Amir pertama Bani Abbasiyah yang dibaiat di Masjid Kufah adalah

Keruntuhan Dinasti Bani Umayyah pada tahun 750 M menjadi tonggak awal berdirinya Dinasti Bani Abbasiyah. Pemerintahan Bani Abbasiyah dinisbatkan kepada al-Abbas, paman Rasulullah. Khalifah pertamanya ialah Abdullah as-Saffah bin Muhammad Bin Ali bin Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthalib.

Berdirinya pemerintahan ini dianggap sebagai kemenangan pemikiran yang pernah dikumandangkan oleh Bani Hasyim (Alawiyun) pasca wafatnya Rasulullah saw. dengan mengatakan bahwa yang berhak untuk berkuasa adalah keturunan Rasulullah saw. dan anak keturunannya. Namun pemikiran tersebut tidak bisa dijadikan pegangan dan kalah telak di masa awal Islam. Pemikiran bahwa kekuasaan itu adalah hak semua kaum muslimin dan siapapun berhak maju selama dia mampu memikul amanah merupakan pemikiran yang menang pada masa itu.

Sebab-Sebab Runtuhnya Dinasti Umayyah

Sebab-sebab runtuhnya Dinasti Umayyah adalah sebagai berikut:

Pemindahan ibukota dari Madinah ke Damaskus yang merupakan bekas ibukota Bizantium merupakan faktor utama kelemahan Dinasti Umayyah. Kehidupan bangsawan Bizantium yang serba mewah dan jauh dari gaya hidup islami, memengaruhi gaya hidup keluarga Bani Umayyah. Hal itu menyebabkan figur amir menjadi figur yang lemah.

  1. Hak istimewa bangsa Arab Suriah

Umayyah bin Khalaf merupakan moyang Bani Umayyah yang telah lama menetap di Suriah jauh sebelum Islam datang. Oleh karena itu, kehidupan dan keberlangsungan Bani Umayyah tidak bisa dilepaskan dari orang-orang Suriah. Selain itu Bani Umayyah sendiri telah membentuk aristokrasi militer Arab yang menjadi jantung kekuatan militer Bani Umayyah. Hal tersebut menjadikan bangsa Suriah mendapat hak istimewa dari Bani Umayyah.

  1. Pemerintahan yang tidak demokratis dan korup

Dalam perjanjian Amul Jamaah yang dilakukan antara Hasan bin Ali dan Muawiyah, Muawiyah menyanggupi bahwa pemilihan amir setelahnya akan dilakukan secara musyawarah dan demokratis. Akan tetapi Muawiyah mengingkarinya dan menunjuk anaknya, Yazid bin Muawiyah menjadi amir setelahnya. Hal itu berlangsung secara turun-temurun.

Selain mengkhianati isi perjanjian Amul Jamaah, penunjukan itu juga berlawanan dengan prinsip pemilihan pemimpin di kalangan bangsa Arab. Akibatnya beberapa amir  Bani Umayyah bukan berasal dari garis keturunan Muawiyah. Keadaan tersebut membuat administrasi pemerintahan terlalaikan dan mendorong para pejabatnya melakukan korupsi dan mementingkan diri sendiri.

Persaingan antar suku sudah lama menjadi ciri khas bangsa Arab. Sikap pilih kasih yang dilakukan oleh Bani Umayyah kembali memunculkan kekisruhan. Suku-suku Arab terbagi menjadi dua kelompok besar, yaitu bangsa Arab Utara yang disebut dengan Arab Qaisy atau Mudari dan bangsa Arab Selatan yang disebut dengan Arab Yamani atau Himyari. Namun, dalam pertikaian itu Bani Umayyah berpihak kepada Arab Yamani yang mereka anggap lebih cocok. Serangkaian peperangan antar kedua suku Arab ini sangat memperlemah kekuatan Bani Umayyah.

