Show
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. Pembentukan OJK (Otoritas Jasa Keuangan) dalam Pasal 4 UU 21 tahun 2011 tentang OJK bertujuan untuk menjamin keseluruhan kegiatan sektor jasa keuangan:
Otoritas Jasa Keuangan dibentuk dan dilandasi dengan prinsip-prinsip tata kelola yang baik, yang meliputi independensi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, transparansi, dan kewajaran (fairness). Tugas OJK menurut Undang-Undang Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan mengatur dan mengawasi:
Undang-Undang tentang Otoritas Jasa Keuangan pada dasarnya memuat ketentuan tentang organisasi dan tata kelola (governance) dari lembaga yang memiliki otoritas pengaturan dan pengawasan terhadap sektor jasa keuangan. Sedangkan ketentuan mengenai jenis-jenis produk jasa keuangan, cakupan dan batas-batas kegiatan lembaga jasa keuangan, kualifikasi dan kriteria lembaga jasa keuangan, tingkat kesehatan dan pengaturan prudensial serta ketentuan tentang jasa penunjang sektor jasa keuangan dan lain sebagainya yang menyangkut transaksi jasa keuangan diatur dalam undang-undang sektoral tersendiri, yaitu Undang-Undang tentang Perbankan, Pasar Modal, Usaha Perasuransian, Dana Pensiun, dan peraturan perundang-undangan lain yang terkait dengan sektor jasa keuangan lainnya. Undang-Undang Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan disahkan Presiden Doktor Haji Susilo Bambang Yudhoyono di Jakarta pada tanggal 22 November 2011. UU 21 tahun 2011 tentang OJK diundangkan Menkumham Amir Syamsudin pada tanggal 22 November 2011 di Jakarta. Undang-Undang Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan ditempatkan pada Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111. Penjelasan Atas UU 21 tahun 2011 tentang OJK ditempatkan pada Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5253. Agar setiap orang mengetahuinya. Undang-Undang Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa KeuanganPertimbangan UU 21 tahun 2011 tentang OJK adalah:
Dasar hukum UU 21 tahun 2011 tentang OJK adalah:
Dalam rangka mewujudkan perekonomian nasional yang mampu tumbuh dengan stabil dan berkelanjutan, menciptakan kesempatan kerja yang luas dan seimbang di semua sektor perekonomian, serta memberikan kesejahteraan secara adil kepada seluruh rakyat Indonesia maka program pembangunan ekonomi nasional harus dilaksanakan secara komprehensif dan mampu menggerakkan kegiatan perekonomian nasional yang memiliki jangkauan yang luas dan menyentuh ke seluruh sektor riil dari perekonomian masyarakat Indonesia. Program pembangunan ekonomi nasional juga harus dilaksanakan secara transparan dan akuntabel yang berpedoman pada prinsip demokrasi ekonomi sebagaimana diamanatkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Untuk mencapai tujuan tersebut, program pembangunan ekonomi nasional perlu didukung oleh tata kelola pemerintahan yang baik yang secara terus menerus melakukan reformasi terhadap setiap komponen dalam sistem perekonomian nasional. Salah satu komponen penting dalam sistem perekonomian nasional dimaksud adalah sistem keuangan dan seluruh kegiatan jasa keuangan yang menjalankan fungsi intermediasi bagi berbagai kegiatan produktif di dalam perekonomian nasional. Fungsi intermediasi yang diselenggarakan oleh berbagai lembaga jasa keuangan, dalam perkembangannya telah memberikan kontribusi yang cukup signifikan dalam penyediaan dana untuk pembiayaan pembangunan ekonomi nasional. Oleh karena itu, Negara senantiasa memberikan perhatian yang serius terhadap perkembangan kegiatan sektor jasa keuangan tersebut, dengan mengupayakan terbentuknya kerangka peraturan dan pengawasan sektor jasa keuangan yang terintegrasi dan komprehensif. Terjadinya proses globalisasi dalam sistem keuangan dan pesatnya kemajuan di bidang