Bagaimana persepsi anda tentang merek

Bagaimana persepsi anda tentang merek
Ilustrasi. Foto: Pexels.

Jakarta, MNEWS.co.id – Dalam memasarkan produk, dibutuhkan suatu brand yang dapat merepresentasikan ciri khas yang hanya dimiliki produk tersebut. Brand tidak hanya sekadar merek yang menandai suatu produk di pasaran. Lebih dari itu, brand adalah identitas, karakter, ‘nyawa’ dari produk barang/jasa yang dijual.

Rommy Prabowo Kiuk, Creative Branding Partner bercerita, asal mula kata ‘brand’ berasal dari bahasa Skandinavia pada tahun 1400-an, yang artinya membakar. Terminologi ini digunakan untuk membedakan antara hewan ternak yang satu dengan hewan ternak lainnya, berupa cap yang ditempel di tubuh hewan tersebut. Rommy pun menuturkan, brand memiliki berbagai definisi.

Bagaimana persepsi anda tentang merek
Rommy Prabowo Kiuk, Creative Branding Partner, memaparkan “Branding Strategy” dalam sesi 
One Day Workshop, Jakarta, (26/12/2018). Foto: (doc/MNEWS)

“Ada yang bilang brand itu identitas. Seberapa penting identitas tersebut? Identitas itu sebetulnya di mana kita merasa nyaman dengan apa yang kita lakukan dan apa yang kita kemas dalam suatu produk,” jelas Rommy dalam sesi One Day Workshop “Kita Bisa Karena Kita Bersama”, di Just.Co, AIA Central Lantai 31, Jakarta, Rabu (26/12/2018).

Rommy menjelaskan, logo atau gambar dalam sebuah brand hanyalah sebuah alat untuk mengkomunikasikan esensi dari brand itu sendiri. Tentukan esensi produk yang akan dijual, perlihatkan kepada masyarakat kalau identitas produk kita berbeda dengan yang lainnya. Lalu, bagaimana caranya menjadi sesuatu yang berbeda di antara yang lain?

Brand adalah bagaimana mengembangkan persepsi yang positif, unik dan otentik. Lebih lanjut, kata Rommy, brand juga bisa menciptakan pelanggan yang loyal. Caranya, harus dengan strategi yang tepat sasaran. Brand harus bisa membangun diferensiasi, loyalti, dan persepsi.

Branding, jelas Rommy, adalah proses pola pikir yang pada akhirnya akan membentuk persepsi orang lain terhadap suatu brand, dengan melibatkan banyak hal seperti emosional, pikiran, kecerdasan, analisis, intuisi, wawasan, serta kepekaan dan panca indera kita untuk merespon banyak hal yang dapat dilihat dari sudut pandang desain, budaya, sejarah, pemasaran, sosiologi, dan sebagainya.

Ia mencontohkan, brand analogy dari marketing, public relation, advertising, dan design. Masing-masing kategori memiliki definisinya sendiri. Branding, adalah gabungan dari keempat kategori tersebut, di mana kita tidak harus mempromosikan diri lagi, tetapi orang sudah tahu identitas produk yang dimiliki.

Bagaimana persepsi anda tentang merek
Analogi Branding yang dipaparkan Rommy Prabowo Kiuk, dalam sesi One Day Workshop “Kita Bisa Karena Kita Bersama”, di Just.Co, AIA Central Lantai 31, Jakarta, Rabu (26/12/2018). 

Foto:(doc/MNEWS)

Lebih lanjut, brand adalah gabungan antara janji dari pembuat produk dan ekspektasi konsumen. Arsitektur brand harus dikelola dengan baik. Biasanya, dari satu mother brand, bisa diturunkan menjadi 3 jenis brand, yakni monolithic, endorsed, dan individual. Branding juga bisa dibagi lagi ke dalam kategori lainnya, seperti personal branding, product branding, corporate branding, cultural branding, dan geographic branding.

Strategi branding harus disesuaikan dengan brand seperti apa yang hendak dihidupkan. Ada 8 unsur dalam strategi branding, yaitu idea, value, identity, visual, communicate, customer relation, media, dan loyalty.

“Branding harus ada strategi, apa sih idenya? Kemudian keluarkan valuenya. Tentukan identitas yang akan dijalani, bagaimana visualnya, cara mengkomunikasikannya kepada publik, dan yang tidak kalah penting, jalin hubungan yang baik dengan customer. Gunakan media sesuai dengan target pasarnya, nanti loyalty akan mengikuti,” papar Rommy.

Sementara itu, lanjut Rommy, butuh waktu puluhan tahun untuk benar-benar mematangkan brand yang menempel di kepala masyarakat tanpa menuliskan nama brandnya. Ia mencontohkan brand Coca-Cola yang sudah identik siluet botolnya dengan warna merah yang telah dikenali masyarakat, meskipun tanpa menuliskan mereknya. Demikian juga dengan simbol checklist dan tagline “Just Do It” yang identik dengan brand Nike. Masih banyak contoh branding lainnya yang perlu kerja keras dan jatuh bangun sebelum menjadi brand yang established dan melekat dalam ingatan publik.

Ia juga menyarankan kepada peserta yang merupakan alumni Program Penumbuhan Minat Kewirausahaan Pemuda (PMKP) Kemenpora Indonesia 2018 untuk selalu riset.

“Penting bagi kalian untuk riset supaya pada akhirnya tahu, brand kalian mau dibawa ke mana. Bangun kekuatan brand dan juga kualitas produk. Karena brand dan produk harus jalan bareng, layaknya koin dengan 2 sisi,” tandasnya.

Dalam sesi workshop, selain memperoleh pembekalan mengenai persepsi branding, nantinya akan ada pelatihan basic product photography oleh fotografer ambassador Sampoerna, Ridho Alireza, dan peluncuran Komunitas Sahabat PMKP 2018 yang berafiliasi dengan Komunitas Sahabat UMKM.


2. ANALISIS PERSEPSI BRAND ASSOCIATION MENURUT PELANGGAN SABUN MANDI CAIR LUX PADA PT UNILEVER INDONESIA, Tbk.



 

1.1              Latar Belakang Masalah

Bagaimana persepsi anda tentang merek

Peranan merek bukan lagi sekedar sebagai nama ataupun sebagai pembeda dengan produk-produk pesaing, tetapi sudah menjadi faktor penentu untuk  dapat menjadi “trend setter” di bidang industri. Banyak perusahaan yang berhasil karena memiliki reputasi merek, sehingga dapat membuka distribusi di kota-kota lain bahkan negara-negara lain dengan menarik pelanggan sasaran melalui kekuatan-kekuatan merek yang mereka miliki.

