Siapa saja yang terlibat dalam pembuatan UU Cipta Kerja

Istilah Omnibus Law kini marak diperbincangkan di Indonesia. Hal ini dikarenakan, Pemerintah Indonesia menyusun Omnibus Law yang tujuan akhirnya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Salah satu Omnibus Law yang telah diresmikan adalah UU 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Mari mengenal lebih jauh mengenai Omnibus Law dan salah satunya memelajari UU 11 Tahun 2020 Cipta Kerja klaster Ketenagakerjaan.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------

1. Apa yang dimaksud dengan Omnibus Law?

Omnibus law adalah suatu metode atau konsep pembuatan regulasi yang menggabungkan beberapa aturan yang substansi pengaturannya berbeda, menjadi satu peraturan dalam satu payung hukum. Regulasi yang dibuat senantiasa dilakukan untuk membuat undang-undang yang baru dengan membatalkan atau mencabut juga mengamandemen beberapa peraturan perundang-undangan sekaligus.

Konsep Omnibus Law ini dalam undang-undang  bertujuan untuk menyasar  isu besar yang memungkinkan dilakukannya pencabutan atau perubahan beberapa undang-undang sekaligus (lintas sektor) untuk kemudian dilakukan penyederhanaan dalam pengaturannya, sehingga diharapkan tidak terjadi konkurensi/persengketaan dan atau perlawanan antara norma yang satu dengan yang lainnya.

Apabila dilihat dari kedudukannya, Omnibus Law sebagai sebuah undang-undang berkedudukan di bawah undang-undang dasar, namun lebih tinggi dari jenis peraturan perundang-undangan lainnya.

2. Apa  saja regulasi/Undang-Undang yang akan disusun dengan metode Omnibus Law?

Omnibus law yang akan dibuat Pemerintah Indonesia, akan menyasar 3 Undang-Undang (UU) besar, yakni UU Cipta Kerja, UU Pemberdayaan UMKM, dan UU Perpajakan.

3. Apa yang menjadi latar belakang pemerintah untuk membuat Omnibus Law?

Alasan pemerintah membuat Omnibus Law lantaran sudah terlalu banyak regulasi yang dibuat, yang kemudian menimbulkan persoalan tersendiri, seperti tumpah tindih regulasi. Akibatnya, tak sedikit menimbulkan konflik kebijakan atau kewenangan antara satu kementerian/lembaga dengan kementerian/lembaga lainnya, dan juga antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah.

Regulasi yang tumpang tindih ini akhirnya berdampak pada terhambatnya implementasi program pembangunan dan memburuknya iklim investasi di Indonesia. Sehingga membuat program percepatan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat sulit tercapai.

Bersamaan dengan itu, tantangan era ekosistem masyarakat digital juga semakin berkembang, dimana Indonesia sudah tidak bisa lagi berlama-lama terbelit oleh prosedur formal. Berdasarkan hal ini, maka jalan satu-satunya adalah dengan untuk menyederhanakan dan sekaligus menyeragamkan regulasi secara cepat ialah melalui skema Omnibus Law.

4. Apa tujuan dari Omnibus Law?

Omnibus Law yang akan didorong dalam bentuk 3 UU besar ini, UU Cipta Kerja, UU Pemberdayaan UMKM, dan UU Perpajakan ini dapat menjadi alat untuk memperkuat perekonomian nasional melalui perbaikan ekosistem investasi dan daya saing Indonesia.

Beberapa tujuan lain dari dibuatnya Omnibus Law ini adalah

  1. Meningkatkan iklim usaha yang kondusif dan atraktif bagi investor
  2. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia
  3. Meningkatkan kepastian hukum dan mendorong minat Warga Negara Asing (WNA) untuk bekerja di Indonesia yang dapat mendorong alih keahlian dan pengetahuan bagi kualitas SDM Indonesia
  4. Mendorong kepatuhan sukarela Wajib Pajak (WP) dan menciptakan keadilan berusaha antara pelaku usaha dalam negeri dan pelaku usaha luar negeri.

