Ilustarasi sumber aqidah Islam. Sumber : www.pexels.com Aqidah merupakan kata yang sering didengar dalam kehidupan sehari-hari khususnya kita sebagai umat muslim. Pemahaman akan aqidah adalah landasan dasar dari ajaran Islam. Dan sebagai umat muslim yang beriman dan bertakwa pada Allah SWT harus memiliki pemahaman yang benar akan hal tersebut terlebih dulu. Pengertian aqidah menurut bahasa yang dikutip dari buku Pemurnian Aqidah dan Syari’ah Islam (Hamzah Yaqu’ub, Pedoman Ilmu Jaya : 1988) adalah simpulan atau ikatan. Namun secara terminologis diartikan kepercayaan dan keyakinan. Sedangkan menurut Syaikh Dr. Nashir bin ‘Abdul Karim Al ‘Aql Hafizhahullah aqidah adalah iman yang kokoh, kuat dan tidak ada keraguan sedikit pun dari sisi keyakinannya. Ringkasnya, aqidah merupakan keyakinan yang kuat dalam diri atau hati seseorang. Apabila aqidah tersebut bersumber dari Alquran dan sunnah Nabi Muhammad SAW maka itu adalah aqidah yang benar atau shohih. Sebaliknya, jika tidak sesuai bersumber dari Alquran dan hadist disebut aqidah bathil, keliru. Untuk memperdalam aqidah Islam, maka umat muslim haruslah mengetahui sumber utama aqidah agar tidak salah langkah dan benar-benar bisa berpegang teguh dalam menjalankan ketentuanNya. Berikut ini sumber aqidah Islam utama yang harus dipahami jelas oleh umat muslim. Sumber Aqidah Islam Sebagai Pedoman Hidup Umat MuslimMenurut Syaikh Prof. DR. ‘Abdullah bin ‘Abdul ‘Aziz Al Jibrin Hafizhahullah, aqidah Islamiyah adalah satu perkara yang bersifat tauqifiyah. Yang artinya aqidah yang berdasarkan kitabullah dan hadits Nabi Muhammad SAW. Jadi, ada dua sumber aqidah Islam yaitu Alquran dan hadist. Alquran adalah kitab suci umat Islam yang berisi firman Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Tujuan diturunkan Alquran adalah untuk dijadikan pedoman umat Islam dalam menata kehidupan agar bisa memeroleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Dalam Alquran terdapat banyak petunjuk-petunjuk, keterangan, konsep baik yang bersifat global maupun yang bersifat terinci, tersurat maupun tersirat dalam berbagai persolan dan bidang kehidupan manusia. Apa yang ada di dalam Alquran adalah benar. Oleh karena itu sepatutnya umat Islam untuk selalu berpedoman pada Alquran. “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.” (QS. Ali Imran : 103) Hadist merupakan sumber aqidah Islam yang kedua. Menurut bahasa hadist merupakan sesuatu yang baru, yang menunjukkan sesuatu dekat atau waktu yang singkat. Menurut istilah syara’ adalah hal-hal yang datang dari Rasulullah SAW baik dalam bentuk ucapan, perbuatan, ataupun pengakuan. Adapun jenis hadist yaitu hadist fi’liyah (perbuatan Nabi Muhammad SAW), hadits Qauliyah (ucapan) dan hadits taqririyah (perbuatan sebagian para sahabat Nabi). Bagi umat muslim tidak boleh mengganti kedua sumber aqidah Islam di atas dengan yang lain. Karena apa yang telah ditetapkan di Alquran dan hadist adalah benar dan wajib bagi umat muslim menetapkannya sebagai aqidah. Ini pun mencegah terjadinya penyimpangan keyakinan. Dengan menetapkan Alquran dan hadist sebagai pedoman hidup, Insya Allah senantiasa dilindungi olehNya dan mendapatkan keberkahan. Dan akan selalu percaya tidak ada kebenaran lain selain Allah SWT. (RAN) Akidah (bahasa Arab: العقيدة, translit. al-'aqīdah) dalam istilah Islam yang berarti iman. Semua sistem kepercayaan atau keyakinan bisa dianggap sebagai salah satu akidah. Fondasi akidah Islam didasarkan pada hadits Jibril, yang memuat definisi Islam, rukun Islam, rukun Iman, ihsan dan peristiwa hari akhir.
