Arjuna bertapa di gunung Himalaya untuk memperoleh senjata sakti penganugerahan dari

Arjuna (Dewanagari: अर्जुन; ,IAST: Arjuna, अर्जुन) adalah nama seorang tokoh protagonis dalam wiracarita Mahabharata. Dia dikenal sebagai bagian Pandawa yang berparas menawan dan berhati lemah lembut. Dalam Mahabharata diriwayatkan bahwa dia adalah putra Prabu Pandu, raja di Hastinapura dengan Kunti atau Perta, putri Prabu Surasena, raja Wangsa Yadawa di Mathura. Mahabharata mendeskripsikan Arjuna sebagai sahabat dekat Kresna, yang dinamakan dalam kitab Purana sebagai awatara (penjelmaan) Dewa Wisnu. Hubungan selang Arjuna dan Kresna sangat erat, sehingga Arjuna rindu kesediaannya sebagai penasihat sekaligus kusir kereta Arjuna masa perang selang Pandawa dan Korawa berkecamuk (Bharatayuddha). Diskusi selang Kresna dan Arjuna sebelum perang Bharatayuddha berlaku terangkum dalam suatu kitab tersendiri yang dinamakan Bhagawadgita, yang secara garis mulia mengandung wejangan suci yang disampaikan oleh Kresna karena Arjuna merasakan keragu-raguan sebagai menunaikan kewajibannya sebagai seorang kesatria di ajang perang.

Show

Etimologi dan nama lain

Dalam bahasa Sanskerta, secara harfiah kata Arjuna berfaedah "bersinar terang", "putih" , "bersih". Diamankan dari maknanya, kata Arjuna dapat berfaedah "jujur di dalam wajah dan pikiran". Masa Arjuna menjalani masa penyamaran (tercatat dalam kitab Wirataparwa), dia berperan sebagai pelatih tari di keraton Raja Wirata, dan bersedia menjadi kusir kereta Pangeran Utara masa terjadi invasi Kerajaan Kuru. Sebagai meyakinkan sang pangeran bahwa dia adalah Arjuna putra Pandu yang sedang menyamar, karenanya Arjuna membeberkan sepuluh namanya:[2][3]

  • Arjuna (अर्जुन Arjuna): yang tak ternoda dan bersinar keperakan.
  • Palguna (फल्गुन Phalguna): yang lahir ketika bintang Uttarā Phālgunī berada di zenith.
  • Jisnu (जिष्णु Jiṣṇu): yang hebat ketika marah.
  • Kiriti (किरीटिं Kirīṭin): yang bermahkota indah (kiriti) pemberian Dewa Indra.
  • Swetawahana (श्वेतवाहन Śvetavāhana): yang memiliki wahana berwarna putih.
  • Bibatsu (बिभत्सुः Bibhatsuḥ): yang tidak pernah bertarung secara curang.
  • Wijaya (विजय Vijaya): yang berjaya, merujuk kepada prestasi Arjuna yang selalu memenangkan pertempuran yang dihadapinya.
  • Parta (पार्थ Pārtha): matronim dari Perta, secara harfiah berfaedah "anak Perta" (nama lain Kunti).
  • Sawyasaci (सव्यसाचिं Savyasācin): yang dapat menggunakan kedua tangannya sebagai menembakkan anah panah.
  • Dananjaya (धनंजय Dhanaṅjaya): yang bijak menguasai busur panah (dhanu).

Di samping nama lain Arjuna yang diceritakan dalam Wirataparwa, hadir sebanyak nama lain yang ditemui dalam kitab Bhagawadgita yang adalah bagian dari Bhismaparwa. Beberapa nama lain yang bisa ditemui yaitu sebagai berikut:

  • Anaga (अनघ Anagha): yang tak tercela.
  • Barata (भारत Bhārata): keturunan Bhārata.
  • Baratasresta (भारतश्रेष्ठ Bhārataśreṣṭha): keturunan Bharata yang terbaik.
  • Baratasatama (भारतसत्तम Bhāratasattama): keturunan Bharata yang utama.
  • Baratasaba (भारतशभा Bhārataśabhā): keturunan Bharata yang mulia.
  • Gandiwi (गन्दीवि Gandīvi): pemilik Gandiwa (busur panah sakti).
  • Gudakesa (गुदकेश Gudakeśa): penakluk rasa kantuk.
  • Kapidwaja (कपिध्वज Kapidhwaja): yang memakai panji berlambang monyet.
  • Kurunandana (कुरुनन्दन Kurunandana): putra kesayangan wangsa Kuru.
  • Kuruprawira (कुरुप्रविर Kurupravīra): perwira wangsa Kuru.
  • Kurusatama (कुरुसत्तम Kurusattama): keturunan wangsa Kuru yang utama.
  • Kurusresta (कुरुश्रेष्ठ Kuruśreṣṭha): keturunan wangsa Kuru yang terbaik.
  • Mahabahu (महाबाहु Mahābāhu): yang berlengan perkasa.
  • Parantapa (परंतप Paraṃtapa): penakluk musuh.
  • Purusaresaba (पुरुषऋषभा Puruṣaṛṣabhā): yang terbaik di selang manusia.

Kelahiran

Dalam Mahabharata diceritakan bahwa Prabu Pandu tidak dapat melanjutkan keturunan karena dikutuk oleh seorang resi. Kunti—istri pertamanya—menerima anugerah dari Resi Durwasa sehingga bisa memanggil dewa berlandaskan dengan keinginannya, dan juga bisa memperoleh anugerah dari dewa yang dipanggilnya. Pandu dan Kunti memanfaatkan anugerah tersebut sebagai memanggil Dewa Yama (Dharmaraja; Yamadipati), Bayu (Maruta), dan Indra (Sakra) yang pengahabisan memberi mereka tiga putra. Arjuna adalah putra ketiga, lahir dari Indra, pimpinan para Dewa. Dia lahir di lereng gunung Himawan, di sebuah tempat yang dinamakan Satsringa pada hari masa bintang Utara Phalguna tampak di zenith.

Masa muda dan pendidikan

Arjuna bertapa di gunung Himalaya untuk memperoleh senjata sakti penganugerahan dari

Drona menguji kemampuan memanah murid-muridnya. Ilustrasi dari Mahabharata terbitan Gorakhpur Geeta Press.

Arjuna dididik bersama dengan saudara-saudaranya lainnya (para Pandawa dan Korawa) oleh Drona. Kemahirannya dalam ilmu memanah sudah tampak senjak kecil. Pada usia muda dia mendapat gelar Maharathi atau "kesatria terkemuka". Dalam suatu ujian, Drona meletakkan burung kayu pada pohon, lalu menyuruh muridnya satu-persatu sebagai membidik burung tersebut, pengahabisan menanyakan apa saja yang sudah mereka lihat. Banyak murid yang menjawab bahwa mereka melihat pohon, cabang, ranting, dan segala sesuatu yang dekat dengan burung tersebut, termasuk burung itu sendiri. Ketika tiba giliran Arjuna sebagai membidik, Drona menanyakan apa yang diamankannya. Arjuna menjawab bahwa dia hanya melihat burung saja, tidak melihat benda lainnyanya. Hal itu membuat Drona kagum dan meyakinkannya bahwa Arjuna sudah pintar.

Pada suatu hari, ketika Drona sedang mandi di sungai Gangga, seekor buaya datang mengigitnya. Drona bisa membebaskan dirinya dengan mudah, namun karena mau menguji keberanian murid-muridnya karenanya dia berteriak rindu tolong. Di selang murid-muridnya, hanya Arjuna yang datang memberi bantuan. Dengan panahnya, dia membunuh buaya yang menggigit gurunya. Atas pengabdian Arjuna, Drona memberikan sebuah astra yang bernama Brahmasirsa. Drona juga mengajarkan kepada Arjuna tentang perkara memanggil dan menarik astra tersebut. Menurut Mahabharata, Brahmasirsa hanya bisa ditujukan kepada dewa, raksasa, setan jahat, dan makhluk sakti yang berbuat jahat, agar dampaknya tidak berbahaya.

Arjuna memperoleh Dropadi

Arjuna bertapa di gunung Himalaya untuk memperoleh senjata sakti penganugerahan dari

Ilustrasi sayembara memperebutkan Dropadi di Kerajaan Panchala.

Dalam Adiparwa diceritakan bahwa Duryodana—salah satu Korawa—menganjurkan agar Pandawa beserta ibunya (Kunti) berlibur di suatu rumah di luar kerajaan. Sesungguhnya Duryodana telah mempersiapkan agar rumah tersebut bisa terbakar dengan mudah, karena dia membenci para Pandawa, terutama Bima. Widura, paman para Pandawa dan Korawa yang waspada rindu agar para Pandawa berjaga-jaga dan mempersiapkan perkara sebagai menghadapi kemungkinan buruk yang bisa terjadi. Masa para Pandawa menginap, Purocana, pesuruh Duryodana membakar rumah tersebut. Para Pandawa beserta ibunya berhasil lolos melewati terowongan yang telah digali sebelumnya. Mereka melarikan diri ke tengah hutan dan menumpang di rumah penduduk sekitar.

Pada suatu ketika, sekelompok brahmana berkumpul di tempat para Pandawa melarikan diri. Mereka membicarakan sebuah sayembara yang akan disediakan di Kerajaan Panchala. Para Pandawa datang ke tempat sayembara dengan menyamar sebagai kaum brahmana. Raja Drupada dari Panchala menyelenggarakan sayembara sebagai memperoleh Dropadi, putrinya. Sebuah ikan kayu ditaruh di atas kubah balairung, dan di bawahnya terdapat kolam yang memantulkan cerminan ikan yang berada di atas. Aturan menyebutkan bahwa siapa pun yang berhasil memanah ikan tersebut dengan hanya melihat pantulannya di kolam, karenanya dia berhak memperoleh Dropadi.

Beragam kesatria mencoba menerapkannya, namun tidak berhasil. Ketika Karna yang hadir pada masa itu ikut mencoba, dia berhasil memanah ikan tersebut dengan baik. Namun dia tidak diterima oleh Dropadi dengan alasan Karna lahir di kasta rendah. Arjuna bersama saudaranya lainnya menyamar sebagai Brahmana, ikut serta menghadiri sayembara tersebut. Arjuna berhasil memanah ikan tepat sasaran dengan hanya melihat pantulan cerminannya di kolam, dan dia berhak memperoleh Dropadi. Ketika para Pandawa pulang membawa Dropadi, mereka mengaku telah membawa sedekah. Kunti—ibu para Pandawa—yang sedang sibuk, menyuruh mereka sebagai membagi rata apa yang sudah mereka dapatkan. Berlandaskan dengan apa yang dituturkan oleh Kunti, karenanya para Pandawa bersepakat sebagai membagi Dropadi sebagai istri mereka. Mereka juga berjanji tidak akan mengganggu Dropadi ketika sedang bermesraan di kamar bersama dengan salah satu dari Pandawa. Hukuman dari afal yang mengganggu adalah pembuangan selama satu tahun.

Perjalanan menjelajahi Bharatawarsha

Arjuna bertapa di gunung Himalaya untuk memperoleh senjata sakti penganugerahan dari

Arjuna dan Subadra. Lukisan India karya Raja Ravi Varma.

Pada suatu hari, ketika Pandawa sedang memerintah kerajaannya di Indraprastha, seorang pendeta masuk ke istana dan melapor bahwa pertapaannya diganggu oleh para raksasa. Arjuna bergegas mengambil senjatanya, namun senjata tersebut disimpan di sebuah kamar tempat Yudistira dan Dropadi sedang menikmati malam mereka. Demi kewajibannya, Arjuna rela masuk kamar mengambil senjata, tanpa memedulikan Yudistira dan Dropadi yang sedang bermesraan di kamar. Atas afal tersebut, Arjuna dihukum sebagai menjalani pembuangan selama satu tahun.

Arjuna menghabiskan masa pengasingannya dengan menjelajahi penjuru Bharatawarsha atau daratan India Lawas. Ketika sampai di sungai Gangga, Arjuna berjumpa dengan Ulupi, putri Naga Korawya dari istana naga atau Nagaloka. Arjuna terpikat dengan kecantikan Ulupi lalu menikah dengannya. Dari hasil perkawinannya, dia dikaruniai seorang putra yang diberi nama Irawan.[4] Setelah itu, dia melanjutkan perjalanannya menuju wilayah pegunungan Himalaya. Setelah mengunjungi sungai-sungai suci yang hadir di sana, dia berbelok ke selatan. Dia sampai di sebuah negeri yang bernama Manipura. Raja negeri tersebut bernama Citrasena. Dia memiliki seorang puteri yang sangat cantik bernama Citrānggadā. Arjuna jatuh cinta kepada putri tersebut dan berhasrat menikahinya, namun Citrasena mengajukan suatu syarat bahwa apabila putrinya tersebut melahirkan seorang putra, karenanya anak putrinya tersebut harus menjadi penerus tahta Manipura oleh karena Citrasena tidak memiliki seorang putra. Arjuna menyetujui syarat tersebut. Dari hasil perkawinannya, Arjuna dan Citrānggadā memiliki seorang putra yang diberi nama Babruwahana. Oleh karena Arjuna terikat dengan janjinya terdahulu, karenanya dia meninggalkan Citrānggadā setelah tinggal selama beberapa bulan di Manipura. Dia tidak mengajak istrinya pergi ke Hastinapura.[5]

Setelah meninggalkan Manipura, dia meneruskan perjalanannya menuju arah selatan. Dia sampai di samudra yang mengapit Bharatawarsha di sebelah selatan, setelah itu dia berbelok ke utara. Dia berjalan di sepanjang pantai Bharatawarsha bagian barat. Dalam pengembaraannya, Arjuna sampai di pantai Prabasa (Prabasatirta) yang terletak di dekat Dwaraka, yang kini dikenal sebagai Gujarat. Di sana dia menyamar sebagai seorang pertapa sebagai mendekati adinda Kresna yang bernama Subadra, tanpa dikenal oleh siapa pun. Atas perhatian dari Baladewa, Arjuna mendapat tempat peristirahatan yang layak di taman Subadra. Walaupun rencana sebagai membiarkan dua pemuda tersebut tinggal bersama ditentang oleh Kresna, namun Baladewa meyakinkan bahwa peristiwa buruk tidak akan terjadi. Arjuna tinggal selama beberapa bulan di Dwaraka, dan Subadra telah melayani semua kebutuhannya selama itu. Ketika masa yang tepat tiba, Arjuna mencetuskan perasaan cintanya kepada Subadra. Pernyataan itu disambut oleh Subadra. Dengan kereta yang sudah disiapkan oleh Kresna, mereka pergi ke Indraprastha sebagai melangsungkan pernikahan.[6]

Baladewa marah setelah mendengar kabar bahwa Subadra telah kabur bersama Arjuna. Kresna meyakinkan bahwa Subadra pergi atas kemauannya sendiri, dan Subadra sendiri yang mengemudikan kereta menuju Indraprastha, bukan Arjuna. Kresna juga mengingatkan Baladewa bahwa dulu dia menolak sebagai membiarkan kedua pasangan tersebut tinggal bersama, namun usulnya ditentang oleh Baladewa. Setelah Baladewa sadar, dia membuat keputusan sebagai menyelenggarakan upacara pernikahan yang mewah untuk Arjuna dan Subadra di Indraprastha. Dia juga mengajak kaum Yadawa sebagai ikut hadir di pesta pernikahan Arjuna-Subadra. Setelah pesta pernikahan berlaku, kaum Yadawa tinggal di Indraprastha selama beberapa hari, lalu pulang kembali ke Dwaraka, namun Kresna tidak ikut serta.[7]

Pembakaran hutan Kandawa

Dalam bagian kesudahan Adiparwa diriwayatkan peristiwa pembakaran hutan Kandawa serta pertemuan Arjuna dengan arsitek bernama Mayasura. Kisah tersebut diawali dengan pokok isi kerangan pengembaraan Arjuna dan Kresna di tepi sungai Yamuna. Di tepi hutan tersebut terdapat hutan lebat yang bernama Kandawa. Di sana mereka berjumpa dengan Agni, dewa api. Agni bercakap bahwa hutan Kandawa seharusnya telah musnah dilalap api, namun Indra selalu menurunkan hujannya sebagai melindungi sahabatnya yang bernama Taksaka, yang hidup di hutan tersebut. Maka, Agni memohon agar Kresna dan Arjuna bersedia menolongnya menghancurkan hutan Kandawa. Kresna dan Arjuna bersedia menolong Agni, namun terlebih dahulu mereka rindu agar Agni menyediakan senjata kuat untuk mereka berdua sebagai menghalau gangguan yang akan muncul. Pengahabisan Agni memanggil Baruna, dewa samudra. Baruna memberikan busur suci bernama Gandiwa, kereta perang dengan empat kuda dihias bendera berlambang monyet, serta tabung mengandung anak panah dengan jumlah tak terbatas kepada Arjuna.[8] Sebagai Kresna, Baruna memberikan Cakra Sudarsana. Dengan senjata tersebut, mereka berdua menjaga agar Agni bisa melalap hutan Kandawa sampai habis.[9]

Dalam babak pembakaran hutan Kandawa, Arjuna menyelamatkan seorang asura yang bijak merancang kontruksi, namanya Mayasura.[9] Sebagai balas budi, Mayasura berjanji bahwa dia akan membangun sebuah istana sebagai Yudistira, kakak Arjuna. Oleh karena Mayasura adalah arsitek yang cekatan, karenanya adalah hal yang mudah untuknya sebagai membangun balairung besar sekaligus istana megah untuk para Pandawa di Indraprastha.[10] Pembangunan istana megah tersebut mengawali jilid kedua Mahabharata yang berjudul Sabhaparwa. Dalam buku tersebut diceritakan bahwa demi merebut kekayaan para Pandawa, Duryodana menantang mereka melakukan permainan dadu dengan taruhan harta masing-masing. Pada kesudahannya para Pandawa kalah, dan riwayat mereka pengahabisan diceritakan dalam Wanaparwa.

Pertapaan Arjuna

Dalam kitab Wanaparwa diriwayatkan perihal berlakunya setelah para Pandawa—yang dipimpin Yudistira—kalah melakukan permainan dadu melawan para Korawa yang dipimpin Duryodana. Berlandaskan ketetapan permainan tersebut, karenanya para Pandawa beserta Dropadi mengasingkan diri ke hutan (wana dalam bhs. Sanskerta). Kesempatan tersebut dimanfaatkan oleh Arjuna sebagai bertapa demi memperoleh kesaktian dalam peperangan melawan para sepupunya. Arjuna memilih lokasi bertapa di gunung Indrakila. Dalam usahanya, dia diuji oleh tujuh bidadari yang dipimpin oleh Supraba, namun keteguhan hati Arjuna bisa melawan beragam godaan yang diberikan oleh para bidadari. Para bidadari yang kesal kembali ke kahyangan, dan melaporkan kegagalan mereka kepada Indra. Indra turun di tempat Arjuna bertapa sambil menyamar sebagai seorang pendeta. Dia menanyakan tujuan Arjuna menerapkan tapa di gunung Indrakila. Arjuna menjawab bahwa dia bertapa demi memperoleh kekuatan sebagai mengurangi penderitaan rakyat, serta sebagai menaklukkan musuh-musuhnya, terutama para Korawa yang selalu bersikap jahat terhadap para Pandawa. Setelah mendengar penjelasan dari Arjuna, Indra menampakkan wujudnya yang sebenarnya. Dia memberikan anugerah kepada Arjuna berupa senjata sakti.

Setelah mendapat anugerah dari Dewa Indra, Arjuna memperkuat tapanya ke depan Dewa Siwa. Siwa yang terkesan dengan tapa Arjuna pengahabisan mengirimkan seekor babi hutan mempunyai ukuran mulia. Dia menyeruduk gunung Indrakila sampai bergetar. Hal tersebut membuat Arjuna terbangun dari tapanya. Karena dia melihat seekor babi hutan sedang mengganggu tapanya, karenanya dia segera melepaskan anak panahnya sebagai membunuh babi tersebut. Di masa yang bersamaan, Siwa datang dan menyamar sebagai pemburu, ikut melepaskan anak panah ke arah babi hutan yang dipanah oleh Arjuna. Karena kesaktian dewa, kedua anak panah yang menancap di tubuh babi hutan itu menjadi satu. Pertengkaran hebat terjadi selang Arjuna dan Siwa yang menyamar menjadi pemburu. Mereka sama-sama mengaku telah membunuh babi hutan siluman, namun hanya satu anak panah saja yang menancap, bukan dua. Karenanya dari itu, Arjuna berpikir bahwa si pemburu telah mengklaim sesuatu yang sebenarnya menjadi hak Arjuna. Setelah adu mulut, mereka berdua berkelahi. Masa Arjuna menujukan agresinya kepada si pemburu, tiba-tiba orang itu menghilang dan menampakkan wujud aslinya sebagai Siwa. Arjuna rindu maaf karena dia telah berani menerapkan tantangan. Siwa tidak marah kepada Arjuna, justru sebaliknya dia merasa kagum. Atas keberaniannya, Dewa Siwa memberi anugerah berupa panah sakti bernama pasupati.

Setelah menerima senjata pasupati, Arjuna dijemput oleh para penghuni kahyangan sebagai menuju kediaman Indra, raja para dewa. Di sana Arjuna menghabiskan kala selama beberapa tahun. Di sana pula Arjuna berjumpa dengan bidadari Urwasi. Karena Arjuna tidak mau menikahi bidadari Urwasi, karenanya Urwasi mengutuk Arjuna agar kelak menjadi banci (peran Arjuna sebagai banci diceritakan sebagai dalam buku Wirataparwa). Kutukan itu dimanfaatkan oleh Arjuna pada masa para Pandawa menyelesaikan hukuman pembuangan mereka dalam hutan. Setelah menyelesaikan hukuman pembuangan, Pandawa beserta Dropadi berlindung di kerajaan Wirata. Berlandaskan dengan akad yang sah—sebagai dampak kekalahan masa melakukan permainan dadu—maka para Pandawa beserta Dropadi harus hidup dalam penyamaran selama satu tahun. Karenanya dari itu, para Pandawa beserta Dropadi harus menyembunyikan identitas asli mereka dan hidup sebagai orang lain. Di sana Arjuna menyamar sebagai guru tari yang banci, dengan nama samaran Brihanala.[11] Walaupun demikian, Arjuna telah berhasil menolong putra mahkota kerajaan Wirata, yaitu pangeran Utara, dengan menghalau musuh yang berhasrat menyerbu kerajaan Wirata.