Sebuah merek yang telah mencapai ekuitas tinggi merupakan asset yang berharga bagi perusahaan. Untuk itu, mempertahankan dan meningkatkan ekuitas merek bukan  pekerjaan mudah, karena yang dihadapi adalah ekspektasi pelanggan. Konsumen akan merasa “familiar” dengan nama merek yang pertama masuk ke pasar, sekalipun merek-merek yang masuk belakangan berkinerja lebih baik. Ini akan mengarah  kepada terciptanya kesetiaan yang lebih besar pada merek pertama dan produsen. Kesetiaan pelangaan menjadi kunci sukse tidak hanya dalam jangka pendek tetapi keunggulan bersaing yang berkelanjutan. Contohnya seperti sabun kecantikan merek Lux, yang merupakan sabun kecantikan pertama yang masuk ke pasaran di Indonesia. Sabun kecantikan merek Lux memperluas jenis produk sabun mandinya, yang tidak hanya sabun mandi yang berupa batangan padat tetapi juga berupa sabun mandi cair.

Merek perlu dipersepsikan sebagai produk yang berkualitas tinggi, sehingga konsumen dapat memahami sebuah produk hanya melalui eksistensi,  fungsi, citra dan mutu. Kualitas di mata konsumen lebih bersifat subyektiif, tergantung bagaimana persepsi konsumen terhadap produk itu.

Ketika kemudian jumlah merek yang dikenal konsumen semakin banyak, maka peranan merek dapat diperluas sehingga mampu memberikan asosiasi tertentu dibenek konsumen. Seuah merek akan sering dihubungkan dengan fungsi dan citra khusus. Nilai yang didasari merek sering kali didasari pada asosiasi-asosiasi spesifik yang berkaitan dengannya. Asosiasi merek (brand association) diupayakan dengan slogan, atau posisi yang diinginkan, atau dengan strategi brand identity, yaitu menciptakan atribut yang penting sebagai bahan yang dipersepsikan konsumen. Asosiasi-asosiasi merek seperti Ronald McDonald bisa menciptakan sikap atau perasaan positif yang berkaitan dengan suatu merek.

Jadi menurut Darmadi, dkk (2001:4) brand association adalah:

Mencerminkan pencitraan suatu merek terhadap suatu kesan tertentu dalam kaitannya dengan kebiasaan, gaya hidup, manfaat, atribut produk, geografis, harga, pesaing, dan lain-lain.

Pengertian asosiasi merek yang dikemukakan oleh Aaker (1996:106) dalam buku The Power of Brand, Freddy Rangkuti (2002:43) adalah “segala hal yang berkaitan dengan ingatan mengenai merek”.

Merek berperan sebagi persepsi yang mempengaruhi keputusan membeli pelanggan. Nilai haruslah menjadi landasan strategi dan taktik, karena nilai merupakan alasan mengapa konsumen menggunakan produk dan tetap setia (loyal). Nilai suatu brand yaitu menciptakan semakin banyak komsumen yang setia, konsumen yang setia (loyal) adalah tujuan setiap pemasar. Kesetiaan pelanggan terhadap merek merupakan salah satu aset merek. Hal in sangat mahal nilainya karena untuk membangunnya banyak tantangan yang harus dihadapi serta membutuhkan waktu yang sangat lama.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertari untuk membuat skripsi dengan mengangkat judul: Analisis Persepsi Brand Association Menurut Pelanggan Sabun Mandi Cair Lux pada PT Unilever Indonesia, Tbk.

1.2              Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian, maka masalah tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:

1.   Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi konsumen berkeinginan untuk membeli sabun mandi cair dalam persepsi brand association?

2.      Bagaimana persepsi brand association menurut pelanggan sabun mandi cair?

3.   Usaha manakah yang dilakukan oleh perusahaan yang bergerak dibidang industri sabun mandi cair, agar mendapatkan respon yang positif dari para konsumennya?

4.   Stategi manakah yang perlu ditempuh oleah perusahaan, agar meningkatkan daya saingnya dalam situasi pasar yang semakin ketat?

1.3              Pembatasan Masalah

Sehubungan dengan banyaknya masalah yang ada dalam pemasaran yang khususnya promosi, maka dalam penelitian ini adanya pembatasan masalah yang membahas tentang bagaimana persepsi brand association menurut pelanggan sabun mandi cair Lux pada PT Unilever Indonesia, Tbk pada minimarket Indomaret di daerah Gading Raya, Jakarta Timur pada bulan Maret 2006 sampai dengan April 2006. 

1.4              Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan sebelumnya, maka perlu adanya perumusan masalah yang akan menentukan arah yang tepat bagi pembahasan masalah, oleh karena itu penyusunan skripsi ini ingin mengangkat permasalahan tentang:

1.      Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi konsumen berkeinginan untuk membeli sabun mandi cair Lux dalam persepsi brand sssociation pada PT Unilever Indonesia, Tbk?

2.      Bagaimana persepsi brand association menurut pelanggan sabun cair Lux pada PT Unilever Indonesia, Tbk?

1.5              Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini mengacu pada perumusan masalah, yaitu:

1.      Untuk mengetahui apakah faktor-faktor yang mempengaruhi konsumen untuk berkeinginan membeli sabun mandi cair Lux dalam persepsi brand association pada PT Unilever Indonesia, Tbk

2.      Untuk mengetahui bagaimana persepsi brand association menurut pelanggan sabun mandi cair Lux pada PT Unilever Indonesia, Tbk

1.6              Manfaat Penulisan

Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini, yaitu:

1.      Bagi Perusahaan

Penelitian ini dapat memberikan masukan serta bahan pertimbangan dalam   kesetiaan konsumaen terhadap merek dagang yang diharapkan dapat menjadi informasi bagi perusahaan yang bersangkutan.

2.      Bagi Penulis

Penulisan skripsi ini dapat berguna untuk menambah wawasan serta pengetahuan   dan pengalaman dalam penelitian, juga untuk menerapkan teori-teori yang telah di dapat selama kuliah.

3.      Bagi Masyarakat pada Umumnya

Penelitian ini dapat sebagai nilai tambah bagi mereka yang membacanya serta akan menambahkan wawasan mereka di bidang manajemen pemasaran pada umumnya.

1.7              Asumsi Dasar

Dengan diketahuinya persepsi menurut pelanggan atas brand association, manajemen perusahaan dapat mengunakan strategi pemasaran produk sabun mandi cair Lux pada PT Unilever Indonesia, Tbk yang lebih tepat.

1.8              Sistematika Penulisan

Untuk memperoleh gambaran yang menyeluruh mengenai tugas akhir ini, maka berikut singkat garis besar pembahasan skripsi sebagai berikut:

BAB I             PENDAHULUAN

Bab ini berisi uraian tentang latar balakang, identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan masalah, manfaat masalah, asumsi dasar, serta sistematika penulisan.

BAB II            LANDASAN TEORI 

Bab ini berisi uraian tentang landasan teori yang menjadi acuan penelitiann, kemudian dilanjutkan membahas tentang kerangka pemikiran.