teknologi informasi serta inovasi finansial telah menciptakan sistem keuangan yang sangat kompleks, dinamis, dan saling terkait antar-subsektor keuangan baik dalam hal produk maupun kelembagaan. Di samping itu, adanya lembaga jasa keuangan yang memiliki hubungan kepemilikan di berbagai subsektor keuangan (konglomerasi) telah menambah kompleksitas transaksi dan interaksi antarlembaga jasa keuangan di dalam sistem keuangan. Banyaknya permasalahan lintas sektoral di sektor jasa keuangan, yang meliputi tindakan moral hazard, belum optimalnya perlindungan konsumen jasa keuangan, dan terganggunya stabilitas sistem keuangan semakin mendorong diperlukannya pembentukan lembaga pengawasan di sektor jasa keuangan yang terintegrasi. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, perlu dilakukan penataan kembali struktur pengorganisasian dari lembaga-lembaga yang melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor jasa keuangan yang mencakup sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya. Penataan dimaksud dilakukan agar dapat dicapai mekanisme koordinasi yang lebih efektif di dalam menangani permasalahan yang timbul dalam sistem keuangan sehingga dapat lebih menjamin tercapainya stabilitas sistem keuangan. Pengaturan dan pengawasan terhadap keseluruhan kegiatan jasa keuangan tersebut harus dilakukan secara terintegrasi. Selain pertimbangan-pertimbangan terdahulu, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia Menjadi Undang-Undang, juga mengamanatkan pembentukan lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang mencakup perbankan, asuransi, dana pensiun, sekuritas, modal ventura dan perusahaan pembiayaan, serta badan-badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat. Lembaga pengawasan sektor jasa keuangan tersebut di atas pada hakikatnya merupakan lembaga bersifat independen dalam menjalankan tugasnya dan kedudukannya berada di luar pemerintah. Lembaga ini berkewajiban menyampaikan laporan kepada Badan Pemeriksa Keuangan dan Dewan Perwakilan Rakyat. Lembaga pengawasan sektor jasa keuangan dalam Undang-Undang ini disebut Otoritas Jasa Keuangan. Undang-Undang tentang Otoritas Jasa Keuangan pada dasarnya memuat ketentuan tentang organisasi dan tata kelola (governance) dari lembaga yang memiliki otoritas pengaturan dan pengawasan terhadap sektor jasa keuangan. Sedangkan ketentuan mengenai jenis-jenis produk jasa keuangan, cakupan dan batas-batas kegiatan lembaga jasa keuangan, kualifikasi dan kriteria lembaga jasa keuangan, tingkat kesehatan dan pengaturan prudensial serta ketentuan tentang jasa penunjang sektor jasa keuangan dan lain sebagainya yang menyangkut transaksi jasa keuangan diatur dalam undang-undang sektoral tersendiri, yaitu Undang-Undang tentang Perbankan, Pasar Modal, Usaha Perasuransian, Dana Pensiun, dan peraturan perundang-undangan lain yang terkait dengan sektor jasa keuangan lainnya. Otoritas Jasa Keuangan dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan jasa keuangan di dalam sektor jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel, serta mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat. Dengan tujuan ini, OJK diharapkan dapat mendukung kepentingan sektor jasa keuangan nasional sehingga mampu meningkatkan daya saing nasional. Selain itu, OJK harus mampu menjaga kepentingan nasional, antara lain, meliputi sumber daya manusia, pengelolaan, pengendalian, dan kepemilikan di sektor jasa keuangan, dengan tetap mempertimbangkan aspek positif globalisasi. Otoritas Jasa Keuangan dibentuk dan dilandasi dengan prinsip-prinsip tata kelola yang baik, yang meliputi independensi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, transparansi, dan kewajaran (fairness). Secara kelembagaan, Otoritas Jasa Keuangan berada di luar Pemerintah, yang dimaknai