Untuk mencapai cita-cita kita harus belajar dengan tekun nilai juang yang tepat dilaksanakan adalah

Academia.edu no longer supports Internet Explorer.

To browse Academia.edu and the wider internet faster and more securely, please take a few seconds to upgrade your browser.

Setiap orang memiliki cita-cita yang ingin diraih. Dalam meraih cita-cita kita harus rajin belajar dan memiliki beberapa sikap yaitu, pantang menyerah, semangat, dan percaya diri. Dengan demikian, pilihan jawaban yang tepat adalah D.  

Nilai yaitu sesuatu yang berharga atau berguna. Juang artinya usaha untuk mendapatkan sesuatu atau usaha untuk menggapai cita-cita. Jadi, nilai juang artinya sesuatu yang berharga dalam usaha mendapatkan (merebut) sesuatu atau dalam mencapai cita-cita. Sebagai generasi muda, kita harus mewarisi nilai-nilai juang yang dilakukan para pendiri negara kita. Nilai-nilai perjuangan yang mewarnai bangsa Indonesia dalam mencapai kemerdekaan di antaranya ialah berani menegakkan kebenaran dan keadilan. Akan tetapi, Masih banyak orang yang menganggap remeh nilai juang ini. Padahal, seorang petani tidak akan mendapatkan hasil memuaskan dari panen padinya apabila tidak memiliki nilai juang, para pahlawan tidak mungkin dapat memperjuangkan dan meraih kemerdekaan negara apabila tidak memiliki nilai juang, sampai seorang siswa yang berada di pedalaman tidak akan pernah merasakan sekolah jika tidak memiliki nilai juang untuk hadir dan belajar, begitupun yang terjadi pada pegawai kantor, pegawai kantor tadak akan mendapatkan promosi dan jabatan terbaik jika tidak ada nilai juang untuk mendapatkan promosi kerja.


1 . Proses Perumusan Pancasila

Pemerintah Militer Jepang di Indonesia pada tanggal 29 April 1945 membentuk suatu badan. Badan itu diberi nama Dokuritzu Zyunbi Tyoosakai (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia, disingkat BPUPKI). Sepanjang sejarah, BPUPKI hanya mengadakan sidang dua kali, yaitu:

  1. Masa Sidang I tanggal 29 Mei - 1 Juni 1945
  2. Masa Sidang II tanggal 10 Juli - 16 Juli 1945

Badan ini telah membentuk beberapa panitia kerja yang di antaranya ialah:

a. Panitia Perumus dengan anggota 9 orang.
Panitia ini disebut juga Panitia Sembilan. Diketuai oleh Ir. Soekarno. Panitia Sembilan itu adalah:

  1. Ir. Soekarno
  2. Drs. Mohammad Hatta
  3. Mr. A. A. Maramis
  4. Abikusno Cokrosuyoso
  5. Abdulkahar Muzakir
  6. Haji Agus Salim
  7. Mr. Ahmad Subarjo
  8. K. H. A. Wachid Hasyim
  9. Mr. Muhammad Yamin

b. Panitia perancang Undang Undang Dasar diketuai oleh Ir. Soekarno.
Panitia ini kemudian membentuk Panitia Kecil Perancang Undang Undang Dasar yang diketuai oleh Prof. Mr. Dr. Soepomo.

c. Panitia Ekonomi dan Keuangan, diketuai oleh Drs. Mohammad Hatta.

d. Panitia Pembelaan Tanah Air, diketuai oleh Abikusno Cokrosuyoso.

Dalam melaksanakan tugasnya, panitia-panitia tersebut telah menghasilkan hal-hal sebagai berikut:

  1. Panitia Perumus berhasil menyusun naskah Rancangan Pembukaan Undang Undang Dasar pada tanggal 22 Juni 1945. Rancangan Pembukaan UUD ini kemudian dikenal dengan nama "Piagam Jakarta" Piagam Jakarta terdiri dari empat alinea. Dalam alinea empat terdapat rumusan Pancasila sebagai dasar negara.
  2. Panitia perancang UUD berhasil menyusun Rancangan UUD Indonesia pada tanggal 16 Juli 1945.

Dalam sidang pertama BPUPKI, beberapa anggota memberikan pidatonya, yaitu:

  1. Pidato Mr. Muhammad Yamin, berjudul Azas dan Dasar Negara Kebangsaan Republik Indonesia pada tanggal 29 Mei 1945.
  2. Pidato Prof. Dr. Soepomo, pada tanggal 31 Mei 1945.
  3. Pidato Ir. Soekarno tanggal 1 Juni 1945.