BAB III          METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini berisi uraian tentang metodologi penelitian yang dilakukan, mencakup proses penelitian yang dimulai dari tahap waktu dan tempat penelitian, metodologi penelitian, sumber data, teknik pengambilan sampel, teknik pengumpulan dan teknik analisis data.

BAB IV          PEMBAHASAN

Bab ini berisi uraian tentang analisis mengenai gambaran umum obyek penelitian yang memuat hasil penelitian.

BAB V            KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi uraian tentang kesimpulan yang penulisan dapat dari apa yang telah diuraikan sebelumnya serta memberikan saran-saran atas masalah maupun kendala.

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1              Pengertian Pemasaran

Pemasaran umumnya dipandang sebagai tugas untuk menciptakan, memperkenalkan, dan menyerahkan barang dan jasa kepada konsumen dan perusahaan. Berikut ini dikemukakan pengertian pemasaran oleh ahli di bidang pemasaran.

Menurut Kotler (2005:10) definisi dari pemasaran adalah:

Sebagai suatu proses sosial yang didalamnya individual dan kelompok mendapatkan apa yng mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain.

Dari definisi pemasaran dapat disimpulkan bahwa pemasaran mencangkup usaha perusahaan yang dimulai dengan mengidentifikasikan kebutuhan konsumen yang perlu dipuaskan, menentukan produk yang akan diproduksi, menentukan harga produk yang sesuai, menentukan cara-cara promosi dan penyaluran atau penjualan produk tersebut untuk merencanakan dan melaksanakan konsep, harga, promosi, dan distribusi terhadap gagasan produk dan pelayanan yang dapat menciptakan perubahan untuk memuaskan kebutuhan individu dan organisasi.

Konsep inti pemasaran diawali dari adanya kebutuhan (needs) konsuman akan suatu produk. Proses pertukaran yang terjadi antara konsumen dan produsen banyak memerlukan tenaga dan keteranpilan. Manajemen pemasaran terjadi apabila setidaknya satu pihak dalam pertukaran potensial memikirkan sasaran dan cara mendapatkan tanggapan yang ia kehendaki dari pihak lain.

2.2              Konsep Pemasaran

Kotler (2005:22) menegaskan bahwa kunci untuk mencapai tujuan organisasional yang ditetapkan adalah perusahaan tersebut harus menjadi lebih efektif dibandingkan para pesaing dalam menciptakan, menyerahkan, mengkomunikasikan nilai pelanggan kepada pasar sasaran yang terpilih.

Usaha untuk lebih mengefektifkan pemasaran dapat diklasifikasikan ke dalam empat faktor konsep pemasaran (Kotler, 2005: 22-27):

1.   Pasar Sasaran

Perusahaan-perusahaan akan berhasil secara gemilang bila mereka secara cermat memilih pasar-pasar sasarannya dan mempersiapkan program-program pemasaran yang dirancang khusus untuk pasar tersebut. 

2.      Kebutuhan Pelanggan

Menanggapi kebutuhan pelanggan, berarti mempelajari kebutuhan pelanggan dan membuat produk yang cocok dengan kebutuhan banyak orang itu. Namun beberapa perusahaan justru menanggapi kebutuhan individual masing-masing pelanggan.

3.      Pemasaran Terpadu

Tenaga penjualan, periklanan, pelayanan pelanggan, manajemen produk, riset pemasaran harus bekerja sama dan kedua pemasaran harus dirangkul oleh departemen-departemen lain.

4.   Kemampuan Memperoleh Laba

Tujuan terakhir dari konsep pemasaran adalah membuat organisasi mencapai tujuan mereka yaitu laba. Perusahaan seharusnya tidak bertujuan meraup laba sebagai akibat dari penciptaan nilai pelanggan yang unggul. Sebuah perusahaan menghasilkan uang karena memenuhi kebutuhan pelanggan lebih baik dibandingkan persainganya.

2.3              Persepsi Konsumen

Persepsi merupaka salah satu faktor psikologis selain motivasi pembelajaran dan kepercayaan serta sifat yang dapat mempengaruhi individu dan organisasi dalam menentukan kepuasan pembelian

Menurut Kotler (2000:198) definisi tentang persepsi adalah:

Proses yang digunakan seorang individu untuk memilih, mengorganisasikan, dan menginterprstasi masukan-masukan informasi guna menciptakan gambaran dunia yang memiliki arti. Persepsi tidak hanya tergantung pada rangsangan fisik, tetapi juga pada rangsangan yang berhubungan dengan lingkungan sekitar dan keadaan individu yang bersangkutan.

Menurut Lamb et. al. (2001: 224), definisi persepsi adalah “proses dimana kita memilih, mengatur dan menginterpretasikan rangsangan tersebut ke dalam gambaran yang memberikan makna dan melekat”.

Sedangkan menurut Simamora (2004:102) definisi persepsi adalah “sebagai suatu proses, dengan mana seseorang menyeleksi, mengorganisasikan, dan menginterprestasi stimuli ke dalam suatu gambaran dunia yang berarti dan menyeluruh”.

Sementara menurut Boyd, dkk (2001:133) definisi persepsi adalah “proses dengan apa seseorang memilih, mengatur dan menginterprestasikan informasi”. Kunci terpenting dalam persepsi adalah bahwa manusia menyimpan informasi dalam bentuk hubungan asosiatif, dan hubungan asosiatif itu membantu manusia menginterpretasikan dunia disekitarnya.

Secara singkat persepsi adalah cara kita memandang dunia di sekitar kita serta bagaimana kita dapat mengetahui bahwa kita membutuhkan bantuan dalam membuat suatu keputusan pembelian

 Definisi di atas menerangkan bahwa persepsi merupakan proses dimana indivual terlebih dahulu mengenali objek-objek dan fakta objektif disekitarnya. Seperti halnya dengan pengamatan, persepsi diawali dengan kegiatan panca indera, selanjutnya akan terjadi proses psikologis. Sehingga individual dapat mengorganisir dan menafsirkan informasi.

 Panca indera kita terdiri dari lima yaitu: penglihatan, penciuman, rasa, sentuhan, dan pendengaran. Kemudian dengan panca indera tersebut kita akan menerima rangsangan berupa objek-objek dan fakta objektif untuk diatur dan dinterprestasikan ke dalam pikiran kita terlebuh dahulu. Di dalam proses tersebut kita menggunakan keterbukan yang selektif untuk menentukan mana rangsangan yang harus diperhatikan dan mana yang harus diabaikan.

Pengenalan akan suatu objek, jelas, gerakan, intensitas (seperti: volume yang meningkat) dan aroma adalah suatu petunjuk yang akan mempengaruhi persepsi. Konsumen menggunakan petunjuk tersebut untuk mengidentifikasi produk dan merek. Bentuk kemasan sebuah produk seperti bentuk luar sabun cair Lux misalnya akan dapat mempengaruhi persepsi. Kemudian warna adalah suatu pertunjukan yang lain, dan warna memegang peran kunci terhadap persepsi konsumen.