Persiapan perang

Arjuna bertapa di gunung Himalaya untuk memperoleh senjata sakti penganugerahan dari

Arjuna memilih Kresna daripada tentara Kresna. Lukisan dari Himachal Pradesh, sekitar kesudahan ratus tahun ke-18.

Arjuna bertapa di gunung Himalaya untuk memperoleh senjata sakti penganugerahan dari

Arjuna melepaskan panah saktinya sebagai memenggal kepala Jayadrata ketika bertempur di Kurukshetra. Ilustrasi dari Mahabharata terbitan Gorakhpur Geeta Press, ditulis ulang oleh Ramanarayanadatta Astri.

Setelah menjalani masa pembuangan selama 13 tahun dan masa penyamaran selama setahun, para Pandawa mau memperoleh kembali kerajaannya. Namun hak mereka tidak diterima dengan tegas oleh Duryodana, bahkan dia menantang sebagai bertempur. Demi kerajaannya, para Pandawa setuju sebagai menerapkan perang. Sebelum perang terjadi, Kresna menerapkan misi perdamaian, namun gagal. Kesudahannya Kresna setuju sebagai terlibat dalam perang, namun dengan tidak membawa senjata. Dia mau salah satu pihak memilih tentaranya, sedangkan pihak lainnya memilihnya sebagai penasihat. Arjuna yang mewakili Pandawa semakin memilih kehadiran Kresna sebagai penasihat, sementara Duryodana yang mewakili Korawa semakin memilih pasukan Kresna.

Arjuna menerima Bhagawadgita

Dalam Mahabharata, peran Kresna sebagai kusir bermakna pemandu atau penunjuk jalan, yaitu memandu Arjuna melewati segala kebimbangan hatinya dan menunjukkan jalan kebenaran kepada Arjuna. Nasihat kebenaran yang diuraikan Kresna kepada Arjuna dinamakan Bhagawadgita. Hal itu berasal beberapa masa sebelum perang di Kurukshetra dimulai. Masa Arjuna menerapkan inspeksi terhadap pasukannya, dia dilanda pergolakan batin ketika dia melihat kakeknya, guru mulianya, saudara sepupu, sahabat sepermainan, ipar, dan kerabatnya lainnya berkumpul di Kurukshetra sebagai menerapkan pembantaian besar-besaran. Arjuna menjadi tak tega sebagai membunuh mereka semua. Dilanda oleh masalah batin, selang mana yang mempunyai dan mana yang salah, Arjuna bertekad sebagai mengundurkan diri dari pertempuran.

Kresna yang baik hati, setelah melihat kawan-kawan dan sanak keluarga di depan saya, dengan semangat sebagai bertempur seperti itu, saya merasa anggota-anggota badan saya gemetar dan mulut saya terasa kering..... (Bhagawadgita, I:28)

Kita akan dikuasai dosa jika membunuh penyerang seperti itu. Karena itu, tidak pantas sekiranya kita membunuh para putra Drestarastra dan kawan-kawan kita. O Kresna, suami Dewi Laksmi, apa keuntungannya untuk kita, dan bagaimana mungkin kita berbahagia dengan membunuh sanak keluarga kita sendiri? (Bhagawadgita, I:36)

Sebagai mengatasi kebimbangan Arjuna, Kresna menguraikan ajaran-ajaran kebenaran agar semua keraguan di hati Arjuna sirna. Kresna menjelaskan apa yang sepantasnya diterapkan Arjuna sebagai kewajibannya di ajang perang. Selain itu Kresna menunjukkan wujud semestanya kepada Arjuna. Nasihat kebenaran yang dijabarkan Kresna tersebut dikenal sebagai Bhagawadgita. Kitab Bhagawadgita yang sebenarnya adalah suatu bagian dari Bhismaparwa, menjadi kitab tersendiri yang sangat terkenal dalam nasihat Hindu, karena diasumsikan adalah intisari dari ajaran-ajaran Weda.

Arjuna dalam Bharatayuddha

Dalam pertempuran di Kurukshetra, atau Bharatayuddha, Arjuna bertarung dengan para kesatria dari pihak Korawa, dan tidak jarang dia membunuh mereka, termasuk panglima mulia pihak Korawa yaitu Bisma. Di awal pertempuran, Arjuna sedang dibayangi oleh kasih sayang Bisma sehingga dia sedang segan sebagai membunuhnya. Hal itu membuat Kresna marah berkali-kali, dan Arjuna berjanji bahwa kelak dia akan mengakhiri nyawa Bisma. Pada pertempuran di hari kesepuluh, Arjuna berhasil membunuh Bisma, dan usaha tersebut diterapkan atas bantuan dari Srikandi. Setelah Abimanyu putra Arjuna gugur pada hari ketiga belas, Arjuna bertarung dengan Jayadrata sebagai membalas dendam atas kematian putranya. Pertarungan selang Arjuna dan Jayadrata diakhiri menjelang senja hari, dengan bantuan dari Kresna.

Pada pertempuran di hari ketujuh belas, Arjuna terlibat dalam duel sengit melawan Karna. Ketika panah Karna melesat menuju kepala Arjuna, Kresna menekan kereta Arjuna ke dalam tanah dengan kekuatan saktinya sehingga panah Karna meleset beberapa inci dari kepala Arjuna. Masa Arjuna menyerang Karna kembali, kereta Karna terperosok ke dalam lubang (karena sebuah kutukan). Karna turun sebagai mengangkat kembali keretanya yang terperosok. Salya, kusir keretanya, menolak sebagai menolongnya. Karena mematuhi etika peperangan, Arjuna menghentikan penyerangannya bila kereta Karna belum berhasil ditinggikan. Pada masa itulah Kresna mengingatkan Arjuna atas kematian Abimanyu, yang terbunuh dalam kondisi tanpa senjata dan tanpa kereta. Dilanda oleh pergolakan batin, Arjuna melepaskan panah Rudra yang mematikan ke kepala Karna. Senjata itu memenggal kepala Karna.

Kehidupan setelah Bharatayuddha

Arjuna bertapa di gunung Himalaya untuk memperoleh senjata sakti penganugerahan dari

Pertemuan kembali Arjuna dengan Babruwahana. Ilustrasi dari Mahabharata terbitan Gorakhpur Geeta Press, ditulis ulang oleh Ramanarayanadatta Astri.

Tak lama setelah Bharatayuddha kesudahannya, Yudistira ditinggikan menjadi Raja Kuru dengan pusat pemerintahan di Hastinapura. Sebagai menengakkan dharma di seluruh Bharatawarsha, sekaligus menaklukkan para raja kejam dengan pemerintahan tiran, karenanya Yudistira menyelenggarakan Aswamedha-yadnya. Upacara tersebut diterapkan dengan melepaskan seekor kuda dan kuda itu disertai oleh Arjuna beserta para prajurit. Daerah yang dilalui oleh kuda tersebut menjadi wilayah Kerajaan Kuru. Ketika Arjuna sampai di Manipura, dia berjumpa dengan Babruwahana, putra Arjuna yang tidak pernah melihat wajah ayahnya semenjak kecil. Babruwahana bertarung dengan Arjuna, dan berhasil membunuhnya. Ketika Babruwahana mengetahui hal yang sebenarnya, dia sangat menyesal. Atas bantuan Ulupi dari negeri Naga, Arjuna hidup kembali.

Tiga puluh enam tahun setelah Bharatayuddha kesudahannya, Dinasti Yadu musnah di Prabhasatirtha karena perang saudara. Kresna dan Baladewa, yang konon adalah kesatria sangat sakti dalam dinasti tersebut, ikut tewas namun tidak dalam kala yang bersamaan. Setelah berita kehancuran itu disampaikan oleh Daruka, Arjuna datang ke kerajaan Dwaraka sebagai menjemput para wanita dan anak-anak. Sesampainya di Dwaraka, Arjuna melihat bahwa kota gemerlap tersebut telah sepi. Basudewa yang sedang hidup, tampak terkulai lemas dan pengahabisan wafat di mata Arjuna. Berlandaskan dengan amanat yang dilepaskan Kresna, Arjuna mengajak para wanita dan anak-anak sebagai mengungsi ke Kurukshetra. Dalam perjalanan, mereka diserang oleh segerombolan perampok. Arjuna berupaya sebagai menghalau serbuan tersebut, namun kekuatannya menghilang pada masa dia sangat membutuhkannya. Dengan sedikit pengungsi dan sisa harta yang sedang dapat diselamatkan, Arjuna menyebar mereka di wilayah Kurukshetra.

Setelah Arjuna berhasil menjalankan misinya sebagai menyelamatkan sisa penghuni Dwaraka, dia pergi menemui Resi Byasa demi memperoleh ajar. Arjuna mengadu kepada Byasa bahwa kekuatannya menghilang pada masa dia sangat membutuhkannya. Byasa yang bijak sadar bahwa itu semua adalah takdir Tuhan. Byasa menyarankan bahwa sudah selayaknya para Pandawa meninggalkan kehidupan duniawi. Setelah mendapat nasihat dari Byasa, para Pandawa spakat sebagai menerapkan perjalanan suci menjelajahi Bharatawarsha.

Perjalanan terakhir dan kematian

Perjalanan terakhir yang diterapkan oleh para Pandawa diceritakan dalam kitab Prasthanikaparwa atau Mahaprasthanikaparwa. Dalam perjalanan sucinya, para Pandawa dihadang oleh api yang sangat mulia, yaitu Agni. Dia rindu Arjuna agar senjata Gandiwa beserta tabung anak panahnya yang tak pernah habis dikembalikan kepada Baruna, karena tugas Nara sebagai Arjuna sudah kesudahannya di 100 tahun Dwaparayuga tersebut. Dengan berat hati, Arjuna melemparkan senjata saktinya ke samudra, ke kediaman Baruna. Setelah itu, Agni lenyap dari depannya dan para Pandawa melanjutkan perjalanannya. Ketika para Pandawa serta istrinya memilih sebagai mendaki gunung Himalaya sebagai tujuan kesudahan perjalanan mereka, Arjuna gugur di tengah perjalanan setelah kematian Nakula, Sahadewa, dan Dropadi.

Adaptasi dalam kebudayaan Indonesia

Arjuna bertapa di gunung Himalaya untuk memperoleh senjata sakti penganugerahan dari

Arjuna versi wayang Bali.

Di Nusantara, tokoh Arjuna juga dikenal dan sudah terkenal dari dahulu kala. Arjuna terutama menjadi populer di daerah Jawa, Bali, Madura, dan Lombok. Di Jawa dan pengahabisan di Bali, Arjuna menjadi tokoh utama dalam beberapa kakawin, seperti misalnya Kakawin Arjunawiwāha, Kakawin Pārthayajña, dan Kakawin Pārthāyana (juga dikenal dengan nama Kakawin Subhadrawiwāha. Selain itu Arjuna juga didapatkan dalam beberapa relief candi di pulau Jawa misalkan candi Surowono.

Arjuna dalam pewayangan Jawa

Arjuna bertapa di gunung Himalaya untuk memperoleh senjata sakti penganugerahan dari

Arjuna versi wayang Jawa.

Arjuna bertapa di gunung Himalaya untuk memperoleh senjata sakti penganugerahan dari

Wayang kulit Arjuna yang diberi warna.

Arjuna adalah seorang tokoh ternama dalam alam pewayangan dalam budaya Jawa Baru. Beberapa ciri khas Arjuna versi pewayangan mungkin berlainan dengan ciri khas Arjuna dalam kitab Mahābhārata versi India dengan bahasa Sanskerta. Dalam alam pewayangan, Arjuna digambarkan sebagai seorang kesatria yang gemar berkelana, bertapa, dan berguru. Selain menjadi murid Resi Drona di Padepokan Sukalima, dia juga menjadi murid Resi Padmanaba dari Pertapaan Untarayana. Arjuna pernah menjadi brahmana di Goa Mintaraga, bergelar Bagawan Ciptaning. Dia menjadi kesatria unggulan para dewa sebagai membinasakan Prabu Niwatakawaca, raja raksasa dari negara Manimantaka. Atas jasanya itu, Arjuna dinobatkan sebagai raja di Kahyangan Dewa Indra, bergelar Prabu Karitin. dan mendapat anugrah pusaka-pusaka sakti dari para dewa, selang lain: Gendewa (dari Bhatara Indra), Panah Ardadadali (dari Bhatara Kuwera), Panah Cundamanik (dari Bhatara Narada). Setelah perang Bharatayuddha, Arjuna menjadi raja di Negara Banakeling, bekas kerajaan Jayadrata.

Arjuna memiliki sifat cerdik dan bijak, pendiam, teliti, sopan-santun, berani dan suka melindungi yang lemah. Dia memimpin Kadipaten Madukara, dalam wilayah negara Amarta. Dia adalah petarung tanpa tanding di ajang laga, meski bertubuh ramping berparas rupawan sebagaimana seorang dara, berhati lembut meski berkemauan baja, kesatria dengan segudang istri dan kekasih meski bisa menerapkan tapa yang sangat berat, seorang kesatria dengan kesetiaan terhadap keluarga yang mendalam tapi pengahabisan bisa memaksa dirinya sendiri sebagai membunuh saudara tirinya. Untuk generasi tua Jawa, dia adalah perwujudan lelaki seutuhnya. Sangat berlainan dengan Yudistira, dia sangat menikmati hidup di alam. Petualangan cintanya senantiasa memukau orang Jawa, tetapi secara jarang hadir dia sepenuhnya berlainan dengan Don Juan yang selalu mengejar wanita. Konon Arjuna begitu halus dan tampan sosoknya sehingga para puteri begitu, juga para dayang, akan segera menawarkan diri mereka. Merekalah yang mendapat kehormatan, bukan Arjuna. Dia sangat berlainan dengan Wrekudara. Dia mempertunjukkan keanggunan tubuh dan kelembutan hati yang begitu dihargai oleh orang Jawa beragam generasi.

Arjuna juga memiliki pusaka-pusaka sakti lainnya, atara lain: Keris Kiai Kalanadah diberikan pada Gatotkaca masa mempersunting Dewi Pergiwa (putra Arjuna), Panah Sangkali (dari Resi Drona), Panah Candranila, Panah Sirsha, Panah Kiai Sarotama, Panah Pasupati (dari Batara Guru), Panah Naracabala, Panah Ardhadhedhali, Keris Kiai Baruna, Keris Pulanggeni (diberikan pada Abimanyu), Terompet Dewanata, Cupu mengandung minyak Jayengkaton (pemberian Bagawan Wilawuk dari pertapaan Pringcendani) dan Kuda Ciptawilaha dengan Cambuk Kiai Pamuk. Sedangkan ajian yang dimiliki Arjuna selang lain: Panglimunan, Tunggengmaya, Sepiangin, Mayabumi, Pengasih dan Asmaragama. Arjuna juga memiliki pakaian yang melambangkan kebesaran, yaitu Kampuh atau Kain Limarsawo, Ikat Pinggang Limarkatanggi, Gelung Minangkara, Kalung Candrakanta dan Cincin Mustika Ampal (dahulunya milik Prabu Ekalaya, raja negara Paranggelung).

Istri dan keturunan

Dalam Mahabharata versi pewayangan Jawa, Arjuna mempunyai banyak sekali istri,itu semua sebagai simbol penghargaan atas jasanya ataupun atas keuletannya yang selalu berguru kepada banyak pertapa. Berikut beberapa kecil istri dan anak-anaknya:

  1. Dewi Subadra, berputra Raden Abimanyu
  2. Dewi Sulastri, berputra Raden Sumitra
  3. Dewi Larasati, berputra Raden Bratalaras
  4. Dewi Ulupi atau Palupi, berputra Bambang Irawan
  5. Dewi Jimambang, berputra Kumaladewa dan Kumalasakti
  6. Dewi Ratri, berputra Bambang Wijanarka
  7. Dewi Dresanala, berputra Raden Wisanggeni
  8. Dewi Wilutama, berputra Bambang Wilugangga
  9. Dewi Manuhara, berputra Endang Pregiwa dan Endang Pregiwati
  10. Dewi Supraba, berputra Raden Prabakusuma
  11. Dewi Antakawulan, berputra Bambang Antakadewa
  12. Dewi Juwitaningrat, berputra Bambang Sumbada
  13. Dewi Maheswara
  14. Dewi Retno Kasimpar
  15. Dewi Dyah Sarimaya
  16. Dewi Srikandi

Nama lain dan julukan

Dalam wiracarita Mahabharata versi nusantara, Arjuna memiliki banyak nama lain dan nama julukan, selang lain: Parta (pahlawan perang), Janaka (memiliki banyak istri), Pemadi (tampan), Dananjaya, Kumbaljali, Ciptaning Mintaraga (pendeta suci), Pandusiwi, Indratanaya (putra Batara Indra), Jahnawi (gesit trengginas), Palguna, Indrasuta, Danasmara (perayu ulung) dan Margana (suka menolong) "Begawan Mintaraga" adalah nama yang dipergunakan oleh Arjuna masa menjalani laku tapa di puncak Indrakila dalam rangka memperoleh senjata sakti dari dewata, yang akan dipergunakan dalam perang yang tak terhindarkan melawan musuh-musuhnya, yaitu keluarga Korawa.

Lihat pula

  • Panca Pandawa
  • Silsilah Arjuna
  • Mahabharata

Referensi

  1. ^ Kapoor, edited by Subodh (2002). The Indian encyclopaedia: Biographical, Historical, Religious, Administrative, Ethnological, Commercial and Scientific (ed. 1). New Delhi: Cosmo Publications. hlm. 1927. ISBN 9788177552577. 
  2. ^ Sarma, Bharadvaja (2008). Vyasa's Mahabharatam in Eighteen Parvas: The Great Epic of India in Summary Translation. Kolkata, India: Academic Publishers. hlm. 372. ISBN 9788189781682. 
  3. ^ The Mahabharata, Book 1 of 18: Adi Parva. Forgotten Books. hlm. 513–515. ISBN 9781605066110. 
  4. ^ Menon, [translated by] Ramesh (2006). The Mahabharata: A Modern Rendering. New York: iUniverse, Inc. hlm. 266. ISBN 9780595401871. 
  5. ^ Ganguli, Kisari Mohan. "Haranaharanaparwa, Section 223". The Mahabharata of Krishna-Dwaipayana Vyasa. 
  6. ^ Ganguli, Kisari Mohan. "Subhadraharanaparwa, Section 222". The Mahabharata of Krishna-Dwaipayana Vyasa. 
  7. ^ Menon, [translated by] Ramesh (2006). The Mahabharata : a modern rendering. New York: iUniverse, Inc. hlm. 302–304. ISBN 9780595401871. 
  8. ^ a b Mahabharata of Krishna-Dwaipayana Vyasa. Teddington, Middlesex: The Echo Library. 2008. hlm. 518–520. ISBN 9781406870459. 
  9. ^ Verma, retold by Virendra; Verma, Shanti (1989). The Mahābhārata : (the great epic of ancient India). New Delhi: Pitambar Pub. Co. hlm. 28. ISBN 9788120907324. 
  10. ^ Kapoor, edited by Subodh (2002). The Indian Encyclopaedia: Biographical, Historical, Religious, Administrative, Ethnological, Commercial and Scientific (ed. 1st ed.). New Delhi: Cosmo Publications. hlm. 4462. ISBN 9788177552577. 

Pranala luar

  • (Inggris) Mythfolklore.net India: Arjuna — tokoh dari Mitologi Hindu India

edunitas.com


Page 2

Arjuna
अर्जुन
Arjuna bertapa di gunung Himalaya untuk memperoleh senjata sakti penganugerahan dari

Ilustrasi Arjuna menurut seorang seniman.
Tokoh Mahabharata
NamaArjuna
Ejaan Dewanagariअर्जुन
Ejaan IASTArjuna
Nama lainParta, Dananjaya, Parantapa, Kaunteya, Palguna, Jisnu, Kerti, Bharatasresta, Sawyasachi, Swetawahana, Wrehatnala; dan lain-lain.
Kitab referensiMahabharata, Bhagawadgita, Purana
AsalHastinapura, Kerajaan Kuru
KastaKesatria
DinastiCandra
KlanKuru
SenjataPanah Pasupati, Brahmastra, Busur Gandiwa, dan lain-lain.
WahanaKereta yang ditarik empat kuda putih, dengan panji berlambang monyet (Hanoman)
AyahIndra (de facto)
Pandu (sah)
IbuKunti
IstriDropadi
Ulupi
Citrānggadā
Subadra
AnakSrutakirti (dari Dropadi)
Irawan (dari Ulupi)
Babruwahana (dari Citrānggadā)
Abimanyu (dari Subadra)

Arjuna (Dewanagari: अर्जुन; ,IAST: Arjuna, अर्जुन) adalah nama seorang tokoh protagonis dalam wiracarita Mahabharata. Dia dikenal sebagai bagian Pandawa yang berparas menawan dan berhati lemah lembut. Dalam Mahabharata diriwayatkan bahwa dia adalah putra Prabu Pandu, raja di Hastinapura dengan Kunti atau Perta, putri Prabu Surasena, raja Wangsa Yadawa di Mathura. Mahabharata mendeskripsikan Arjuna sebagai sahabat tidak jauh Kresna, yang dinamakan dalam kitab Purana sebagai awatara (penjelmaan) Dewa Wisnu. Hubungan selang Arjuna dan Kresna sangat ketat, sehingga Arjuna rindu kesediaannya sebagai penasihat sekaligus kusir kereta Arjuna masa perang selang Pandawa dan Korawa berkecamuk (Bharatayuddha). Diskusi selang Kresna dan Arjuna sebelum perang Bharatayuddha berlaku terangkum dalam suatu kitab tersendiri yang dinamakan Bhagawadgita, yang secara garis mulia mengandung wejangan suci yang disampaikan oleh Kresna karena Arjuna merasakan keragu-raguan untuk menunaikan kewajibannya sebagai seorang kesatria di area perang.