Sekte Pendorong Pergerakan Bani Abbasiyah

Semua keadaan tersebut menjadi permasalahan yang sulit untuk dipecahkan oleh pemerintahan Bani Umayyah. Sekitar abad ke 8 Masehi, kebencian terhadap pemerintahan Bani Umayyah semakin menjadi-jadi, sehingga muncullah kelompok-kelompok yang merasa tidak puas atas kebijakan yang diterapkan. Hal ini menjadi salah satu keuntungan bagi kelompok Bani Abbasiyah. Kelompok tersebut adalah:

  1. Kelompok muslim non-Arab (mawali) yang memprotes kedudukan mereka yang sebagai warga kelas dua di bawah muslim Arab.
  2. Kelompok Khawarij dan Syiah yang menganggap Bani Umayyah sebagai perampas kepemerintahan.
  3. Kelompok Arab di Makkah, Madinah dan Irak yang merasa sakit hati atas status istimewa penduduk Suriah.
  4. Kelompok muslim yang shaleh, baik Arab maupun non-Arab yang memandang keluarga Bani Umayyah telah bergaya hidup mewah dan jauh dari gaya hidup islami.

Serangan-Serangan Bani Abbasiyah

Kelompok-kelompok tersebut membuat kekuatan gabungan yang dikoordinasi oleh Ali bin Abdullah bin Abbas. Untuk mencari dukungan masyarakat luas, kelompok Bani Abbasiyah melakukan propaganda yang mereka sebut sebagai usaha dakwah. Gerakan ini dimulai ketika Umar bin Abdul Aziz berkuasa.

Setelah Ali bin Abdullah bin Abbas meninggal, dia digantikan oleh anaknya yang bernama Muhammad. Ia memperluas gerakan Bani Abbasiyah dan menetapkan tiga kota sebagai pusat gerakan, yaitu Al-Humaymah, Kufah, serta Khurasan.

Muhammad bin Ali meninggal pada tahun 743 M, kemudian digantikan oleh anaknya Ibrahim Al-Imam. Ia kemudian menunjuk Abu Muslim Al-Khurasani sebagai panglima perangnya.

Di tangan Abu Muslim al-Khurasani pergerakan dakwah ini berkembang pesat. Ia mampu menarik simpati sebagian besar penduduk Khurasan. Ia berkampanye untuk memunculkan rasa kebersamaan diantara golongan Alawiyyin, Syiah, dan orang-orang Persia untuk menentang Bani Umayyah yang telah menindas mereka. Ia juga mengajak mereka bekerja sama dengan Abbasiyah untuk mengembalikan kekhalifahan kepada golongan Bani Hasyim.

Ibrahin al-Imam mendorong Abu Muslim al-Khurasani untuk merebut Khurasan dan menyingkirkan orang-orang Arab yang mendukung Bani Umayyah. Sayangnya rencana itu oleh penguasa Bani Umayyah, Ibrahim al-Imam ditangkap dan dihukum mati oleh Khalifah Marwan II.

Kepemimpinan gerakan dakwah Bani Abbasiyah kemudian dipegang oleh saudaranya, yaitu Abdullah bin Muhammad atau dikenal dengan Abu Abbas as-Saffah. Ia tetap memberi kepercayaan kepada Abu Muslim al-Khurasani untuk menjadi panglima perangnya dan memimpin perlawanan di Khurasan.

Abu Muslim al-Khurasani dengan cepat memulai gerakannya. Dengan pandai ia memanfaatkan pertentangan antara suku Arab Yamani dan Arab Qaisy yang telah berlangsung sejak dulu. Pada waktu Abu Muslim Al-Khurasani memulai gerakannya, gubernur Khurasan dijabat oleh Nasr bin Sayyar yang berasal dari Arab Qaisy. Abu Muslim kemudian mendekati Al-Kamiri, pimpinan suku Arab Yamani di Khurasan. Dengan siasat adu domba, Gubernur Nasr bin Sayyar berhasil dikalahkan. Dengan bantuan Yaman pula, Abu Muslim berhasil menduduki Kota Merv dan Nizabur.

Sementara itu, tentara Bani Abbasiyah yang dipimpin oleh Kataba, jendral Abu Muslim al-Khurasani maju ke sebelah barat didampingi oleh Khalid bin Barmak. Mereka menyeberangi sungai Eufrat dan sampai ke medan Karbala. Dalam pertempuran tersebut, Kataba dapat dikalahkan oleh Gubernur Bani Umayyah yang bernama Yazid bin Umar bin Fuhairah.

