Simulasi model in vitro farmakokinetik obat SETELAH PEMBERIAN secara infus intravena

LAPORAN PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA“PENENTUAN PARAMETER FARMAKOKINETIKA OBAT SETELAHPEMBERIAN SECARA INFUS (MODEL IN VITRO)”Disusun oleh :1.Silvia Oktaviani(1604015271)2.Moh. Wafiudin(1604015162)3.Widhi Rahayu. P(1604015329)4.Rini Mardiyanti(1604015364)5.Khilyatun Nissa(1604015348)FAKULTAS FARMASI DAN SAINSUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF.DR.HAMKAJAKARTA2019

KATA PENGANTARPuji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nyamaka penulis dapat menyelesaikan penyusunan “PENENTUAN PARAMETERFARMAKOKINETIK DENGAN PEMBERIAN SECARA INFUS (MODEL INVITRO). Penulisan laporan merupakan salah satu tugas dan persyaratan untukmenyelesaikan tugas mata kuliah Biofarmasetika Program Studi Farmasi DanSains.Penulisan laporan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepadapihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan laporan ini, khususnya kepadaTim lab. Biofarmasetika selaku dosen pembimbing mata kuliah Praktikumbiofarmasetika, yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalampelaksanaan bimbingan, pengarahan, dorongan dalam rangka penyelesaianpenyusunan laporan ini, serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satupersatu, yang telah memberikan bantuan dalam penulisan laporan ini.Penulis berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal padamereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan inisebagai ibadah, Amiin Yaa Robbal ‘Alamiin. Pelaksanaan Penulisan laporan inipenulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisanmaupun materi, mengingat akan kemampuan yang penulis miliki. Untuk itu kritikdan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaanpembuatan laporan ini.Jakarta, 25 Oktober 2019Tim Penulis

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangAktivitas serta toksisitas suatu obat tergantung pada lama keberadaan danperubahan zat aktif di dalam tubuh. Aktivitas ini dipengaruhi oleh berbagaimacam faktor. Nasib obat di dalam tubuh dikenal dengan istilah farmakokinetika.Fase farmakokinetik ini merupakan salah satu unsur penting yang menentukanprofil keberadaan zat aktif pada tingkat biofase dan selanjutnya menentukanaktivitas terapeutik obat. Fase farmakokinetika terdiri dari absorpsi, distribusi,metabolism, dan ekskresi.Farmakokinetika obat dapat diilustrasikan dalam model yang dikenaldengan istilah model farmakokinetika atau kompartemen. Model farmakokinetiksendiri dapat memberikan penafsiran yang lebih teliti tentang hubungan kadarobat dalam plasma dan respons farmakologik. Salah satu model kompartemenyang biasa digunakan untuk perhitungan farmakokinetika adalah modelkompartemen satu terbuka.Mempelajari ilustrasi model kompartemen secara teoritis perlu didukungdengan aplikasi untuk lebih memudahkan pemahaman mahasiswa. Oleh sebab itu,pada praktikum ini dilakukan praktikum model farmakokinetika dengan bahanrhodamin B. Rhodamin diibaratkan sebagai obat yang beredar di dalam tubuh.

Upload your study docs or become a

Course Hero member to access this document

Upload your study docs or become a

Course Hero member to access this document

End of preview. Want to read all 18 pages?

Upload your study docs or become a

Course Hero member to access this document

(1)

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOKINETIKA PERCOBAAN 1

SIMULASI INVITRO MODEL FARMAKOKINETIK PEMBERIAN INTRAVASKULAR (INTRAVENA)

Disusun oleh : Kelompok 2

Suci Baitul Sodiqomah G1F013010 Feby Fitria Noor G1F013012 Diyana Puspa Rini G1F013014

Aliyah G1F013016

Fahmi Haqi Agiza G1F013026

LABORATORIUM FARMASI KLINIK JURUSAN FARMASI

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

(2)

SIMULASI INVITRO MODEL FARAMAKOKINETIK (RUTE INTRAVASKULAR)

A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Farmakokinetik atau kinetika obat adalah nasib obat dalam tubuh atau efek tubuh terhadap obat. Farmakokinetik mencakup 4 proses, yaitu proses absorpsi (A), distribusi (D), metabolisme (M), dan ekskresi (E). Metabolisme atau biotransformasi dan ekskresi termasuk sebagai proses eliminasi obat. Obat yang masuk ke dalam tubuh melalui berbagai cara pemberian umumnya mengalami absorpsi, distribusi, dan pengikatan untuk sampai di tempat kerja dan menimbulkan efek. Kemudian dengan atau tanpa biotransformasi, obat diekskresi dari dalam tubuh (Gunawan, 2009).

