sejarah juga perlu dimanfaatkan. Bentuk-bentuk pemanfaatan sumber sejarah antara lain:
Standar kajian sumber sejarah ditujukan untuk masyarakat luas, terutama mereka yang tertarik pada bidang kesejarahan. Buku pegangan ini diharapkan dapat memberikan pemahaman terhadap masyarakat luas tentang sumber-sumber sejarah, sehingga akan mendorong masyarakat untuk mengidentifikasi, menelusuri, dan menginventarisasi sumber-sumber sejarah. Dengan memahami sejarah bangsa dan negaranya, maka akan menumbuhkan dan membina rasa nasionalisme, cinta tanah air, bangga akan sejarah bangsa dan negaranya. Dengan adanya buku ini, kiranya dapat menjadi panduan semua pihak dalam pengkajian sumber-sumber sejarah. Dengan harapan buku ini dapat turut serta menumbuh kembangkan iklim penulisan buku-buku sejarah yang dilakukan oleh masyarakat. Sebagai buku pedoman, buku ini hanya memuat hal-hal yang mendasar, itu berarti bahwa tidak tertutup kemungkinan, dalam pelaksanaanya para peneliti, penulis dan masyarakat luas yang akan melakukan penelitian sejarah dapat mengembangkan dan memperkaya sesuai dengan hasil interaksinya dengan sumber di lapangan. Demikianlah salinan Lampiran Permendikbud Nomor 71 tahun 2016 tentang Pedoman Pengumpulan Sumber Sejarah. |