Yazid bin Umar bin Fuhairah tidak menyerah pada Bani Abbasiyah kecuali setelah As-Saffah menjanjikan padanya untuk memberikan rasa aman. Namun, mereka mengingkari janji itu dengan membunuhnya. Tentara Bani Abbasiyah akhirnya berhasil menguasai Kufah.

Di bagian timur, tentara Bani Abbasiyah terus bergerak maju. Pada tahun 749 M, putra Amir Marwan dikalahkan Abu Ayyub, seorang panglima Bani Abbasiyah. Amir Marwan II akhirnya memimpin langsung usaha terakhir untuk mempertahankan dinastinya. Ia mengerahkan tentaranya dan menyeberangi Sungai Tigris serta maju menuju Zab. Sedangkan tentara Bani Abbasiyah dipimpin oleh Abdullah bin Ali. Tentara Bani Umayyah berhasil dikalahkan. Marwan II melarikan diri dan diburu dari satu tempat ke tempat lain. Hingga akhirnya ia ditemukan di Mesir dan dibunuh di sana. Damaskus berhasil dikuasai pada tahun itu. Dengan demikian, semua wilayah pemerintahan berada di bawah kendali Bani Abbasiyah kecuali Andalusia.

Pembaiatan Abu Abbas As-Saffah

Pada bulan Rabi’ul Awal 749 M/ 750 M, Abu Abbas as-Saffah dibaiat sebagai amir pertama Bani Abbasiyah. Ia dibaiat di Masjid Kufah. Menurut para ahli sejarah, perpindahan pemerintahan dari Bani Umayyah kepada Bani Abbasiyah lebih dari sekedar pergantian dinasti. Kejadian itu merupakan revolusi dari sejarah Islam, yaitu suatu titik balik yang sama pentingnya dengan Revolusi Prancis dan Rusia dalam sejarah Barat.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Usairy, Ahmad. 2003. Sejarah Islam. Terjemah oleh H. Samson Rahman, MA. Jakarta: Akbar Media Eka Sarana.

As-Suyuti, Imam. 2017. Tarikh Khulafa’. Terjemah oleh Muhammad Ali Nurdin. Jakarta: Qisthi Press.

Choeroni. 2012. Mandiri Sejarah Kebudayaan Islam Mts/SMP Kelas VIII. Jakarta: Erlangga.

Oleh : Nur Saadah Sugiati, Semester VI

Amir pertama Bani Abbasiyah yang dibaiat di Masjid Kufah adalah

Abul Abbas merupakan khalifah pertama Bani Abbas ini sekaligus pendiri kekhalifahan yang telah melahirkan kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan, sains, dan teknologi. Dia juga pemimpin yang keras, tegas, dan kuat. Sehingga disegani oleh kawan dan lawan. Abul Abbas juga diangkat sebagai khalifah pertama pada waktu itu. Berikut lengkapnya kisah Abul Abbas As-Safah.

Periode Abul Abbas juga dianggap sebagai periode kepimimpinan yang singkat, hanya berkisar empat tahun delapan bulan lamanya. Dan ia meninggal dalam usia 33 tahun karena sakit cacar ketika wabah menyerang Anbar. Saudaranya, Abu Ja’far menggantikan posisinya. Sebelum menyimak kisah Abul Abbas As-Safah secara lengkap, sebaiknya lebih dulu kita mengenal siapa beliau ini.

Perkenalan

Abul Abbas As-Saffah memiliki nama lengkap yaitu Abul ‘Abbas Abdullah bin Muhammad As-saffah bin Ali bin Abdullah bin Abdhul Muthalib. Abul merupakan khalifah pertama dari Bani Abbasiyah. Bani Abbasiyah berkuasa dair 750-1258 dan telah berkuasa sampai wafatnya pada 754. Dan memberikan peninggalan serta pada masa kepimimpinan Bani Abbasiyah juga telah mengalami kemajuan dalam beberapa bidang.