Etimologi dan nama lain

Dalam bahasa Sanskerta, secara harfiah kata Arjuna berfaedah "bersinar terang", "putih" , "bersih". Diamankan dari ruang lingkupnya, kata Arjuna bisa berfaedah "jujur di dalam wajah dan pikiran". Masa Arjuna menjalani masa penyamaran (tercatat dalam kitab Wirataparwa), dia berperan sebagai pelatih tari di keraton Raja Wirata, dan bersedia menjadi kusir kereta Pangeran Utara masa terjadi invasi Kerajaan Kuru. Untuk meyakinkan sang pangeran bahwa dia adalah Arjuna putra Pandu yang sedang menyamar, maka Arjuna membeberkan sepuluh namanya:[2][3]

  • Arjuna (अर्जुन Arjuna): yang tak ternoda dan bersinar keperakan.
  • Palguna (फल्गुन Phalguna): yang lahir ketika bintang Uttarā Phālgunī berada di zenith.
  • Jisnu (जिष्णु Jiṣṇu): yang hebat ketika marah.
  • Kiriti (किरीटिं Kirīṭin): yang bermahkota indah (kiriti) pemberian Dewa Indra.
  • Swetawahana (श्वेतवाहन Śvetavāhana): yang memiliki wahana berwarna putih.
  • Bibatsu (बिभत्सुः Bibhatsuḥ): yang tidak pernah bertarung secara curang.
  • Wijaya (विजय Vijaya): yang berjaya, merujuk kepada prestasi Arjuna yang selalu memenangkan pertempuran yang dihadapinya.
  • Parta (पार्थ Pārtha): matronim dari Perta, secara harfiah berfaedah "anak Perta" (nama lain Kunti).
  • Sawyasaci (सव्यसाचिं Savyasācin): yang bisa menggunakan kedua tangannya untuk menembakkan anah panah.
  • Dananjaya (धनंजय Dhanaṅjaya): yang bijak menguasai busur panah (dhanu).

Di samping nama lain Arjuna yang diceritakan dalam Wirataparwa, hadir sejumlah nama lain yang ditemui dalam kitab Bhagawadgita yang adalah bagian dari Bhismaparwa. Beberapa nama lain yang mampu ditemui yaitu sebagai berikut:

  • Anaga (अनघ Anagha): yang tak tercela.
  • Barata (भारत Bhārata): keturunan Bhārata.
  • Baratasresta (भारतश्रेष्ठ Bhārataśreṣṭha): keturunan Bharata yang terbaik.
  • Baratasatama (भारतसत्तम Bhāratasattama): keturunan Bharata yang utama.
  • Baratasaba (भारतशभा Bhārataśabhā): keturunan Bharata yang mulia.
  • Gandiwi (गन्दीवि Gandīvi): pemilik Gandiwa (busur panah sakti).
  • Gudakesa (गुदकेश Gudakeśa): penakluk rasa kantuk.
  • Kapidwaja (कपिध्वज Kapidhwaja): yang memakai panji berlambang monyet.
  • Kurunandana (कुरुनन्दन Kurunandana): putra kesayangan wangsa Kuru.
  • Kuruprawira (कुरुप्रविर Kurupravīra): perwira wangsa Kuru.
  • Kurusatama (कुरुसत्तम Kurusattama): keturunan wangsa Kuru yang utama.
  • Kurusresta (कुरुश्रेष्ठ Kuruśreṣṭha): keturunan wangsa Kuru yang terbaik.
  • Mahabahu (महाबाहु Mahābāhu): yang berlengan perkasa.
  • Parantapa (परंतप Paraṃtapa): penakluk musuh.
  • Purusaresaba (पुरुषऋषभा Puruṣaṛṣabhā): yang terbaik di selang manusia.

Lahir

Dalam Mahabharata diceritakan bahwa Prabu Pandu tidak bisa melanjutkan keturunan karena dikutuk oleh seorang resi. Kunti—istri pertamanya—menerima anugerah dari Resi Durwasa sehingga mampu memanggil dewa berlandaskan dengan hasratnya, dan juga mampu memperoleh anugerah dari dewa yang dipanggilnya. Pandu dan Kunti memanfaatkan anugerah tersebut untuk memanggil Dewa Yama (Dharmaraja; Yamadipati), Bayu (Maruta), dan Indra (Sakra) yang pengahabisan memberi mereka tiga putra. Arjuna adalah putra ketiga, lahir dari Indra, pemimpin para Dewa. Dia lahir di lereng gunung Himawan, di sebuah tempat yang dinamakan Satsringa pada hari masa bintang Utara Phalguna tampak di zenith.

Masa muda dan pendidikan

Arjuna bertapa di gunung Himalaya untuk memperoleh senjata sakti penganugerahan dari

Drona menguji kemampuan memanah murid-muridnya. Ilustrasi dari Mahabharata terbitan Gorakhpur Geeta Press.

Arjuna dididik bersama dengan saudara-saudaranya lainnya (para Pandawa dan Korawa) oleh Drona. Kemahirannya dalam ilmu memanah sudah tampak senjak kecil. Pada usia muda dia mendapat gelar Maharathi atau "kesatria terkemuka". Dalam suatu ujian, Drona meletak burung kayu pada pohon, lalu menyuruh muridnya satu-persatu untuk membidik burung tersebut, pengahabisan menanyakan apa saja yang sudah mereka lihat. Banyak murid yang menjawab bahwa mereka melihat pohon, cabang, ranting, dan segala sesuatu yang tidak jauh dengan burung tersebut, termasuk burung itu sendiri. Ketika tiba giliran Arjuna untuk membidik, Drona menanyakan apa yang diamankannya. Arjuna menjawab bahwa dia hanya melihat burung saja, tidak melihat benda lainnyanya. Hal itu membuat Drona kagum dan meyakinkannya bahwa Arjuna sudah pintar.

Pada suatu hari, ketika Drona sedang mandi di sungai Gangga, seekor buaya datang mengigitnya. Drona mampu menjadikan merdeka dirinya dengan remeh, namun karena mau menguji keberanian murid-muridnya maka dia berteriak rindu tolong. Di selang murid-muridnya, hanya Arjuna yang datang memberi bantuan. Dengan panahnya, dia membunuh buaya yang menggigit gurunya. Atas pengabdian Arjuna, Drona memberikan sebuah astra yang bernama Brahmasirsa. Drona juga mengajarkan kepada Arjuna tentang perkara memanggil dan menarik astra tersebut. Menurut Mahabharata, Brahmasirsa hanya mampu ditujukan kepada dewa, raksasa, setan jahat, dan makhluk sakti yang berbuat jahat, agar dampaknya tidak berbahaya.

Arjuna mendapatkan Dropadi

Arjuna bertapa di gunung Himalaya untuk memperoleh senjata sakti penganugerahan dari

Ilustrasi sayembara memperebutkan Dropadi di Kerajaan Panchala.

Dalam Adiparwa diceritakan bahwa Duryodana—salah satu Korawa—menganjurkan agar Pandawa beserta ibunya (Kunti) berlibur di suatu rumah di luar kerajaan. Sesungguhnya Duryodana telah mempersiapkan agar rumah tersebut mampu terbakar dengan remeh, karena dia membenci para Pandawa, terutama Bima. Widura, paman para Pandawa dan Korawa yang waspada rindu agar para Pandawa berjaga-jaga dan mempersiapkan perkara untuk menghadapi probabilitas buruk yang mampu terjadi. Masa para Pandawa menginap, Purocana, pesuruh Duryodana membakar rumah tersebut. Para Pandawa beserta ibunya sukses lolos melalui terowongan yang telah digali sebelumnya. Mereka melarikan diri ke tengah hutan dan menumpang di rumah penduduk sekitar.

Pada suatu ketika, sekelompok brahmana bersama-sama menjadi satu kumpulan di tempat para Pandawa melarikan diri. Mereka membicarakan sebuah sayembara yang akan disediakan di Kerajaan Panchala. Para Pandawa datang ke tempat sayembara dengan menyamar sebagai kaum brahmana. Raja Drupada dari Panchala menyelenggarakan sayembara untuk mendapatkan Dropadi, putrinya. Sebuah ikan kayu ditaruh di atas kubah balairung, dan di bawahnya terdapat kolam yang memantulkan cerminan ikan yang berada di atas. Aturan menyebutkan bahwa siapa pun yang sukses memanah ikan tersebut dengan hanya melihat pantulannya di kolam, maka dia berhak mendapatkan Dropadi.

Beragam kesatria mencoba melaksanakannya, namun tidak sukses. Ketika Karna yang hadir pada masa itu ikut mencoba, dia sukses memanah ikan tersebut dengan adil. Namun dia tidak diterima oleh Dropadi dengan alasan Karna lahir di kasta rendah. Arjuna bersama saudaranya lainnya menyamar sebagai Brahmana, ikut serta menghadiri sayembara tersebut. Arjuna sukses memanah ikan tepat sasaran dengan hanya melihat pantulan cerminannya di kolam, dan dia berhak mendapatkan Dropadi. Ketika para Pandawa pulang membawa Dropadi, mereka mengaku telah membawa sedekah. Kunti—ibu para Pandawa—yang sedang sibuk, menyuruh mereka untuk membagi rata apa yang sudah mereka dapatkan. Berlandaskan dengan apa yang dituturkan oleh Kunti, maka para Pandawa bersepakat untuk membagi Dropadi sebagai istri mereka. Mereka juga berjanji tidak akan mengganggu Dropadi ketika sedang bermesraan di kamar bersama dengan salah satu dari Pandawa. Hukuman dari afal yang mengganggu adalah pembuangan selama satu tahun.

Perjalanan menjelajahi Bharatawarsha

Arjuna bertapa di gunung Himalaya untuk memperoleh senjata sakti penganugerahan dari

Arjuna dan Subadra. Lukisan India karya Raja Ravi Varma.

Pada suatu hari, ketika Pandawa sedang memerintah kerajaannya di Indraprastha, seorang pendeta masuk ke istana dan melapor bahwa pertapaannya diganggu oleh para raksasa. Arjuna bergegas mengambil senjatanya, namun senjata tersebut disimpan di sebuah kamar tempat Yudistira dan Dropadi sedang menikmati malam mereka. Demi kewajibannya, Arjuna rela masuk kamar mengambil senjata, tanpa memedulikan Yudistira dan Dropadi yang sedang bermesraan di kamar. Atas afal tersebut, Arjuna dihukum untuk menjalani pembuangan selama satu tahun.

Arjuna menghabiskan masa pengasingannya dengan menjelajahi penjuru Bharatawarsha atau daratan India Lawas. Ketika sampai di sungai Gangga, Arjuna berjumpa dengan Ulupi, putri Naga Korawya dari istana naga atau Nagaloka. Arjuna terpikat dengan kecantikan Ulupi lalu menikah dengannya. Dari hasil perkawinannya, dia dikaruniai seorang putra yang diberi nama Irawan.[4] Setelah itu, dia melanjutkan perjalanannya menuju wilayah pegunungan Himalaya. Setelah mengunjungi sungai-sungai suci yang hadir di sana, dia berbelok ke selatan. Dia sampai di sebuah negeri yang bernama Manipura. Raja negeri tersebut bernama Citrasena. Dia memiliki seorang puteri yang sangat cantik bernama Citrānggadā. Arjuna jatuh cinta kepada putri tersebut dan berhasrat menikahinya, namun Citrasena mengajukan suatu syarat bahwa apabila putrinya tersebut melahirkan seorang putra, maka anak putrinya tersebut harus menjadi penerus tahta Manipura oleh karena Citrasena tidak memiliki seorang putra. Arjuna menyetujui syarat tersebut. Dari hasil perkawinannya, Arjuna dan Citrānggadā memiliki seorang putra yang diberi nama Babruwahana. Oleh karena Arjuna terikat dengan janjinya terdahulu, maka dia meninggalkan Citrānggadā setelah tinggal selama beberapa bulan di Manipura. Dia tidak mengajak istrinya pergi ke Hastinapura.[5]

Setelah meninggalkan Manipura, dia meneruskan perjalanannya menuju arah selatan. Dia sampai di lautan yang mengapit Bharatawarsha di sebelah selatan, setelah itu dia berbelok ke utara. Dia berlaku di sepanjang pantai Bharatawarsha bagian barat. Dalam pengembaraannya, Arjuna sampai di pantai Prabasa (Prabasatirta) yang terletak di tidak jauh Dwaraka, yang kini dikenal sebagai Gujarat. Di sana dia menyamar sebagai seorang pertapa untuk mendekati adinda Kresna yang bernama Subadra, tanpa dikenal oleh siapa pun. Atas perhatian dari Baladewa, Arjuna mendapat tempat peristirahatan yang layak di taman Subadra. Walaupun rencana untuk membiarkan dua pemuda tersebut tinggal bersama ditentang oleh Kresna, namun Baladewa meyakinkan bahwa peristiwa buruk tidak akan terjadi. Arjuna tinggal selama beberapa bulan di Dwaraka, dan Subadra telah melayani semua kebutuhannya selama itu. Ketika masa yang tepat tiba, Arjuna mencetuskan perasaan cintanya kepada Subadra. Pernyataan itu disambut oleh Subadra. Dengan kereta yang sudah disediakan oleh Kresna, mereka pergi ke Indraprastha untuk melangsungkan pernikahan.[6]

Baladewa marah setelah mendengar kabar bahwa Subadra telah kabur bersama Arjuna. Kresna meyakinkan bahwa Subadra pergi atas kemauannya sendiri, dan Subadra sendiri yang mengemudikan kereta menuju Indraprastha, bukan Arjuna. Kresna juga mengingatkan Baladewa bahwa dulu dia menolak untuk membiarkan kedua pasangan tersebut tinggal bersama, namun usulnya ditentang oleh Baladewa. Setelah Baladewa sadar, dia membuat keputusan untuk menyelenggarakan upacara pernikahan yang mewah untuk Arjuna dan Subadra di Indraprastha. Dia juga mengajak kaum Yadawa untuk ikut hadir di pesta pernikahan Arjuna-Subadra. Setelah pesta pernikahan berlaku, kaum Yadawa tinggal di Indraprastha selama beberapa hari, lalu pulang kembali ke Dwaraka, namun Kresna tidak ikut serta.[7]

Pembakaran hutan Kandawa

Arjuna bertapa di gunung Himalaya untuk memperoleh senjata sakti penganugerahan dari

Mayasura (kiri) menyanggupi permintaan Kresna untuk membangun sebuah istana megah untuk Yudistira di Kandawaprastha (kemudian berproses dan berubah nama menjadi Indraprastha).

Dalam bagian kesudahan Adiparwa diriwayatkan peristiwa pembakaran hutan Kandawa serta pertemuan Arjuna dengan arsitek bernama Mayasura. Kisah tersebut diawali dengan pokok isi kerangan pengembaraan Arjuna dan Kresna di tepi sungai Yamuna. Di tepi hutan tersebut terdapat hutan lebat yang bernama Kandawa. Di sana mereka berjumpa dengan Agni, dewa api. Agni bercakap bahwa hutan Kandawa seharusnya telah musnah dilalap api, namun Indra selalu menurunkan hujannya untuk melindungi sahabatnya yang bernama Taksaka, yang hidup di hutan tersebut. Maka, Agni memohon agar Kresna dan Arjuna bersedia membantunya menghancurkan hutan Kandawa. Kresna dan Arjuna bersedia membantu Agni, namun terlebih dahulu mereka rindu agar Agni menyediakan senjata kuat untuk mereka berdua untuk menghalau gangguan yang akan muncul. Pengahabisan Agni memanggil Baruna, dewa lautan. Baruna memberikan busur suci bernama Gandiwa, kereta perang dengan empat kuda dihias bendera berlambang monyet, serta tabung mengandung anak panah dengan jumlah tak terbatas kepada Arjuna.[8] Untuk Kresna, Baruna memberikan Cakra Sudarsana. Dengan senjata tersebut, mereka berdua menjaga agar Agni mampu melalap hutan Kandawa sampai habis.[9]

Dalam babak pembakaran hutan Kandawa, Arjuna menyelamatkan seorang asura yang bijak merancang kontruksi, namanya Mayasura.[9] Sebagai balas budi, Mayasura berjanji bahwa dia akan membangun sebuah istana untuk Yudistira, kakak Arjuna. Oleh karena Mayasura adalah arsitek yang cekatan, maka adalah hal yang remeh untuknya untuk membangun balairung besar sekaligus istana megah untuk para Pandawa di Indraprastha.[10] Pembangunan istana megah tersebut mengawali jilid kedua Mahabharata yang berjudul Sabhaparwa. Dalam buku tersebut diceritakan bahwa demi merebut kekayaan para Pandawa, Duryodana menantang mereka memperagakan permainan dadu dengan taruhan harta masing-masing. Pada kesudahannya para Pandawa kalah, dan riwayat mereka selanjutnya diceritakan dalam Wanaparwa.

Pertapaan Arjuna

Dalam kitab Wanaparwa diriwayatkan perihal berlakunya setelah para Pandawa—yang dipimpin Yudistira—kalah memperagakan permainan dadu melawan para Korawa yang dipimpin Duryodana. Berlandaskan ketentuan permainan tersebut, maka para Pandawa beserta Dropadi mengasingkan diri ke hutan (wana dalam bhs. Sanskerta). Kesempatan tersebut dimanfaatkan oleh Arjuna untuk bertapa demi memperoleh kesaktian dalam peperangan melawan para sepupunya. Arjuna memilih lokasi bertapa di gunung Indrakila. Dalam usahanya, dia diuji oleh tujuh bidadari yang dipimpin oleh Supraba, namun keteguhan hati Arjuna mampu melawan beragam godaan yang diberikan oleh para bidadari. Para bidadari yang kesal kembali ke kahyangan, dan melaporkan kegagalan mereka kepada Indra. Indra turun di tempat Arjuna bertapa sambil menyamar sebagai seorang pendeta. Dia menanyakan tujuan Arjuna melaksanakan tapa di gunung Indrakila. Arjuna menjawab bahwa dia bertapa demi memperoleh kekuatan untuk mengurangi penderitaan rakyat, serta untuk menaklukkan musuh-musuhnya, terutama para Korawa yang selalu bersikap jahat terhadap para Pandawa. Setelah mendengar penjelasan dari Arjuna, Indra menampakkan wujudnya yang sebenarnya. Dia memberikan anugerah kepada Arjuna berupa senjata sakti.

Setelah mendapat anugerah dari Dewa Indra, Arjuna memperkuat tapanya ke depan Dewa Siwa. Siwa yang terkesan dengan tapa Arjuna pengahabisan mengirimkan seekor babi hutan berukuran mulia. Dia menyeruduk gunung Indrakila sampai bergetar. Hal tersebut membuat Arjuna terbangun dari tapanya. Karena dia melihat seekor babi hutan sedang mengganggu tapanya, maka dia segera melepaskan anak panahnya untuk membunuh babi tersebut. Di masa yang bersamaan, Siwa datang dan menyamar sebagai pemburu, ikut melepaskan anak panah ke arah babi hutan yang dipanah oleh Arjuna. Karena kesaktian dewa, kedua anak panah yang menancap di tubuh babi hutan itu menjadi satu. Pertengkaran hebat terjadi selang Arjuna dan Siwa yang menyamar menjadi pemburu. Mereka sama-sama mengaku telah membunuh babi hutan siluman, namun hanya satu anak panah saja yang menancap, bukan dua. Maka dari itu, Arjuna berpikir bahwa si pemburu telah mengklaim sesuatu yang sebenarnya menjadi hak Arjuna. Setelah adu mulut, mereka berdua berkelahi. Masa Arjuna menujukan agresinya kepada si pemburu, tiba-tiba orang itu menghilang dan menampakkan wujud aslinya sebagai Siwa. Arjuna rindu maaf karena dia telah berani melaksanakan tantangan. Siwa tidak marah kepada Arjuna, justru sebaliknya dia merasa kagum. Atas keberaniannya, Dewa Siwa memberi anugerah berupa panah sakti bernama pasupati.

Setelah menerima senjata pasupati, Arjuna dijemput oleh para penghuni kahyangan untuk menuju kediaman Indra, raja para dewa. Di sana Arjuna menghabiskan waktu selama beberapa tahun. Di sana pula Arjuna berjumpa dengan bidadari Urwasi. Karena Arjuna tidak mau menikahi bidadari Urwasi, maka Urwasi mengutuk Arjuna agar kelak menjadi banci (peran Arjuna sebagai banci diceritakan sebagai dalam buku Wirataparwa). Kutukan itu dimanfaatkan oleh Arjuna pada masa para Pandawa menyelesaikan hukuman pembuangan mereka dalam hutan. Setelah menyelesaikan hukuman pembuangan, Pandawa beserta Dropadi berlindung di kerajaan Wirata. Berlandaskan dengan akad yang sah—sebagai dampak kekalahan masa memperagakan permainan dadu—maka para Pandawa beserta Dropadi harus hidup dalam penyamaran selama satu tahun. Maka dari itu, para Pandawa beserta Dropadi harus menyembunyikan identitas asli mereka dan hidup sebagai orang lain. Di sana Arjuna menyamar sebagai guru tari yang banci, dengan nama samaran Brihanala.[11] Walaupun demikian, Arjuna telah sukses membantu putra mahkota kerajaan Wirata, yaitu pangeran Utara, dengan menghalau musuh yang berhasrat menyerbu kerajaan Wirata.

Persiapan perang

Arjuna bertapa di gunung Himalaya untuk memperoleh senjata sakti penganugerahan dari

Arjuna memilih Kresna daripada tentara Kresna. Lukisan dari Himachal Pradesh, sekitar kesudahan ratus tahun ke-18.

