Miftahulkhairah Anwar1 (Tulisan ini merupakan bagian dari Buku Bahasa Indonesia yang telah diterbitkan oleh UNIMED) Kalimat yang tersusun di dalam karya ilmiah harus dapat dipahami secara tepat oleh pembaca. Kalimat tersebut harus mewakili pikiran penulis sehingga dapat dipahami secara mudah oleh pembaca. Agar kalimat dapat dipahami dan tak menimbulkan multitafsir, kalimat tersebut perlu disusun secara efektif. Kalimat efektif adalah kalimat yang secara tepat mewakili gagasan atau pikiran penulis.Kalimat efektif harus menggambarkan gagasan penutur secara tepat sehingga dapat dipahami secara tepat oleh penutur.Oleh karena itu, kalimat efektif harus singkat, padat, jelas, lengkap, dan dapat menyampaikan infoemasi secara tepat. Finoza (2005: 146) mengungkapkan bahwa yang dimaksud dengan efektif adalah ukuran kalimat yang memiliki kemampuan menimbulkan gagasan atau pikiran pada pembaca/pendengar. Dengan kata lain, kalimat efektif adalah kalimat yang dapat mewakili pikiran penulis atau pembicara secara tepat sehingga pendengar/pembaca dapat memahami pikiran tersebut dengan mudah, jelas, dan lengkap seperti apa yang dimaksud oleh penulis atau pembicaranya. 4.1 Syarat Kalimat Efektif Penulis harus menguasai persyaratan yang tercakup dalam kalimat efektif. Untuk dapat membuat kalimat efektif, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu (1) kalimat efektif harus gramatikal, (2) kalimat efektif harus lugas, (3) kalimat efektif harus memerhatikan aspek penekanan/pemokusan, (4) Kalimat efektif harus sejajar. Berikut ini adalah apaparan setiap syarat tersebut. 4.1.1 Kalimat Efektif harus Gramatikal Kalimat efektif harus memiliki struktur yang benar.Setiap kalimat yang dibuat harus jelas unsur-unsur gramatikalnya.Kalimat gramatikal berarti kalimat yang memenuhi kaidah-kaidah tata bahasa: kaidah bunyi, kaidah pembentukan kata, kaidah penyusunan kalimat, dan kaidah paragraf. Beberapa hal yang terkait dengan kalimat gramatikal sebagai berikut. a. Harus mempunyai subjek dan predikat. Dalam karya ilmiah, kalimat harus mengandung subjek dan pedikat.Gagasan suatu kalimat hanya bisa dipahami dengan jelas bila tersusun atas unsur subjek dan predikat.Ketentuan tersebut dapat dilanggar dalam novel, komik, dongeng, atau tulisan berjenis narasi atau deskripsi. Bandingkan kedua kalimat berikut ini.
Struktur kalimat (99) tidak tepat karena tidak mengandung unsur subjek.Oleh karena itu, gagasan yang ada pada kalimat tersebut kurang dapat dipahami dengan baik. Gagasan kalimat (100) lebih mudah dipahami karena tersusun atas unsur S dan P.
b. Subjek tidak boleh didahului oleh kata depan Agar kalimat yang dihasilkan efektif, unsur subjek tidak boleh didahului oleh kata depan. Yang termasuk kata depan adalah di, ke, dari, pada, kepada, dengan, bagi. Bandingkan dua kalimat berikut ini.
Subjek pada kalimat (101) tidak jelas karena tidak ada unsur yang menjadi jawaban “Siapa yang wajib hadir?” Supaya terdapat subjek, kata depan bagi dalam kalimat tersebut seharusnya tidak ada, sehingga menjadi:
c. Predikat dan Objek tidak Diselipi Kata Lain Kehadiran unsur objek dan pelengkap ditentukan oleh predikat. Bila predikat diisi oleh verba transitif (verba berawalan me-, me-kan, memper-, memperkan- , memper-i), kehadiran objek menjadi wajib. Karena objek menjadi wajib, antara predikat dan objek tidak boleh diselipi oleh kata lain. Objek harus selalu berada di sebelah kanan predikat. Perhatikan contoh berikut ini. (78) Setiap warga Negara harus melaksanakan tentang semua hak dan kewajibannya. Predikat pada kalimat (104) adalah harus melaksanakan dan objeknya adalah semua hak dan kewajibannya.Antara predikat dan objek ada kata tentang. Agar kalimat itu gramatikal,kata tentang seharusnya dihilangkan sehingga kalimat itu menjadi:
karena itu, kalimat (106), (107), dan (1088) menjadi tidak gramatikal karena tidak disertai oleh objek.