5. Apa manfaat dari Omnibus Law?

Keberadaan Omnibus Law diyakini dapat memberikan sejumlah keuntungan, diantaranya adalah:

  1. Menghilangkan tumpang tindih antar peraturan perundang-undangan, adanya penyeragaman kebijakan pusat dan daerah dalam menunjang iklim investasi
  2. Efisiensi proses perubahan/pencabutan peraturan perundang-undangan, diyakini akan menghemat energi pemerintah baik dari sisi administrasi dan juga politik dalam pembahasan dengan Parlemen
  3. Menghilangkan ego sektoral yang terkandung dalam berbagai peraturan perundang-undangan.

6. OMNIBUS LAW UNDANG-UNDANG NO 11 TAHUN 2020 TENTANG CIPTA KERJA

Undang-Undang (UU) ini mulai berlaku pada 2 November 2020. Bertujuan untuk mengatur mengenai upaya cipta kerja yang diharapkan mampu menyerap tenaga kerja Indonesia yang seluas-luasnya di tengah persaingan yang semakin kompetitif dan tuntutan globalisasi ekonomi.

Cipta Kerja adalah upaya penciptaan kerja melalui usaha kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah, peningkatan ekosistem investasi dan kemudahan berusaha, dan investasi Pemerintah Pusat dan percepatan proyek strategis nasional.

Sepuluh ruang lingkup UU ini adalah:

1) peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha;

2) ketenagakerjaan;

3) kemudahan, perlindungan, serta pemberdayaan Koperasi dan UMK-M;

4) kemudahan berusaha;

5) dukungan riset dan inovasi;

6) pengadaan tanah;

7) kawasan ekonomi;

8) investasi Pemerintah Pusat dan percepatan proyek strategis nasional;

9) pelaksanaan administrasi pemerintahan; dan

10) pengenaan sanksi.

7. Apa saja Peraturan Pemerintah (PP) terkait Ketenagakerjaan yang merupakan turunan dari UU 11/2020?

Terdiri dari:

  • PP 34/2021 tentang Tenaga Kerja Asing
  • PP 35/2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Waktu Kerja, Hubungan Kerja, Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja
  • PP 36/2021 tentang Upah Minimum
  • PP 37/2021 tentang Jaminan Kehilangan Pekerja (JKP)

Informasi terkait:

https://gajimu.com/pekerjaan-yanglayak/upah-kerja/perubahan-upah-minimum-berdasarkan-pp36-2021

https://gajimu.com/pekerjaan-yanglayak/upah-kerja/formula-perhitungan-upah-minimum-terbaru-berdasarkan-pp-36-2021

https://gajimu.com/pekerjaan-yanglayak/jaminan-sosial/BPJS/jaminan-kehilangan-pekerjaan-jkp

Sumber:

JawaPos.com – Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) menyesalkan Pemerintah dan DPR RI terkait tidak terbukanya draf Undang-Undang Cipta Kerja. Terlebih, sejak awal diusulkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), Omnibus Law telah banyak ditentang oleh berbagai elemen masyarakat sipil.

“Di balik pembahasan dan pengesahan UU Cipta Kerja ini, terdapat kepentingan besar para pebisnis tambang, guna mendapat jaminan hukum untuk keberlanjutan dan keamanan bisnisnya,” kata Juru Bicara JATAM Merah Johansyah, Jumat (9/10).

Johansyah menyampaikan, melalui sejumlah elite politik dan pebisnis di Satgas dan Panja Omnibus, kepentingan itu dikejar dan berhasil diperoleh dengan disahkannya RUU Omnibus Law menjadi UU di DPR yang dipimpin oleh Puan Maharani. Bahkan, berdasarkan analisis profil para satgas dan anggota Panja Omnibus Law DPR, terdapat 12 aktor penting yang memiliki hubungan dengan bisnis tambang terutama batu bara.

“Terdapat 12 aktor intelektual yang tersebar dan memiliki peran serta fungsi berbeda di Satgas dan Panja DPR UU Cilaka. 12 orang itu, antara lain Airlangga Hartarto, Rosan Roeslani, Pandu Patria Sjahrir, Puan Maharani, Arteria Dahlan, Benny Sutrisno, Azis Syamsudin, Erwin Aksa, Raden Pardede, M Arsjad Rasjid, Bobby Gafur Umar, dan Lamhot Sinaga,” ujar Johansyah.