Arjuna bertapa di gunung Himalaya untuk memperoleh senjata sakti penganugerahan dari

Arjuna melepaskan panah saktinya untuk memenggal kepala Jayadrata ketika bertempur di Kurukshetra. Ilustrasi dari Mahabharata terbitan Gorakhpur Geeta Press, ditulis ulang oleh Ramanarayanadatta Astri.

Setelah menjalani masa pembuangan selama 13 tahun dan masa penyamaran selama setahun, para Pandawa mau memperoleh kembali kerajaannya. Namun hak mereka tidak diterima dengan tegas oleh Duryodana, bahkan dia menantang untuk bertempur. Demi kerajaannya, para Pandawa setuju untuk melaksanakan perang. Sebelum perang terjadi, Kresna melaksanakan misi perdamaian, namun gagal. Kesudahannya Kresna setuju untuk terlibat dalam perang, namun dengan tidak membawa senjata. Dia mau salah satu pihak memilih tentaranya, sedangkan pihak lainnya memilihnya sebagai penasihat. Arjuna yang mewakili Pandawa semakin memilih kehadiran Kresna sebagai penasihat, sementara Duryodana yang mewakili Korawa semakin memilih pasukan Kresna.

Arjuna menerima Bhagawadgita

Dalam Mahabharata, peran Kresna sebagai kusir bermakna pemandu atau penunjuk jalan, yaitu memandu Arjuna melewati segala kebimbangan hatinya dan menunjukkan jalan kebenaran kepada Arjuna. Nasihat kebenaran yang diuraikan Kresna kepada Arjuna dinamakan Bhagawadgita. Hal itu berasal beberapa masa sebelum perang di Kurukshetra dimulai. Masa Arjuna melaksanakan inspeksi terhadap pasukannya, dia dilanda pergolakan batin ketika dia melihat kakeknya, guru mulianya, saudara sepupu, sahabat sepermainan, ipar, dan kerabatnya lainnya bersama-sama menjadi satu kumpulan di Kurukshetra untuk melaksanakan pembantaian besar-besaran. Arjuna menjadi tak tega untuk membunuh mereka semua. Dilanda oleh masalah batin, selang mana yang mempunyai dan mana yang salah, Arjuna bertekad untuk mengundurkan diri dari pertempuran.

Kresna yang adil hati, setelah melihat kawan-kawan dan sanak keluarga di depan saya, dengan semangat untuk bertempur seperti itu, saya merasa anggota-anggota badan saya gemetar dan mulut saya terasa kering..... (Bhagawadgita, I:28)

Kita akan diduduki dosa jika membunuh penyerang seperti itu. Karena itu, tidak pantas sekiranya kita membunuh para putra Drestarastra dan kawan-kawan kita. O Kresna, suami Dewi Laksmi, apa keuntungannya untuk kita, dan bagaimana mungkin kita berbahagia dengan membunuh sanak keluarga kita sendiri? (Bhagawadgita, I:36)

Untuk mengatasi kebimbangan Arjuna, Kresna menguraikan ajaran-ajaran kebenaran agar semua keraguan di hati Arjuna sirna. Kresna menjelaskan apa yang sepantasnya diterapkan Arjuna sebagai kewajibannya di area perang. Selain itu Kresna menunjukkan wujud semestanya kepada Arjuna. Nasihat kebenaran yang dijabarkan Kresna tersebut dikenal sebagai Bhagawadgita. Kitab Bhagawadgita yang sebenarnya adalah suatu bagian dari Bhismaparwa, menjadi kitab tersendiri yang sangat terkenal dalam nasihat Hindu, karena dianggap adalah intisari dari ajaran-ajaran Weda.

Arjuna dalam Bharatayuddha

Dalam pertempuran di Kurukshetra, atau Bharatayuddha, Arjuna bertarung dengan para kesatria dari pihak Korawa, dan tidak jarang dia membunuh mereka, termasuk panglima mulia pihak Korawa yaitu Bisma. Di awal pertempuran, Arjuna sedang dibayangi oleh kasih sayang Bisma sehingga dia sedang segan untuk membunuhnya. Hal itu membuat Kresna marah berkali-kali, dan Arjuna berjanji bahwa kelak dia akan mengakhiri nyawa Bisma. Pada pertempuran di hari kesepuluh, Arjuna sukses membunuh Bisma, dan usaha tersebut diterapkan atas bantuan dari Srikandi. Setelah Abimanyu putra Arjuna gugur pada hari ketiga belas, Arjuna bertarung dengan Jayadrata untuk membalas dendam atas kematian putranya. Pertarungan selang Arjuna dan Jayadrata diakhiri menjelang senja hari, dengan bantuan dari Kresna.

Pada pertempuran di hari ketujuh belas, Arjuna terlibat dalam duel sengit melawan Karna. Ketika panah Karna melesat menuju kepala Arjuna, Kresna menekan kereta Arjuna ke dalam tanah dengan kekuatan saktinya sehingga panah Karna meleset beberapa inci dari kepala Arjuna. Masa Arjuna menyerang Karna kembali, kereta Karna terperosok ke dalam lubang (karena sebuah kutukan). Karna turun untuk mengangkat kembali keretanya yang terperosok. Salya, kusir keretanya, menolak untuk membantunya. Karena mematuhi etika peperangan, Arjuna menghentikan penyerangannya bila kereta Karna belum sukses ditinggikan. Pada masa itulah Kresna mengingatkan Arjuna atas kematian Abimanyu, yang terbunuh dalam kondisi tanpa senjata dan tanpa kereta. Dilanda oleh pergolakan batin, Arjuna melepaskan panah Rudra yang mematikan ke kepala Karna. Senjata itu memenggal kepala Karna.

Kehidupan setelah Bharatayuddha

Arjuna bertapa di gunung Himalaya untuk memperoleh senjata sakti penganugerahan dari

Pertemuan kembali Arjuna dengan Babruwahana. Ilustrasi dari Mahabharata terbitan Gorakhpur Geeta Press, ditulis ulang oleh Ramanarayanadatta Astri.

Tak lama setelah Bharatayuddha kesudahannya, Yudistira ditinggikan menjadi Raja Kuru dengan pusat pemerintahan di Hastinapura. Untuk menengakkan dharma di seluruh Bharatawarsha, sekaligus menaklukkan para raja kejam dengan pemerintahan tiran, maka Yudistira menyelenggarakan Aswamedha-yadnya. Upacara tersebut diterapkan dengan melepaskan seekor kuda dan kuda itu didampingi oleh Arjuna beserta para prajurit. Kawasan yang dilalui oleh kuda tersebut menjadi wilayah Kerajaan Kuru. Ketika Arjuna sampai di Manipura, dia berjumpa dengan Babruwahana, putra Arjuna yang tidak pernah melihat wajah ayahnya semenjak kecil. Babruwahana bertarung dengan Arjuna, dan sukses membunuhnya. Ketika Babruwahana mengetahui hal yang sebenarnya, dia sangat menyesal. Atas bantuan Ulupi dari negeri Naga, Arjuna hidup kembali.

Tiga puluh enam tahun setelah Bharatayuddha kesudahannya, Dinasti Yadu musnah di Prabhasatirtha karena perang saudara. Kresna dan Baladewa, yang konon adalah kesatria sangat sakti dalam dinasti tersebut, ikut tewas namun tidak dalam waktu yang bersamaan. Setelah berita kehancuran itu disampaikan oleh Daruka, Arjuna datang ke kerajaan Dwaraka untuk menjemput para wanita dan anak-anak. Sesampainya di Dwaraka, Arjuna melihat bahwa kota gemerlap tersebut telah sepi. Basudewa yang sedang hidup, tampak terkulai lemas dan pengahabisan wafat di mata Arjuna. Berlandaskan dengan amanat yang dilepaskan Kresna, Arjuna mengajak para wanita dan anak-anak untuk mengungsi ke Kurukshetra. Dalam perjalanan, mereka diserang oleh segerombolan perampok. Arjuna berupaya untuk menghalau serbuan tersebut, namun kekuatannya menghilang pada masa dia sangat membutuhkannya. Dengan sedikit pengungsi dan sisa harta yang sedang bisa diselamatkan, Arjuna menyebar mereka di wilayah Kurukshetra.

Setelah Arjuna sukses menjalankan misinya untuk menyelamatkan sisa penghuni Dwaraka, dia pergi menemui Resi Byasa demi memperoleh ajar. Arjuna mengadu kepada Byasa bahwa kekuatannya menghilang pada masa dia sangat membutuhkannya. Byasa yang bijak sadar bahwa itu semua adalah takdir Tuhan. Byasa menyarankan bahwa sudah selayaknya para Pandawa meninggalkan kehidupan duniawi. Setelah mendapat nasihat dari Byasa, para Pandawa spakat untuk melaksanakan perjalanan suci menjelajahi Bharatawarsha.

Perjalanan terakhir dan kematian

Perjalanan terakhir yang diterapkan oleh para Pandawa diceritakan dalam kitab Prasthanikaparwa atau Mahaprasthanikaparwa. Dalam perjalanan sucinya, para Pandawa dihadang oleh api yang sangat mulia, yaitu Agni. Dia rindu Arjuna agar senjata Gandiwa beserta tabung anak panahnya yang tak pernah habis dikembalikan kepada Baruna, sebab tugas Nara sebagai Arjuna sudah kesudahannya di 100 tahun Dwaparayuga tersebut. Dengan berat hati, Arjuna melemparkan senjata saktinya ke lautan, ke kediaman Baruna. Setelah itu, Agni hilang dari depannya dan para Pandawa melanjutkan perjalanannya. Ketika para Pandawa serta istrinya memilih untuk mendaki gunung Himalaya sebagai tujuan kesudahan perjalanan mereka, Arjuna gugur di tengah perjalanan setelah kematian Nakula, Sahadewa, dan Dropadi.

Adaptasi dalam norma budaya istiadat Indonesia

Arjuna bertapa di gunung Himalaya untuk memperoleh senjata sakti penganugerahan dari

Arjuna versi wayang Bali.

Di Nusantara, tokoh Arjuna juga dikenal dan sudah terkenal dari dahulu kala. Arjuna terutama menjadi populer di kawasan Jawa, Bali, Madura, dan Lombok. Di Jawa dan pengahabisan di Bali, Arjuna menjadi tokoh utama dalam beberapa kakawin, seperti misalnya Kakawin Arjunawiwāha, Kakawin Pārthayajña, dan Kakawin Pārthāyana (juga dikenal dengan nama Kakawin Subhadrawiwāha. Selain itu Arjuna juga didapatkan dalam beberapa relief candi di pulau Jawa misalkan candi Surowono.

Arjuna dalam pewayangan Jawa

Arjuna bertapa di gunung Himalaya untuk memperoleh senjata sakti penganugerahan dari

Arjuna versi wayang Jawa.

Arjuna bertapa di gunung Himalaya untuk memperoleh senjata sakti penganugerahan dari

Wayang kulit Arjuna yang diberi warna.

Arjuna adalah seorang tokoh ternama dalam alam pewayangan dalam adat Jawa Baru. Beberapa ciri khas Arjuna versi pewayangan mungkin berlainan dengan ciri khas Arjuna dalam kitab Mahābhārata versi India dengan bahasa Sanskerta. Dalam alam pewayangan, Arjuna digambarkan sebagai seorang kesatria yang gemar berkelana, bertapa, dan berguru. Selain menjadi murid Resi Drona di Padepokan Sukalima, dia juga menjadi murid Resi Padmanaba dari Pertapaan Untarayana. Arjuna pernah menjadi brahmana di Goa Mintaraga, bergelar Bagawan Ciptaning. Dia menjadi kesatria unggulan para dewa untuk membinasakan Prabu Niwatakawaca, raja raksasa dari negara Manimantaka. Atas afal yang bergunanya itu, Arjuna dinobatkan sebagai raja di Kahyangan Dewa Indra, bergelar Prabu Karitin. dan mendapat anugrah pusaka-pusaka sakti dari para dewa, selang lain: Gendewa (dari Bhatara Indra), Panah Ardadadali (dari Bhatara Kuwera), Panah Cundamanik (dari Bhatara Narada). Setelah perang Bharatayuddha, Arjuna menjadi raja di Negara Banakeling, bekas kerajaan Jayadrata.

Arjuna memiliki sifat cerdik dan bijak, pendiam, teliti, sopan-santun, berani dan suka melindungi yang lemah. Dia memimpin Kadipaten Madukara, dalam wilayah negara Amarta. Dia adalah petarung tanpa tanding di area laga, meski bertubuh ramping berparas rupawan sebagaimana seorang dara, berhati lembut meski berkemauan baja, kesatria dengan segudang istri dan kekasih meski mampu melaksanakan tapa yang sangat berat, seorang kesatria dengan kesetiaan terhadap keluarga yang mendalam tapi pengahabisan mampu memaksa dirinya sendiri untuk membunuh saudara tirinya. Untuk generasi tua Jawa, dia adalah perwujudan lelaki seutuhnya. Sangat berlainan dengan Yudistira, dia sangat menikmati hidup di alam. Petualangan cintanya senantiasa memukau orang Jawa, tetapi secara jarang hadir dia sepenuhnya berlainan dengan Don Juan yang selalu mengejar wanita. Konon Arjuna begitu halus dan tampan sosoknya sehingga para puteri begitu, juga para dayang, akan segera menawarkan diri mereka. Merekalah yang mendapat kehormatan, bukan Arjuna. Dia sangat berlainan dengan Wrekudara. Dia menampilkan keanggunan tubuh dan kelembutan hati yang begitu dihargai oleh orang Jawa beragam generasi.

Arjuna juga memiliki pusaka-pusaka sakti lainnya, atara lain: Keris Kiai Kalanadah diberikan pada Gatotkaca masa mempersunting Dewi Pergiwa (putra Arjuna), Panah Sangkali (dari Resi Drona), Panah Candranila, Panah Sirsha, Panah Kiai Sarotama, Panah Pasupati (dari Batara Guru), Panah Naracabala, Panah Ardhadhedhali, Keris Kiai Baruna, Keris Pulanggeni (diberikan pada Abimanyu), Terompet Dewanata, Cupu mengandung minyak Jayengkaton (pemberian Bagawan Wilawuk dari pertapaan Pringcendani) dan Kuda Ciptawilaha dengan Cambuk Kiai Pamuk. Sedangkan ajian yang dimiliki Arjuna selang lain: Panglimunan, Tunggengmaya, Sepiangin, Mayabumi, Pengasih dan Asmaragama. Arjuna juga memiliki pakaian yang melambangkan kebesaran, yaitu Kampuh atau Kain Limarsawo, Ikat Pinggang Limarkatanggi, Gelung Minangkara, Kalung Candrakanta dan Cincin Mustika Ampal (dahulunya milik Prabu Ekalaya, raja negara Paranggelung).

Istri dan keturunan

Dalam Mahabharata versi pewayangan Jawa, Arjuna mempunyai berlebihan istri,itu semua sebagai simbol penghargaan atas afal yang bergunanya ataupun atas keuletannya yang selalu berguru kepada banyak pertapa. Berikut beberapa kecil istri dan anak-anaknya:

  1. Dewi Subadra, berputra Raden Abimanyu
  2. Dewi Sulastri, berputra Raden Sumitra
  3. Dewi Larasati, berputra Raden Bratalaras
  4. Dewi Ulupi atau Palupi, berputra Bambang Irawan
  5. Dewi Jimambang, berputra Kumaladewa dan Kumalasakti
  6. Dewi Ratri, berputra Bambang Wijanarka
  7. Dewi Dresanala, berputra Raden Wisanggeni
  8. Dewi Wilutama, berputra Bambang Wilugangga
  9. Dewi Manuhara, berputra Endang Pregiwa dan Endang Pregiwati
  10. Dewi Supraba, berputra Raden Prabakusuma
  11. Dewi Antakawulan, berputra Bambang Antakadewa
  12. Dewi Juwitaningrat, berputra Bambang Sumbada
  13. Dewi Maheswara
  14. Dewi Retno Kasimpar
  15. Dewi Dyah Sarimaya
  16. Dewi Srikandi

Nama lain dan julukan

Dalam wiracarita Mahabharata versi nusantara, Arjuna memiliki banyak nama lain dan nama julukan, selang lain: Parta (pahlawan perang), Janaka (memiliki banyak istri), Pemadi (tampan), Dananjaya, Kumbaljali, Ciptaning Mintaraga (pendeta suci), Pandusiwi, Indratanaya (putra Batara Indra), Jahnawi (gesit trengginas), Palguna, Indrasuta, Danasmara (perayu ulung) dan Margana (suka menolong) "Begawan Mintaraga" adalah nama yang dipergunakan oleh Arjuna masa menjalani laku tapa di puncak Indrakila dalam rangka memperoleh senjata sakti dari dewata, yang akan dipergunakan dalam perang yang tak terhindarkan melawan musuh-musuhnya, yaitu keluarga Korawa.

Lihat pula

  • Panca Pandawa
  • Silsilah Arjuna
  • Mahabharata

Referensi

  1. ^ Kapoor, edited by Subodh (2002). The Indian encyclopaedia: Biographical, Historical, Religious, Administrative, Ethnological, Commercial and Scientific (ed. 1). New Delhi: Cosmo Publications. hlm. 1927. ISBN 9788177552577. 
  2. ^ Sarma, Bharadvaja (2008). Vyasa's Mahabharatam in Eighteen Parvas: The Great Epic of India in Summary Translation. Kolkata, India: Academic Publishers. hlm. 372. ISBN 9788189781682. 
  3. ^ The Mahabharata, Book 1 of 18: Adi Parva. Forgotten Books. hlm. 513–515. ISBN 9781605066110. 
  4. ^ Menon, [translated by] Ramesh (2006). The Mahabharata: A Modern Rendering. New York: iUniverse, Inc. hlm. 266. ISBN 9780595401871. 
  5. ^ Ganguli, Kisari Mohan. "Haranaharanaparwa, Section 223". The Mahabharata of Krishna-Dwaipayana Vyasa. 
  6. ^ Ganguli, Kisari Mohan. "Subhadraharanaparwa, Section 222". The Mahabharata of Krishna-Dwaipayana Vyasa. 
  7. ^ Menon, [translated by] Ramesh (2006). The Mahabharata : a modern rendering. New York: iUniverse, Inc. hlm. 302–304. ISBN 9780595401871. 
  8. ^ a b Mahabharata of Krishna-Dwaipayana Vyasa. Teddington, Middlesex: The Echo Library. 2008. hlm. 518–520. ISBN 9781406870459. 
  9. ^ Verma, retold by Virendra; Verma, Shanti (1989). The Mahābhārata : (the great epic of ancient India). New Delhi: Pitambar Pub. Co. hlm. 28. ISBN 9788120907324. 
  10. ^ Kapoor, edited by Subodh (2002). The Indian Encyclopaedia: Biographical, Historical, Religious, Administrative, Ethnological, Commercial and Scientific (ed. 1st ed.). New Delhi: Cosmo Publications. hlm. 4462. ISBN 9788177552577. 

Tautan luar

  • (Inggris) Mythfolklore.net India: Arjuna — tokoh dari Mitologi Hindu India

edunitas.com


Page 3

Arjuna
अर्जुन
Arjuna bertapa di gunung Himalaya untuk memperoleh senjata sakti penganugerahan dari

Ilustrasi Arjuna menurut seorang seniman.
Tokoh Mahabharata
NamaArjuna
Ejaan Dewanagariअर्जुन
Ejaan IASTArjuna
Nama lainParta, Dananjaya, Parantapa, Kaunteya, Palguna, Jisnu, Kerti, Bharatasresta, Sawyasachi, Swetawahana, Wrehatnala; dan lain-lain.
Kitab referensiMahabharata, Bhagawadgita, Purana
AsalHastinapura, Kerajaan Kuru
KastaKesatria
DinastiCandra
KlanKuru
SenjataPanah Pasupati, Brahmastra, Busur Gandiwa, dan lain-lain.
WahanaKereta yang ditarik empat kuda putih, dengan panji berlambang monyet (Hanoman)
AyahIndra (de facto)
Pandu (sah)
IbuKunti
IstriDropadi
Ulupi
Citrānggadā
Subadra
AnakSrutakirti (dari Dropadi)
Irawan (dari Ulupi)
Babruwahana (dari Citrānggadā)
Abimanyu (dari Subadra)

Arjuna (Dewanagari: अर्जुन; ,IAST: Arjuna, अर्जुन) adalah nama seorang tokoh protagonis dalam wiracarita Mahabharata. Dia dikenal sebagai bagian Pandawa yang berparas menawan dan berhati lemah lembut. Dalam Mahabharata diriwayatkan bahwa dia adalah putra Prabu Pandu, raja di Hastinapura dengan Kunti atau Perta, putri Prabu Surasena, raja Wangsa Yadawa di Mathura. Mahabharata mendeskripsikan Arjuna sebagai sahabat tidak jauh Kresna, yang dinamakan dalam kitab Purana sebagai awatara (penjelmaan) Dewa Wisnu. Hubungan selang Arjuna dan Kresna sangat ketat, sehingga Arjuna rindu kesediaannya sebagai penasihat sekaligus kusir kereta Arjuna masa perang selang Pandawa dan Korawa berkecamuk (Bharatayuddha). Diskusi selang Kresna dan Arjuna sebelum perang Bharatayuddha berlaku terangkum dalam suatu kitab tersendiri yang dinamakan Bhagawadgita, yang secara garis mulia mengandung wejangan suci yang disampaikan oleh Kresna karena Arjuna merasakan keragu-raguan untuk menunaikan kewajibannya sebagai seorang kesatria di area perang.

