Bagaimana sikap orang beriman jika tertimpa takdir yang buruk?

MEYAKINI takdir dari Allah SWT adalah kewajiban bagi umat Islam. Takdir itu bisa berupa kehidupan bahagia, bisa juga musibah yang tidak bisa dihindari oleh setiap makhluk hidup, khususnya bagi manusia.

Ketua Forum Komunikasi Dai Muda Indonesia (FKDMI) Jakarta Timur, Ustadz Asroni Al Paroya mengatakan selalu banyak pertanyaan tentang takdir Allah. Apalagi takdir itu berupa musibah, misalnya tiba-tiba kecelakaan atau dirampok.

"Bagaimana kita menghadapi ini? Yang menjadi pertanyaan bagi kebanyakan orang, misalnya takdir buruk yang dialami, ketika kita dalam sebuah perjalanan kita mendapatkan musibah dijambret orang, diserempet motor, dan sebagainya," ujarnya saat dihubungi Okezone.

Kebanyakan orang, kata Asroni, mereka malah meratapinya, menangisinya, dan ada timbul rasa tidak ikhlas karena seauatu yang buruk telah terjadi.

Namun bagi mereka yang beriman, pasti akan ikhlas, sabar, dan pasrah kepada Allah SWT. Seperti dalam hadist berikut ini, yaitu menerangkan tentang orang-orang yang mau bersabar ketika tertimpa musibah.

Dengarkan Murrotal Al-Qur'an di Okezone.com, Klik Tautan Ini: https://muslim.okezone.com/alquran

Dari Abdurrahman bin Abu Laila, dari Shuhaib berkata; Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda:

عَجَبًا ِلأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ لَهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَلِكَ ِلأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْراً لَهُ

"Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin, semua urusannya adalah baik baginya. Hal ini tidak didapatkan kecuali pada diri seorang mukmin. Apabila mendapatkan kesenangan, dia bersyukur, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya. Sebaliknya apabila tertimpa kesusahan, dia pun bersabar, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya." (HR: Muslim)

"Kemudian harus meyakini juga bahwasanya Allah tidak akan memberi beban kepada hambanya kecuali sesuai kemampuannya," tambahnya.

Allah berfirman:

لَا يُكَلِّفُ ٱللَّهُ نَفۡسًا إِلَّا وُسۡعَهَا‌ۚ

"Tidaklah Allah membebani seseorang kecuali sebatas kemampuannya." (QS. al-Baqarah: 286).

Asroni juga menyampaikan, derajat seorang yang ridha atas kehendak Allah, tertimpa musibah sekalipun, maka derjatnya lebih tinggi.

"Baginya, ketika ditimpa musibah seolah-olah dia tidak merasa mendapat musibah. Derajat ridha atas musibah tentu lebih tinggi tingkatannya dari sikap sabar," pungkasnya.

Redaksi Okezone menerima foto atau tulisan pembaca berupa artikel tausyiah, kajian Islam, kisah Islam, cerita hijrah, kisah mualaf, event Islam, pengalaman pribadi seputar Islam, dan lain-lain yang berkaitan dengan Muslim. Dengan catatan foto atau artikel tersebut tidak pernah dimuat media lain. Jika berminat, kirim ke , cc .

  • #ikhlas
  • #Kesabaran
  • #muslim
  • #Tertimpa Musibah
  • #Tausiyah
  • #Musibah

MEYAKINI takdir Allah Subhanahu wa ta’ala merupakan kewajiban bagi umat Islam. Baik atau buruknya takdir itu tidak bisa dihindari oleh setiap makhluk hidup, khususnya manusia.

Ketua Forum Komunikasi Dai Muda Indonesia (FKDMI) Jakarta Timur, Ustadz Asroni Al Paroya, mengatakan, selalu banyak pertanyaan tentang takdir Allah Subhanahu wa ta’ala. Apalagi takdir itu berupa musibah, tiba-tiba kecelakaan atau dirampok.

"Namun bagaimana kita menghadapinya ini? Yang menjadi pertanyaan bagi kebanyakan orang, misalnya takdir buruk yang dialami, ketika kita dalam sebuah perjalanan kita mendapatkan musibah dijambret orang, diserempet motor dan sebagainya," ujarnya saat dihubungi Okezone beberapa waktu lalu.

Baca juga:  Kisah Raja Namrud Mengaku Tuhan, Membakar Nabi Ibrahim dan Mati Diserang Lalat

Kebanyakan orang, kata Ustadz Asroni, mereka malah meratapinya, menangisinya dan ada timbul rasa tidak ikhlas karena sesuatu yang buruk telah terjadi.

Namun bagi mereka yang beriman, pasti akan ikhlas, sabar dan pasrah kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. Seperti dalam hadist berikut ini, yakni menerangkan tentang orang-orang yang mau bersabar ketika tertimpa musibah.