Selain itu Abul sebenarnya tidak memiliki julukan seperti As-Saffah. Terdapat cerita dan kisah sendiri mengapa ada julukan seperti As-Saffah kepada Abul abbas. Ibunya Abul Abbas bernama Rabtah binti Ubaidullah Al-Haratsi dan ayahnya adalah Muhammad bin Ali, pemimpin adalah gerakan Bani Abbasiyah. Abul Abbas mendapatkan gelar As-Saffah yang berarti pengalir darah dan pengencam siapa saja yang membangkang.

Maksudnya adalah mengalirkan darah bagi pihak yang menentang. Abul Abbas adalah seseorang yang bermoral tinggi dan mempunyai loyalitas sehingga beliau disegani dan dihormati oleh kerabat-kerabatnya dan oleh rakyat yang dipimpinnya kala itu. Beliau memiliki pengetahuan yang luas, pemalu, budi pekerti yang baik dan dermawan.

Menurut dari As-Sayuti, Abul Abbas ialah manusia yang paling sopan dan selalu menepati janji tepat pada waktunya sesuai yang dijanjikan. Abul Abbas adalah seorang revolusioner. Abul telah mengadakan perombakan total dalam tubuh pasukannya. Pasukan bani Abbas selain beranggotakan Muslim arab, juga beranggitakan non-muslim dan no-arab. Sementara itu non-muslim dan no-arab.

Kisah Abul Abbas As-Safah Diangkat sebagai Khalifah

Abul Abbas as-safah dan keluarganya telah tiba di kufah pada bulan Shafar 132 H/749 M. Karena waktu yang tak berpihak, akhirnya Abu Salmah pun tidak memiliki pilihan lain selain mengangkat Abul Abbas sebagai Khalifah Abbasiyah.Pada tanggal3 Rabiul awal 132 H dibaiat menjadi khalifah pertama Dinasti Bani Abbasiyah dan berpusat di Kuffah. Dalam dua tahun kemudian, pada tahu 134 H, meninggalkan Kufah dan menuju daerah Anbar (kota Kuno di Persia). Serta menjadikannya sebagai kota pusat pemerintahan

Amir pertama Bani Abbasiyah yang dibaiat di Masjid Kufah adalah

Periode Abul Abbas bagi Bani Abbasiyah

Pada masa Bani Ummayah, mereka menolak adanya anggota pasukan dari dua golongan. Abul Abbas juga memilih Abu muslim sebagai komandan militernya karena ia dianggap sebagai panglima perang yang berbakat. Abul telah mengalami 755 perperangan.

Abul Abbas juga menyampaikan suatu khotbah pelantikannya di Masjid Raya Kufah, namun tak sampai selesai karena sakit yang diderita. Khotbah kemudian akhirnya dilengkapi oleh Pamannya bernama Daud bin Ali. Ketika Abul Abbas diangkat menjadi khalifah, disaat yang sama kabar tersebut membuat terjadinya pergeseran di berbagai posisi penting pemangku pemerintahan.

Perlahan tapi pasti, Keluarga dari Bani Abbasiyah menempati pos-pos strategis. Abul Abbas sendiri sangat mengandalkan keluarga Abbasiyah untuk mengimplementasikan kebijakannya. Pada masa itu belum ada ibu kota permanen. Karena ada tak percaya pada warga Kufah. Maka, Abul Abbas memindahkan ibu kota ke Hasyimiyah. Ditandai akibat hubungannya yang memburuk dengan Abu salmah.

Gubernur di Ibu kota Hasyimiyah dan sekitarnya adalah Daud bin Ali (pamannya Abul Abbas). Selama periode pemerintahan Abul Abbas hanya mempunyai empat tahun lebih, karena Abul Abbas fokus dengan menitikberatkan targetnya pada pembasmian musuh dari Abbasiyah, dalam hal ini keturunan Bani Ummayah.

Ketika perang terjadi maka Abul memerintahkan pamanya Abdullah bin Ali untuk membantu dan mengambil alih komando perang dari Abu Aun yang lebih dulu berangkat perang. Abu Aun merupakan komandan penting Qahthabah yang sebelumnya dipersiapkan untuk menhadapi pasukan besar Marwan II. Abul Abbas juga mengitus keponakan isa bin Musa untuk membantu Hasan yang tengah mengepung Wasit.