bahwa Otoritas Jasa Keuangan tidak menjadi bagian dari kekuasaan Pemerintah. Namun, tidak menutup kemungkinan adanya unsur-unsur perwakilan Pemerintah karena pada hakikatnya Otoritas Jasa Keuangan merupakan otoritas di sektor jasa keuangan yang memiliki relasi dan keterkaitan yang kuat dengan otoritas lain, dalam hal ini otoritas fiskal dan moneter. Oleh karena itu, lembaga ini melibatkan keterwakilan unsur- unsur dari kedua otoritas tersebut secara Ex-officio. Keberadaan Ex-officio ini dimaksudkan dalam rangka koordinasi, kerja sama, dan harmonisasi kebijakan di bidang fiskal, moneter, dan sektor jasa keuangan. Keberadaan Ex-officio juga diperlukan guna memastikan terpeliharanya kepentingan nasional dalam rangka persaingan global dan kesepakatan internasional, kebutuhan koordinasi, dan pertukaran informasi dalam rangka menjaga dan memelihara stabilitas sistem keuangan. Untuk mewujudkan koordinasi, kerja sama, dan harmonisasi kebijakan yang baik, Otoritas Jasa Keuangan harus merupakan bagian dari sistem penyelenggaraan urusan pemerintahan yang berinteraksi secara baik dengan lembaga-lembaga negara dan pemerintahan lainnya dalam mencapai tujuan dan cita-cita kemerdekaan Indonesia yang tercantum dalam konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Independensi Otoritas Jasa Keuangan tercermin dalam kepemimpinan Otoritas Jasa Keuangan. Secara orang perseorangan, pimpinan Otoritas Jasa Keuangan memiliki kepastian masa jabatan dan tidak dapat diberhentikan, kecuali memenuhi alasan yang secara tegas diatur dalam Undang-Undang ini. Di samping itu, untuk mendapatkan pimpinan Otoritas Jasa Keuangan yang tepat, Undang-Undang ini mengatur mekanisme seleksi yang transparan, akuntabel, dan melibatkan partisipasi publik melalui suatu panitia seleksi yang unsur-unsurnya terdiri atas Pemerintah, Bank Indonesia, dan masyarakat sektor jasa keuangan. Otoritas Jasa Keuangan melaksanakan tugas dan wewenangnya berlandaskan asas-asas sebagai berikut:
Sejalan dengan prinsip-prinsip tata kelola dan asas-asas di atas, Otoritas Jasa Keuangan harus memiliki struktur dengan prinsip “checks and balances”. Hal ini diwujudkan dengan melakukan pemisahan yang jelas antara fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan. Fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan serta pengawasan dilakukan oleh Dewan Komisioner melalui pembagian tugas yang jelas demi pencapaian tujuan Otoritas Jasa Keuangan. Tugas anggota Dewan Komisioner meliputi bidang tugas terkait kode etik, pengawasan internal melalui mekanisme dewan audit, edukasi dan perlindungan konsumen, serta fungsi, tugas, dan wewenang pengawasan untuk sektor Perbankan, Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya. Berdasarkan latar belakang pemikiran dan aspek tersebut maka dibentuk Undang-Undang tentang Otoritas Jasa Keuangan. Berikut adalah isi Undang-Undang Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, bukan format asli: Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan:
Pasal 5OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. Pasal 6OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap:
Untuk melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor Perbankan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a, OJK mempunyai wewenang:
Untuk melaksanakan tugas pengaturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, OJK mempunyai wewenang:
Pasal 9Untuk melaksanakan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, OJK mempunyai wewenang:
Syarat calon anggota Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) huruf a sampai dengan huruf g adalah sebagai berikut:
Pasal 16
Pasal 17
Bagian KetigaPenggantian AntarwaktuPasal 18
Pasal 19
