8 Apa sajakah yang termasuk deductible expense?

PajakOnline.com—Mewabahnya virus corona di Indonesia yang berawal pada Maret 2020, membuat pemerintah menetapkan bencana non alam penyebaran virus Corona (Covid-19) menjadi bencana nasional. Ketentuan ini tertuang dalam Keputusan Presiden No.12/2020 yang ditetapkan pada 13 April 2020.

Dengan menyatakan pandemi Covid-19 menjadi bencana nasional, ada keterkaitan dengan segi kebijakan pajak. Pengaruh yang muncul dari kebijakan pajak tersebut yaitu dengan pengurangan penghasilan kena pajak atau disebut dengan deductible expense

Deductible Expense yaitu biaya yang dapat digunakan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan guna untuk dapat dikurangkan atas penghasilan kena pajak atau penghasilan brutonya.

Biaya ini yang dikurangi oleh wajib pajak sebagai sarana untuk mengetahui jumlah penghasilan neto sebagai dasar perhitungan pajak penghasilan (PPh).

Ada tiga prinsip dasar untuk sebuah biaya menjadi deductible expense. Pertama, biayanya merupakan biaya yang berkaitan dengan kegiatan usaha. Kedua, kegiatan usahanya dilaksanakan untuk memperoleh penghasilan yang dikenai pajak. Ketiga, biayanya bukan sebagai kepentingan pribadi.

Ketentuan mengenai biaya yang bisa dijadikan deductible expense sudah diatur pada Pasal 6 UU PPh, beban-beban yang dapat dikurangi dari pendapatan bruto terbagi menjadi dua kategori, diantaranya beban atau biaya yang memiliki periode manfaat tidak lebih dari 1 tahun dan yang memiliki periode manfaat lebih dari 1 tahun.

Beban yang memiliki periode manfaat kurang dari 1 tahun menjadi biaya pada tahun yang bersangkutan. Sementara bagi yang memiliki periode manfaat lebih dari 1 tahun, bebannya dilakukan melalui penyusutan atau melalui amortisasi.

Secara lebih spesifik, merujuk pada Pasal 6 ayat (1) UU PPh biaya yang bisa menjadi deductive expense yaitu:

a. biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain: 1. biaya pembelian bahan; 2. biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang; 3. bunga, sewa, dan royalti; 4. biaya perjalanan; 5. biaya pengolahan limbah; 6. premi asuransi; 7. biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; 8. biaya administrasi; dan 9. pajak kecuali Pajak Penghasilan b. penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun. c. iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan; d. kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan; e. kerugian selisih kurs mata uang asing; f. biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia; g. biaya beasiswa, magang, dan pelatihan; h. piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat: 1. telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial; 2. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan 3. telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa hutangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu; 4. syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf k; i. sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; j. sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia k. biaya pembangunan infrastruktur sosial l. sumbangan fasilitas pendidikan

m. sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pada Pengenaannya ada biaya tertentu yang menjadi pengecualian berdasarkan yang tertulis dalam UU PPh pada Pasal 9 yang bisa menjadi deductible expense contohnya biaya yang terdapat pada premi asuransi yang sudah dibayarkan oleh pemberi kerja yang dalam perhitungan, premi tersebut dihitung sebagai penghasilan wajib pajak yang bersangkutan.

Di luar itu ada suatu pemberian makanan dan minuman kepada semua pegawai yang pada umumnya kegiatan yang termasuk pada natura sehingga non deductible expense. Bisa menjadi deductible expense jika disediakan bagi seluruh pegawai berdasarkan Per Dirjen No.51/PJ/2009 dan PMK No.167/PMK.03/2018.(Ridho Rizqullah Zulkarnain)

Tahukah Anda bahwa ada istilah deductible expense pada dunia perpajakan? Nah apabila belum, maka istilah deductible expense adalah suatu biaya perusahaan yang dapat dibebankan kepada laporan keuangan fiskal.

Dimana deductible expense harus disesuaikan dengan kebijakan pajak yang berlaku, apalagi setiap perusahaan pasti akan melakukan adanya kegiatan sumbangan.

Maka dari itu kebijakan ini peruntukkan kepada wajib pajak dalam negeri maupun dalam bentuk usaha tetap.

Dengan adanya pengurangan biaya terhadap deductible expense ini maka wajib pajak harus melakukan laporan keuangan fiskal, serta juga harus mengikuti pedoman akuntansi pajak yaitu SAK (Standar Akuntansi Keuangan).

Selain itu dari definisinya deductible expense adalah sebuah kebijakan atas biaya yang harus dikurangkan dengan cara menagih, mendapatkan, dan memelihara penghasilan (3M).

Lantas, apa saja biaya yang dikenakan atas deductible expense? Dan bagaimana contohnya, simak dibawah ini.

Kenali Apa Itu Definisi Deductible Expense

Berdasarkan UU No.36 Tahun 2008 Pasal 6, bahwa deductible expense adalah kebijakan biaya yang sudah diatur dalam mengurangi penghasilan pajak atau penghasilan bruto untuk mendapatkan, menagih, serta memelihara penghasilan pajak (3M).