Apa yang diterima konsumen dapat juga bergantung pada kemudahan rangsangan atau tarif yang mengejutkan (shock value). Peringatan grafis akan bahayanya menggunakan sebuah produk akan diterima lebih cepat dan selalu diingat bahkan lebih akurat dibandingkan peringatan yang kurang mudah atau peringatan yang berupa teks tertulis.

Pada dasarnya kita dapat membedakan menjadi 3 (tiga) faktor dalam persepsi yang biasa dilakukan manusia terhadap rangsangan yaitu:

1.      Keterbukaan yang Seleksi (Selective Exposure)

Merupakan proses dimana seorang konsumen mendapatkan suatu rangsangan dan mengabaikan rangsangan yang lain. Hal ini berarti para pemasar harus bekerja keras untuk menarik perhatian konsumen.

2.      Distorsi seleksi (Selective Distortion)

Distro seleksi terjadi ketika konsumen mengubah atau mengganti informasi yang bertentangan dengan perasaan atau kepercayaan mereka, dalam hal ini konsumen mempunyai kecenderungan untuk mengolah informasi menjadi suatu pengertian pribadi.

3.      Ingatan yang Seleksi (Selective Retention)

Merupakan proses pada saat seorang konsumen hanya mengingat informasi yang mendukung perasaan dan kepercayaan pribadi seseorang. Konsumen akan meluapkan semua informasi yang tidak konsisten yang pernah diterimanya.

2.3.1    Proses Persepsi

Persepsi merupakan salah satu dari berbagai faktor yang mempengaruhi pilihan konsumen terhadap produk. Biasanya konsumen yang termotivasi tentang suatu produk telah siap untuk melakukan pembelian. Namun, bagaimana seseorang bertindak dipengaruhi oleh persepsinya mengenai situasi tertentu.

Persepsi memegang peran penting dalam konsep positioning karena manusia menafsirkan suatu produk atau merek, yaitu hubungan-hubungan asosiatif yang disimpan melalui proses sensasi.

Proses persepsi merupakan serangkaian kegiatan yang melalui beberapa tahapan terlebih dahulu. Berikut ini sebuah model tahapan dari proses persepsi individu yang dikemukakan oleh Sutisna (2002:62):

GAMBAR 2.1

Tahapan Proses Persepsi

Bagaimana persepsi anda tentang merek
 


Sumber: Sutisna (2002:62)

Model ini menekankan bahwa persepsi secara substansial bisa saja berbeda dengan realitas. Apakah persepsi individu terhadap suatu situasi benar/tidaknya realitas yang mampu membuktikan itu.

Tugas pemasar adalah mengetahui proses terbentuknya persepsi dari tahap awal hingga tahap akhir. Adapun proses terbentuknya persepsi tersebut, adalah:

1.      Stimuli

Stimuli/stimulus adalah setiap bentuk fisik, visual, atau komunikasi verbal yang dapat mempengaruhi tanggapan individu. Suatu stimuli pada hakikatnya merupakan satu unit input bagi salah satu dari lima indra manusia. Ada dua stimuli penting yang dapat mempengaruhi perilaku konsumen adalah pemasaran dan lingkungan (sosial dan budaya).

a.       Stimuli Pemasaran

Adalah setiap komunikasi atau stimuli fisik yang didesain untuk mempengaruhi konsumen. Stimuli pemasaran terdiri atas dua komponen, yaitu stimuli utama dan stimuli tambahan:

1.   Stimuli utama terdiri dari produk dan komponennya seperti, kemasan, isi, dan ciri-ciri fisik.

2.   Stimuli tambahan adalah komunikasi yang didesain untuk mempengaruhi perilaku konsumen seperti, mempresentasikan produk dalam kata-kata, gambar, simbol, atau melalui stimuli lain yang diasosiasikan dengan produk seperti, harga, toko tempat jual, dan pengaruh sales.

b.      Stimuli Lingkungan

Indera penerima terdiri dari mata, telinga, hidung, mulut, dan jari yang menerima dan memberikan tanggapan atas stimuli utama.

2.      Indra Penerima

Indra penerima atau penerimaan sensor (sensory receptors) yaitu yang disebut sebagai organ manusia berupa panca indra (mata, telinga, hidung, mulut dan kulit) yang menerima sensor input.

3.      Perhatian

Perhatiaan yang dilakukan oleh konsumen data terjadi secara sengaja atau tidak sengaja.

a.       Perhatian secara sengaja (voluntary attention)

Terjadi ketika konsumen secara aktif mencari informasi yang mempunyai relevansi pribadi. Persepsi selektif terjadi ketika konsumen malakukan voluntary attention. Persepsi selektif yang merupakan tafsiran secara selektif oleh individu ada yang mereka saksikan berdasarkan kepentingan, latar belakang, pengalaman, dan sikap terjadi ketika konsumen melakukan voluntary attention. Ketika konsumen memiliki keterlibatan yang besar terhadap suatu produk, maka pada saat itu konsumen bisa disebut melakukan proses perhatian selektif. Proses perhatian selektif  terjadi karena dengan mempunyai keterlibatan yang tinggi terhadap suatu merek produk berarti konsumen telah secara aktif mencari informasi mengenai produk itu dari berbagai sumber. Jika dihubungkan dengan teori pembelajaran, proses perhatian selektif ini identik dengan active learning.

b.      Perhatian tidak sengaja (involuntary attention)

Terjadi ketika konsumen dipaparkan sesuatu yang menarik, mengejutkan, menantang, atau sesuatu yang tidak diperkirakan, yang tidak ada relenvasinya dengan tujuan atau kepentingan konsumen. Stimuli dengan ciri-ciri diatas akan secara otomatis mendapat tanggapan konsumen.

3.   Interpretasi

Proses terakhir dari persepsi adalah memberikan interpretasi atas stimuli yang diterima  oleh konsumen. Setiap stimuli yang menarik perhatian konsumen baik disadari atau tidak disadari, akan diinterpretasikan oleh konsumen. Dalam proses interpretasi konsumen membuka kembali berbagai informasi dalam memori yang telah tersimpan dalam waktu yang lama (long term memory) yang berhubungan dengan stimuli yang diterima. Informasi dalam long term memory akan membentuk konsumen untuk menginterprestasikan stimuli. Interprestasi itu didasarkan pengalaman-pengalaman pada masa lalu, dan pengalaman itu tersimpan dalam memori jangka panjang konsumen.

Satu masalah yang dihadapi oleh pemasar dari persepsi konsumen menginterpretasikan stimuli yang secara berbeda. Sebagai contoh yang paling klasik adalah pemasaran lintas cultural, penggunaan suatu warna tertentu akan diinterpretasikan secara berbeda pada tiap budaya.