Fase farmakokinetik berkaitan dengan masuknya zat aktif ke dalam tubuh. Pemasukan in vivo tersebut secara keseluruhan merupakan fenomena fisikokimia yang terpadu di dalam organ penerima obat. Fase farmakokinetik ini merupakan salah satu unsur penting yang menentukan profil keberadaan zat aktif pada tingkat biofase dan selanjutnya menentukan aktivitas terapeutik obat (Aiache, 1993).

Sehingga dibuatlah suatu model farmakokinetik dalam praktikum ini adalah sebagai struktur hipotesis yang dapat digunakan untuk karakteristik suatu obat dengan meniru suatu perilaku dan nasib obat dalam sistem biologik jika diberikan dengan suatu pemberin rute utama dan bentuk dosis tertentu.

2. Dasar Teori

Model farmakokinetik merupakan model matematika yang menggambarkan hubungan antara dosis dan konsentrasi obat dalam setiap individu. Parameter dari model menggambarkan faktor-faktor yang dipercaya penting dalam penentuan observasi dari konsentrasi atau efek obat. Parameter tersebut antara lain terdiri dari beberapa parameter antara lain parameter primer yang terdiri dari volume distribusi (Vd); klerens (Cl); dan kecepatan absorbsi (Ka), parameter sekunder terdiri dari kecepatan eliminasi (K); dan waktu paruh

(3)

(T1/2), serta parameter-parameter turunan. Model farmakokinetik tersebut mempunyai aplikasi langsung untuk terapi obat berkenaan dengan menentukan aturan dosis yang sesuai (Aiache, 1993).

Jalur pemberian obat ada 2 yaitu intravaskular dan ekstravaskular. Pada pemberian secara intravaskular, obat akan langsung berada di sirkulasi sistemik tanpa mengalami absorpsi, sedangkan pada pemberian secara ekstravaskular umumnya obat mengalami absorpsi (Zunilda,.dkk, 1995).

Untuk mengetahui mekanisme farmakokinetik suatu obat dapat dilakukan simulasi metode in vivo atau in vitro. Metode In vivo merupakan metode penentuan suatu efek obat menggunakan hewan percobaan dengan analisis terhadap organ, urin maupun darah. Sedangkan Metode in vitro adalah proses metabolisme yang terjadi di luar tubuh hewan uji (Admin, 2014).

Model kompartemen yang sering digunakan adalah model kompartemen satu terbuka, model ini menganggap bahwa berbagai perubahan kadar obat dalam plasma mencerminkan perubahan yang sebanding dengan kadar obat dalam jaringan. Tetapi model ini tidak menganggap bahwa konsentrasi obat dalam tiap jaringan tersebut adalah sama dengan berbagai waktu. Disamping itu, obat didalam tubuh juga tidak ditentukan secara langsung, tetapi dapat ditentukan konsentrasi obatnya dengan menggunakan cuplikan cairan tubuh (Shargel, 1988).

3. Tujuan Percobaan 3.1 Tujuan umum

Memahami konsep farmakokinetika suatu obat 3.2 Tujuan khusus

 Mempelajari konsep farmakokinetika suatu obat dengan menggunakan simulasi invitro.

 Membedakan profil farmakokinetika suatu obat dengan dosis, rute pemakaian, klirens, dan volume distribusi yang berbeda.

 Menerapkan analisis farmakokinetika dalam perhitungan parameter farmakokinetika.

(4)

Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu spektrofotometer, tabung reaksi, gelas beaker 2L, labu ukur 25mL, dan gelas ukur. Sedangkan, bahan yang digunakan yaitu metilen merah, dan aquades.

C. CARA KERJA

Macam Percobaan

 Dilakukan satu macam percobaan secara intravaskular

I. Dosis 200 mg, klirens 200ml/15 menit, Vd 0,5 L

II. Dosis 100mg,Cl 100ml/ 15 menit, Vd 0,5 L III. Dosis 200 mg, Cl 200ml/15 menit, Vd 1L

1. Pembuatan Larutan baku kerja metilen merah

 Dilarutkan dalam 100 ml air suling

 Diencerkan dengan air suling sampai kadar 0,25 ; 0,5 ; 1 ; 2 ; 3 ; 5 mcg/ml

2. Penentuan Panjang gelombang maksimal

 Diamati absorbannya pada panjang gelombang 530-570 nm

 Dibuat grafik

3. Pembuatan Kurva Baku

Setiap Kelompok

HASIL

10 mg Metilen merah

Larutan baku induk

Larutan baku metilen dengan berbagai

Larutan baku metilen dengan berbagai konsentrasi

Data

(5)