Untuk mencapai cita-cita kita harus belajar dengan tekun nilai juang yang tepat dilaksanakan adalah

Setelah menyelesaikan tugasnya, BPUPKI dibubarkan. Sebagai gantinya dibentuk badan baru yang dinamakan Dokoritsu Zyunbi Iinkai (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia, disingkat PPKI).

PPKI dibentuk tanggal 9 Agustus 1945. Badan ini diketuai oleh Ir. Soekarno. Sebagai wakilnya adalah Drs. Mohammad Hatta.Pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengadakan sidang dan mengambil keputusan sebagai berikut:

  1. Menetapkan dan mengesahkan Pembukaan UUD 1945. Dalam alinea empat terdapat rumusan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia.
  2. Menetapkan dan mengesahkan UUD 1945
  3. Memilih ketua PPKI dan wakilnya, sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia.

UUD 1945 yang telah disahkan oleh PPKI itu terdiri dari dua bagian. Bagian "Pembukaan" terdiri dari empat alinea. Bagian ”Batang Tubuh UUD” berisi 37 pasal, aturan peralihan 3 pasal dan Aturan Tambahan 2 ayat dan Penjelasan. Rumusan Pancasila sebagai dasar negara tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Inilah yang sah dan benar, karena mempunyai kedudukan konstitusional. Dan disahkan oleh badan yang mewakili seluruh bangsa Indonesia yaitu PPKI.

2. Berbagai Rumusan Pancasila

Para tokoh bangsa mengusulkan gagasan tentang Pancasila sebagai dasar negara. Para tokoh tersebut adalah Muh, Yamin, Dr. Soepomo, dan Ir. Soekarno. Lalu untuk kepentingan siapa gagasan para tokoh itu? Tentu saja untuk kepentingan bangsa dan negara Indonesia. Berikut ini berbagai rumusan Pancasila yang diusulkan dan digagas oleh tokoh-tokoh bangsa, yaitu:

a. Rumusan 1 (Mr. Muh. Yamin, secara lisan 29 Mei 1945)

  1. Peri Kebangsaan.
  2. Peri Kemanusiaan.
  3. Peri Ketuhanan.
  4. Peri Kerakyatan.
  5. Kesejahteraan Rakyat (Keadilan Sosial).

b. Rumusan 2 (Mr. Muh. Yamin, secara tertulis 29 Mei 1945)

  1. Ketuhanan Yang Maha Esa.
  2. Kebangsaan persatuan Indonesia.
  3. Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab.
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
  5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

c. Rumusan 3 (Dr. Supomo, 31 Mei 1945)

  1. Persatuan.
  2. Kekeluargaan.
  3. Mufakat dan Demokrasi.
  4. Musyawarah.
  5. Keadilan Sosial.

d. Rumusan 4 (Ir. Soekarno, 1 Juni 1945)

  1. Kebangsaan Indonesia.
  2. Internasionalisme atau Peri Kemanusiaan.
  3. Mufakat atau Demokrasi.
  4. Kesejahteraan Sosial.
  5. Ketuhanan yang berkebudayaan (Ketuhanan Yang Maha Esa, Ketuhanan yang berperadaban).

e. Rumusan 5 (Panitia 9/Piagam Jakarta, 22 Juni 1945)

  1. Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi pemelukpemeluknya.
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
  3. Persatuan Indonesia.
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
  5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

f. Rumusan 6 (Pembukaan UUD 1945, 18 Agustus 1945)

  1. Ketuhanan Yang Maha Esa.
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
  3. Persatuan Indonesia.
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
  5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Proses perumusan Pancasila sebagai negara telah memberikan pelajaran kepada kita betapa besar perjuangan para tokoh pendiri bangsa dalam meraih kemerdekaan. Kita tentu tahu bahwa bangsa Indonesia pernah dijajah oleh Belanda selama tiga setengah abad dan Jepang selama tiga setengah tahun. Perjuangan bangsa Indonesia itu mempunyai nilai juang yang tinggi karena dilakukan dengan penuh pengorbanan, sungguh-sungguh, dan penuh tanggung jawab. Juga tanpa paksaan, ikhlas, jujur, tanpa pamrih, dan dengan semangat yang membara. Semua itu dilakukan untuk mewujudkan Indonesia merdeka.

Nilai-nilai juang dalam proses perumusan Pancasila yang dapat kita teladani antara lain sebagai berikut.

  1. Semangat persatuan dan kesatuan
  2. Membela dan memperjuangkan hak asasi manusia
  3. Semangat kekeluargaan, kebersamaan, dan cinta tanah air.
  4. Mendahulukan kepentingan bangsa daripada kepentingan pribadi.
  5. Pengabdian dan jiwa kepahlawanan.

