Bagaimana dampak dari sumber daya yang dieksploitasi dalam jangka waktu lama

tirto.id - Indonesia adalah negara dengan potensi sumber daya alam (SDA) yang melimpah. Aneka bentuk SDA dapat ditemukan, seperti barang tambang, perikanan, peternakan, air, hingga sumber energi terbarukan.

Salah satu SDA yang sangat potensial di Indonesia adalah tambang. Banyak sumber bahan tambang yang dapat ditemukan, misalnya emas, perak, tembaga, timah, minyak bumi, batu bara, panas bumi, dan sebagainya.

Hasil tambang pun turut meningkatkan taraf hidup masyarakat di sekitar tempat penambangan. Kendati demikian, aktivitas penambangan juga tidak lepas dari isu pencemaran lingkungan sebagai dampak dari limbah yang ada.

Sebagian jenis barang tambang telah dimanfaatkan negara untuk menyukupi kebutuhan masyarakat. Misalnya bahan bakar fosil pada batubara dipakai untuk pembangkit listrik.

Kemudian, olahan minyak bumi dimanfaatkan sebagai bahan bakar alat transportasi hingga bahan bakar kompor minyak.

Bagaimana dampak dari sumber daya yang dieksploitasi dalam jangka waktu lama

Sementara itu, barang tambang yang potensinya masih cukup besar salah satunya adalah gas alam.

Di Indonesia, cadangan gas alam masih melimpah dan bahkan sebagiannya diekspor ke negara lain. Berbagai barang tambang dapat menjadi sumber devisa negara.

Namun barang tambang merupakan jenis yang tidak terbarukan. Cadangannya akan menipis seiring dengan berjalannya eksplorasi mau pun eksploitasi.

Oleh sebab itu, penambangan dan pemanfaatannya perlu dilakukan dengan bijak demi kemakmuran rakyat.

Eksplorasi dan Eksplorasi Tambang

Barang tambang agar bisa dimanfaatkan diperlukan eksplorasi dan eksplorasi. Untuk bisa menemukan lokasi tambang yang tepat, memerlukan perencanaan dan pencarian yang akurat sehingga pada saat penambangan dilakukan tidak berakhir sia-sia.

Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 mengenai Minyak dan Gas Bumi, dijelaskan perbedaan antara eksplorasi dan ekploitasi dikaitkan pada barang tambang minyak bumi dan gas.

Dikutip dari e-journal Universitas Atma Jaya Yogyakarta, eksplorasi adalah kegiatan yang bertujuan memperoleh informasi mengenai kondisi geologi untuk menemukan dan memperoleh perkiraan cadangan minyak dan gas bumi di wilayah kerja yang ditentukan.

Eksplorasi dikerjakan oleh para ahli kompeten untuk mendapatkan titik lokasi tambang yang tepat dengan perkiraan cadangan bahan tambang memadai.

Sementara itu, eksploitasi adalah rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan minyak dan gas bumi dan wilayah kerja yang ditentukan.

Eksplorasi pada minyak bumi dan gas terdiri atas pengeboran dan penyelesaian sumur, pembangunan sarana pengangkutan, penyimpanan, dan pengolahan untuk pemisahan dan pemurnian minyak dan gas bumi di lapangan serta kegiatan lain yang mendukungnya.

Jika dikaitkan dengan barang tambang jenis lain, maka pengertian tersebut tidak jauh berbeda. Eksplorasi mengarah ke pencarian informasi potensi lokasi penambangan dan jumlah cadangannya.

Lalu, eksploitasi berkaitan dengan proses menambangnya termasuk langkah-langkah yang diperlukan.

Contoh Barang Tambang Ramah Lingkungan

Sebaran sumber daya alam bahan industri dan barang tambang ramah lingkungan di wilayah Indonesia sangat beragam.

Masing-masing daerah memiliki potensi yang berbeda-beda. Berikut ini aneka sumber daya alam bahan industri di Indonesia, yang dikutip dari situs RumahBelajar.id oleh Kemdikbud.

1. Aneka Bahan Tambang Mineral Industri

  • Batu kapur
  • Yodium
  • Belerang
  • Kaolin
  • Tanah Liat
  • Pasir Kuarsa
  • Batu Granit
2. Aneka Bahan Tambang Logam Industri

  • Pasir Besi
  • Alumunium
  • Timah
  • Nikel
  • Emas dan Perak

Dampak Penambangan Barang Tambang Ramah Lingkungan

Penambangan merupakan salah satu kegiatan dasar yang dilakukan manusia dan berkembang pertama kali bersama-sama dengan pertanian yang oleh karena itu keberadaan pertambangan tidak dapat dipisahkan dari suatu kehidupan atau peradaban manusia.

Pertambangan juga dapat disebut juga sebagai suatu kegiatan yang unik, hal ini disebabkan karena endapan bahan galian pada umumnya tersebar secara tidak merata di dalam kulit bumi baik jenis, jumlah, kualitas maupun karakteristiknya dari bahan galian tambang tersebut.

Dikutip dari situs Sumber Belajar Kemndikbud, seperti halnya aktivitas pertambangan lain di Indonesia, pertambangan barang tambang, seperti batubara telah menimbulkan dampak kerusakan lingkungan hidup yang cukup besar.

Penambangan batubara secara langsung menyebabkan pencemaran. Limbah pencucian batubara berupa zat-zat yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia dan jika airnya dikonsumsi dapat menyebabkan keracunan.

Karena Limbah tersebut mengandung belerang (B), Merkuri (Hg), Asam Slanida (HCn), Mangan (Mn), Asam sulfat (H2SO4), di samping itu debu batubara menyebabkan polusi udara di sepanjang jalan yang dijadikan aktivitas pengangkutan batubara.