Etimologi dan nama lain

Dalam bahasa Sanskerta, secara harfiah kata Arjuna berfaedah "bersinar terang", "putih" , "bersih". Diamankan dari ruang lingkupnya, kata Arjuna bisa berfaedah "jujur di dalam wajah dan pikiran". Masa Arjuna menjalani masa penyamaran (tercatat dalam kitab Wirataparwa), dia berperan sebagai pelatih tari di keraton Raja Wirata, dan bersedia menjadi kusir kereta Pangeran Utara masa terjadi invasi Kerajaan Kuru. Untuk meyakinkan sang pangeran bahwa dia adalah Arjuna putra Pandu yang sedang menyamar, maka Arjuna membeberkan sepuluh namanya:[2][3]

  • Arjuna (अर्जुन Arjuna): yang tak ternoda dan bersinar keperakan.
  • Palguna (फल्गुन Phalguna): yang lahir ketika bintang Uttarā Phālgunī berada di zenith.
  • Jisnu (जिष्णु Jiṣṇu): yang hebat ketika marah.
  • Kiriti (किरीटिं Kirīṭin): yang bermahkota indah (kiriti) pemberian Dewa Indra.
  • Swetawahana (श्वेतवाहन Śvetavāhana): yang memiliki wahana berwarna putih.
  • Bibatsu (बिभत्सुः Bibhatsuḥ): yang tidak pernah bertarung secara curang.
  • Wijaya (विजय Vijaya): yang berjaya, merujuk kepada prestasi Arjuna yang selalu memenangkan pertempuran yang dihadapinya.
  • Parta (पार्थ Pārtha): matronim dari Perta, secara harfiah berfaedah "anak Perta" (nama lain Kunti).
  • Sawyasaci (सव्यसाचिं Savyasācin): yang bisa menggunakan kedua tangannya untuk menembakkan anah panah.
  • Dananjaya (धनंजय Dhanaṅjaya): yang bijak menguasai busur panah (dhanu).

Di samping nama lain Arjuna yang diceritakan dalam Wirataparwa, hadir sejumlah nama lain yang ditemui dalam kitab Bhagawadgita yang adalah bagian dari Bhismaparwa. Beberapa nama lain yang mampu ditemui yaitu sebagai berikut:

  • Anaga (अनघ Anagha): yang tak tercela.
  • Barata (भारत Bhārata): keturunan Bhārata.
  • Baratasresta (भारतश्रेष्ठ Bhārataśreṣṭha): keturunan Bharata yang terbaik.
  • Baratasatama (भारतसत्तम Bhāratasattama): keturunan Bharata yang utama.
  • Baratasaba (भारतशभा Bhārataśabhā): keturunan Bharata yang mulia.
  • Gandiwi (गन्दीवि Gandīvi): pemilik Gandiwa (busur panah sakti).
  • Gudakesa (गुदकेश Gudakeśa): penakluk rasa kantuk.
  • Kapidwaja (कपिध्वज Kapidhwaja): yang memakai panji berlambang monyet.
  • Kurunandana (कुरुनन्दन Kurunandana): putra kesayangan wangsa Kuru.
  • Kuruprawira (कुरुप्रविर Kurupravīra): perwira wangsa Kuru.
  • Kurusatama (कुरुसत्तम Kurusattama): keturunan wangsa Kuru yang utama.
  • Kurusresta (कुरुश्रेष्ठ Kuruśreṣṭha): keturunan wangsa Kuru yang terbaik.
  • Mahabahu (महाबाहु Mahābāhu): yang berlengan perkasa.
  • Parantapa (परंतप Paraṃtapa): penakluk musuh.
  • Purusaresaba (पुरुषऋषभा Puruṣaṛṣabhā): yang terbaik di selang manusia.

Lahir

Dalam Mahabharata diceritakan bahwa Prabu Pandu tidak bisa melanjutkan keturunan karena dikutuk oleh seorang resi. Kunti—istri pertamanya—menerima anugerah dari Resi Durwasa sehingga mampu memanggil dewa berlandaskan dengan hasratnya, dan juga mampu memperoleh anugerah dari dewa yang dipanggilnya. Pandu dan Kunti memanfaatkan anugerah tersebut untuk memanggil Dewa Yama (Dharmaraja; Yamadipati), Bayu (Maruta), dan Indra (Sakra) yang pengahabisan memberi mereka tiga putra. Arjuna adalah putra ketiga, lahir dari Indra, pemimpin para Dewa. Dia lahir di lereng gunung Himawan, di sebuah tempat yang dinamakan Satsringa pada hari masa bintang Utara Phalguna tampak di zenith.

Masa muda dan pendidikan

Arjuna bertapa di gunung Himalaya untuk memperoleh senjata sakti penganugerahan dari

Drona menguji kemampuan memanah murid-muridnya. Ilustrasi dari Mahabharata terbitan Gorakhpur Geeta Press.

Arjuna dididik bersama dengan saudara-saudaranya lainnya (para Pandawa dan Korawa) oleh Drona. Kemahirannya dalam ilmu memanah sudah tampak senjak kecil. Pada usia muda dia mendapat gelar Maharathi atau "kesatria terkemuka". Dalam suatu ujian, Drona meletak burung kayu pada pohon, lalu menyuruh muridnya satu-persatu untuk membidik burung tersebut, pengahabisan menanyakan apa saja yang sudah mereka lihat. Banyak murid yang menjawab bahwa mereka melihat pohon, cabang, ranting, dan segala sesuatu yang tidak jauh dengan burung tersebut, termasuk burung itu sendiri. Ketika tiba giliran Arjuna untuk membidik, Drona menanyakan apa yang diamankannya. Arjuna menjawab bahwa dia hanya melihat burung saja, tidak melihat benda lainnyanya. Hal itu membuat Drona kagum dan meyakinkannya bahwa Arjuna sudah pintar.

Pada suatu hari, ketika Drona sedang mandi di sungai Gangga, seekor buaya datang mengigitnya. Drona mampu menjadikan merdeka dirinya dengan remeh, namun karena mau menguji keberanian murid-muridnya maka dia berteriak rindu tolong. Di selang murid-muridnya, hanya Arjuna yang datang memberi bantuan. Dengan panahnya, dia membunuh buaya yang menggigit gurunya. Atas pengabdian Arjuna, Drona memberikan sebuah astra yang bernama Brahmasirsa. Drona juga mengajarkan kepada Arjuna tentang perkara memanggil dan menarik astra tersebut. Menurut Mahabharata, Brahmasirsa hanya mampu ditujukan kepada dewa, raksasa, setan jahat, dan makhluk sakti yang berbuat jahat, agar dampaknya tidak berbahaya.

Arjuna mendapatkan Dropadi

Arjuna bertapa di gunung Himalaya untuk memperoleh senjata sakti penganugerahan dari

Ilustrasi sayembara memperebutkan Dropadi di Kerajaan Panchala.

Dalam Adiparwa diceritakan bahwa Duryodana—salah satu Korawa—menganjurkan agar Pandawa beserta ibunya (Kunti) berlibur di suatu rumah di luar kerajaan. Sesungguhnya Duryodana telah mempersiapkan agar rumah tersebut mampu terbakar dengan remeh, karena dia membenci para Pandawa, terutama Bima. Widura, paman para Pandawa dan Korawa yang waspada rindu agar para Pandawa berjaga-jaga dan mempersiapkan perkara untuk menghadapi probabilitas buruk yang mampu terjadi. Masa para Pandawa menginap, Purocana, pesuruh Duryodana membakar rumah tersebut. Para Pandawa beserta ibunya sukses lolos melalui terowongan yang telah digali sebelumnya. Mereka melarikan diri ke tengah hutan dan menumpang di rumah penduduk sekitar.

Pada suatu ketika, sekelompok brahmana bersama-sama menjadi satu kumpulan di tempat para Pandawa melarikan diri. Mereka membicarakan sebuah sayembara yang akan disediakan di Kerajaan Panchala. Para Pandawa datang ke tempat sayembara dengan menyamar sebagai kaum brahmana. Raja Drupada dari Panchala menyelenggarakan sayembara untuk mendapatkan Dropadi, putrinya. Sebuah ikan kayu ditaruh di atas kubah balairung, dan di bawahnya terdapat kolam yang memantulkan cerminan ikan yang berada di atas. Aturan menyebutkan bahwa siapa pun yang sukses memanah ikan tersebut dengan hanya melihat pantulannya di kolam, maka dia berhak mendapatkan Dropadi.

Beragam kesatria mencoba melaksanakannya, namun tidak sukses. Ketika Karna yang hadir pada masa itu ikut mencoba, dia sukses memanah ikan tersebut dengan adil. Namun dia tidak diterima oleh Dropadi dengan alasan Karna lahir di kasta rendah. Arjuna bersama saudaranya lainnya menyamar sebagai Brahmana, ikut serta menghadiri sayembara tersebut. Arjuna sukses memanah ikan tepat sasaran dengan hanya melihat pantulan cerminannya di kolam, dan dia berhak mendapatkan Dropadi. Ketika para Pandawa pulang membawa Dropadi, mereka mengaku telah membawa sedekah. Kunti—ibu para Pandawa—yang sedang sibuk, menyuruh mereka untuk membagi rata apa yang sudah mereka dapatkan. Berlandaskan dengan apa yang dituturkan oleh Kunti, maka para Pandawa bersepakat untuk membagi Dropadi sebagai istri mereka. Mereka juga berjanji tidak akan mengganggu Dropadi ketika sedang bermesraan di kamar bersama dengan salah satu dari Pandawa. Hukuman dari afal yang mengganggu adalah pembuangan selama satu tahun.

Perjalanan menjelajahi Bharatawarsha

Arjuna bertapa di gunung Himalaya untuk memperoleh senjata sakti penganugerahan dari

Arjuna dan Subadra. Lukisan India karya Raja Ravi Varma.

Pada suatu hari, ketika Pandawa sedang memerintah kerajaannya di Indraprastha, seorang pendeta masuk ke istana dan melapor bahwa pertapaannya diganggu oleh para raksasa. Arjuna bergegas mengambil senjatanya, namun senjata tersebut disimpan di sebuah kamar tempat Yudistira dan Dropadi sedang menikmati malam mereka. Demi kewajibannya, Arjuna rela masuk kamar mengambil senjata, tanpa memedulikan Yudistira dan Dropadi yang sedang bermesraan di kamar. Atas afal tersebut, Arjuna dihukum untuk menjalani pembuangan selama satu tahun.

Arjuna menghabiskan masa pengasingannya dengan menjelajahi penjuru Bharatawarsha atau daratan India Lawas. Ketika sampai di sungai Gangga, Arjuna berjumpa dengan Ulupi, putri Naga Korawya dari istana naga atau Nagaloka. Arjuna terpikat dengan kecantikan Ulupi lalu menikah dengannya. Dari hasil perkawinannya, dia dikaruniai seorang putra yang diberi nama Irawan.[4] Setelah itu, dia melanjutkan perjalanannya menuju wilayah pegunungan Himalaya. Setelah mengunjungi sungai-sungai suci yang hadir di sana, dia berbelok ke selatan. Dia sampai di sebuah negeri yang bernama Manipura. Raja negeri tersebut bernama Citrasena. Dia memiliki seorang puteri yang sangat cantik bernama Citrānggadā. Arjuna jatuh cinta kepada putri tersebut dan berhasrat menikahinya, namun Citrasena mengajukan suatu syarat bahwa apabila putrinya tersebut melahirkan seorang putra, maka anak putrinya tersebut harus menjadi penerus tahta Manipura oleh karena Citrasena tidak memiliki seorang putra. Arjuna menyetujui syarat tersebut. Dari hasil perkawinannya, Arjuna dan Citrānggadā memiliki seorang putra yang diberi nama Babruwahana. Oleh karena Arjuna terikat dengan janjinya terdahulu, maka dia meninggalkan Citrānggadā setelah tinggal selama beberapa bulan di Manipura. Dia tidak mengajak istrinya pergi ke Hastinapura.[5]

Setelah meninggalkan Manipura, dia meneruskan perjalanannya menuju arah selatan. Dia sampai di lautan yang mengapit Bharatawarsha di sebelah selatan, setelah itu dia berbelok ke utara. Dia berlaku di sepanjang pantai Bharatawarsha bagian barat. Dalam pengembaraannya, Arjuna sampai di pantai Prabasa (Prabasatirta) yang terletak di tidak jauh Dwaraka, yang kini dikenal sebagai Gujarat. Di sana dia menyamar sebagai seorang pertapa untuk mendekati adinda Kresna yang bernama Subadra, tanpa dikenal oleh siapa pun. Atas perhatian dari Baladewa, Arjuna mendapat tempat peristirahatan yang layak di taman Subadra. Walaupun rencana untuk membiarkan dua pemuda tersebut tinggal bersama ditentang oleh Kresna, namun Baladewa meyakinkan bahwa peristiwa buruk tidak akan terjadi. Arjuna tinggal selama beberapa bulan di Dwaraka, dan Subadra telah melayani semua kebutuhannya selama itu. Ketika masa yang tepat tiba, Arjuna mencetuskan perasaan cintanya kepada Subadra. Pernyataan itu disambut oleh Subadra. Dengan kereta yang sudah disediakan oleh Kresna, mereka pergi ke Indraprastha untuk melangsungkan pernikahan.[6]

Baladewa marah setelah mendengar kabar bahwa Subadra telah kabur bersama Arjuna. Kresna meyakinkan bahwa Subadra pergi atas kemauannya sendiri, dan Subadra sendiri yang mengemudikan kereta menuju Indraprastha, bukan Arjuna. Kresna juga mengingatkan Baladewa bahwa dulu dia menolak untuk membiarkan kedua pasangan tersebut tinggal bersama, namun usulnya ditentang oleh Baladewa. Setelah Baladewa sadar, dia membuat keputusan untuk menyelenggarakan upacara pernikahan yang mewah untuk Arjuna dan Subadra di Indraprastha. Dia juga mengajak kaum Yadawa untuk ikut hadir di pesta pernikahan Arjuna-Subadra. Setelah pesta pernikahan berlaku, kaum Yadawa tinggal di Indraprastha selama beberapa hari, lalu pulang kembali ke Dwaraka, namun Kresna tidak ikut serta.[7]

Pembakaran hutan Kandawa

Arjuna bertapa di gunung Himalaya untuk memperoleh senjata sakti penganugerahan dari

Mayasura (kiri) menyanggupi permintaan Kresna untuk membangun sebuah istana megah untuk Yudistira di Kandawaprastha (kemudian berproses dan berubah nama menjadi Indraprastha).

Dalam bagian kesudahan Adiparwa diriwayatkan peristiwa pembakaran hutan Kandawa serta pertemuan Arjuna dengan arsitek bernama Mayasura. Kisah tersebut diawali dengan pokok isi kerangan pengembaraan Arjuna dan Kresna di tepi sungai Yamuna. Di tepi hutan tersebut terdapat hutan lebat yang bernama Kandawa. Di sana mereka berjumpa dengan Agni, dewa api. Agni bercakap bahwa hutan Kandawa seharusnya telah musnah dilalap api, namun Indra selalu menurunkan hujannya untuk melindungi sahabatnya yang bernama Taksaka, yang hidup di hutan tersebut. Maka, Agni memohon agar Kresna dan Arjuna bersedia membantunya menghancurkan hutan Kandawa. Kresna dan Arjuna bersedia membantu Agni, namun terlebih dahulu mereka rindu agar Agni menyediakan senjata kuat untuk mereka berdua untuk menghalau gangguan yang akan muncul. Pengahabisan Agni memanggil Baruna, dewa lautan. Baruna memberikan busur suci bernama Gandiwa, kereta perang dengan empat kuda dihias bendera berlambang monyet, serta tabung mengandung anak panah dengan jumlah tak terbatas kepada Arjuna.[8] Untuk Kresna, Baruna memberikan Cakra Sudarsana. Dengan senjata tersebut, mereka berdua menjaga agar Agni mampu melalap hutan Kandawa sampai habis.[9]

Dalam babak pembakaran hutan Kandawa, Arjuna menyelamatkan seorang asura yang bijak merancang kontruksi, namanya Mayasura.[9] Sebagai balas budi, Mayasura berjanji bahwa dia akan membangun sebuah istana untuk Yudistira, kakak Arjuna. Oleh karena Mayasura adalah arsitek yang cekatan, maka adalah hal yang remeh untuknya untuk membangun balairung besar sekaligus istana megah untuk para Pandawa di Indraprastha.[10] Pembangunan istana megah tersebut mengawali jilid kedua Mahabharata yang berjudul Sabhaparwa. Dalam buku tersebut diceritakan bahwa demi merebut kekayaan para Pandawa, Duryodana menantang mereka memperagakan permainan dadu dengan taruhan harta masing-masing. Pada kesudahannya para Pandawa kalah, dan riwayat mereka selanjutnya diceritakan dalam Wanaparwa.

Pertapaan Arjuna

Dalam kitab Wanaparwa diriwayatkan perihal berlakunya setelah para Pandawa—yang dipimpin Yudistira—kalah memperagakan permainan dadu melawan para Korawa yang dipimpin Duryodana. Berlandaskan ketentuan permainan tersebut, maka para Pandawa beserta Dropadi mengasingkan diri ke hutan (wana dalam bhs. Sanskerta). Kesempatan tersebut dimanfaatkan oleh Arjuna untuk bertapa demi memperoleh kesaktian dalam peperangan melawan para sepupunya. Arjuna memilih lokasi bertapa di gunung Indrakila. Dalam usahanya, dia diuji oleh tujuh bidadari yang dipimpin oleh Supraba, namun keteguhan hati Arjuna mampu melawan beragam godaan yang diberikan oleh para bidadari. Para bidadari yang kesal kembali ke kahyangan, dan melaporkan kegagalan mereka kepada Indra. Indra turun di tempat Arjuna bertapa sambil menyamar sebagai seorang pendeta. Dia menanyakan tujuan Arjuna melaksanakan tapa di gunung Indrakila. Arjuna menjawab bahwa dia bertapa demi memperoleh kekuatan untuk mengurangi penderitaan rakyat, serta untuk menaklukkan musuh-musuhnya, terutama para Korawa yang selalu bersikap jahat terhadap para Pandawa. Setelah mendengar penjelasan dari Arjuna, Indra menampakkan wujudnya yang sebenarnya. Dia memberikan anugerah kepada Arjuna berupa senjata sakti.

Setelah mendapat anugerah dari Dewa Indra, Arjuna memperkuat tapanya ke depan Dewa Siwa. Siwa yang terkesan dengan tapa Arjuna pengahabisan mengirimkan seekor babi hutan berukuran mulia. Dia menyeruduk gunung Indrakila sampai bergetar. Hal tersebut membuat Arjuna terbangun dari tapanya. Karena dia melihat seekor babi hutan sedang mengganggu tapanya, maka dia segera melepaskan anak panahnya untuk membunuh babi tersebut. Di masa yang bersamaan, Siwa datang dan menyamar sebagai pemburu, ikut melepaskan anak panah ke arah babi hutan yang dipanah oleh Arjuna. Karena kesaktian dewa, kedua anak panah yang menancap di tubuh babi hutan itu menjadi satu. Pertengkaran hebat terjadi selang Arjuna dan Siwa yang menyamar menjadi pemburu. Mereka sama-sama mengaku telah membunuh babi hutan siluman, namun hanya satu anak panah saja yang menancap, bukan dua. Maka dari itu, Arjuna berpikir bahwa si pemburu telah mengklaim sesuatu yang sebenarnya menjadi hak Arjuna. Setelah adu mulut, mereka berdua berkelahi. Masa Arjuna menujukan agresinya kepada si pemburu, tiba-tiba orang itu menghilang dan menampakkan wujud aslinya sebagai Siwa. Arjuna rindu maaf karena dia telah berani melaksanakan tantangan. Siwa tidak marah kepada Arjuna, justru sebaliknya dia merasa kagum. Atas keberaniannya, Dewa Siwa memberi anugerah berupa panah sakti bernama pasupati.

Setelah menerima senjata pasupati, Arjuna dijemput oleh para penghuni kahyangan untuk menuju kediaman Indra, raja para dewa. Di sana Arjuna menghabiskan waktu selama beberapa tahun. Di sana pula Arjuna berjumpa dengan bidadari Urwasi. Karena Arjuna tidak mau menikahi bidadari Urwasi, maka Urwasi mengutuk Arjuna agar kelak menjadi banci (peran Arjuna sebagai banci diceritakan sebagai dalam buku Wirataparwa). Kutukan itu dimanfaatkan oleh Arjuna pada masa para Pandawa menyelesaikan hukuman pembuangan mereka dalam hutan. Setelah menyelesaikan hukuman pembuangan, Pandawa beserta Dropadi berlindung di kerajaan Wirata. Berlandaskan dengan akad yang sah—sebagai dampak kekalahan masa memperagakan permainan dadu—maka para Pandawa beserta Dropadi harus hidup dalam penyamaran selama satu tahun. Maka dari itu, para Pandawa beserta Dropadi harus menyembunyikan identitas asli mereka dan hidup sebagai orang lain. Di sana Arjuna menyamar sebagai guru tari yang banci, dengan nama samaran Brihanala.[11] Walaupun demikian, Arjuna telah sukses membantu putra mahkota kerajaan Wirata, yaitu pangeran Utara, dengan menghalau musuh yang berhasrat menyerbu kerajaan Wirata.

Persiapan perang

Arjuna bertapa di gunung Himalaya untuk memperoleh senjata sakti penganugerahan dari

Arjuna memilih Kresna daripada tentara Kresna. Lukisan dari Himachal Pradesh, sekitar kesudahan ratus tahun ke-18.

Arjuna bertapa di gunung Himalaya untuk memperoleh senjata sakti penganugerahan dari

Arjuna melepaskan panah saktinya untuk memenggal kepala Jayadrata ketika bertempur di Kurukshetra. Ilustrasi dari Mahabharata terbitan Gorakhpur Geeta Press, ditulis ulang oleh Ramanarayanadatta Astri.

Setelah menjalani masa pembuangan selama 13 tahun dan masa penyamaran selama setahun, para Pandawa mau memperoleh kembali kerajaannya. Namun hak mereka tidak diterima dengan tegas oleh Duryodana, bahkan dia menantang untuk bertempur. Demi kerajaannya, para Pandawa setuju untuk melaksanakan perang. Sebelum perang terjadi, Kresna melaksanakan misi perdamaian, namun gagal. Kesudahannya Kresna setuju untuk terlibat dalam perang, namun dengan tidak membawa senjata. Dia mau salah satu pihak memilih tentaranya, sedangkan pihak lainnya memilihnya sebagai penasihat. Arjuna yang mewakili Pandawa semakin memilih kehadiran Kresna sebagai penasihat, sementara Duryodana yang mewakili Korawa semakin memilih pasukan Kresna.