Dimana deductible expense ini berlaku bagi wajib pajak dalam negeri dalam bentuk usaha tetap, dan menjadi dasar perhitungan pajak penghasilan.

Selain itu deductible expense memiliki adanya tiga prinsip yaitu biaya yang berkaitan dengan kegiatan usaha, bukan untuk keperluan pribadi, dan memperoleh penghasilan dikenakan pajak.

Dilihat dari segi pengurangannya bahwa biaya yang dikurangi oleh penghasilan bruto ternyata dibagi menjadi dua golongan, yaitu biaya yang memiliki masa manfaat lebih dari 1 tahun dan biaya yang memiliki masa manfaat kurang dari satu tahun.

Baca Juga: Apa Itu Ekstensifikasi Pajak Dan Intensifikasi Pajak?

Apa Saja Pajak Penghasilan Pada Deductible Expense?

Dalam UU No.36 Tahun 2008 Pasal 6 ayat 1 tentang pajak penghasilan, adapun biaya yang dapat menjadi deductible expense yaitu meliputi:

  1. Terdapat biaya yang secara langsung maupun secara tidak langsung dan berkaitan dengan kegiatan usaha, meliputi:
    • Beban pembelian bahan
    • Beban berkenaan dengan pekerjaan maupun jasa
    • Beban upah, gaji, honorarium, bonus, tunjangan dalam bentuk uang, hingga gratifikasi.
    • Biaya bunga, sewa, ataupun royalti.
    • Beban perjalanan dinas.
    • Beban pengolahan limbah.
    • Biaya premi asuransi.
    • Beban promosi dan penjualan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
    • Beban administrasi
    • Serta biaya pajak kecuali pajak penghasilan.
  2. Biaya penyusutan atas pengeluaran dalam memperoleh harta berwujud, maupun amortisasi atas pengeluaran sebagai perolehan hak atau biaya lain yang memiliki jangka waktu manfaat lebih dari 1 (satu) tahun.
  3. Biaya iuran dana pensiun dan disahkan oleh Menteri Keuangan.
  4. Biaya kerugian atas penjualan maupun pengalihan harta yang dimiliki, bahkan untuk digunakan dalam perusahaan. Dimana untuk dimiliki mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.
  5. Biaya atas kerugian selisih kurs mata uang asing.
  6. Beban penelitian maupun pengembangan perusahaan yang dijalankan di Indonesia.
  7. Beban beasiswa, magang, maupun pelatihan.
  8. Biaya atas piutang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat yaitu:
    • Sudah dibebankan menjadi biaya pada laporan laba rugi komersial.
    • Sebagai wajib pajak harus memberikan daftar piutang yang tidak dapat tertagih kepada Ditjen pajak.
    • Menyerahkan perkara penagihan kepada Pengadilan Negeri maupun instansi pemerintah, dimana dapat menangani piutang negara, perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang, melakukan pembebasan utang antara kreditur dengan debitur yang bersangkutan. Hingga dapat mempublikasikan penerbitan umum atau khusus, dengan pengakuan dari debitur apabila hutang telah dihapuskan dalam jumlah tertentu.
    • Adanya persyaratan sebagaimana pada urutan ketiga bahwa tidak berlaku untuk menghapus piutang tak tertagih debitur, dengan jumlah kecil serta pelaksanaannya diatur lebih lanjut berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
  9. Biaya sumbangan dengan rangka menanggulangi bencana nasional berdasarkan peraturan pemerintah.
  10. Biaya sumbangan pada rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia.
  11. Beban pembangunan infrastruktur sosial.
  12. Biaya sumbangan fasilitas pendidikan.
  13. Biaya sumbangan pada rangka pembinaan olahraga.

Sebagai kesimpulan ternyata dari beberapa biaya yang menjadi deductible expense, memiliki pengecualian biaya yang terdapat di Pasal 9 UU No.36 Tahun 2008.

Di mana ketentuan ini secara umum mengatur biaya namun tidak dapat menjadi pengurang penghasilan bruto atau non deductible expense.

Bagaimana Pengurangan Biaya Sumbangan Dalam Deductible Expense?

Setelah pembahasan mengenai pengurangan biaya, maka selanjutnya membahas kaitan sumbangan deductible expense terhadap biaya yang dikurangkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 93 Tahun 2010 Pasal 2 ayat 1.

Adapun pengurangan sumbangan deductible expense dari penghasilan bruto sebagai berikut:

  • Pada wajib pajak yang memiliki penghasilan neto fiskal harus sesuai dengan, surat pemberitahuan tahunan pajak dari penghasilan tahun pajak sebelumnya.
  • Adanya pemberian sumbangan deductible expense yang tidak menyebabkan rugi pada tahun pajak sumbangan diberikan.
  • Memiliki pendukung oleh bukti yang sah.
  • Berbagai lembaga yang menerima sumbangan harus memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, dibandingkan dengan badan yang dikecualikan sebagai subjek pajak seperti Undang-Undang tentang Pajak Penghasilan.