Dalam bahasa Arab akidah berasal dari kata al-'aqdu (الْعَقْدُ) yang berarti ikatan, at-tautsiiqu (التَّوْثِيْقُ) yang berarti kepercayaan atau keyakinan yang kuat, al-ihkaamu (اْلإِحْكَامُ) yang artinya mengokohkan (menetapkan), dan ar-rabthu biquw-wah (الرَّبْطُ بِقُوَّةٍ) yang berarti mengikat dengan kuat.
Sedangkan menurut istilah (terminologi), akidah adalah iman yang teguh dan pasti, yang tidak ada keraguan sedikit pun bagi orang yang meyakininya.[1] Jadi, Akidah Islamiyyah adalah keimanan yang teguh dan bersifat pasti kepada Allah dengan segala pelaksanaan kewajiban, bertauhid[2] dan taat kepadaNya, beriman kepada para malaikatNya, rasul-rasulNya, kitab-kitabNya, hari Akhir, takdir baik dan buruk dan mengimani seluruh apa-apa yang telah shahih tentang prinsip-prinsip Agama (Ushuluddin), perkara-perkara yang ghaib, beriman kepada apa yang menjadi ijma' (konsensus) dari salafush shalih, serta seluruh berita-berita qath'i (pasti), baik secara ilmiah maupun secara amaliyah yang telah ditetapkan menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahih serta ijma' salaf as-shalih.[3] Walaupun masalah qadha' dan qadar menjadi ajang perselisihan di kalangan umat Islam, tetapi Allah telah membukakan hati para hambaNya yang beriman, yaitu para Salaf Shalih yang mereka itu senantiasa menempuh jalan kebenaran dalam pemahaman dan pendapat. Menurut mereka qadha' dan qadar adalah termasuk rububiyah Allah atas makhlukNya. Maka masalah ini termasuk ke dalam salah satu di antara tiga macam penjabaran tauhid menurut Ibnu Taimiyah:
Iman kepada qadar adalah termasuk ar-rububiyah. Oleh karena itu, Imam Ahmad berkata: "Qadar adalah kekuasaan Allah". Karena, tak syak lagi, qadar (takdir) termasuk qudrat dan kekuasaanNya yang menyeluruh. Di samping itu, qadar adalah rahasia Allah yang- tersembunyi, tak ada seorangpun yang dapat mengetahui kecuali Dia, tertulis pada Lauh Mahfuzh dan tak ada seorangpun yang dapat melihatnya. Kita tidak tahu takdir baik atau buruk yang telah ditentukan untuk kita maupun untuk makhluk lainnya, kecuali setelah terjadi atau berdasarkan nash yang benar.[5] Tauhid itu cuma satu tidak dibagi-bagi, menjadikan satu sebagaimana makna asalnya dengan tiga macam penjabaran/penjelasan, seperti yang tersebut di atas dan tidak ada istilah Tauhid Mulkiyah ataupun Tauhid Hakimiyah karena istilah ini adalah istilah yang baru. Apabila yang dimaksud dengan Hakimiyah itu adalah kekuasaan Allah, maka hal ini sudah masuk ke dalam kandungan Rububiyah Allah. Apabila yang dikehendaki dengan hal ini adalah pelaksanaan hukum Allah di muka bumi, maka hal ini sudah masuk ke dalam Uluhiyah Allah, karena hukum itu milik Allah dan tidak boleh kita beribadah melainkan hanya kepada Allah semata. Lihatlah firman Allah pada surat Yusuf ayat 40.[6]
|