Arjuna menerima Bhagawadgita

Dalam Mahabharata, peran Kresna sebagai kusir bermakna pemandu atau penunjuk jalan, yaitu memandu Arjuna melewati segala kebimbangan hatinya dan menunjukkan jalan kebenaran kepada Arjuna. Nasihat kebenaran yang diuraikan Kresna kepada Arjuna dinamakan Bhagawadgita. Hal itu berasal beberapa masa sebelum perang di Kurukshetra dimulai. Masa Arjuna melaksanakan inspeksi terhadap pasukannya, dia dilanda pergolakan batin ketika dia melihat kakeknya, guru mulianya, saudara sepupu, sahabat sepermainan, ipar, dan kerabatnya lainnya bersama-sama menjadi satu kumpulan di Kurukshetra untuk melaksanakan pembantaian besar-besaran. Arjuna menjadi tak tega untuk membunuh mereka semua. Dilanda oleh masalah batin, selang mana yang mempunyai dan mana yang salah, Arjuna bertekad untuk mengundurkan diri dari pertempuran.

Kresna yang adil hati, setelah melihat kawan-kawan dan sanak keluarga di depan saya, dengan semangat untuk bertempur seperti itu, saya merasa anggota-anggota badan saya gemetar dan mulut saya terasa kering..... (Bhagawadgita, I:28)

Kita akan diduduki dosa jika membunuh penyerang seperti itu. Karena itu, tidak pantas sekiranya kita membunuh para putra Drestarastra dan kawan-kawan kita. O Kresna, suami Dewi Laksmi, apa keuntungannya untuk kita, dan bagaimana mungkin kita berbahagia dengan membunuh sanak keluarga kita sendiri? (Bhagawadgita, I:36)

Untuk mengatasi kebimbangan Arjuna, Kresna menguraikan ajaran-ajaran kebenaran agar semua keraguan di hati Arjuna sirna. Kresna menjelaskan apa yang sepantasnya diterapkan Arjuna sebagai kewajibannya di area perang. Selain itu Kresna menunjukkan wujud semestanya kepada Arjuna. Nasihat kebenaran yang dijabarkan Kresna tersebut dikenal sebagai Bhagawadgita. Kitab Bhagawadgita yang sebenarnya adalah suatu bagian dari Bhismaparwa, menjadi kitab tersendiri yang sangat terkenal dalam nasihat Hindu, karena dianggap adalah intisari dari ajaran-ajaran Weda.

Arjuna dalam Bharatayuddha

Dalam pertempuran di Kurukshetra, atau Bharatayuddha, Arjuna bertarung dengan para kesatria dari pihak Korawa, dan tidak jarang dia membunuh mereka, termasuk panglima mulia pihak Korawa yaitu Bisma. Di awal pertempuran, Arjuna sedang dibayangi oleh kasih sayang Bisma sehingga dia sedang segan untuk membunuhnya. Hal itu membuat Kresna marah berkali-kali, dan Arjuna berjanji bahwa kelak dia akan mengakhiri nyawa Bisma. Pada pertempuran di hari kesepuluh, Arjuna sukses membunuh Bisma, dan usaha tersebut diterapkan atas bantuan dari Srikandi. Setelah Abimanyu putra Arjuna gugur pada hari ketiga belas, Arjuna bertarung dengan Jayadrata untuk membalas dendam atas kematian putranya. Pertarungan selang Arjuna dan Jayadrata diakhiri menjelang senja hari, dengan bantuan dari Kresna.

Pada pertempuran di hari ketujuh belas, Arjuna terlibat dalam duel sengit melawan Karna. Ketika panah Karna melesat menuju kepala Arjuna, Kresna menekan kereta Arjuna ke dalam tanah dengan kekuatan saktinya sehingga panah Karna meleset beberapa inci dari kepala Arjuna. Masa Arjuna menyerang Karna kembali, kereta Karna terperosok ke dalam lubang (karena sebuah kutukan). Karna turun untuk mengangkat kembali keretanya yang terperosok. Salya, kusir keretanya, menolak untuk membantunya. Karena mematuhi etika peperangan, Arjuna menghentikan penyerangannya bila kereta Karna belum sukses ditinggikan. Pada masa itulah Kresna mengingatkan Arjuna atas kematian Abimanyu, yang terbunuh dalam kondisi tanpa senjata dan tanpa kereta. Dilanda oleh pergolakan batin, Arjuna melepaskan panah Rudra yang mematikan ke kepala Karna. Senjata itu memenggal kepala Karna.

Kehidupan setelah Bharatayuddha

Arjuna bertapa di gunung Himalaya untuk memperoleh senjata sakti penganugerahan dari

Pertemuan kembali Arjuna dengan Babruwahana. Ilustrasi dari Mahabharata terbitan Gorakhpur Geeta Press, ditulis ulang oleh Ramanarayanadatta Astri.

Tak lama setelah Bharatayuddha kesudahannya, Yudistira ditinggikan menjadi Raja Kuru dengan pusat pemerintahan di Hastinapura. Untuk menengakkan dharma di seluruh Bharatawarsha, sekaligus menaklukkan para raja kejam dengan pemerintahan tiran, maka Yudistira menyelenggarakan Aswamedha-yadnya. Upacara tersebut diterapkan dengan melepaskan seekor kuda dan kuda itu didampingi oleh Arjuna beserta para prajurit. Kawasan yang dilalui oleh kuda tersebut menjadi wilayah Kerajaan Kuru. Ketika Arjuna sampai di Manipura, dia berjumpa dengan Babruwahana, putra Arjuna yang tidak pernah melihat wajah ayahnya semenjak kecil. Babruwahana bertarung dengan Arjuna, dan sukses membunuhnya. Ketika Babruwahana mengetahui hal yang sebenarnya, dia sangat menyesal. Atas bantuan Ulupi dari negeri Naga, Arjuna hidup kembali.

Tiga puluh enam tahun setelah Bharatayuddha kesudahannya, Dinasti Yadu musnah di Prabhasatirtha karena perang saudara. Kresna dan Baladewa, yang konon adalah kesatria sangat sakti dalam dinasti tersebut, ikut tewas namun tidak dalam waktu yang bersamaan. Setelah berita kehancuran itu disampaikan oleh Daruka, Arjuna datang ke kerajaan Dwaraka untuk menjemput para wanita dan anak-anak. Sesampainya di Dwaraka, Arjuna melihat bahwa kota gemerlap tersebut telah sepi. Basudewa yang sedang hidup, tampak terkulai lemas dan pengahabisan wafat di mata Arjuna. Berlandaskan dengan amanat yang dilepaskan Kresna, Arjuna mengajak para wanita dan anak-anak untuk mengungsi ke Kurukshetra. Dalam perjalanan, mereka diserang oleh segerombolan perampok. Arjuna berupaya untuk menghalau serbuan tersebut, namun kekuatannya menghilang pada masa dia sangat membutuhkannya. Dengan sedikit pengungsi dan sisa harta yang sedang bisa diselamatkan, Arjuna menyebar mereka di wilayah Kurukshetra.

Setelah Arjuna sukses menjalankan misinya untuk menyelamatkan sisa penghuni Dwaraka, dia pergi menemui Resi Byasa demi memperoleh ajar. Arjuna mengadu kepada Byasa bahwa kekuatannya menghilang pada masa dia sangat membutuhkannya. Byasa yang bijak sadar bahwa itu semua adalah takdir Tuhan. Byasa menyarankan bahwa sudah selayaknya para Pandawa meninggalkan kehidupan duniawi. Setelah mendapat nasihat dari Byasa, para Pandawa spakat untuk melaksanakan perjalanan suci menjelajahi Bharatawarsha.

Perjalanan terakhir dan kematian

Perjalanan terakhir yang diterapkan oleh para Pandawa diceritakan dalam kitab Prasthanikaparwa atau Mahaprasthanikaparwa. Dalam perjalanan sucinya, para Pandawa dihadang oleh api yang sangat mulia, yaitu Agni. Dia rindu Arjuna agar senjata Gandiwa beserta tabung anak panahnya yang tak pernah habis dikembalikan kepada Baruna, sebab tugas Nara sebagai Arjuna sudah kesudahannya di 100 tahun Dwaparayuga tersebut. Dengan berat hati, Arjuna melemparkan senjata saktinya ke lautan, ke kediaman Baruna. Setelah itu, Agni hilang dari depannya dan para Pandawa melanjutkan perjalanannya. Ketika para Pandawa serta istrinya memilih untuk mendaki gunung Himalaya sebagai tujuan kesudahan perjalanan mereka, Arjuna gugur di tengah perjalanan setelah kematian Nakula, Sahadewa, dan Dropadi.

Adaptasi dalam norma budaya istiadat Indonesia

Arjuna bertapa di gunung Himalaya untuk memperoleh senjata sakti penganugerahan dari

Arjuna versi wayang Bali.

Di Nusantara, tokoh Arjuna juga dikenal dan sudah terkenal dari dahulu kala. Arjuna terutama menjadi populer di kawasan Jawa, Bali, Madura, dan Lombok. Di Jawa dan pengahabisan di Bali, Arjuna menjadi tokoh utama dalam beberapa kakawin, seperti misalnya Kakawin Arjunawiwāha, Kakawin Pārthayajña, dan Kakawin Pārthāyana (juga dikenal dengan nama Kakawin Subhadrawiwāha. Selain itu Arjuna juga didapatkan dalam beberapa relief candi di pulau Jawa misalkan candi Surowono.

Arjuna dalam pewayangan Jawa

Arjuna bertapa di gunung Himalaya untuk memperoleh senjata sakti penganugerahan dari

Arjuna versi wayang Jawa.

Arjuna bertapa di gunung Himalaya untuk memperoleh senjata sakti penganugerahan dari

Wayang kulit Arjuna yang diberi warna.

Arjuna adalah seorang tokoh ternama dalam alam pewayangan dalam adat Jawa Baru. Beberapa ciri khas Arjuna versi pewayangan mungkin berlainan dengan ciri khas Arjuna dalam kitab Mahābhārata versi India dengan bahasa Sanskerta. Dalam alam pewayangan, Arjuna digambarkan sebagai seorang kesatria yang gemar berkelana, bertapa, dan berguru. Selain menjadi murid Resi Drona di Padepokan Sukalima, dia juga menjadi murid Resi Padmanaba dari Pertapaan Untarayana. Arjuna pernah menjadi brahmana di Goa Mintaraga, bergelar Bagawan Ciptaning. Dia menjadi kesatria unggulan para dewa untuk membinasakan Prabu Niwatakawaca, raja raksasa dari negara Manimantaka. Atas afal yang bergunanya itu, Arjuna dinobatkan sebagai raja di Kahyangan Dewa Indra, bergelar Prabu Karitin. dan mendapat anugrah pusaka-pusaka sakti dari para dewa, selang lain: Gendewa (dari Bhatara Indra), Panah Ardadadali (dari Bhatara Kuwera), Panah Cundamanik (dari Bhatara Narada). Setelah perang Bharatayuddha, Arjuna menjadi raja di Negara Banakeling, bekas kerajaan Jayadrata.

Arjuna memiliki sifat cerdik dan bijak, pendiam, teliti, sopan-santun, berani dan suka melindungi yang lemah. Dia memimpin Kadipaten Madukara, dalam wilayah negara Amarta. Dia adalah petarung tanpa tanding di area laga, meski bertubuh ramping berparas rupawan sebagaimana seorang dara, berhati lembut meski berkemauan baja, kesatria dengan segudang istri dan kekasih meski mampu melaksanakan tapa yang sangat berat, seorang kesatria dengan kesetiaan terhadap keluarga yang mendalam tapi pengahabisan mampu memaksa dirinya sendiri untuk membunuh saudara tirinya. Untuk generasi tua Jawa, dia adalah perwujudan lelaki seutuhnya. Sangat berlainan dengan Yudistira, dia sangat menikmati hidup di alam. Petualangan cintanya senantiasa memukau orang Jawa, tetapi secara jarang hadir dia sepenuhnya berlainan dengan Don Juan yang selalu mengejar wanita. Konon Arjuna begitu halus dan tampan sosoknya sehingga para puteri begitu, juga para dayang, akan segera menawarkan diri mereka. Merekalah yang mendapat kehormatan, bukan Arjuna. Dia sangat berlainan dengan Wrekudara. Dia menampilkan keanggunan tubuh dan kelembutan hati yang begitu dihargai oleh orang Jawa beragam generasi.

Arjuna juga memiliki pusaka-pusaka sakti lainnya, atara lain: Keris Kiai Kalanadah diberikan pada Gatotkaca masa mempersunting Dewi Pergiwa (putra Arjuna), Panah Sangkali (dari Resi Drona), Panah Candranila, Panah Sirsha, Panah Kiai Sarotama, Panah Pasupati (dari Batara Guru), Panah Naracabala, Panah Ardhadhedhali, Keris Kiai Baruna, Keris Pulanggeni (diberikan pada Abimanyu), Terompet Dewanata, Cupu mengandung minyak Jayengkaton (pemberian Bagawan Wilawuk dari pertapaan Pringcendani) dan Kuda Ciptawilaha dengan Cambuk Kiai Pamuk. Sedangkan ajian yang dimiliki Arjuna selang lain: Panglimunan, Tunggengmaya, Sepiangin, Mayabumi, Pengasih dan Asmaragama. Arjuna juga memiliki pakaian yang melambangkan kebesaran, yaitu Kampuh atau Kain Limarsawo, Ikat Pinggang Limarkatanggi, Gelung Minangkara, Kalung Candrakanta dan Cincin Mustika Ampal (dahulunya milik Prabu Ekalaya, raja negara Paranggelung).

Istri dan keturunan

Dalam Mahabharata versi pewayangan Jawa, Arjuna mempunyai berlebihan istri,itu semua sebagai simbol penghargaan atas afal yang bergunanya ataupun atas keuletannya yang selalu berguru kepada banyak pertapa. Berikut beberapa kecil istri dan anak-anaknya:

  1. Dewi Subadra, berputra Raden Abimanyu
  2. Dewi Sulastri, berputra Raden Sumitra
  3. Dewi Larasati, berputra Raden Bratalaras
  4. Dewi Ulupi atau Palupi, berputra Bambang Irawan
  5. Dewi Jimambang, berputra Kumaladewa dan Kumalasakti
  6. Dewi Ratri, berputra Bambang Wijanarka
  7. Dewi Dresanala, berputra Raden Wisanggeni
  8. Dewi Wilutama, berputra Bambang Wilugangga
  9. Dewi Manuhara, berputra Endang Pregiwa dan Endang Pregiwati
  10. Dewi Supraba, berputra Raden Prabakusuma
  11. Dewi Antakawulan, berputra Bambang Antakadewa
  12. Dewi Juwitaningrat, berputra Bambang Sumbada
  13. Dewi Maheswara
  14. Dewi Retno Kasimpar
  15. Dewi Dyah Sarimaya
  16. Dewi Srikandi

Nama lain dan julukan

Dalam wiracarita Mahabharata versi nusantara, Arjuna memiliki banyak nama lain dan nama julukan, selang lain: Parta (pahlawan perang), Janaka (memiliki banyak istri), Pemadi (tampan), Dananjaya, Kumbaljali, Ciptaning Mintaraga (pendeta suci), Pandusiwi, Indratanaya (putra Batara Indra), Jahnawi (gesit trengginas), Palguna, Indrasuta, Danasmara (perayu ulung) dan Margana (suka menolong) "Begawan Mintaraga" adalah nama yang dipergunakan oleh Arjuna masa menjalani laku tapa di puncak Indrakila dalam rangka memperoleh senjata sakti dari dewata, yang akan dipergunakan dalam perang yang tak terhindarkan melawan musuh-musuhnya, yaitu keluarga Korawa.

Lihat pula

  • Panca Pandawa
  • Silsilah Arjuna
  • Mahabharata

Referensi

  1. ^ Kapoor, edited by Subodh (2002). The Indian encyclopaedia: Biographical, Historical, Religious, Administrative, Ethnological, Commercial and Scientific (ed. 1). New Delhi: Cosmo Publications. hlm. 1927. ISBN 9788177552577. 
  2. ^ Sarma, Bharadvaja (2008). Vyasa's Mahabharatam in Eighteen Parvas: The Great Epic of India in Summary Translation. Kolkata, India: Academic Publishers. hlm. 372. ISBN 9788189781682. 
  3. ^ The Mahabharata, Book 1 of 18: Adi Parva. Forgotten Books. hlm. 513–515. ISBN 9781605066110. 
  4. ^ Menon, [translated by] Ramesh (2006). The Mahabharata: A Modern Rendering. New York: iUniverse, Inc. hlm. 266. ISBN 9780595401871. 
  5. ^ Ganguli, Kisari Mohan. "Haranaharanaparwa, Section 223". The Mahabharata of Krishna-Dwaipayana Vyasa. 
  6. ^ Ganguli, Kisari Mohan. "Subhadraharanaparwa, Section 222". The Mahabharata of Krishna-Dwaipayana Vyasa. 
  7. ^ Menon, [translated by] Ramesh (2006). The Mahabharata : a modern rendering. New York: iUniverse, Inc. hlm. 302–304. ISBN 9780595401871. 
  8. ^ a b Mahabharata of Krishna-Dwaipayana Vyasa. Teddington, Middlesex: The Echo Library. 2008. hlm. 518–520. ISBN 9781406870459. 
  9. ^ Verma, retold by Virendra; Verma, Shanti (1989). The Mahābhārata : (the great epic of ancient India). New Delhi: Pitambar Pub. Co. hlm. 28. ISBN 9788120907324. 
  10. ^ Kapoor, edited by Subodh (2002). The Indian Encyclopaedia: Biographical, Historical, Religious, Administrative, Ethnological, Commercial and Scientific (ed. 1st ed.). New Delhi: Cosmo Publications. hlm. 4462. ISBN 9788177552577. 

Tautan luar

  • (Inggris) Mythfolklore.net India: Arjuna — tokoh dari Mitologi Hindu India

edunitas.com


Page 4

Arjuna (Dewanagari: अर्जुन; ,IAST: Arjuna, अर्जुन) adalah nama seorang tokoh protagonis dalam wiracarita Mahabharata. Dia dikenal sebagai bagian Pandawa yang berparas menawan dan berhati lemah lembut. Dalam Mahabharata diriwayatkan bahwa dia adalah putra Prabu Pandu, raja di Hastinapura dengan Kunti atau Perta, putri Prabu Surasena, raja Wangsa Yadawa di Mathura. Mahabharata mendeskripsikan Arjuna sebagai sahabat dekat Kresna, yang dinamakan dalam kitab Purana sebagai awatara (penjelmaan) Dewa Wisnu. Hubungan selang Arjuna dan Kresna sangat erat, sehingga Arjuna rindu kesediaannya sebagai penasihat sekaligus kusir kereta Arjuna masa perang selang Pandawa dan Korawa berkecamuk (Bharatayuddha). Diskusi selang Kresna dan Arjuna sebelum perang Bharatayuddha berlaku terangkum dalam suatu kitab tersendiri yang dinamakan Bhagawadgita, yang secara garis mulia mengandung wejangan suci yang disampaikan oleh Kresna karena Arjuna merasakan keragu-raguan sebagai menunaikan kewajibannya sebagai seorang kesatria di ajang perang.

Etimologi dan nama lain

Dalam bahasa Sanskerta, secara harfiah kata Arjuna berfaedah "bersinar terang", "putih" , "bersih". Diamankan dari maknanya, kata Arjuna dapat berfaedah "jujur di dalam wajah dan pikiran". Masa Arjuna menjalani masa penyamaran (tercatat dalam kitab Wirataparwa), dia berperan sebagai pelatih tari di keraton Raja Wirata, dan bersedia menjadi kusir kereta Pangeran Utara masa terjadi invasi Kerajaan Kuru. Sebagai meyakinkan sang pangeran bahwa dia adalah Arjuna putra Pandu yang sedang menyamar, karenanya Arjuna membeberkan sepuluh namanya:[2][3]

  • Arjuna (अर्जुन Arjuna): yang tak ternoda dan bersinar keperakan.
  • Palguna (फल्गुन Phalguna): yang lahir ketika bintang Uttarā Phālgunī berada di zenith.
  • Jisnu (जिष्णु Jiṣṇu): yang hebat ketika marah.
  • Kiriti (किरीटिं Kirīṭin): yang bermahkota indah (kiriti) pemberian Dewa Indra.
  • Swetawahana (श्वेतवाहन Śvetavāhana): yang memiliki wahana berwarna putih.
  • Bibatsu (बिभत्सुः Bibhatsuḥ): yang tidak pernah bertarung secara curang.
  • Wijaya (विजय Vijaya): yang berjaya, merujuk kepada prestasi Arjuna yang selalu memenangkan pertempuran yang dihadapinya.
  • Parta (पार्थ Pārtha): matronim dari Perta, secara harfiah berfaedah "anak Perta" (nama lain Kunti).
  • Sawyasaci (सव्यसाचिं Savyasācin): yang dapat menggunakan kedua tangannya sebagai menembakkan anah panah.
  • Dananjaya (धनंजय Dhanaṅjaya): yang bijak menguasai busur panah (dhanu).