Kita semua punya cita-cita yang ingin kita raih? Sebagai pelajar, tentu saja dengan cara meningkatkan prestasi belajar. Belajar dengan rajin dan tekun serta penuh semangat juga merupakan nilai juang. Jadi, semakin jelas sekarang bahwa semangat dan perjuangan tanpa pamrih merupakan nilai juang yang tinggi. Dan perjuangan merekapun lebih bermakna dan berguna bagi bangsa. Semoga bermanfaat...

Untuk mencapai cita-cita kita harus belajar dengan tekun nilai juang yang tepat dilaksanakan adalah

Setiap manusia menginginkan untuk menjadi lebih baik dan memiliki sesuatu yang baik adalah fitrah yang diberikan Allah Swt kepada manusia. Setiap hal yang diinginkan pasti akan terpintas di dalam pikiran manusia, akan tetapi kita harus ingat bahwa keinginan tersebut jangan sampai hanya membuat kita berangan-angan bahkan membuang-buang waktu. Dalam surah an-nisâ’ ayat 119 dituliskan bahwa setan berjanji kepada Allah Swt untuk terus menggoda manusia, salah satunya dengan membuat mereka berangan-angan kosong sehingga manusia lalai terhadap perintah Allah Swt . Berangan-angan hanya akan membuang waktu dan hal tersebut merupakan salah satu bentuk godaan setan untuk menyesatkan manusia, oleh karena itu hendaknya kita segera memohon ampun ketika terjebak dalam angan-angan kosong tersebut.

Lalu, jika tidak boleh berangan-angan lantas apakah kita tidak boleh bercita-cita? Tentu saja tidak demikian, karena berangan-angan atau berkhayal berbeda dengan bercita-cita. Cita-cita  adalah hal yang dimiliki oleh semua orang, terutama orang-orang yang memiliki pandangan hidup kedepan, karena dengan cita-cita seseorang akan merasa termotivasi dan memiliki harapan untuk memiliki hidup yang lebih baik. Cita-cita membuat kita melihat kedepan dan merencanakan sesuatu, yang berarti kita melakukan ikhtiar ataupun usaha agar kita dapat mencapai keinginan tersebut. Apa saja yang bisa kita lakukan sebagai orang yang beriman untuk menggapai cita-cita yang diridhai-Nya?

  1. Membuat Rencana dan Menyerahkan Segala Sesuatu Kepada Allah.

Rencana adalah salah satu hal terpenting dalam hidup, orang yang tidak memiliki rencana dapat diibaratkan seperti air yang hanya mengikuti arus, sehingga mudah terombang-ambing dan tak tentu arah. Membuat suatu perencanaan merupakan langkah awal untuk mewujudkan keinginan atau cita-cita, rencana akan membuat kita mengerti langkah apa yang harus kita ambil sepanjang perjalanan berikhtiar.

Berencana adalah tugas manusia sebagai bentuk usaha yang harus dilakukan, namun orang yang beriman tidak hanya sekedar berencana akan tetapi kita perlu menyerahkan segala sesuatu kepada Allah  atau dengan kata lain kita percaya bahwa Allah melihat setiap usaha kita dan pasti memberikan jalan dan hasil yang terbaik, dengan demikian kita telah meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah  dengan terus berusaha dan menyerahkan segala sesuatu kepada-Nya.

  1. Meluruskan dan Memperbaharui Niat.

Sebagai orang yang beriman kita perlu memiliki visi tersendiri yang menjadi pembeda dengan orang-orang yang tidak beriman kepada Allah Swt . Semua orang mengharapkan kehidupan yang baik di dunia melalui cita-cita dan target yang mereka usahakan, akan tetapi orang yang beriman punya nilai tersendiri dalam mengupayakan keinginannya dibandingkan dengan mereka yang tidak beriman. Nilai tersebut terletak pada niat yang dimiliki, orang yang beriman memiliki visi yang lebih tinggi yaitu merasakan kebaikan di dunia hingga di akhirat nanti, oleh karena itu apapun keinginan dan cita-cita yang kita inginkan harus dilandasi oleh niat karena Allah  terlebih dahulu. Niat akan menjadi faktor yang sangat menentukan, jika niat kita sudah dibenahi maka kebaikan yang akan kita dapatkan tidak hanya sampai di dunia saja akan tetapi dapat kita rasakan hingga di akhirat kelak.