Selain informasi yang tersimpan dalam long term memory, apa yang diharapkan konsumen juga mempengaruhi bagaimana suatu stimuli diinterpretasikan. Harapan (expectation) adalah keyakinan, kepercayaan, individual sebelumnya mengenai apa yang seharusnya terjadi pada situasi tertentu.

4.   Tanggapan

Setelah melalui tahapan akhir dari proses persepsi maka, konsumen akan bereaksi terhadap informasi yang diperolehnya tadi yang kemudian akan menghasilkan tanggapan. Tanggapan inilah yang kemudian menghasilkan suatu keputusan pembelian.

2.3.2    Faktor yang Mempengaruhi Persepsi

Bagaimana individu-individu mungkin memandang satu benda yang sama dengan yang berbeda, faktor-faktor berikut menjelaskan bahwa pihak pelaku persepsi (perceiver), dalam objeknya atau target yang dipersepsikan, atau dalam konteks situasi di mana persepsi itu dilakukan akan dapat mempengaruhi terbentuknya suatu persepsi. Seperti yang akan dijelaskan dibawah ini, menurut Robbins (2006:89):

1.      Pelaku Persepsi

Bila seorang individu memandang pada satu obyek dan mencoba menafsirkan apa yang dilihatnya, penafsiran itu sangat dipengaruhi oleh karakteristik dari pribadi ke perilaku persepsi individu itu. Diantara karakteristik pribadi yang lebih relevan yang mempengaruhi persepsi adalah sikap, motif, kepentingan atau minat, pengalaman masa lalu, dan pengharapan (expectation).

2.   Target dan Obyek

Karakteristik dari target yang akan diamati dapat dipengaruhi apa yang dipersepsikan gerakan, bunyi, ukuran, dan atribut-atribut lain dari target membentuk cara kita memandangnya. Karena target tidak dipandang dalam keadaan tersolasi, hubungan suatu target dengan latar belakangnya mempengaruhi persepsi, seperti kecenderungan kita untuk mengelompokkan benda-benda yang berdekatan atau mirip.

3.   Situasi

Penting bagi kita melihat konteks obyek atau pariwisata. Unsur-unsur lingkungan sekitar mempengaruhi persepsi kita. Waktu adalah di mana suatu obyek atau peristiwa itu dilihat agar dapat mempengaruhi perhatian, seperti juga lokasi, cahaya, panas, atau setiap jumlah faktor situasional.

Gambar 2.2

Faktor yang Mempengaruhi Persepsi



Bagaimana persepsi anda tentang merek
 

Sumber: Robbins (2006:89)

2.4       Merek (Brand)

Suatu produk dapat dibedakan dari produk lainnya dari segi merek (brand). Merek tersebut dapat dipakai sebagai alat untuk menciptakan pandangan tertentu dari para pembeli, baik melalui periklanan maupun melalui kegiatan promosi yang lain. Peranan merek tidak hanya sekedar pembeda suatu produk, namun tidak mustahil pada kondisi tertentu akan berwujud aset yang bernilai ekonomis. Menurut Kotler dan Amstrong (1999:245), merek adalah:

            Brand is name, term, sign, symbol, or design, or a combination of these intended to identify the goods or services of one seller or group of seller and to differentiate them from those of competitors.

Menurut Keegan et. Al (1996:318), merek adalah:

Brand is a complex bundle of images and experiences in the customer’s mind that communicates a promise about the benefits of a particular product manufactured by a particular company.

Jadi dapat disimpulkan bahwa merek adalah nama, istilah, tanda, simbol atau disain dari produk atau jasa atau kombinasi keseluruhan yang dimaksud untuk mengidentifikasi barang dan jasa dari seseorang atau kelompok penjual dan untuk membedakan dari produk pesaing. Merek juga meninggalkan citra dan pengalaman dibenak konsumen mengenai keuntungan dari produk yang diproduksi dari perusahaan.

Menurut Kotler (2005:82), merek merupakan janji penjual untuk secara  konsisten memberikan tampilan, manfaat dan jasa tertentu pada pembeli. Merek-merek terbaik memberikan mutu, tetapi merek lebih dari sekedar simbol.

Sementara definisi merek yang dikemukakan oleh American Marketing Association dalam buku The Power of Brand, Freddy Rangkuti (2002:2) adalah: “nama, istilah, simbol atau rancangan atau kombinasi dari hal-hal tersebut. Tujuan pemberian merek adalah untuk mengidentifikasi produk atau jasa yang dihasilkan sehingga berbeda dari produk atau jasa yang dihasilkan oleh pesaing.

Merek terbaik akan memberikan jaminan kualitas. Namun pemberian nama atau merek pada suatu produk handaknya tidak hanya merupakan suatu simbol, karena merek memiliki enam tingkat pengertian:

1.   Atribut Produk     :   Merek mengingatkan pada atribut-atribut tertentu, seperti halnya kualitas, gengsi, nilai jual kembali, desain dan lain-lain. Contohnya, Mercedes menyatakan sesuatu yang mahal, produk yang dibuat dengan baik, terancang baik, tahan lama, bergengsi tinggi, nilai jual kembali tinggi, cepat dan lain-lain. Perusahaan dapat memberikan satu atau lebih atribut-atribut ini atau untuk mengiklankan produknya.

2.   Manfaat                :   Merek tidak hanya serangkaian atribut. Pelanggan tidak memberi atribut, tetapi mereka membeli manfaat. Atribut diberikan untuk dikembangkan menjadi manfaat fungsional atau emosional.

3.   Nilai                     :   Merek juga menyatakan sesuatu tentang nilai produsen.       Contohnya, Mercedes menyatakan produk yang kinerja tinggi, aman, bergengsi, dan lain-lain. Dengan demikian produsen Mercedes juga mendapat nilai tinggi di mata masyarakat. Maka, produsen harus dapat mengetahui kelompok pembeli mobil yang mana mencari niai-nilai ini.

4.   Budaya                  : Merek juga mewakili budaya tertentu. Contohnya, Mercedes mencerminkan budaya Jerman yang terorganisasi, konsisten, tingkat keseriusan tinggi, efesien, dan berkualitas tinggi.

5.   Kepribadian        : Merek juga mencerminkan kepribadian tertentu. Sering kali produk tertentu mengunakan kepribadian orang yang terkenal untuk mendongkrak atau menopang merek produkya.

6.   Pemakai                : Merek menunjukkan jenis konsumen yang membeli atau menggunakan  produk tersebut. Kebayakan pemakai adalah orang-orang yang menghargai nilai budaya dan kepribadian produk tersebut. Misalnya Mercedes pada umumnya diasosikan dengan orang kaya, kalangan manajer puncak, dan sebagainya.