Adapun pada kalimat aktif intransitif yaitu kalimat yang verbanya berawalan ber-, boleh disisipi kata tertentu di antara predikat dan pelengkapnya (bukan objek).Perhatikan contoh (109) berikut ini.
d. Tidak Terdapat Subjek Ganda pada Kalimat Tuggal Agar kalimat dapat dipahami dengan baik oleh pembaca, kalimat tunggal tidak boleh mengandung dua subjek. Contoh:
Kalimat ini membingungkan pembaca karena ada dua subjek, yaitu soal itu dan saya. Siapa yang kurang jelas, soal itu atau saya? Agar gramatikal, kalimat itu dibah menjadi
Bila strukturnya diubah ke kalimat (111), terlihat bahwa yang kurang jelas adalah soal itu, bukan saya.
e. Keterangan Tambahan Terletak di Sebelah Kanan Unsur yang Diterangkan Menurut Chaer (2011: 55), keterangan tambahan harus terletak langsung disebelah kanan unsur yang diterangkan. Perhatikan contoh berikut.
Subjek kalimat (112) adalah kenakalan remaja; predikatnya adalah banyak menjadi, dan objeknya adalah bahan pembicaraan dalam masyarakat. Lalu bagian terutama mengenai penyalahgunaan obat terlarang itu sebenarnya adalah keterangan tambahan pada unsur subjek.Jadi, seharusnya bagian itu diletakkan langsung di sebelah kanan kenakalan remaja, sehingga kalimat (112) akan menjadi kalimat (113) yang gramatikal.
f. Predikat tidak boleh didahului oleh yang Di depan predikat tidak boleh diberi kata yang karena unsur kalimat tersebut bukan predikat melainkan keterangan subjek. Perhatikan contoh berikut ini. (114) Mahasiswa yang duduk di bangku depan. Kalimat (114) tidak gramatikal karena kalimatnya belum sempurna. Unsur yang duduk tidak berfungsi sebagai predikat, melainkan berfungsi sebagai klausa terikat perluasan unsur subjek. Agar kalimat (114) gramatikal, kata yang dihilangkan sehingga berstruktur (115) (115) Mahasiswa itu duduk di depan. Atau, supaya kalimat (115) sempurna, perlu ditambahkan unsur predikat. Perhatikan kalimat (116)
g. Penggunaan Konjungsi antarkalimat secara tepat Kata penghubung antrakalimat adalah kata penghubung yang menghubungkan dua kalimat yang berbeda agar kedua kalimat itu berhubungan. Yang termasuk konjungsi antarkalimat adalah dengan demikian, oleh sebab itu, oleh karena itu, karenanya, setelah itu, sebelum itu, akan tetapi, namun, sementara itu, kendati demikian. Berikut ini adalah penggunaan konjungsi antarkalimat yang kurang tepat karena digunakan untuk menghubungkan klausa, bukan kalimat.
Kalimat ini kurang tepat karena menggunakan konjungsi antarkalimat namun.Supaya gramatikal, kalimatnya harus berwujud sebagai berikut.
Setiap kalimat majemuk, baik kalimat majemuk bertingkat maupun kalimat majemuk setara harus memiliki konjungsi. Dalam struktur majemuk bertingkat, klausa bawahan selalu dilekati oleh konjungsi. Penggunaan koma dilakukan apabila klausa bawahan mendahului klausa utama. Ketiadaan konjungsi kadang berpotensi menghadirkan multitafsir karena pada dasarnya konjungsi hadir untuk menunjukkan relasi makna antarklausa. Perhatikan contoh berikut!