Dia juga telah mengirim beberapa pasukan ke daerah Madain, Ahwaz dan daerah lainnya yang belum tunduk kepada pemerintahan Bani Abbasiyah. Abul Abbas As-Saffah wafat pada 755. Dia telah berkuasa selama empat tahun lebih memimpin kekhalifaan Bani Abbasiyah. Kedudukannya sebagai khalifah setelah Abul wafat digantikan oleh saudaranya yang bernama Khalifah Al-Mansur.

Semasa pemerintahannya, Abul Abbas tidak banyak dalam melakukan perluasan wilayah, tetapi lebih melakukan konsolidasi internal untuk mendukung penguatan pilar – pilar negara. Abul Abbas menjadi khalifah selama empat tahun Sembilan bulan dan wafat di kota Anbar.

Julukan As-Saffah

Jatuhnya wasit, membualt seluruh daerah Irak, Khurasan, Syam, Mesir dan Jazirah Arabia berada di pangkuan Abbasiyah. Taka da lagi penguasa Ummayah Maupun pendukungnya yang merongrong legitimasi kepemimpinan Abul Abbas. Masa kepimpinan ini diisi dengan perburuan keturunan Ummayah. Maksudnya siapa saja yang memiliki aliran darah dengan keluarga Ummayah, dan punya potendi memberontak, pasti dikejar dan dibunuh.

Atas aktivitas yang dilakukan Abul Abbas dengan kekuasannya maka ia dijuluki As-Saffah, Sang penumpah darah. Sebenarnya julukan As-Saffah sendiri bukanlah gelar resmi dari Abuul Abbas. Sebenarnya ia tak memiliki gelar, sebab penguasa Abbasiyah yang pertama memakai gelar adalah Abu Ja’far dengan Al-Mandhur, Gelar As-Saffah sendiri tak termaktub dalam kitab-kitab sejarawan awal Muslim seperti ath-Thabari, Al-ya’qubi, dan Ibnu Qutaibah.

Amir pertama Bani Abbasiyah yang dibaiat di Masjid Kufah adalah

Kebenaran mengenai pembantaian yang dilakukan memang ada, namun tetap saja tidak tepat jika menyematkan gelar As-Saffah pada Abbul Abbas, melainkan para gubernurnya. Abul Abbas sendiri bermukin di daerah Anbar. Dan bisa dikatakan bahwa sepupunya yang giat untuk melakukan pembasmian itu. Terlebih Abdullah bin Ali di syam mengingat disanalah basis pendukung Ummayah.

Peninggalan Penting Abul Abbas

Peninggalan dari kepemimpinan Abul Abbas dari sisi administrasi pemerintahan adalah diperkenalkan posisi wazir (perdana menteri). Abul Abbas mengangkat Abu Salmah sebagai wazir pertama Abbasiyah. Namun Abu salmah tak bertahan lama di posisi yang diberikan karena terbunuh. Hubungan Abul Abbas dan Abu salmah sendiri kurang harmonis.. Sehingga dibuatnya skenario pembunuhan untuk Abu Jafar oleh pihak tertentu. Pihak ini tidak menyukai abu jafar kala itu sehingga Abu Jafar dibunuh pada masanya.

Kepemimpinan dan Kezhaliman

Abul Al-Abbas As-Saffah naik ke tampuk kekuasan sebagai khalifah pertama Bani Abbasiyah. Dalam masa pemerintahannya, ia melakukan kezhaliman di negeri Afrikan. Melihat kondisi yang seperti itu, Ibnu An’am menghadap ke Abu Ja’far Al-Manshur untuk mengadukan permasalahn, Abu An’am berkata, “Aku datang untuk memberitahumu perihal kezhaliman di negara kami. Ternyata kezhaliman itu berasal dari dalam rumahmu.”

Kesimpulan kisah Abul Abbas As-Safah ini mengandung amanat yang ingin disampaikan bahwa sebagai pemimpin lebih baik lagi memiliki sikap dan budi pekerti yang baik dan tetap menjalin hubungan baik walaupun ada perbedaan pendapat.