            Apabila suatu perusahaan memperlakukan merek hanya sekedar suatu nama, maka perusahaan tersebut tidak melihat tujuan mereka sebenarnya. Dengan enam tingkat pengertian dari merek diatas, perusahaan harus menentukan tingkat mana akan ditetapkan identitas merek. Merupakan satu kesalahan untuk mempromosikan hanya atribut merek. Pertama, konsumen tidak begitu tertarik dengan atribut merek dibandingkan dengan manfaat merek. Kedua, pesaing dapat dengan mudah meniru atribut tersebut. Ketiga, atribut yang sekarang lama kelamaan akan menurun artinya, sehingga merugikan merek yang terikat pada atribut tersebut.

Merek merupakan hal yang sangat penting, baik bagi konsumen maupun produsen. Dari sisi konsumen, merek mempermudah pembelian. Bila tidak ada merek, konsumen harus mengevaluasi semua produk yang tidak memiliki merek setiap kali mereka akan melakukan pembelian. Mereka juga membantu menyakinkan konsumen bahwa mereka akan mendapatkan kualitas yang konsisten ketika mereka membeli produk tersebut. Dari sisi produsen, merek dapat dipromosikan. Merek dapat dengan mudah diketahui ketika diperhatikan atau ditempatkan dalam suatu display.

Selain itu, merek mempermudah mengidentifikasikan suatu produk, merek juga bisa membuat konsumen yakin akan memperoleh kualitas yang sama jika mereka membeli ulang. Maksudnya merek dapat membantu konsumen agar tidak keliru dalam memilih produk yang diinginkan para konsumen, yakni terhadap mutu dan harga. Merek mengurangi perbedaan harga, karena konsumen akan mudah membandingkan harga dari suatu produk dengan merek yang berbeda dan akhirnya bagi produsen dapat menambah prestasi. Karena merek adalah salah satu faktor yang dipertimbangkan dalam memandingkan produk-produk sejenis.

Kotler (2005:90) berpendapat bahwa merek memiliki peranan dilihat dari sudut pandang produsen, dimana merek memiliki peranan serta kegunaan sebagai berikut:

1.      Merek memudahkan penjual untuk memproses pesanan dan menelusuri bila terjadi kesalahan. Di samping itu juga lebih mudah bagi produsen untul menemukan kalau ada keluhan dari konsumen.

2.      Merek memberikan kesempatan pada penjual untuk menarik pelanggan yang setia dan menguntungkan. Kesetiaan merek memberikan perlindungan terhadap produsen dari pesaing serta pengendalian yang lebih besar dalam perencanan program pemasarannya.

3.      Merek dan tanda dagang produsen memberikan perlindungan hukum atas tampilan produk yang unik, yang tanpa itu akan dapat ditiru oleh pesaing.

4.      Merek membantu penjual melakukan segmentasi pasar.

5.      Merek yang baik membantu citra perusahaan. Dengan membawa nama perusahaan, merek membantu mengiklankan mutu dan ukuran perusahaan. 

2.4.1    Brand Association

Menurut Darmadi, dkk (2001:4) brand association adalah:

            Mencerminkan pencitraan suatu merek terhadap suatu kesan tertentu dalam kaitannya dengan kebiasaan, gaya hidup, manfaat, atribut produk, geografis, harga, pesaing, dan lain-lain.

Pengertian asosiasi merek yang dikemukakan oleh Aaker (1996:106) dalam buku The Power of Brand, Freddy Rangkuti (2002:43) adalah “segala hal yang berkaitan dengan ingatan mengenai merek”. Asosiasi akan menjadi faktor yang penting, jika merek yang produsen miliki mirip dalam hal atribut dengan merek lainnya atau jika perusahaan merupakan hal penting untuk dilihat. Suatu merek akan lebih kuat apabila dilandasi pada banyak pengalaman untuk mengkomunikasikannya. Berbagai asosiasi yang diingat konsumen dapat dirangkai sehingga membentuk citra tentang merek atau brand image didalam benak konsumen. Secara sederhana, pengertian brand image adalah sekumpulan asosiasi merek yang terbentuk dibenak konsumen. Konsumen yang terbiasa menggunakan merek tertentu cenderung memiliki konsistensi terhadap brand image atau hal ini disebut juga dengan kepribadian merek (brand personality).

Berikut ini adalah beberapa contoh di mana tercipta brand association :

1.   “Merek ini dibuat oleh perusahaan yang saya percaya.” Sebagai gambaran, jika orang mendengar tentang sebuah merek, misalnya Sabun Kecantikan Lux, maka mereka akan langsung mengasosiasikannya dengan Unilever atau ketika mereka mendengar So Klin, mereka akan ingat tentang Wings. Syarat agar produsen dapat diingat adalah produsen tersebut harus sering diiklankan dan harus membuat konsumen percaya akan produk yang dibuatnya.

2.   “Saya kagum pada Perusahaan merek X.” Di sini konsumen menyebutkan asosiasinya sebagai akibat dari kekagumannya pada merek tersebut atau program dari merek tersebut.

3.   “Saya akan bangga menjalin bisnis dengan perusahan merek X,” atau Saya bangga menggunakan perusahaan merek X.” Misalnya konsumen bangga, jika mengunakan produk Mercedes Benz atau BMW.

Citra merek merupakan persepsi pelanggan terhadap sebuah merek yang mencerminkan pada serangkaian asosiasi yang dikaitkan oleh pelanggan bersangkutan dengan nama merek tertentu dalam memorinya. Dalam artikelnya yang dipublikasikan di journal of consumer marketing yang dikemukakan oleh del Rio, Vazquez, dan Iglesias (2001) menganalisis asosiasi merek berdasarkan fungsi dan manfaat yang diasosiasikan konsumen dengan merek tertentu. Ketiga pakar pemasaran ini mengukur fungsi dan manfaat merek asosiasi (brand association) melalui enam dimensi utama dalam buku Marketing Scales, Tjiptono, dkk (2004:239-242), yaitu:

1.   Jaminan

Janji yang merupakan kewajiban produsen atas produknya kepada konsumen, dimana para konsumen akan diberikan ganti rugi bila ternyata produk tidak bisa berfungsi sebagaimana yang diharapkan.

2        Identifikasi Pribadi

Merupakan semua pengetahuan yang dimiliki oleh konsumen dan semua kesimpulan yang dibuat konsumen tentang objek, atribut dan manfaat dari produk tersebut.

3.   Identifikasi Sosial

Tingkah laku konsumen yang dipengaruhi karena faktor-faktor seperti keluarga, kelompok kecil, serta peran dan status sosial konsumen.

4.   Status

Setiap produk yang membawa status yang mencerminkan penghargaan yang diberikan oleh masyarakat, maka sering kali konsumen memilih produk yang menunjukkan statusnya dalam masyarakat.