Hal ini menimbulkan merebaknya penyakit infeksi saluran pernafasan, yang dapat memberi efek jangka panjang berupa kanker paru-paru, kanker darah, dan kanker lambung. Bahkan disinyalir dapat menyebabkan kelahiran bayi cacat.

Baca juga:

  • Proses Pembentukan Barang Tambang, Potensi dan Persebarannya
  • Izin Lingkungan Berubah, Menteri LHK Klaim Tak Ada Over Eksplorasi
  • Sawit & Tambang: Pemicu Suramnya Masa Depan Petani Rotan di Kalbar

Baca juga artikel terkait FISIKA atau tulisan menarik lainnya Ilham Choirul Anwar
(tirto.id - ica/ulf)


Penulis: Ilham Choirul Anwar
Editor: Maria Ulfa
Kontributor: Ilham Choirul Anwar

Subscribe for updates Unsubscribe from updates

Eksploitasi Sumber Daya Alam (SDA) di Indonesia secara berlebihan berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan yang lebih luas. Kondisi ini semakin pelik, mengingat pelanggaran peruntukan tata ruang di berbagai daerah di Indonesia pun kian masif.

Lembaga Eksekutif Mahasiswa Universitas Islam Indonesia (LEM UII) terpantik menggelar kajian keilmuan bertemakan SDA Indonesia: Eksploitasi dan Nasib ke Depannya. Diskusi yang digelar secara daring ini, Jum’at (2/10), menghadirkan narasumber Annisa Nur Lathifah, S.Si., M.Biotech., M.Agr., Ph.D., yang merupakan Dosen Program Studi Teknik Lingkungan UII.

Annisa mengemukakan Indonesia disebut sebagai salah satu negara Mega Biodiversity yang dikaruniai dengan keanekaragaman hayati. Mempunyai 47 jenis ekosistem dimana 17 persen spesises flora fauna dari seluruh dunia Tidak hanya itu, Indonesia juga memiliki lebih dari 10 persen jasad renik dari seluruh dunia serta 940 jenis tanaman obat tradisional.

“Indonesia sangatlah kaya akan ekosistem, seperti ekosistem hutan hujan tropis yang sebagaian besar terletak di Kalimantan, Sumatera, dan Papua, hutan hujan tropis juga sebagai tempat berlindung flora dan fauna yang beraneka ragam,” terang Annisa.

Annisa menyebut, ekosistem laut Indonesia memiliki sejumlah keindahan biota laut yang tersembunyi, susunan biota ini terdiri dari beberapa macam organisme yang memiliki kalsium karbonat pada kulitnya. Terumbu karang juga merupakan rumah bagi hewan laut, dan Indonesia memiliki terumbu karang terbanyak di dunia, yakni 15 persen dari seluruh lautan di bumi.

Ekosistem mangrove menurut Annisa memiliki peran sebagai habitat dari spesies laut dan darat. Selain menjadi habitat bagi burung, serangga dan mamalia, hutan mangrove juga merupakan tempat sumber makanan dan tempat asuhan berbagai biota seperti ikan, udang dan kepiting. “Ekosistem sungai menjadi wadah serta jaringan yang terdiri dari komponen biotik dan abiotik juga sebagai tempat dimana ikan dapat hidup dan dipanen secara inklusif,” jelasnya.

Lebih lanjut Annisa memaparkan beberapa manfaat dari Biodiversitas. Dinataranya sebagai sumber pangan yang terdiri dari 4000 jenis tanaman dan hewan yang dijadikan makanan, obat, dan produk lain yaitu 250 buah. Tempat berlangsungnya proses ekologis antar makhluk hidup, seperti soil formation, nutrient cycling, water purification. Selain itu, ekosistem juga dijadikanan sebagai tempat rekreasi yang digunakan dengan berbagai aktivitas seperti hiking, fishing, dan camping.

Meskipun Indonesia merupakan negara dengan kawasan hutan terluas ke 8 di dunia dengan kawasan hutan seluas 120,6 juta hektare, atau sekitar 63 persen dari luas semua daratan Indonesia, deforestasi hutan Indonesia menduduki peringkat tertinggi ketiga di dunia pada tahun 2018. Sejak tahun 2015 sekitar 30 persen hutan konservasi rusak akibat perambahan hutan oleh masyarakat.

“Para peneliti mencatat bahwa tingkat kehilangan tutupan pohon di Indonesia telah menurun sebesar 60 persen, selain itu hilangnya hutannya primer di lahan gambut yang terlindungi juga telah turun hingga 88 persen antara tahun 2016 dan 2017,” imbuhnya.

Annisa menyebutkan bahwa luasan padang lamun di kawasan perlindungan laut Indonesia masih terancam, rata rata dari 58 persen menjadi 48 persen pada tahun 2016, dan 61 persen menjadi 55 persen pada tahun 2017. Hal ini dikarenakan faktor dari aktivitas manusia yaitu reklamasi pantai, polusi minyak, penambangan pasir dan karang, kualitas air yang buruk serta pencemaran sampah.

Dengan melakukan restoration merupakan suatu upaya cerdas, melakukan pemulihan untuk menjadikan lingkungan hidup atau bagiannya bisa berfungsi kembali. “Perubahan-perubahan yang dilakukan meskipun kecil, tatapi bisa memperbaiki kerusakan-kerusakan yang sudah mulai berdampak dan kita rasakan, mulailah dari habit kita dengan mengurangi penggunaan kantong plastik dan meminimalisir penggunaan kertas maupun tissue, serta menghemat penggunaan energi dan air,” tuturnya. (HA/RS)