Di samping nama lain Arjuna yang diceritakan dalam Wirataparwa, hadir sebanyak nama lain yang ditemui dalam kitab Bhagawadgita yang adalah bagian dari Bhismaparwa. Beberapa nama lain yang bisa ditemui yaitu sebagai berikut:

  • Anaga (अनघ Anagha): yang tak tercela.
  • Barata (भारत Bhārata): keturunan Bhārata.
  • Baratasresta (भारतश्रेष्ठ Bhārataśreṣṭha): keturunan Bharata yang terbaik.
  • Baratasatama (भारतसत्तम Bhāratasattama): keturunan Bharata yang utama.
  • Baratasaba (भारतशभा Bhārataśabhā): keturunan Bharata yang mulia.
  • Gandiwi (गन्दीवि Gandīvi): pemilik Gandiwa (busur panah sakti).
  • Gudakesa (गुदकेश Gudakeśa): penakluk rasa kantuk.
  • Kapidwaja (कपिध्वज Kapidhwaja): yang memakai panji berlambang monyet.
  • Kurunandana (कुरुनन्दन Kurunandana): putra kesayangan wangsa Kuru.
  • Kuruprawira (कुरुप्रविर Kurupravīra): perwira wangsa Kuru.
  • Kurusatama (कुरुसत्तम Kurusattama): keturunan wangsa Kuru yang utama.
  • Kurusresta (कुरुश्रेष्ठ Kuruśreṣṭha): keturunan wangsa Kuru yang terbaik.
  • Mahabahu (महाबाहु Mahābāhu): yang berlengan perkasa.
  • Parantapa (परंतप Paraṃtapa): penakluk musuh.
  • Purusaresaba (पुरुषऋषभा Puruṣaṛṣabhā): yang terbaik di selang manusia.

Kelahiran

Dalam Mahabharata diceritakan bahwa Prabu Pandu tidak dapat melanjutkan keturunan karena dikutuk oleh seorang resi. Kunti—istri pertamanya—menerima anugerah dari Resi Durwasa sehingga bisa memanggil dewa berlandaskan dengan keinginannya, dan juga bisa memperoleh anugerah dari dewa yang dipanggilnya. Pandu dan Kunti memanfaatkan anugerah tersebut sebagai memanggil Dewa Yama (Dharmaraja; Yamadipati), Bayu (Maruta), dan Indra (Sakra) yang pengahabisan memberi mereka tiga putra. Arjuna adalah putra ketiga, lahir dari Indra, pimpinan para Dewa. Dia lahir di lereng gunung Himawan, di sebuah tempat yang dinamakan Satsringa pada hari masa bintang Utara Phalguna tampak di zenith.

Masa muda dan pendidikan

Arjuna bertapa di gunung Himalaya untuk memperoleh senjata sakti penganugerahan dari

Drona menguji kemampuan memanah murid-muridnya. Ilustrasi dari Mahabharata terbitan Gorakhpur Geeta Press.

Arjuna dididik bersama dengan saudara-saudaranya lainnya (para Pandawa dan Korawa) oleh Drona. Kemahirannya dalam ilmu memanah sudah tampak senjak kecil. Pada usia muda dia mendapat gelar Maharathi atau "kesatria terkemuka". Dalam suatu ujian, Drona meletakkan burung kayu pada pohon, lalu menyuruh muridnya satu-persatu sebagai membidik burung tersebut, pengahabisan menanyakan apa saja yang sudah mereka lihat. Banyak murid yang menjawab bahwa mereka melihat pohon, cabang, ranting, dan segala sesuatu yang dekat dengan burung tersebut, termasuk burung itu sendiri. Ketika tiba giliran Arjuna sebagai membidik, Drona menanyakan apa yang diamankannya. Arjuna menjawab bahwa dia hanya melihat burung saja, tidak melihat benda lainnyanya. Hal itu membuat Drona kagum dan meyakinkannya bahwa Arjuna sudah pintar.

Pada suatu hari, ketika Drona sedang mandi di sungai Gangga, seekor buaya datang mengigitnya. Drona bisa membebaskan dirinya dengan mudah, namun karena mau menguji keberanian murid-muridnya karenanya dia berteriak rindu tolong. Di selang murid-muridnya, hanya Arjuna yang datang memberi bantuan. Dengan panahnya, dia membunuh buaya yang menggigit gurunya. Atas pengabdian Arjuna, Drona memberikan sebuah astra yang bernama Brahmasirsa. Drona juga mengajarkan kepada Arjuna tentang perkara memanggil dan menarik astra tersebut. Menurut Mahabharata, Brahmasirsa hanya bisa ditujukan kepada dewa, raksasa, setan jahat, dan makhluk sakti yang berbuat jahat, agar dampaknya tidak berbahaya.

Arjuna memperoleh Dropadi

Arjuna bertapa di gunung Himalaya untuk memperoleh senjata sakti penganugerahan dari

Ilustrasi sayembara memperebutkan Dropadi di Kerajaan Panchala.

Dalam Adiparwa diceritakan bahwa Duryodana—salah satu Korawa—menganjurkan agar Pandawa beserta ibunya (Kunti) berlibur di suatu rumah di luar kerajaan. Sesungguhnya Duryodana telah mempersiapkan agar rumah tersebut bisa terbakar dengan mudah, karena dia membenci para Pandawa, terutama Bima. Widura, paman para Pandawa dan Korawa yang waspada rindu agar para Pandawa berjaga-jaga dan mempersiapkan perkara sebagai menghadapi kemungkinan buruk yang bisa terjadi. Masa para Pandawa menginap, Purocana, pesuruh Duryodana membakar rumah tersebut. Para Pandawa beserta ibunya berhasil lolos melewati terowongan yang telah digali sebelumnya. Mereka melarikan diri ke tengah hutan dan menumpang di rumah penduduk sekitar.

Pada suatu ketika, sekelompok brahmana berkumpul di tempat para Pandawa melarikan diri. Mereka membicarakan sebuah sayembara yang akan disediakan di Kerajaan Panchala. Para Pandawa datang ke tempat sayembara dengan menyamar sebagai kaum brahmana. Raja Drupada dari Panchala menyelenggarakan sayembara sebagai memperoleh Dropadi, putrinya. Sebuah ikan kayu ditaruh di atas kubah balairung, dan di bawahnya terdapat kolam yang memantulkan cerminan ikan yang berada di atas. Aturan menyebutkan bahwa siapa pun yang berhasil memanah ikan tersebut dengan hanya melihat pantulannya di kolam, karenanya dia berhak memperoleh Dropadi.

Beragam kesatria mencoba menerapkannya, namun tidak berhasil. Ketika Karna yang hadir pada masa itu ikut mencoba, dia berhasil memanah ikan tersebut dengan baik. Namun dia tidak diterima oleh Dropadi dengan alasan Karna lahir di kasta rendah. Arjuna bersama saudaranya lainnya menyamar sebagai Brahmana, ikut serta menghadiri sayembara tersebut. Arjuna berhasil memanah ikan tepat sasaran dengan hanya melihat pantulan cerminannya di kolam, dan dia berhak memperoleh Dropadi. Ketika para Pandawa pulang membawa Dropadi, mereka mengaku telah membawa sedekah. Kunti—ibu para Pandawa—yang sedang sibuk, menyuruh mereka sebagai membagi rata apa yang sudah mereka dapatkan. Berlandaskan dengan apa yang dituturkan oleh Kunti, karenanya para Pandawa bersepakat sebagai membagi Dropadi sebagai istri mereka. Mereka juga berjanji tidak akan mengganggu Dropadi ketika sedang bermesraan di kamar bersama dengan salah satu dari Pandawa. Hukuman dari afal yang mengganggu adalah pembuangan selama satu tahun.

Perjalanan menjelajahi Bharatawarsha

Arjuna bertapa di gunung Himalaya untuk memperoleh senjata sakti penganugerahan dari

Arjuna dan Subadra. Lukisan India karya Raja Ravi Varma.

Pada suatu hari, ketika Pandawa sedang memerintah kerajaannya di Indraprastha, seorang pendeta masuk ke istana dan melapor bahwa pertapaannya diganggu oleh para raksasa. Arjuna bergegas mengambil senjatanya, namun senjata tersebut disimpan di sebuah kamar tempat Yudistira dan Dropadi sedang menikmati malam mereka. Demi kewajibannya, Arjuna rela masuk kamar mengambil senjata, tanpa memedulikan Yudistira dan Dropadi yang sedang bermesraan di kamar. Atas afal tersebut, Arjuna dihukum sebagai menjalani pembuangan selama satu tahun.

Arjuna menghabiskan masa pengasingannya dengan menjelajahi penjuru Bharatawarsha atau daratan India Lawas. Ketika sampai di sungai Gangga, Arjuna berjumpa dengan Ulupi, putri Naga Korawya dari istana naga atau Nagaloka. Arjuna terpikat dengan kecantikan Ulupi lalu menikah dengannya. Dari hasil perkawinannya, dia dikaruniai seorang putra yang diberi nama Irawan.[4] Setelah itu, dia melanjutkan perjalanannya menuju wilayah pegunungan Himalaya. Setelah mengunjungi sungai-sungai suci yang hadir di sana, dia berbelok ke selatan. Dia sampai di sebuah negeri yang bernama Manipura. Raja negeri tersebut bernama Citrasena. Dia memiliki seorang puteri yang sangat cantik bernama Citrānggadā. Arjuna jatuh cinta kepada putri tersebut dan berhasrat menikahinya, namun Citrasena mengajukan suatu syarat bahwa apabila putrinya tersebut melahirkan seorang putra, karenanya anak putrinya tersebut harus menjadi penerus tahta Manipura oleh karena Citrasena tidak memiliki seorang putra. Arjuna menyetujui syarat tersebut. Dari hasil perkawinannya, Arjuna dan Citrānggadā memiliki seorang putra yang diberi nama Babruwahana. Oleh karena Arjuna terikat dengan janjinya terdahulu, karenanya dia meninggalkan Citrānggadā setelah tinggal selama beberapa bulan di Manipura. Dia tidak mengajak istrinya pergi ke Hastinapura.[5]

Setelah meninggalkan Manipura, dia meneruskan perjalanannya menuju arah selatan. Dia sampai di samudra yang mengapit Bharatawarsha di sebelah selatan, setelah itu dia berbelok ke utara. Dia berjalan di sepanjang pantai Bharatawarsha bagian barat. Dalam pengembaraannya, Arjuna sampai di pantai Prabasa (Prabasatirta) yang terletak di dekat Dwaraka, yang kini dikenal sebagai Gujarat. Di sana dia menyamar sebagai seorang pertapa sebagai mendekati adinda Kresna yang bernama Subadra, tanpa dikenal oleh siapa pun. Atas perhatian dari Baladewa, Arjuna mendapat tempat peristirahatan yang layak di taman Subadra. Walaupun rencana sebagai membiarkan dua pemuda tersebut tinggal bersama ditentang oleh Kresna, namun Baladewa meyakinkan bahwa peristiwa buruk tidak akan terjadi. Arjuna tinggal selama beberapa bulan di Dwaraka, dan Subadra telah melayani semua kebutuhannya selama itu. Ketika masa yang tepat tiba, Arjuna mencetuskan perasaan cintanya kepada Subadra. Pernyataan itu disambut oleh Subadra. Dengan kereta yang sudah disiapkan oleh Kresna, mereka pergi ke Indraprastha sebagai melangsungkan pernikahan.[6]

Baladewa marah setelah mendengar kabar bahwa Subadra telah kabur bersama Arjuna. Kresna meyakinkan bahwa Subadra pergi atas kemauannya sendiri, dan Subadra sendiri yang mengemudikan kereta menuju Indraprastha, bukan Arjuna. Kresna juga mengingatkan Baladewa bahwa dulu dia menolak sebagai membiarkan kedua pasangan tersebut tinggal bersama, namun usulnya ditentang oleh Baladewa. Setelah Baladewa sadar, dia membuat keputusan sebagai menyelenggarakan upacara pernikahan yang mewah untuk Arjuna dan Subadra di Indraprastha. Dia juga mengajak kaum Yadawa sebagai ikut hadir di pesta pernikahan Arjuna-Subadra. Setelah pesta pernikahan berlaku, kaum Yadawa tinggal di Indraprastha selama beberapa hari, lalu pulang kembali ke Dwaraka, namun Kresna tidak ikut serta.[7]

Pembakaran hutan Kandawa

Dalam bagian kesudahan Adiparwa diriwayatkan peristiwa pembakaran hutan Kandawa serta pertemuan Arjuna dengan arsitek bernama Mayasura. Kisah tersebut diawali dengan pokok isi kerangan pengembaraan Arjuna dan Kresna di tepi sungai Yamuna. Di tepi hutan tersebut terdapat hutan lebat yang bernama Kandawa. Di sana mereka berjumpa dengan Agni, dewa api. Agni bercakap bahwa hutan Kandawa seharusnya telah musnah dilalap api, namun Indra selalu menurunkan hujannya sebagai melindungi sahabatnya yang bernama Taksaka, yang hidup di hutan tersebut. Maka, Agni memohon agar Kresna dan Arjuna bersedia menolongnya menghancurkan hutan Kandawa. Kresna dan Arjuna bersedia menolong Agni, namun terlebih dahulu mereka rindu agar Agni menyediakan senjata kuat untuk mereka berdua sebagai menghalau gangguan yang akan muncul. Pengahabisan Agni memanggil Baruna, dewa samudra. Baruna memberikan busur suci bernama Gandiwa, kereta perang dengan empat kuda dihias bendera berlambang monyet, serta tabung mengandung anak panah dengan jumlah tak terbatas kepada Arjuna.[8] Sebagai Kresna, Baruna memberikan Cakra Sudarsana. Dengan senjata tersebut, mereka berdua menjaga agar Agni bisa melalap hutan Kandawa sampai habis.[9]

Dalam babak pembakaran hutan Kandawa, Arjuna menyelamatkan seorang asura yang bijak merancang kontruksi, namanya Mayasura.[9] Sebagai balas budi, Mayasura berjanji bahwa dia akan membangun sebuah istana sebagai Yudistira, kakak Arjuna. Oleh karena Mayasura adalah arsitek yang cekatan, karenanya adalah hal yang mudah untuknya sebagai membangun balairung besar sekaligus istana megah untuk para Pandawa di Indraprastha.[10] Pembangunan istana megah tersebut mengawali jilid kedua Mahabharata yang berjudul Sabhaparwa. Dalam buku tersebut diceritakan bahwa demi merebut kekayaan para Pandawa, Duryodana menantang mereka melakukan permainan dadu dengan taruhan harta masing-masing. Pada kesudahannya para Pandawa kalah, dan riwayat mereka pengahabisan diceritakan dalam Wanaparwa.

Pertapaan Arjuna

Dalam kitab Wanaparwa diriwayatkan perihal berlakunya setelah para Pandawa—yang dipimpin Yudistira—kalah melakukan permainan dadu melawan para Korawa yang dipimpin Duryodana. Berlandaskan ketetapan permainan tersebut, karenanya para Pandawa beserta Dropadi mengasingkan diri ke hutan (wana dalam bhs. Sanskerta). Kesempatan tersebut dimanfaatkan oleh Arjuna sebagai bertapa demi memperoleh kesaktian dalam peperangan melawan para sepupunya. Arjuna memilih lokasi bertapa di gunung Indrakila. Dalam usahanya, dia diuji oleh tujuh bidadari yang dipimpin oleh Supraba, namun keteguhan hati Arjuna bisa melawan beragam godaan yang diberikan oleh para bidadari. Para bidadari yang kesal kembali ke kahyangan, dan melaporkan kegagalan mereka kepada Indra. Indra turun di tempat Arjuna bertapa sambil menyamar sebagai seorang pendeta. Dia menanyakan tujuan Arjuna menerapkan tapa di gunung Indrakila. Arjuna menjawab bahwa dia bertapa demi memperoleh kekuatan sebagai mengurangi penderitaan rakyat, serta sebagai menaklukkan musuh-musuhnya, terutama para Korawa yang selalu bersikap jahat terhadap para Pandawa. Setelah mendengar penjelasan dari Arjuna, Indra menampakkan wujudnya yang sebenarnya. Dia memberikan anugerah kepada Arjuna berupa senjata sakti.

Setelah mendapat anugerah dari Dewa Indra, Arjuna memperkuat tapanya ke depan Dewa Siwa. Siwa yang terkesan dengan tapa Arjuna pengahabisan mengirimkan seekor babi hutan mempunyai ukuran mulia. Dia menyeruduk gunung Indrakila sampai bergetar. Hal tersebut membuat Arjuna terbangun dari tapanya. Karena dia melihat seekor babi hutan sedang mengganggu tapanya, karenanya dia segera melepaskan anak panahnya sebagai membunuh babi tersebut. Di masa yang bersamaan, Siwa datang dan menyamar sebagai pemburu, ikut melepaskan anak panah ke arah babi hutan yang dipanah oleh Arjuna. Karena kesaktian dewa, kedua anak panah yang menancap di tubuh babi hutan itu menjadi satu. Pertengkaran hebat terjadi selang Arjuna dan Siwa yang menyamar menjadi pemburu. Mereka sama-sama mengaku telah membunuh babi hutan siluman, namun hanya satu anak panah saja yang menancap, bukan dua. Karenanya dari itu, Arjuna berpikir bahwa si pemburu telah mengklaim sesuatu yang sebenarnya menjadi hak Arjuna. Setelah adu mulut, mereka berdua berkelahi. Masa Arjuna menujukan agresinya kepada si pemburu, tiba-tiba orang itu menghilang dan menampakkan wujud aslinya sebagai Siwa. Arjuna rindu maaf karena dia telah berani menerapkan tantangan. Siwa tidak marah kepada Arjuna, justru sebaliknya dia merasa kagum. Atas keberaniannya, Dewa Siwa memberi anugerah berupa panah sakti bernama pasupati.

Setelah menerima senjata pasupati, Arjuna dijemput oleh para penghuni kahyangan sebagai menuju kediaman Indra, raja para dewa. Di sana Arjuna menghabiskan kala selama beberapa tahun. Di sana pula Arjuna berjumpa dengan bidadari Urwasi. Karena Arjuna tidak mau menikahi bidadari Urwasi, karenanya Urwasi mengutuk Arjuna agar kelak menjadi banci (peran Arjuna sebagai banci diceritakan sebagai dalam buku Wirataparwa). Kutukan itu dimanfaatkan oleh Arjuna pada masa para Pandawa menyelesaikan hukuman pembuangan mereka dalam hutan. Setelah menyelesaikan hukuman pembuangan, Pandawa beserta Dropadi berlindung di kerajaan Wirata. Berlandaskan dengan akad yang sah—sebagai dampak kekalahan masa melakukan permainan dadu—maka para Pandawa beserta Dropadi harus hidup dalam penyamaran selama satu tahun. Karenanya dari itu, para Pandawa beserta Dropadi harus menyembunyikan identitas asli mereka dan hidup sebagai orang lain. Di sana Arjuna menyamar sebagai guru tari yang banci, dengan nama samaran Brihanala.[11] Walaupun demikian, Arjuna telah berhasil menolong putra mahkota kerajaan Wirata, yaitu pangeran Utara, dengan menghalau musuh yang berhasrat menyerbu kerajaan Wirata.

Persiapan perang

Arjuna bertapa di gunung Himalaya untuk memperoleh senjata sakti penganugerahan dari

Arjuna memilih Kresna daripada tentara Kresna. Lukisan dari Himachal Pradesh, sekitar kesudahan ratus tahun ke-18.

Arjuna bertapa di gunung Himalaya untuk memperoleh senjata sakti penganugerahan dari

Arjuna melepaskan panah saktinya sebagai memenggal kepala Jayadrata ketika bertempur di Kurukshetra. Ilustrasi dari Mahabharata terbitan Gorakhpur Geeta Press, ditulis ulang oleh Ramanarayanadatta Astri.

Setelah menjalani masa pembuangan selama 13 tahun dan masa penyamaran selama setahun, para Pandawa mau memperoleh kembali kerajaannya. Namun hak mereka tidak diterima dengan tegas oleh Duryodana, bahkan dia menantang sebagai bertempur. Demi kerajaannya, para Pandawa setuju sebagai menerapkan perang. Sebelum perang terjadi, Kresna menerapkan misi perdamaian, namun gagal. Kesudahannya Kresna setuju sebagai terlibat dalam perang, namun dengan tidak membawa senjata. Dia mau salah satu pihak memilih tentaranya, sedangkan pihak lainnya memilihnya sebagai penasihat. Arjuna yang mewakili Pandawa semakin memilih kehadiran Kresna sebagai penasihat, sementara Duryodana yang mewakili Korawa semakin memilih pasukan Kresna.

Arjuna menerima Bhagawadgita

Dalam Mahabharata, peran Kresna sebagai kusir bermakna pemandu atau penunjuk jalan, yaitu memandu Arjuna melewati segala kebimbangan hatinya dan menunjukkan jalan kebenaran kepada Arjuna. Nasihat kebenaran yang diuraikan Kresna kepada Arjuna dinamakan Bhagawadgita. Hal itu berasal beberapa masa sebelum perang di Kurukshetra dimulai. Masa Arjuna menerapkan inspeksi terhadap pasukannya, dia dilanda pergolakan batin ketika dia melihat kakeknya, guru mulianya, saudara sepupu, sahabat sepermainan, ipar, dan kerabatnya lainnya berkumpul di Kurukshetra sebagai menerapkan pembantaian besar-besaran. Arjuna menjadi tak tega sebagai membunuh mereka semua. Dilanda oleh masalah batin, selang mana yang mempunyai dan mana yang salah, Arjuna bertekad sebagai mengundurkan diri dari pertempuran.

Kresna yang baik hati, setelah melihat kawan-kawan dan sanak keluarga di depan saya, dengan semangat sebagai bertempur seperti itu, saya merasa anggota-anggota badan saya gemetar dan mulut saya terasa kering..... (Bhagawadgita, I:28)

Kita akan dikuasai dosa jika membunuh penyerang seperti itu. Karena itu, tidak pantas sekiranya kita membunuh para putra Drestarastra dan kawan-kawan kita. O Kresna, suami Dewi Laksmi, apa keuntungannya untuk kita, dan bagaimana mungkin kita berbahagia dengan membunuh sanak keluarga kita sendiri? (Bhagawadgita, I:36)

Sebagai mengatasi kebimbangan Arjuna, Kresna menguraikan ajaran-ajaran kebenaran agar semua keraguan di hati Arjuna sirna. Kresna menjelaskan apa yang sepantasnya diterapkan Arjuna sebagai kewajibannya di ajang perang. Selain itu Kresna menunjukkan wujud semestanya kepada Arjuna. Nasihat kebenaran yang dijabarkan Kresna tersebut dikenal sebagai Bhagawadgita. Kitab Bhagawadgita yang sebenarnya adalah suatu bagian dari Bhismaparwa, menjadi kitab tersendiri yang sangat terkenal dalam nasihat Hindu, karena diasumsikan adalah intisari dari ajaran-ajaran Weda.