5.   Kesediaan Menerima Perluasan Merek

Masyarakat menerima produk baru yang ditawarkan oleh perusahaan dengan menggunakan merek lama yang terdapat pada merek induknya.

6.      Kesediaan untuk Merekomendasikan Merek

Masyarakat bersedia menunjukkan merek produk, yang dikonsumsinya ke orang lain.

Brand association tidak relevan untuk semua merek, dan pengukuran yang tidak relevan dapat menyebabkan interprestasi yang salah. Pengukuran brand association juga kurang peka karena mengubah citra perusahaan adalah sulit.

Unsur-unsur brand association adalah:

1.      Orientasi pada Masyarakat/Komunitas (Society/Community Orientation)

Organisasi yang baik dapat dibuktikan melalui banyak hal seperti peka terhadap lingkungan, mensposori kegiatan amal, memperlakukan pekerja/karyawan dengan layak. Brand Association sangat diperlukan dalam mengembangkan asosiasi yang berorientasi pada komunitas/masyarakat, tentu saja mempertinggi loyalitas konsumen. Walaupun sangat sulit untuk menyatakan besarnya loyalitas itu. Progam peduli lingkungan adalah cara lain untuk menjadi perusahaan yang baik, seperti pengguna kemasan atau komposisi yang dapat didaur ulang sehingga ramah lingkungan, kesan bahwa perusahaan peduli terhadap lingkungan akan lebih sulit untuk ditiru, hal itu lebih dapat dilihat dan dipercaya.

2.      Persepsi Kualitas (Perceived Quality)

Persepsi kualitas hampir selalu manjadi pertimbangan pada setiap pilihan konsumen. Kualitas dapat dikomunikasikan secara langsung dengan demonstrasi atau argumen bahwa sebuah atribut produk lebih unggul dibandingkan yang dimiliki pesaing. Banyak perusahaan berkomitmen pada kualitas atau ingin menjadi “yang terbaik”. Brand Association menjadi sarana yang baik umtuk mengkomunikasikan kualitas yang dapat dipercaya an selanjutnya membantu mengembangkan loyalitas.

3.      Inovasi

Inovasi boleh jadi adalah asosiasi merek kunci bagi perusahaan Jepang. Inovasi juga merupakan hal penting bagi perusahaan barat, terutama persaingan di dalam kelas produk dimana teknologi dan inovasi menjadi penting bagi konsumen, seperti Oral B dikategorikan sikat gigi atau Intel dikategorikan sebagai mikroprosesor. Inovasi juga dapat menjadi saran untuk membuat merek produk tampil lebih modern dan up to date.

4.   Perhatian pada Pelanggan (Concern for customers)

Banyak perusahaan selalu menempatkan konsumen pada tempat pertama sebagai nilai inti. Beberapa merek perusahaan melihat konsep “persahabatan” sebagai elemen identitas merek perusahaan. Hal ini mengimplikasikan bahwa merek tersebut akan memberikan yang diinginkan oleh konsumen, seperti kejujuran, perhatian, dapat dipercaya, dan rasa hormat.

5.   Keberadaan dan Keberhasilan

Berbisnis dengan perusahaan yang mempunyai sumber daya yang mendukung produk dan sejarah panjang dalam berbisnis dapat memberikan rasa aman. Sukses, yang diindikasikan dengan penjualan dan atau pertumbuhan penjualan, juga menciptakan rasa percaya diri bagi konsumen yang telah memilih merek tersebut.

6.   Lokal vs Global

a.   Menjadi Lokal

Satu pilihan strategi diferensiasi adalah membuat satu merek dipersepsikan sebagai merek lokal dari perusahaan lokal. Menjadi lokal terutama efektif bila program pemasaran pesaing global tidak peka atau tidak sejalan (atau bahkan bertentangan) dengan selera lokal. Usaha yang serius untuk berlaku lokal juga dapat menghasilkan pengertian yang lebih baik mengenai kebutuhan dan kebiasan lokal.

b.   Menjadi global

Pilihan identitas lain adalah menjadi global. Sebuah merek global memberikan sinyal umur panjang, sumber daya untuk investasi merek, dan komitmen terhadap masa depan merek. Sebuah perusahaan global akan dianggap lebih maju secara teknologi, yaitu mampu berinvestasi di R&D dan mendatangkan kemajuan di negara di mana merek berkompetisi. Sebuah merek global juga mempunyai prestise karena ia mampu berkompetisi secara sukses dalam pasar yang berbeda.

            Selanjutnya apabila para konsumen beranggapan bahwa merek tertentu secara fisik berbeda dari merek pesaing, citra merek tersebut akan melekat secara terus menerus sehingga dapat membentuk kesetian terhadap merek tertentu, yang disebut dengan loyalitas merek (brand loyalty).

            Asosiasi merek dapat menciptakan suatu nilai bagi perusahaan dan pelanggan, karena dia dapat membantu proses penyusunan informasi untuk membedakan merek yang satu dari lain.

Terdapat lima keuntungan asosiasi merek, yaitu:

1.      Dapat membantu penyusunan informasi. Asosiasi-asosiasi yang terdapat pada suatu merek, dapat membantu mengikhtisarkan sekumpulan fakta dan spesifikasi yang dapat dengan mudah dikenal oleh pelanggan.

2.      Perbedaan merupakan suatu asosiasi dapat memberikan landasan yang sangat penting bagi usaha pembedaan. Asosiasi-asosiasi merek dapat memainkan peran yang sangat penting dalam maembedakan satu merek dari merek yang lain.

3.      Alasan untuk membeli, pada umumnya asosiasi merek sangat membantu para konsumen dalam mengambil keputusan untuk membeli produk tersebut atau tidak .

4.      Penciptaan sikap atau perasaan positif, asosiasi merek dapat merangsang perasaan positif yang pada gilirannya akan berdampak positif terhadap produk yang bersangkutan.

5.      Landasan untuk perluasan, asosiasi merek dapat menghasilkan landasan bagi suatu perluasan merek, yaitu dengan menciptakan rasa kesesuaian antara suatu merek dan sebuah produk baru.

2.5              Perilaku Konsumen

Perilaku konsumen dalam sebuah pamasaran mempunyai peranan yang sangat penting. Para ahli memiliki beberapa pandangan mengenai definisi ini antara lain: Engel et al. (1995) dikutip oleh Simamora (2004:1) mendefinisikan perilaku konsumen, yaitu:

            Perilaku konsumen adalah tindakan yang langsung terlibat untuk mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghasilkan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan ini.

Menurut Peter (2003:6) definisi perilaku konsumen adalah:

Consumer behavior is the dynamic interaction of affect and cognition behavior, and the environment by which human beings conduct the exchange aspects of their lives.