Karena kalimat tersebut tidak mengandung konjungsi, hubungan makna kalusa tersebut berpotensi disalahartikan. Bisa jadi, pembaca memahami kalimat (119) menjadi pemerintak panik karena harga meroket, pemerintah panik sehingga harga meroket, pemerintah panik supaya harga meroket, dll. Demikian pula halnya dengan kalimat (120) berpotensi ditafsirkansecara berbeda oleh pembaca.Oleh karena itu, konjungsi di dalam kalimat majemuk perlu digunakan secara tepat. Yang harus diperhatikan, di dalam kalimat majemuk yang tersusun oleh dua klausa, hanya boleh menggunakan satu konjungsi.Oleh karena itu, kalimat pada (121) tidak gramatikal. (121) Karena rajin belajar, maka Azzami memperoleh peringkat pertama. Karena menggunakan dua konjungsi, hubungan makna antarklausa di dalam kalimat tersebut tidak jelas, apakah hubungan sebab (penggunaan konjungsi karena) atau hubungan akibat (penggunaan konjungsi maka).Supaya gramatikal, kalimat tersebut sebaiknya berstruktur (122) sebagai berikut. (122) Karena rajin belajar, Azzami memperoleh peringkat pertama. Bentuk kalimat menjadi tidak berterima apabila konjungsi intrakalimat ini digunakan di awal kalimat tunggal.Perhatikan contoh berikut ini.
4.1.2 Kalimat Efektif Harus Lugas Agar dapat dipahami secara tepat oleh pembaca, kalimat harus menyatakan sesuatu secara lugas. Chaer (2011: 35-43) memberi ukuran kelogisan suatu kalimat diwujudkan dengan
a. Kalimat Efektif Menyatakan Sesuatu Apa Adanya Karangan ilmiah seharusnya menggambarkan sesuatu secara apa adanya, tidak dikurangi dan tidak ditambahi. Karena itu, kalimat yang tersusun harus lugas, tidak bertele-tele atau berbunga-bunga.Bandingkan dua kalimat berikut ini.
Kalimat (127) bermakna sama dengan kalimat (126), tetapi (127) lebih lugas dari pada kalimat (126) b. Kalimat Efektif Harus Hemat Kata Kalimat lugas dapat diwujudkan dengan menghemat penggunaan kata-kata. Setiap kalimat harus berfungsi dengan baik, unsur yang tidak mendukung makna kalimat harus dihindari. Misalnya, tidak menggunakan kata penanda jamak pada bentuk berulang, menanggalkan kata hipernim (superordinat) dari kata yang menjadi hiponimnya (subordinatnya), menggunakan sekaligus kata yang bermakna mirip. Perhatikan contoh berikut ini.
Kata hadirin pada kalimat (128) sudah mengandung banyak, sehingga tidak perlu dimarkahi dengan penanda jamak para. Kata hari pada kalimat (129) adalah hipernim dari kata rabu. Kata naik bermakna mirip dengan ke atas. Untuk membuat kalimat-kalimat tersebutmenjadi lugas, perlu dihilangkan pemarkah jamak sebagaimana yang terdapat pada contoh kalimat (131), dihilangkan hipernim pada kalimat (132), dan dihilangkan kata bermakna mirip pada kalimat (133).
c. Kalimat Efektif Tidak Bermakna Kias Kalimat lugas dapat diwujudkan dengan tidak menggunakan kata-kata atau frasa-frasa yang bermakna kias atau bermakna idiomatis. Perhatikan contoh berikut ini!
Kata tikus-tikus dan merampok pada kalimat (134) bermakna kias, maka sebaiknya diganti dengan kata koruptor dan kata mengambil. Kata diamankan pada kalimat (135) sebaiknya diganti diselamatkan. Oleh karena itu, kalimat-kalimat tersebut menjadi seperti pada contoh kalimat (136) dan (137).
d. Kalimat Efektif Bebas dari Ketaksaan Kalimat efektif harus bebas dari ketaksaan agar dapat dipahami secara tepat oleh pembaca, tidak menimbulkan salah tafsir.Perhatikan contoh berikut ini.