 Diamati absorbansinya

 Dibuat kunci kadar larutan baku  Hitung koefisien korelasinya

4. Simulasi model farmakokinetik in vitro

 Diisi air suling sesuai Vd yang telah ditentukan

 Ditambahkan metilen merah sesuai dosis yang ditentukan

 Diambil sampel dari gelas beaker sebesar nilai Cl, digantikan dengan air suling

 Diukur absorbansinya, dengan air suling sebagai blangko

 Dihitung parameter farmakokinetika

D. HASIL PERCOBAAN 1. Pembuatan kurva baku

5 mg ad 50 ml = 5 mg/ 50 ml = 0,1 mg/ ml = 100 μg/ ml 2. Pengenceran  5 μg/ml -> M1.V1=M2.V2 100 μg/ml. V1=5 μg/ml. 25ml V1=125μ g/ml 100μ g/ml V1 = 1,25 ml ad 25 ml  10 μg/ml -> M1.V1=M2.V2 Hasil Beaker Glass Hasil

(6)

100 μg/ml. V1=10 μg/ml. 10ml V1=100μ g/ml 100μ g/ml V1 = 1 ml ad 10 ml  20 μg/ml -> M1.V1=M2.V2 100 μg/ml. V1=20 μg/ml. 10ml V1=200μ g/ml 100μ g/ml V1 = 2 ml ad 10 ml  40 μg/ml -> M1.V1=M2.V2 100 μg/ml. V1=40 μg/ml. 25ml V1=1000μ g/ml 100μ g/ml V1 = 10 ml ad 25 ml  50 μg/ml -> M1.V1=M2.V2 100 μg/ml. V1=50 μg/ml. 25ml V1=1250μ g/ml 100μ g/ml V1 = 12,5 ml ad 25 ml

(7)

3. Absorbansi larutan baku standar Konsentrasi Absorbansi 5 μg/ml 0,021 A 10 μg/ml 0,040 A 15 μg/ml 0,060 A 20 μg/ml 0,149 A 25 μg/ml 0,191 A

4. Absorbansi larutan metilen merah Waktu (t) (menit) Konsentrasi (C) (μg/ml) Absorbans i Log C 0 80,050 0,301 1,903 15 73, 459 0,276 1,866 30 68, 186 0, 256 1,833 45 58, 694 0, 220 1,786

5. Perhitungan Area Bawah Kurva (AUC) AUC= Cpok

 K didapatkan dari :

(Harga selop garis) B= 2.303−K K = 2.303 x 2,92.10-3 K= 6,72.10-3/menit  Cp0 didapatkan dari : Vd= dosisi . v .Cp0 500ml= 10000Cp0mcg Cp0= 10000500mlmcg Cp0= 20 mcg/ml

(8)

AUC= Cpok AUC= 6.72 .1020mcg/−3/mlmenit AUC= 2976,2 mcg. ml/menit 6. Harga t1/2 t1/2 = 0.693k t1/2 = 6,72.10−30,693 t1/2= 103,125 menit 7. Hasil Pengamatan Kelompo k Konsentrasi (C) (μg/ml)

Absorbansi Log C t (menit) t vs log C

I 124,078 0,468 2,094 0 R= -0,986 A= 2,1146 B=-7,993x10-3 102,987 0,388 2,013 15 79,520 0,299 1,900 30 53,949 0,202 1,732 45 II 80,050 0,301 1,903 0 R= -0,986 A= 1,908 B= -2,92x10-3 73,459 0,276 1,866 15 68,186 0,256 1,833 30 58,694 0,220 1,768 45 III 93,759 0,353 1,972 0 R= 0,999 A= 1,9744 B= -3,54x10-3 82,950 0,312 1,918 15 76,359 0,287 1,882 30 64,231 0,241 1,807 45 IV 10,338 0,038 1,101 0 R= 0,93 A= 1,0168 B= -4,27x10-3 9,829 0,036 0,993 15 7,982 0,034 0,902 30 7,982 0,034 0,902 45 8. Kurva Regresi

(9)

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 1.7 1.75 1.8 1.85 1.9 1.95 f(x) = - 0x + 1.91 R² = 0.97

T Vs Absorbansi

Absorbansi Linear (Absorbansi) E. PEMBAHASAN

Dilakukan percobaan simulasi model in vitro farmakokinetik obat secara intravena. Percobaan ini bertujuan untuk dapat menjelaskan proses farmakokinetik obat dalam tubuh setelah pemberian injeksi bolus secara intravena dan mengetahui profil farmakokinetk obat. Percobaan ini menggunakan model farmakokinetik secara in vitro yang digunakan untuk menggambarkan dan menginterpretasikan sekumpulan data yang diperoleh dari eksperimen. Dalam metode ini, suatu wadah digambarkan sebagai kompertemen tubuh dimana obat mengalami profil farmakokinetik dari distribusinya hingga eliminasi obat. Sampel untuk percobaan ini yaitu metilen merah yang akan di uji aktifitas farmakokineriknya dengan menggunakan metode model in vitro.