Dari Umar, bahwa Rasulullah ` bersabda, “Amal itu tergantung niatnya, dan seseorang hanya mendapatkan sesuai niatnya. Barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barang siapa yang hijrahnya karena dunia atau karena wanita yang hendak dinikahinya, maka hijrahnya itu sesuai ke mana ia hijrah.” (H.R. Bukhari, dan Muslim)

Hadits tersebut menunjukkan bahwa apa yang akan kita dapatkan sesuai dengan niat yang kita miliki. Ketika niat kita hanya sebatas menjadi sukses di dunia tanpa melibatkan Allah, maka kenikmatan yang akan kita dapatkan hanya sebatas usia kita di dunia, dan ajal akan datang kapan saja tidak peduli orang tersebut sudah merasakan nikmat dari kesuksesannya atau bahkan masih bersusah payah menitih kesuksesan tersebut. Kita tidak ingin menjadi orang yang merugi di akhirat kelak karena lalai dengan kesenangan duniawi, sehingga setiap kebaikan yang kita raih di dunia ini perlu kita usahakan untuk menjadi penyebab ridha Allah dan memberikan kebaikan di akhirat kelak.

  1. Menyadari Dunia dan Isinya Bersifat Sementara.

Orang yang beriman memiliki kesadaran bahwa segala sesuatu yang dimiliki di dunia ini akan ditinggalkan setelah kematian menjemput. Bahkan orang terkaya di dunia pada akhirnya akan mati dan semua harta kekayaan yang dimiliki tidak berarti lagi bagi jasadnya. Tidak menutup kemungkinan bahwa manusia yang ada di muka bumi memiliki cita-cita tertentu seperti ingin membeli kendaraan dan rumah yang bagus, ingin memiliki usaha yang sukses atau ingin melanjutkan studi ke tingkat yang lebih tinggi. Semua contoh tadi bisa jadi adalah parameter kesuksesan dalam sebuah kehidupan yang sifatnya hanya sementara, namun tidak ada salahnya jika seseorang menginginkan kehidupan yang baik di dunia dengan syarat tetap berprinsip pada ketentuan Allah  seperti firman-Nya dalam surah  al-Qashash ayat 77 yang artinya, “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan“.(Q.S. al-Qashash [28]: 77)

Ayat ini mengingatkan kita untuk tetap menjadikan akhirat sebagai tujuan utama karena kita diciptakan hanya untuk beribadah kepada Allah, namun di sisi lain kita juga perlu memperhatikan kualitas hidup selama di dunia. Orang yang beriman akan memanfaatkan kebaikan di dunia untuk memperoleh kebaikan di akhirat. Kita bisa membuat hal-hal itu terus memberikan kebaikan meskipun setelah pemiliknya meninggal dunia, yakni dengan kembali meniatkan semuanya sebagai bentuk ibadah dan ketaatan kepada Allah  serta memanfaatkan segala apa yang kita peroleh untuk menolong agama Allah.

  1. Meminta Doa dari Kedua Orang Tua

Orang tua adalah orang terdekat dan orang yang paling pantas untuk kita hormati, terutama seorang ibu. Keridhaan Allah  juga tidak akan terlepas dari keridhaan orangtua, sehingga sudah sepatutnya kita selalu menjalin komunikasi dan memberi tahu kedua orang tua kita megenai hal-hal yang akan kita rencanakan dan usahakan untuk kedepannya. Doa dari orang tua adalah salah satu kunci keberhasilan seseorang, oleh karena itu jangan pernah berjalan sendirian dan melupakan jasa-jasa mereka. Jika kita menanyakan balasan apa yang ingin mereka peroleh dari segala upaya dan jerih payah mereka selama mengurus dan membesarkan kita, maka mereka tidak akan menjawab untuk diberikan materi dan lain sebagainya, namun hal yang sangat mereka inginkan adalah anak yang dibesarkan bisa menjadi orang yang sukses dan bermanfaat bagi orang banyak serta menjadi anak yang dapat menambah timbangan kebaikan dan menyelamatkan mereka di akhirat nanti.

Memiliki berbagai cita-cita adalah cerminan seseorang yang memiliki pandangan hidup kedepan dan punya keinginan untuk menjadi lebih baik, sebagai makhuk yang diciptakan oleh Allah sudah selayaknya kita menyerahkan segala bentuk usaha kita kepada Allah  dan meniatkan semua hal yang kita lakukan di jalan yang benar dan hanya karena Allah . Dengan demikian seseorang tidak hanya akan memperoleh kesuksesan di dunia, namun juga akan memperoleh kehidupan yang baik di akhirat kelak.Wallâhu a’lam.[]

Inesya R. N.

NIM: 15613187

Mahasiswa Prodi Farmasi, FMIPA UII

Mutiara Hikmah

Nabi ` bersabda,

كَتَبَ اللَّهُ مَقَادِيرَ الْخَلاَئِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ

“Allah telah mencatat takdir setiap makhluk sebelum 50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi.” (H.R. Muslim no. 2653, dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Ash ‘Ash)