Baca Juga: Mengenal Pajak Langsung Dan Tidak Langsung Beserta Contohnya

Perhitungan Contoh Kasus Deductible Expense

Berikut ini ada contoh kasus deductible expense pada perhitungan tarif pajak sebagai PPh Badan, dengan fasilitas pengurangan yaitu tarif pajak pasal 31E.

  1. Pada tahun 2020, PT. ABD memiliki penghasilan bruto sebesar Rp 6,5 Miliar. Selain itu, selama tahun berjalan PT. ABD memiliki rincian beban dan pendapatan yaitu:

    • Pengeluaran biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan bruto sebesar Rp5,8 miliar.
    • Mendapatkan penghasilan lainnya sebesar Rp60 juta.
    • Pengeluaran biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan lainnya sebesar Rp 35 juta.
    • Kompensasi kerugian fiskal dari tahun sebelumnya Rp25 juta.
    • Kredit PPh Pasal 25 Rp80 juta.
    • Kredit PPh Pasal 22 Rp15 juta.
    • Kredit PPh Pasal 23 Rp15 juta.

  2. Berapa besaran PPh terutang PT.ABD  untuk dibayar dan dilaporkan pada SPT Tahunan PPh Badan? Pertama-tama, terlebih dahulu mencari besaran penghasilan kena pajak PT.ABD:

    • Penghasilan Bruto – Biaya 3M Penghasilan Bruto = Penghasilan Neto

    Rp6.500.000.000 – Rp5.800.000.000 = Rp700.000.000

    • Penghasilan lainnya – Biaya 3M Penghasilan Lainnya = Penghasilan Neto Lainnya

    Rp60.000.000 – Rp35.000.000 = Rp25.000.000

    Total Penghasilan Neto = Rp700.000.000 + Rp25.000.000

    Total Penghasilan Neto = Rp725.000.000

    • Penghasilan Kena Pajak = Total Penghasilan Neto – Kompensasi Kerugian

    Penghasilan Kena Pajak = Rp725.000.000 – Rp25.000.000

    Penghasilan Kena Pajak PT.ABD adalah sebesar Rp700.000.000

    Karena omzet peredaran bruto PT.ABD di atas Rp4,8 miliar, maka memperoleh fasilitas pengurangan tarif:

    • Jumlah penghasilan kena pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas

    (Rp4.800.000.000 x Rp700.000.000) / Rp6.500.000.000 = Rp516.923.077

    Jumlah penghasilan kena pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas

    Rp700.000.000 – Rp516.923.077 = Rp183.076.923

    Maka, besaran PPh terutangnya adalah:

    (50% x 22%) x Rp 516.923.077 = Rp56.861.538

    22% x Rp183.076.923 = Rp 40.276.923

    Total PPh terutang= Rp 56.861.538 + Rp 40.276.923

    PPh terutang PT. ABD adalah sebesar Rp 97.138.461

    ABD memiliki beberapa kredit pajak penghasilan yang sudah dibayar:

    • PPh Pasal 22 + PPh Pasal 23 + PPh Pasal 25

    Rp15.000.000 + Rp15.000.000 + Rp80.000.000

    Maka, PPh terutang dikurangi dengan total kredit pajak tersebut.

    Rp 97.138.461 – Rp110.000.000= (Rp12.861.539)

    Dalam hal ini, PT.ABD memiliki lebih bayar pajak sebesar Rp12.861.539

Seperti itulah mengenai pembahasan apa itu deductible expense, serta bagaimana contohnya, kendati demikian ternyata banyak juga biaya yang dapat menjadi deductible expense. Oleh karena itu Anda juga perlu melakukan perhitungan dan pelaporan pajak.

Sehingga sebelum melakukan perhitungan dan pembayaran, sebaiknya Anda pastikan terlebih dahulu apakah pembukuan bisnis Anda melalui pencatatan laporan keuangan sudah benar atau belum.

Nah untuk memastikannya Anda juga bisa melakukan pembukuan laporan keuangan secara realtime dan akurat.

Dengan mencoba memanfaatkan Harmony software pembukuan, yang juga dapat membantu Anda untuk mencatat beberapa unsur pajak bisnis Anda.

Tidak hanya membantu mencatat unsur pajak saja, Anda juga harus menyiapkan dan memperhitungkan laporan keuangan dimana saja dan kapan saja tanpa perlu repot.

Fitur lainnya bisa digunakan seperti pemantauan stok, pembuatan invoice otomatis, rekonsiliasi bank transaksi secara otomatis, penghitungan aset, dan keuangan usaha yang mudah dikelola karena terdapat 20 lebih laporan keuangan secara real time. Cobalah gunakan Harmony GRATIS 30 Hari di sini.

Dapatkan update informasi dari Harmony dengan mengikuti media sosialnya di Facebook, Instagram, dan LinkedIn.