Bagian KeempatTugas dan WewenangPasal 20Tugas pengaturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dilaksanakan oleh Dewan Komisioner. Pasal 21Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Dewan Komisioner menetapkan Peraturan OJK, Peraturan Dewan Komisioner, dan/atau Keputusan Dewan Komisioner. Bagian KelimaLaranganPasal 22Anggota Dewan Komisioner dilarang:
Pasal 23
Bagian KeenamRapat dan Pengambilan KeputusanPasal 24
Bagian KetujuhLain-lainPasal 25
BAB VORGANISASI DAN KEPEGAWAIANPasal 26
Pasal 27
BAB VIPERLINDUNGAN KONSUMEN DAN MASYARAKATPasal 28Untuk perlindungan Konsumen dan masyarakat, OJK berwenang melakukan tindakan pencegahan kerugian Konsumen dan masyarakat, yang meliputi:
Pasal 29OJK melakukan pelayanan pengaduan Konsumen yang meliputi:
Pasal 30
Pasal 31Ketentuan lebih lanjut mengenai perlindungan Konsumen dan masyarakat diatur dengan Peraturan OJK. BAB VIIKODE ETIK DAN KERAHASIAAN INFORMASIBagian KesatuKode EtikPasal 32
Bagian KeduaKerahasiaan InformasiPasal 33
BAB VIIIRENCANA KERJA DAN ANGGARANPasal 34
Pasal 35
Pasal 36Untuk penetapan anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2), OJK terlebih dahulu meminta persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Pasal 37
BAB IXPELAPORAN DAN AKUNTABILITASPasal 38
BAB XHUBUNGAN KELEMBAGAANBagian KesatuKoordinasi dan Kerja SamaPasal 39Dalam melaksanakan tugasnya, OJK berkoordinasi dengan Bank Indonesia dalam membuat peraturan pengawasan di bidang Perbankan antara lain:
Pasal 40
Pasal 41
Pasal 42Lembaga Penjamin Simpanan dapat melakukan pemeriksaan terhadap bank yang terkait dengan fungsi, tugas dan wewenangnya, serta berkoordinasi terlebih dahulu dengan OJK. Pasal 43OJK, Bank Indonesia, dan Lembaga Penjamin Simpanan wajib membangun dan memelihara sarana pertukaran informasi secara terintegrasi. Bagian KeduaProtokol KoordinasiPasal 44
Pasal 45
Pasal 46
Bagian KetigaHubungan InternasionalPasal 47
Pasal 48Semua bentuk kerja sama internasional, termasuk di bidang pengaturan, pengawasan, dan penyidikan, wajib didasarkan pada prinsip timbal balik yang seimbang. BAB XIPENYIDIKANPasal 49
Pasal 50
Pasal 51
BAB XIIKETENTUAN PIDANAPasal 52
Pasal 53
Pasal 54
BAB XIIIKETENTUAN PERALIHANPasal 55
Pasal 56
Pasal 57
Pasal 58Paling lama 7 (tujuh) bulan sejak Undang-undang ini diundangkan, Gubernur Bank Indonesia dan Menteri Keuangan masing-masing mengusulkan calon anggota Dewan Komisioner Ex-officio Bank Indonesia sebagaimana dimaksud Pasal 10 ayat (4) huruf h dan Ex-officio Kementerian Keuangan sebagaimana dimaksud Pasal 10 ayat (4) huruf i kepada Presiden untuk diangkat dan ditetapkan sebagai anggota Dewan Komisioner. Pasal 59Sejak diangkatnya anggota Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1) sampai dengan beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, Dewan Komisioner bertugas:
Pasal 60
Pasal 61
Pasal 62Paling lama 2 (dua) bulan sejak diangkatnya anggota Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1), Dewan Komisioner menetapkan struktur organisasi, tugas pokok dan fungsi, standar prosedur operasional, dan rancang bangun infrastruktur OJK. Pasal 63
Pasal 64
Pasal 65
Pasal 66
Pasal 67
Pasal 68Sejak beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, pemeriksaan dan/atau penyidikan yang sedang dilakukan oleh Bank Indonesia, Kementerian Keuangan dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, penyelesaiannya dilanjutkan oleh OJK. BAB XIVKETENTUAN PENUTUPPasal 69
Pasal 70Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan Undang-Undang ini. Pasal 71Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Demikianlah isi Undang-Undang Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan yang disahkan Presiden Doktor Haji Susilo Bambang Yudhoyono di Jakarta pada tanggal 22 November 2011. UU 21 tahun 2011 tentang OJK telah diundangkan Menkumham Amir Syamsudin pada tanggal 22 November 2011 di Jakarta. |