Contoh kalimat pada (138) itu menjadi taksa karena dapat dimaknai (a) Tahun ini SPP dinaikkan untuk mahasiswa baru; atau (b) SPP mahasiswa tahun ini baru dinaikkan. Demikian pula halnya dengan contoh kalimat pada (139). Kalimat itu menjadi taksa karena dapat dimaknai (a) Rumah aneh milik sang jutawan akan segera dijual; atau (b) Rumah milik sang jutawan aneh itu akan segera dijual. Ada dua cara untuk mengatasi keambiguan pada kalimat. Pertama, mengubah susunan kalimatnya menjadi kalimat-kalimat berikut.
Kedua, dengan memberi tanda hubung (-) di antara kata-kata yang berpotensi ambigu.Misalnya, seperti tampak pada kalimat (144) dan (145) (144) Tahun ini SPP mahasiswa-baru dinaikkan. Kata baru mewatasi mahasiswa sehingga bermakna mahasiswa yang baru. (145) Tahun ini SPP mahasiswa baru-dinaikkan. Kata baru melekat ke kata dinaikkan sehingga bermakna SPP baru dinaikkan. e. Kalimat Efektif Harus Logis Agar dapat dipahami secara tepat oleh pembaca, kalimat yang disusun harus memperhatikan aspek kelogisan.Logis maksudnya dapat dicerna oleh nalar manusia.Perhatikan beberapa contoh berikut ini. (146) Semua mahasiswa berasal dari keluarga tak mampu. Kalimat ini tidak logis karena simpulan ditarik dari fakta-fakta yang tidak mamadai.
Kalimat ini tidak logis karena waktu dan tempat tak bisa dipersilakan. 1.1.3 Kalimat Efektif Harus Memerhatikan Aspek Penekanan Penekanan dalam sebuah kalimat adalah usaha penulis untuk menampilkan fokus dalam kalimat.Penekanan diberikan untuk menjaga minat pembaca. Utordewo dkk. (2005:
keterangan diletakkan di posisi awal kalimat, seperti pada kalimat berikut. (150) Anak itu datang kemarin. → Kemarin anak itu datang.
(152) Ia bukan anak pertama, melainkan anak kedua.
1.1.4 Kalimat Efektif Harus Sejajar Kesejajaran adalah perincian beberapa unsur yang sama penting dan sama fungsinya secara berurutan dalam kalimat. Misalnya, bila sebuah ide (gagasan) dalam sebuah kalimat dinyatakan dengan kata kerja aktif, ide atau gagasan lain yang sederajat harus dengan kata kerja aktif juga. Kesejajaran ini penting untuk menjaga pemahaman dan fokus pembaca. Oleh karena itu, kalimat efektif harus sejajar dalam hal bentuk dan makna. Perhatikan contoh berikut.
Kesejajaran bentuk pada contoh kalimat (155) tidak ada karena gagasan yang sederajat yaitu penghayatan dan memahami tidak sejajar. Kata penghayatan adalah kata benda, sedangkan memahami adalah kata kerja. Kalimat itu akan menjadi efektif dan mudah dipahami apabila kedua gagasan itu dinyatakan dengan jenis kata yang sama, seperti pada kalimat (156) berikut.
Selain itu, bentuk berikut juga tidak efektif. (157) Dia berpukul-pukulan. Kesejajaran makna pada kalimat (157) tidak ada karena kata dia adalah pronominal persona ketiga tunggal, tetapi melakukan perbuatan berpukul-pukulan yang bermakna saling. Kalimat itu akan menjadi efektif dan mudah dipahami apabila subjeknya diganti dengan Promina jamak, seperti pada kalimat (158) (158) Mereka berpukul-pukulan. Share on FacebookTweetFollow us |