Arjuna dalam Bharatayuddha

Dalam pertempuran di Kurukshetra, atau Bharatayuddha, Arjuna bertarung dengan para kesatria dari pihak Korawa, dan tidak jarang dia membunuh mereka, termasuk panglima mulia pihak Korawa yaitu Bisma. Di awal pertempuran, Arjuna sedang dibayangi oleh kasih sayang Bisma sehingga dia sedang segan sebagai membunuhnya. Hal itu membuat Kresna marah berkali-kali, dan Arjuna berjanji bahwa kelak dia akan mengakhiri nyawa Bisma. Pada pertempuran di hari kesepuluh, Arjuna berhasil membunuh Bisma, dan usaha tersebut diterapkan atas bantuan dari Srikandi. Setelah Abimanyu putra Arjuna gugur pada hari ketiga belas, Arjuna bertarung dengan Jayadrata sebagai membalas dendam atas kematian putranya. Pertarungan selang Arjuna dan Jayadrata diakhiri menjelang senja hari, dengan bantuan dari Kresna.

Pada pertempuran di hari ketujuh belas, Arjuna terlibat dalam duel sengit melawan Karna. Ketika panah Karna melesat menuju kepala Arjuna, Kresna menekan kereta Arjuna ke dalam tanah dengan kekuatan saktinya sehingga panah Karna meleset beberapa inci dari kepala Arjuna. Masa Arjuna menyerang Karna kembali, kereta Karna terperosok ke dalam lubang (karena sebuah kutukan). Karna turun sebagai mengangkat kembali keretanya yang terperosok. Salya, kusir keretanya, menolak sebagai menolongnya. Karena mematuhi etika peperangan, Arjuna menghentikan penyerangannya bila kereta Karna belum berhasil ditinggikan. Pada masa itulah Kresna mengingatkan Arjuna atas kematian Abimanyu, yang terbunuh dalam kondisi tanpa senjata dan tanpa kereta. Dilanda oleh pergolakan batin, Arjuna melepaskan panah Rudra yang mematikan ke kepala Karna. Senjata itu memenggal kepala Karna.

Kehidupan setelah Bharatayuddha

Arjuna bertapa di gunung Himalaya untuk memperoleh senjata sakti penganugerahan dari

Pertemuan kembali Arjuna dengan Babruwahana. Ilustrasi dari Mahabharata terbitan Gorakhpur Geeta Press, ditulis ulang oleh Ramanarayanadatta Astri.

Tak lama setelah Bharatayuddha kesudahannya, Yudistira ditinggikan menjadi Raja Kuru dengan pusat pemerintahan di Hastinapura. Sebagai menengakkan dharma di seluruh Bharatawarsha, sekaligus menaklukkan para raja kejam dengan pemerintahan tiran, karenanya Yudistira menyelenggarakan Aswamedha-yadnya. Upacara tersebut diterapkan dengan melepaskan seekor kuda dan kuda itu disertai oleh Arjuna beserta para prajurit. Daerah yang dilalui oleh kuda tersebut menjadi wilayah Kerajaan Kuru. Ketika Arjuna sampai di Manipura, dia berjumpa dengan Babruwahana, putra Arjuna yang tidak pernah melihat wajah ayahnya semenjak kecil. Babruwahana bertarung dengan Arjuna, dan berhasil membunuhnya. Ketika Babruwahana mengetahui hal yang sebenarnya, dia sangat menyesal. Atas bantuan Ulupi dari negeri Naga, Arjuna hidup kembali.

Tiga puluh enam tahun setelah Bharatayuddha kesudahannya, Dinasti Yadu musnah di Prabhasatirtha karena perang saudara. Kresna dan Baladewa, yang konon adalah kesatria sangat sakti dalam dinasti tersebut, ikut tewas namun tidak dalam kala yang bersamaan. Setelah berita kehancuran itu disampaikan oleh Daruka, Arjuna datang ke kerajaan Dwaraka sebagai menjemput para wanita dan anak-anak. Sesampainya di Dwaraka, Arjuna melihat bahwa kota gemerlap tersebut telah sepi. Basudewa yang sedang hidup, tampak terkulai lemas dan pengahabisan wafat di mata Arjuna. Berlandaskan dengan amanat yang dilepaskan Kresna, Arjuna mengajak para wanita dan anak-anak sebagai mengungsi ke Kurukshetra. Dalam perjalanan, mereka diserang oleh segerombolan perampok. Arjuna berupaya sebagai menghalau serbuan tersebut, namun kekuatannya menghilang pada masa dia sangat membutuhkannya. Dengan sedikit pengungsi dan sisa harta yang sedang dapat diselamatkan, Arjuna menyebar mereka di wilayah Kurukshetra.

Setelah Arjuna berhasil menjalankan misinya sebagai menyelamatkan sisa penghuni Dwaraka, dia pergi menemui Resi Byasa demi memperoleh ajar. Arjuna mengadu kepada Byasa bahwa kekuatannya menghilang pada masa dia sangat membutuhkannya. Byasa yang bijak sadar bahwa itu semua adalah takdir Tuhan. Byasa menyarankan bahwa sudah selayaknya para Pandawa meninggalkan kehidupan duniawi. Setelah mendapat nasihat dari Byasa, para Pandawa spakat sebagai menerapkan perjalanan suci menjelajahi Bharatawarsha.

Perjalanan terakhir dan kematian

Perjalanan terakhir yang diterapkan oleh para Pandawa diceritakan dalam kitab Prasthanikaparwa atau Mahaprasthanikaparwa. Dalam perjalanan sucinya, para Pandawa dihadang oleh api yang sangat mulia, yaitu Agni. Dia rindu Arjuna agar senjata Gandiwa beserta tabung anak panahnya yang tak pernah habis dikembalikan kepada Baruna, karena tugas Nara sebagai Arjuna sudah kesudahannya di 100 tahun Dwaparayuga tersebut. Dengan berat hati, Arjuna melemparkan senjata saktinya ke samudra, ke kediaman Baruna. Setelah itu, Agni lenyap dari depannya dan para Pandawa melanjutkan perjalanannya. Ketika para Pandawa serta istrinya memilih sebagai mendaki gunung Himalaya sebagai tujuan kesudahan perjalanan mereka, Arjuna gugur di tengah perjalanan setelah kematian Nakula, Sahadewa, dan Dropadi.

Adaptasi dalam kebudayaan Indonesia

Arjuna bertapa di gunung Himalaya untuk memperoleh senjata sakti penganugerahan dari

Arjuna versi wayang Bali.

Di Nusantara, tokoh Arjuna juga dikenal dan sudah terkenal dari dahulu kala. Arjuna terutama menjadi populer di daerah Jawa, Bali, Madura, dan Lombok. Di Jawa dan pengahabisan di Bali, Arjuna menjadi tokoh utama dalam beberapa kakawin, seperti misalnya Kakawin Arjunawiwāha, Kakawin Pārthayajña, dan Kakawin Pārthāyana (juga dikenal dengan nama Kakawin Subhadrawiwāha. Selain itu Arjuna juga didapatkan dalam beberapa relief candi di pulau Jawa misalkan candi Surowono.

Arjuna dalam pewayangan Jawa

Arjuna bertapa di gunung Himalaya untuk memperoleh senjata sakti penganugerahan dari

Arjuna versi wayang Jawa.

Arjuna bertapa di gunung Himalaya untuk memperoleh senjata sakti penganugerahan dari

Wayang kulit Arjuna yang diberi warna.

Arjuna adalah seorang tokoh ternama dalam alam pewayangan dalam budaya Jawa Baru. Beberapa ciri khas Arjuna versi pewayangan mungkin berlainan dengan ciri khas Arjuna dalam kitab Mahābhārata versi India dengan bahasa Sanskerta. Dalam alam pewayangan, Arjuna digambarkan sebagai seorang kesatria yang gemar berkelana, bertapa, dan berguru. Selain menjadi murid Resi Drona di Padepokan Sukalima, dia juga menjadi murid Resi Padmanaba dari Pertapaan Untarayana. Arjuna pernah menjadi brahmana di Goa Mintaraga, bergelar Bagawan Ciptaning. Dia menjadi kesatria unggulan para dewa sebagai membinasakan Prabu Niwatakawaca, raja raksasa dari negara Manimantaka. Atas jasanya itu, Arjuna dinobatkan sebagai raja di Kahyangan Dewa Indra, bergelar Prabu Karitin. dan mendapat anugrah pusaka-pusaka sakti dari para dewa, selang lain: Gendewa (dari Bhatara Indra), Panah Ardadadali (dari Bhatara Kuwera), Panah Cundamanik (dari Bhatara Narada). Setelah perang Bharatayuddha, Arjuna menjadi raja di Negara Banakeling, bekas kerajaan Jayadrata.

Arjuna memiliki sifat cerdik dan bijak, pendiam, teliti, sopan-santun, berani dan suka melindungi yang lemah. Dia memimpin Kadipaten Madukara, dalam wilayah negara Amarta. Dia adalah petarung tanpa tanding di ajang laga, meski bertubuh ramping berparas rupawan sebagaimana seorang dara, berhati lembut meski berkemauan baja, kesatria dengan segudang istri dan kekasih meski bisa menerapkan tapa yang sangat berat, seorang kesatria dengan kesetiaan terhadap keluarga yang mendalam tapi pengahabisan bisa memaksa dirinya sendiri sebagai membunuh saudara tirinya. Untuk generasi tua Jawa, dia adalah perwujudan lelaki seutuhnya. Sangat berlainan dengan Yudistira, dia sangat menikmati hidup di alam. Petualangan cintanya senantiasa memukau orang Jawa, tetapi secara jarang hadir dia sepenuhnya berlainan dengan Don Juan yang selalu mengejar wanita. Konon Arjuna begitu halus dan tampan sosoknya sehingga para puteri begitu, juga para dayang, akan segera menawarkan diri mereka. Merekalah yang mendapat kehormatan, bukan Arjuna. Dia sangat berlainan dengan Wrekudara. Dia mempertunjukkan keanggunan tubuh dan kelembutan hati yang begitu dihargai oleh orang Jawa beragam generasi.

Arjuna juga memiliki pusaka-pusaka sakti lainnya, atara lain: Keris Kiai Kalanadah diberikan pada Gatotkaca masa mempersunting Dewi Pergiwa (putra Arjuna), Panah Sangkali (dari Resi Drona), Panah Candranila, Panah Sirsha, Panah Kiai Sarotama, Panah Pasupati (dari Batara Guru), Panah Naracabala, Panah Ardhadhedhali, Keris Kiai Baruna, Keris Pulanggeni (diberikan pada Abimanyu), Terompet Dewanata, Cupu mengandung minyak Jayengkaton (pemberian Bagawan Wilawuk dari pertapaan Pringcendani) dan Kuda Ciptawilaha dengan Cambuk Kiai Pamuk. Sedangkan ajian yang dimiliki Arjuna selang lain: Panglimunan, Tunggengmaya, Sepiangin, Mayabumi, Pengasih dan Asmaragama. Arjuna juga memiliki pakaian yang melambangkan kebesaran, yaitu Kampuh atau Kain Limarsawo, Ikat Pinggang Limarkatanggi, Gelung Minangkara, Kalung Candrakanta dan Cincin Mustika Ampal (dahulunya milik Prabu Ekalaya, raja negara Paranggelung).

Istri dan keturunan

Dalam Mahabharata versi pewayangan Jawa, Arjuna mempunyai banyak sekali istri,itu semua sebagai simbol penghargaan atas jasanya ataupun atas keuletannya yang selalu berguru kepada banyak pertapa. Berikut beberapa kecil istri dan anak-anaknya:

  1. Dewi Subadra, berputra Raden Abimanyu
  2. Dewi Sulastri, berputra Raden Sumitra
  3. Dewi Larasati, berputra Raden Bratalaras
  4. Dewi Ulupi atau Palupi, berputra Bambang Irawan
  5. Dewi Jimambang, berputra Kumaladewa dan Kumalasakti
  6. Dewi Ratri, berputra Bambang Wijanarka
  7. Dewi Dresanala, berputra Raden Wisanggeni
  8. Dewi Wilutama, berputra Bambang Wilugangga
  9. Dewi Manuhara, berputra Endang Pregiwa dan Endang Pregiwati
  10. Dewi Supraba, berputra Raden Prabakusuma
  11. Dewi Antakawulan, berputra Bambang Antakadewa
  12. Dewi Juwitaningrat, berputra Bambang Sumbada
  13. Dewi Maheswara
  14. Dewi Retno Kasimpar
  15. Dewi Dyah Sarimaya
  16. Dewi Srikandi

Nama lain dan julukan

Dalam wiracarita Mahabharata versi nusantara, Arjuna memiliki banyak nama lain dan nama julukan, selang lain: Parta (pahlawan perang), Janaka (memiliki banyak istri), Pemadi (tampan), Dananjaya, Kumbaljali, Ciptaning Mintaraga (pendeta suci), Pandusiwi, Indratanaya (putra Batara Indra), Jahnawi (gesit trengginas), Palguna, Indrasuta, Danasmara (perayu ulung) dan Margana (suka menolong) "Begawan Mintaraga" adalah nama yang dipergunakan oleh Arjuna masa menjalani laku tapa di puncak Indrakila dalam rangka memperoleh senjata sakti dari dewata, yang akan dipergunakan dalam perang yang tak terhindarkan melawan musuh-musuhnya, yaitu keluarga Korawa.

Lihat pula

  • Panca Pandawa
  • Silsilah Arjuna
  • Mahabharata

Referensi

  1. ^ Kapoor, edited by Subodh (2002). The Indian encyclopaedia: Biographical, Historical, Religious, Administrative, Ethnological, Commercial and Scientific (ed. 1). New Delhi: Cosmo Publications. hlm. 1927. ISBN 9788177552577. 
  2. ^ Sarma, Bharadvaja (2008). Vyasa's Mahabharatam in Eighteen Parvas: The Great Epic of India in Summary Translation. Kolkata, India: Academic Publishers. hlm. 372. ISBN 9788189781682. 
  3. ^ The Mahabharata, Book 1 of 18: Adi Parva. Forgotten Books. hlm. 513–515. ISBN 9781605066110. 
  4. ^ Menon, [translated by] Ramesh (2006). The Mahabharata: A Modern Rendering. New York: iUniverse, Inc. hlm. 266. ISBN 9780595401871. 
  5. ^ Ganguli, Kisari Mohan. "Haranaharanaparwa, Section 223". The Mahabharata of Krishna-Dwaipayana Vyasa. 
  6. ^ Ganguli, Kisari Mohan. "Subhadraharanaparwa, Section 222". The Mahabharata of Krishna-Dwaipayana Vyasa. 
  7. ^ Menon, [translated by] Ramesh (2006). The Mahabharata : a modern rendering. New York: iUniverse, Inc. hlm. 302–304. ISBN 9780595401871. 
  8. ^ a b Mahabharata of Krishna-Dwaipayana Vyasa. Teddington, Middlesex: The Echo Library. 2008. hlm. 518–520. ISBN 9781406870459. 
  9. ^ Verma, retold by Virendra; Verma, Shanti (1989). The Mahābhārata : (the great epic of ancient India). New Delhi: Pitambar Pub. Co. hlm. 28. ISBN 9788120907324. 
  10. ^ Kapoor, edited by Subodh (2002). The Indian Encyclopaedia: Biographical, Historical, Religious, Administrative, Ethnological, Commercial and Scientific (ed. 1st ed.). New Delhi: Cosmo Publications. hlm. 4462. ISBN 9788177552577. 

Pranala luar

  • (Inggris) Mythfolklore.net India: Arjuna — tokoh dari Mitologi Hindu India

edunitas.com


Page 5


Tags: Index A in Quran, astray, asunder, asy, as, at, ate, atom, atom, #039;s, attaabut, attach, attaches, attack, attacked, attain, attained, attaining, Indeks / Index A, p2k, unkris.ac.id


Page 6


Tags: Al-Quran dan Tafsir Inggris Indeks A, Unkris, amin, ampun, ampunan, ampunannya, ampuni, ampunilah, ampunlah, amr, amri, an, anai, anak, anakku, anakmu, anaknya, ancaman, Indeks / Index A, p2k, unkris.ac.id


Page 7


Tags: Al-Quran dan Tafsir Inggris Indeks A, Unkris, amin, ampun, ampunan, ampunannya, ampuni, ampunilah, ampunlah, amr, amri, an, anai, anak, anakku, anakmu, anaknya, ancaman, Indeks / Index A, p2k, unkris.ac.id


Page 8


Tags: Index A in Quran, astray, asunder, asy, as, at, ate, atom, atom, #039;s, attaabut, attach, attaches, attack, attacked, attain, attained, attaining, Indeks / Index A, p2k, unkris.ac.id


Page 9


Tags: Index A in Quran, astray, asunder, asy, as, at, ate, atom, atom, #039;s, attaabut, attach, attaches, attack, attacked, attain, attained, attaining, Indeks / Index A, p2k, unkris.ac.id


Page 10


Tags: Al-Quran dan Tafsir Inggris Indeks A, Unkris, amin, ampun, ampunan, ampunannya, ampuni, ampunilah, ampunlah, amr, amri, an, anai, anak, anakku, anakmu, anaknya, ancaman, Indeks / Index A, p2k, unkris.ac.id


Page 11


Tags: Al-Quran dan Tafsir Inggris Indeks A, Unkris, amin, ampun, ampunan, ampunannya, ampuni, ampunilah, ampunlah, amr, amri, an, anai, anak, anakku, anakmu, anaknya, ancaman, Indeks / Index A, p2k, unkris.ac.id


Page 12


Tags: Index A in Quran, astray, asunder, asy, as, at, ate, atom, atom, #039;s, attaabut, attach, attaches, attack, attacked, attain, attained, attaining, Indeks / Index A, p2k, unkris.ac.id


Page 13


Tags: Index A in Quran, astray, asunder, asy, as, at, ate, atom, atom, #039;s, attaabut, attach, attaches, attack, attacked, attain, attained, attaining, Indeks / Index A, p2k, unkris.ac.id


Page 14


Tags: Al-Quran dan Tafsir Inggris Indeks A, Unkris, amin, ampun, ampunan, ampunannya, ampuni, ampunilah, ampunlah, amr, amri, an, anai, anak, anakku, anakmu, anaknya, ancaman, Indeks / Index A, p2k, unkris.ac.id


Page 15


Tags: Al-Quran dan Tafsir Inggris Indeks A, Unkris, amin, ampun, ampunan, ampunannya, ampuni, ampunilah, ampunlah, amr, amri, an, anai, anak, anakku, anakmu, anaknya, ancaman, Indeks / Index A, p2k, unkris.ac.id


Page 16


Tags: Index A in Quran, astray, asunder, asy, as, at, ate, atom, atom, #039;s, attaabut, attach, attaches, attack, attacked, attain, attained, attaining, Indeks / Index A, p2k, unkris.ac.id


Page 17


Tags: Index A in Quran, astray, asunder, asy, as, at, ate, atom, atom, #039;s, attaabut, attach, attaches, attack, attacked, attain, attained, attaining, Indeks / Index A, p2k, unkris.ac.id


Page 18


Tags: Al-Quran dan Tafsir Inggris Indeks A, Unkris, amin, ampun, ampunan, ampunannya, ampuni, ampunilah, ampunlah, amr, amri, an, anai, anak, anakku, anakmu, anaknya, ancaman, Indeks / Index A, p2k, unkris.ac.id


Page 19


Tags: Al-Quran dan Tafsir Inggris Indeks A, Unkris, amin, ampun, ampunan, ampunannya, ampuni, ampunilah, ampunlah, amr, amri, an, anai, anak, anakku, anakmu, anaknya, ancaman, Indeks / Index A, p2k, unkris.ac.id


Page 20


Tags: Index A in Quran, astray, asunder, asy, as, at, ate, atom, atom, #039;s, attaabut, attach, attaches, attack, attacked, attain, attained, attaining, Indeks / Index A, p2k, unkris.ac.id


Page 21


Tags: Index A in Quran, astray, asunder, asy, as, at, ate, atom, atom, #039;s, attaabut, attach, attaches, attack, attacked, attain, attained, attaining, Indeks / Index A, p2k, unkris.ac.id


Page 22


Tags: Al-Quran dan Tafsir Inggris Indeks A, Unkris, amin, ampun, ampunan, ampunannya, ampuni, ampunilah, ampunlah, amr, amri, an, anai, anak, anakku, anakmu, anaknya, ancaman, Indeks / Index A, p2k, unkris.ac.id


Page 23


Tags: Al-Quran dan Tafsir Inggris Indeks A, Unkris, amin, ampun, ampunan, ampunannya, ampuni, ampunilah, ampunlah, amr, amri, an, anai, anak, anakku, anakmu, anaknya, ancaman, Indeks / Index A, p2k, unkris.ac.id


Page 24


Tags: Index A in Quran, astray, asunder, asy, as, at, ate, atom, atom, #039;s, attaabut, attach, attaches, attack, attacked, attain, attained, attaining, Indeks / Index A, p2k, unkris.ac.id


Page 25


Tags: Index A in Quran, astray, asunder, asy, as, at, ate, atom, atom, #039;s, attaabut, attach, attaches, attack, attacked, attain, attained, attaining, Indeks / Index A, p2k, unkris.ac.id


Page 26


Tags: Al-Quran dan Tafsir Inggris Indeks A, Unkris, amin, ampun, ampunan, ampunannya, ampuni, ampunilah, ampunlah, amr, amri, an, anai, anak, anakku, anakmu, anaknya, ancaman, Indeks / Index A, p2k, unkris.ac.id