Dari Abdurrahman bin Abu Laila, dari Shuhaib berkata; Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda:

عَجَبًا ِلأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ لَهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَلِكَ ِلأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْراً لَهُ

Artinya: "Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin, semua urusannya adalah baik baginya. Hal ini tidak didapatkan kecuali pada diri seorang mukmin. Apabila mendapatkan kesenangan, dia bersyukur, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya. Sebaliknya apabila tertimpa kesusahan, dia pun bersabar, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya." (HR: Muslim).

"Kemudian harus meyakini juga bahwasanya Allah Subhanahu wa ta’ala tidak akan memberi beban kepada hambanya kecuali sesuai kemampuannya," kata Asroni.

Subhanahu wa ta’ala berfirman:

لَا يُكَلِّفُ ٱللَّهُ نَفۡسًا إِلَّا وُسۡعَهَاۚ

Artinya: "Tidaklah Allah membebani seseorang kecuali sebatas kemampuannya." (QS. al-Baqarah: 286).

Ia juga menyampaikan, derajat seorang yang ridha atas kehendak Allah, tertimpa musibah sekalipun. Maka derjatnya lebih tinggi.

"Baginya, ketika ditimpa musibah seolah-olah dia tidak merasa mendapat musibah. Derajat ridha atas musibah tentu lebih tinggi tingkatannya dari sikap sabar," pungkas Asroni.

(sal)

Segala puji bagi Allah Zat yang telah menciptakan kematian dan kehidupan dalam rangka menguji manusia siapakah di antara mereka yang terbaik amalnya. Zat yang telah mengutus Rasul-Nya dengan hidayah dan agama yang benar untuk dimenangkan di atas seluruh agama yang ada. Sholawat beriring salam semoga senantiasa terlimpah kepada Nabi pembawa rahmah beserta keluarga dan sahabat juga seluruh pengikut mereka yang setia hingga tegaknya kiamat di alam semesta. Amma ba’du

Ya Qadiru ya Jabbar , Dialah Allah SWT yang Maha Kuasa lagi Maha Berkehendak. Sesungguhnya Allah azza wajalla berkehendak atas takdir setiap manusia. Maka terdapat pula kewajiban bagi manusia atas kehendak Allah tersebut. Diantara tiga kewajiban manusia atas kehendak Allah, yaitu diantaranya:

  • Bersyukur tatkala mendapatkan nikmat

فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ

“Ingatlah kepada-Ku, Aku juga akan ingat kepada kalian. Dan bersyukurlah kepada-Ku, janganlah kalian kufur.” (Qs. Al Baqarah: 152)

Pada ayat tersebut Allah memerintahkannya secara khusus, kemudian sesudahnya Allah memerintahkan untuk bersyukur secara umum. Allah berfirman yang artinya, “Maka bersyukurlah kepada-Ku.”Yaitu bersyukurlah kalian atas nikmat-nikmat ini yang telah Aku karuniakan kepada kalian dan atas berbagai macam bencana yang telah Aku singkirkan sehingga tidak menimpa kalian.Hendaknya setiap orang senantiasa bersyukur kepada Allah atas nikmat yang telah ia dapatkan. Hal itu supaya Allah menambahkan karunia-Nya kepada mereka. Dan juga, supaya lenyap perasaan ujub (kagum diri) dari diri mereka. Dengan demikian, mereka akan terus disibukkan dengan bersyukur.

  • Bersabar tatkala mendapatkan musibah

Sabar termasuk bagian dari kesempurnaan tauhid. Sabar termasuk kewajiban yang harus ditunaikan oleh hamba, sehingga ia pun bersabar menanggung ketentuan takdir Allah. Ungkapan rasa marah dan tak mau sabar itulah yang banyak muncul dalam diri orang-orang tatkala mereka mendapatkan ujian berupa ditimpakannya musibah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

واعلم أن النصر مع الصبر ، وأن الفرج مع الكرب ، وأن مع العسر يسرا

“Dan ketahuilah, sesungguhnya kemenangan itu beriringan dengan kesabaran. Jalan keluar beriringan dengan kesukaran. Dan sesudah kesulitan itu akan datang kemudahan.” (Hadits riwayat Abdu bin Humaid di dalam Musnad-nya dengan nomor 636, Ad Durrah As Salafiyyah hal. 148)

  • Beristighfar tatkala tergelincir dosa

Manusia bukanlah malaikat yang bersih tanpa dosa, adakalanya tergelincir dalam perbuatan maksiat. Sebaik-baik yang dilakukan seorang manusia tatkala tergelincir dalam kemaksiatan adalah segera bertaubat dengan cara menyesali perbuatan yang sudah dilakukan, memperbanyak istighfar dan berjanji kepada Allah untuk tidak mengulanginya kembali. Allah berfirman:

وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

” … Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung (QS. An Nur: 31). “

Tahukah kita bahwa pada dasarnya manusia diciptakan dengan dikaruniai dua hal yaitu akal dan syahwat (nafsu). Akal cenderung digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Sedangkan syahwat lebih cenderung sebagai sebab perbuatan maksiat (apabila tidak mampu diarahkan dengan baik). Namun demikian, Allah masih menginginkan kebaikan pada hambaNya. Ada dua hal yang dapat menebus dosa-dosa atas perilaku maksiat yang seorang hamba lakukan yaitu:

  1. Suatu kebaikan yang merupakan pilihan (maknanya yaitu seseorang bisa saja memilih untuk melakukan atau meninggalkannya). Ini merupakan pilihan, ketika seseorang memilih untuk melakukan kebaikan tersebut maka bisa jadi Allah karuniakan pahala baginya sehingga dengannya ia dapat menebus dosa-dosanya. Misalnya,memilih sholat berjama’ah, bersadaqah dan melakukan beberapa amal sholih lainnya.
  2. Sesuatu yang menimpa manusia yang tidak mampu ditolak dan dibuat-buat(takdir). Contohnya, sakit, musibah kecelakaan dan kekurangan harta. Sabarnya orang yang sakit,orang yang mendapatkan musibah dan orang yang miskin adalah penebus dosa.

Ada empat tingkatan seseorang dalam menghadapi musibah,yaitu :

Orang yang suka memaki/mengumpat ketika mendapatkan musibah/kesusahan. Orang yang marah dengan takdir Allah, maka ia dikhawatirkan terjerumus dalam perbuatan kesyirikan dengan sebab ia mencela takdir. Dan marah kepada takdir pada hakikatnya marah kepada Allah.

Allah Ta’ala berfirman,

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَعْبُدُ اللَّهَ عَلَى حَرْفٍ فَإِنْ أَصَابَهُ خَيْرٌ اطْمَأَنَّ بِهِ وَإِنْ أَصَابَتْهُ فِتْنَةٌ انْقَلَبَ عَلَى وَجْهِهِ خَسِرَ الدُّنْيَا وَالآخِرَةَ ذَلِكَ هُوَ الْخُسْرَانُ الْمُبِينُ

“Dan di antara manusia, ada yang menyembah Allah di pinggiran. Jika ia diberi nikmat berupa kebaikan, maka tenanglah hatinya. Namun jika ujian menimpanya, maka berubahlah rona wajahnya, jadilah ia merugi di dunia dan di akhirat.” (QS. Al-Hajj: 11).

Ketika seseorang merasakan beratnya ujian dan tidak suka dengan ujian yang menimpanya, namun ia lebih memilih bersabar sehingga ia merasa ada atau tidaknya ujian sama saja. Meskipun ia tidak menyukainya, namun keimanannya menghalanginya untuk marah. Sebagaimana ungkapan seorang penyair arab,

الصبر مثل اسمه مر مذاقته لكن عواقبه أحلى من العسل

“Sabar itu memang seperti namanya (sebuah nama tumbuhan), yang rasanya pahit. Namun hasil dari kesabaran akan lebih manis dari madu”

Seseorang yang menjadikan ujian dan nikmat yang menimpanya sama saja, yaitu sama-sama bagian dari takdir dan ketetapan Allah, meskipun musibah tersebut membuat hatinya sedih, karena ia adalah seorang yang beriman pada qadha dan qadar. Dimana saja Allah tetapkan qadha dan qadarnya, seperti tertimpa kesulitan atau mendapatkan kemudahan, tatkala mendapat nikmat atau sebaliknya yaitu tertimpa musibah, semua itu sama saja baginya. Bukan karena matinya hati, namun karena kesempurnaan ridha dengan takdir Allah, sebagai Rabb yang mengatur urusannya. Jika ia melihat dalam kacamata takdir Allah, baginya sama saja antara nikmat dan musibah. Sehingga hal inilah yang menjadi pembeda antara sabar dan ridha.

Seorang hamba Allah yang penuh rasa syukur ketika ia melihat masih banyak orang lain yang lebih berat musibahnya dibandingkan dirinya. Musibah dalam hal dunia lebih ringan dibandingkan musibah dalam hal agama, karena adzab di dunia lebih ringan dibandingkan adzab di akhirat. Pada hakikatnya, musibah adalah penghapus dosa dan akan menjadi tambahan kebaikan di sisi Allah tatkala ia menjadi hamba yang bersyukur. Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihiwasallam

مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلَا وَصَبٍ وَلَا هَمٍّ وَلَا حُزْنٍ وَلَا أَذًى وَلَا غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ

“Tidaklah suatu kelelahan, sakit, kesedihan, kegundahan, bahkan tusukan duri sekali pun, kecuali akan menjadi penghapus dosa baginya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Demikianlah tingkatan seorang mukmin dalam menghadapi cobaan, kita berharap bisa digolongkan minimal sebagai orang bersabar, tatkala tertimpa musibah, dan berusaha semaksimal mungkin menjadi orang yang ridha dan bersyukur tatkala tertimpa musibah. Semoga Allah hapuskan dosa kita semua dengan sebab musibah yang menimpa diri kita.WallahulMuwaffiq.(Pujiana/Staf pengajar PPTQ SahabatQu)

Sumber:

Ringkasan kajian Ustadz Zaid Susanto, lc