  • Baca Juga: Fahri Hamzah: RUU Cipta Kerja Ditolak Karena Dibahas Tak Terbuka

Johansyah menyebut, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto yang berperan sebagai pembentuk tim Satgas Omnibus, terhubung dengan PT Multi Harapan Utama, sebuah tambang batubara di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Menurutnya, luas konsesi PT MHU mencapai 39.972 hektar atau setara dengan luas kota Surabaya.

“Catatan Dinas Pertambangan dan Energi Kalimantan Timur pada 2017, PT MHU meninggalkan 56 lubang bekas tambang yang tersebar di Kutai Kartanegara, dan salah satu lubang tambangnya di Kelurahan Loa Ipuh Darat, Kilometer 14, menewaskan Mulyadi, pada Desember 2015,” beber Johansyah.

Sementara itu, Ketua Kadin yang juga Ketua Satgas Omnibus Law, Rosan Roeslani disebut terhubung dengan 36 entitas bisnis. Puluhan bisnis itu mulai dari perusahaan di bidang media, farmasi, jasa keuangan dan finansial, properti, minyak dan gas, hingga pertambangan batubara.

“Rosan juga tercatat sebagai anggota Indonesia Coal Mining Association. Pada Pemilu Presiden 2019, Rosan juga menjabat sebagai Wakil Ketua Tim Kampanye Jokowi-Ma’ruf Amin,” urai Johansyah.

Sementara itu, lanjut Johansyah, Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin terkait dengan perusahaan pertambangan batu bara, melalui kedekatannya dengan mantan Bupati Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rita Widyasari yang saat ini sudah menjadi terpidana korupsi. Menurut laporan Coalruption, Rita mengangkat Azis sebagai komisaris perusahaan tambang batu bara milik ibunya, Sinar Kumala Naga.

Selain itu, Johansyah juga membeberkan sembilan aktor intelektual di Satgas dan Panja DPR UU Cilaka dari sektor batubara lainnya, yakni Puan Maharani, Arteria Dahlan, Benny Sutrisno, Erwin Aksa, Raden Pardede, M. Arsjad Rasjid, Bobby Gafur Umar dan Lamhot Sinaga disebut memiliki hubungan dengan bisnis tambang dan energi kotor batubara.

“Dari hasil penelusuran kami, mereka memiliki hubungan dengan bisnis tambang dan energi kotor batubara baik langsung maupun tidak langsung, secara pribadi, baik sebagai pemilik, komisaris hingga direksi,” ungkap Johansyah.

Sementara itu, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Egi Primayogha menuturkan, UU Cipta Kerja hanyalah satu di antara UU kontroversial lainnya yang dalam waktu sangat singkat diusulkan, dibahas dan disahkan oleh kekuatan oligarki yang terkonsolidasi di pemerintahan dan DPR.

Sebelumnya, telah ada empat produk hukum kontroversial lain yang dibahas dengan pola serupa, tertutup dan terburu-buru diantaranya UU KPK, Perppu Covid, UU Minerba dan UU MK.

“UU Cipta Kerja adalah salah satu skenario oligarki untuk terus menimbun kekayaannya. Pengesahan UU Cipta Kerja menunjukkan bahwa para oligark kini telah memperkokoh posisinya, dan skenario mereka telah berjalan dengan sempurna. Apalagi, saat ini KPK juga sudah dilemahkan,” cetus Egi.

Egi juga menuturkan, produk legislasi yang dihasilkan Pemerintah dan DPR hanya menguntungkan bisnis segelintir orang. Bahkan, bisa disebut sebuah korupsi yang sistemik.

“Mereka telah membuat peraturan yang dengan sengaja menguntungkan bisnis yang mereka miliki. Ini adalah bentuk sebuah korupsi sistemik yang dapat dikategorikan tindakan kejahatan serius,” tegas Egi.

Sejumlah nama-nama yang disebutkan dalam memuluskan Omnibus Law itu telah dikonfirmasi JawaPos.com, namun tak memberikan respon atas hasil penelurusan #BersihkanIndonesia.

Editor : Dimas Ryandi

Reporter : Muhammad Ridwan