American marketing association (AMA) seperti dikutip oleh Peter et al (2000:6) mendefinisikan perilaku konsumen (consumer behavior) sebagai “interaksi dinamis antara pengaruh dan kongisi, perilaku, dan kejadiaan di sekitar kita di mana manusia melakukan aspek pertukaran dalam hidup mereka”. Dari definisi yang diuraikan dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu:

1.      Perilaku konsumen menyoroti perilaku individu dan rumah tangga.

2.      Perilaku konsumen menyangkut suatu proses keputusan sebelum pembeli serta tindakan memperoleh, memakai, mengkonsumsi, dan menghasilkan produk.

3.      Mengetaui perilaku konsumen meliputi perilaku yang dapat diamati seperti jumlsh ysng dibelanjakan, kapan, dengan siapa, oleh siapa, dan bagaimana barang yang sudah beli dikonsumsi, juga termasuk variabel-variabel yang tidak diamati seperti nilai-nilai yang dimiliki konsumen, kebutuhan pribadi, persepsi, bagaimana mereka mengevaluasi alternatif, dan apa yang mereka rasakan tentang kepemilikan dan penggunaan produk yang bermacam-macam.

Dengan kata lain perilaku konsumen yang akan dipengaruhi oleh apa yang dipikirkan dan perasaan yang timbul dari pengalaman orang tersebut dan kegiatan mereka dalam proses mengkonsumsi.

Paling tidak terdapat tiga ide penting dalam definisi di atas yang dapat kita ketahui, yaitu:

1.      Perilaku adalah Dinamis

Pertama definisi di atas menekankan bahwa perilaku konsumen itu dinamis ini berarti seorang konsumen atau kelompok konsumen, serta masyarakat luar selalu berubah dan bergerak sepanjang waktu. Hal ini memiliki implikasi terhadap study perilaku konsumen, demikian pula pada pengembangan strategi perusahaan. Dalam hal study perilaku konsumen salah satu implikasinya adalh bahwa generalisasi perilaku konsumen biasanya terbatas untuk jangka waktu tertentu, produk, dan individu atau kelompok tertentu. Dengan semakin dinamisnya perilaku konsumen akan sangat tergantung pada kegiatan atau proses perilaku tersebut.

2.      Perilaku Konsumen Melibatkan Interaksi

Hal kedua yang diterapkan dalam definisi konsumen adalh keterlibatan interaksi antara pengaruh dan kognisi, perilaku dan kegiatan di sekitar ini yang berartii bahwa untuk memahami apa yang mereka pikirkan(kognisi) dan mereka rasakan (pengaruh), apa yang mereka lakukan (perilaku), dan apa yang dipirkan, dirasa, dan dilakukan konsumen.

3.      Perilaku Konsumen Melibatkan Peraturan

Hal terakhir ditekankan dalam perilaku konsumen adalah pertukaran diantara individu. Hal ini membuat definisi perilaku konsumen tetap konsisten dengan definisi pemasaran yang sejauh ini juga menekankan pertukaran.

Dari pendapat-pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa perilaku konsumen adalah tindakan-tindakan yang dilakukan perorangan untuk dapat menggunakan dan mengevaluasi suatu barang dan jasa. Pada dasarnya konsumen menjadi pelaku sendiri di dalam ruang lingkup pasar. Hal ini dapat kita lihat bahwa kegiatan-kegiatan apa saja yang dilakukan para konsumen itulah yang selalu ingin diketahui oleh perusahaan, perilaku konsumen juga merupaka suatu proses. Hal ini kita lihat bahwa setiap manusia atau perusahaan yang memberi atau menerima sesuatu yang bernilai merupakan suatu bagian dari proses marketing, perilaku konsumen juga dapat mempengaruhi banyak pelaku pasar yang berbeda-beda.

2.6              Kerangka Pemikiran

Menurut Kotler (2000:198) definisi dari persepsi adalah “proses yang digunakan seorang individu untuk memilih, mengorganisasikan, dan menginterprstasi masukan-masukan informasi guna menciptakan gambaran dunia yang memiliki arti”. Persepsi tidak hanya tergantung pada rangsangan fisik, tetapi juga pada rangsangan yang berhubungan dengan lingkungan sekitar dan keadaan individu yang bersangkutan.

Dalam kondisi pasar yang kompetitif, preferensi, dan loyalitas pelanggan adalah kunci sukses. Terlebih pada kondisi sekanrang, pemasaran merupakan pertempuran persepsi konsumen dan tidak lagi sekedar pertempuran produk. Beberapa produk dengan kualitas, model, karakteristik tambahan (features), serta kualitas yang relatif sama dapat memiliki kinerja yang berbeda di pasar karena perbedaan persepsi dalam benak konsumen.

Pembentukan persepsi dapat dilakukan melalui jalur merek. Pada uraian ini, suatu produk dengan ekuitas merek yang kuat akan berkesempatan membentuk landasan merek yang kuat dan mampu mengembangkan keberadaan merek dalam persaingan apa pun dalam waktu yang lama.

Citra merek merupakan persepsi pelanggan terhadap sebuah merek yang mencerminkan pada serangkaian asosiasi yang dikaitkan oleh pelanggan bersangkutan dengan nama merek tertentu dalam memorinya. Dalam artikelnya yang dipublikasikan di journal of consumer marketing yang dikemukakan oleh del Rio, Vazquez, dan Iglesias (2001) menganalisis asosiasi merek berdasarkan fungsi dan manfaat yang diasosiasikan konsumen dengan merek tertentu. Ketiga pakar pemasaran ini mengukur fungsi dan manfaat merek asosiasi (brand association) melalui enam dimensi utama dalam buku Marketing Scales, Tjiptono, dkk (2004:239-242), yaitu:

1.   Jaminan

Janji yang merupakan kewajiban produsen atas produknya kepada konsumen, dimana para konsumen akan diberikan ganti rugi bila ternyata produk tidak bisa berfungsi sebagaimana yang diharapkan.

2.      Identifikasi Pribadi

Merupakan semua pengetahuan yang dimiliki oleh konsumen dan semua kesimpulan yang dibuat konsumen tentang objek, atribut dan manfaat dari produk tersebut.

3.   Identifikasi Sosial

Tingkah laku konsumen yang dipengaruhi karena faktor-faktor seperti keluarga, kelompok kecil, serta peran dan status sosial konsumen.

4.   Status

Setiap produk yang membawa status yang mencerminkan penghargaan yang diberikan oleh masyarakat, maka sering kali konsumen memilih produk yang menunjukkan statusnya dalam masyarakat.

5.   Kesediaan Menerima Perluasan Merek

Masyarakat menerima produk baru yang ditawarkan oleh perusahaan dengan menggunakan merek lama yang terdapat pada merek induknya.

7.      Kesediaan untuk Merekomendasikan Merek

Masyarakat bersedia menunjukkan merek produk, yang dikonsumsinya ke orang lain.




  KLIK INI UNTUK MEMBACA SELENGKAPNYA
 

widget by : http://www.rajakelambu.com