Tahap awal dari percobaan ini yaitu pembuatan larutan standar metilen merah dengan konsentrasi bertingkat 0,25; 0,5; 1; 2; 3; 5 mcg/ml dengan pelarut akuades. Larutan standar tersebut kemudian di uji spektroskopi untuk menentukan data absorbansinya hingga didapatkan persamaan linier.

Tahapan kedua yaitu penambahan sampel metilen merah 500 ml kedalam larutan akuades dalam beaker glass. Metilen merah dianggap sebagai zat obat dengan pemberian secara injeksi bolus intravena. Proses pembuatan dilakukan dengan cara penimbangan serbuk metilen merah sebanyak 0,01gr yang dilarutkan dengan aquades pada suatu wadah beaker glass. Larutan dalam

(10)

beaker glass diilustrasikan sebagai volume distribusi obat dalam tubuh. Volume distribusi (Vd) menunjukkan volume penyebaran obat dalam tubuh dengan kadar plasma atau serum (Setiawati, 2005). Volume distribusi yang diperoleh mencerminkan suatu keseimbangan antara ikatan pada jaringan, yang mengurangi konsentrasi plasma dan membuat nilai distribusi lebih besar, dengan ikatan pada protein plasma, yang meningkatkan konsentrasi plasma dan membuat volume distribusi menjadi lebih kecil. Perubahan-perubahan dalam ikatan dengan jaringan ataupun dengan plasma dapat mengubah volume distribusi yang ditentukan dari pengukuran-pengukuran konsentrasi plasma (Holford, 1998).

Digunakan satu wadah sebagai ilustrasi model kompartemen satu terbuka. Model ini menganggap bahwa berbagai perubahan kadar obat dalam plasma mencerminkan perubahan yang sebanding dengan kadar obat dalam jaringan (Shargel, 1988).

Setelah zat metilen merah terlarut dalam larutan, dilakukan pengadukan secara terus menerus yang menggambarkan seperti aliran darah yang mengalir dalam tubuh dengan kecepatan konstan. Cairan dalam wadah kemudian dikeluarkan sebanyak 100 ml setiap 15 menit (yang dianggap sebagai proses ekskresi renal). Proses ini disimulasikan sebagai klirens (Cl). Klirens suatu obat adalah suatu ukuran eliminasi obat dari tubuh tanpa mempermasalahkan mekanisme prosesnya. Umumnya jaringan tubuh atau organ dianggap sebagai suatu kompartemen cairan dengan volume terbatas (volume distribusi) dimana obat terlarut didalamnya (Shargel, 2005).

Setiap pengambilan cuplikan pada wadah ditambahkan kembali aquades sebanyak 100 ml untuk menggambarkan proses ekskresi obat dari dalam tubuh. Tahap selanjutnya yaitu pengukuran konsentrasi setiap cuplikan dengan menggunakan spektrofotometer UV-VIS untuk menentukan kadar metilen merah yang diekskresikan per satuan waktu .Cuplikan diukur panjang gelombangnya untuk didapatkan absorbansinya sehingga dapat diketahui konsentrasinya dengan menggunakan data kalibrasi metilen merah standar yang telah

(11)

diketahui sebelumnya. Tahap selanjutnya setelah data absorbansi didapatkan, diketahui nilai konsentrasinya sebagai berikut :

Waktu (t) (menit) Konsentrasi (C) (μg/ml) Absorbans i 0 80,050 0,301 15 73, 459 0,276 30 68, 186 0, 256 45 58, 694 0, 220

Dari data yang diperoleh diatas dapat diketahui bahwa konsentrasi metilen merah mengalami penurunan kadar sebanding dengan selang waktu dari cuplikan yang diambil. Pada pemberian waktu ke-0, konsentrasi yang didapatkan mencapai 80,050. Pada menit ke-15 konsentrasi menurun menjadi 73,459, pada menit ke 30 konsentrasi kembali menurun menjadi 68,186 dan pada menit ke 45 menurun menjadi 58, 694. Sehingga dapat dilihat bahwa laju eliminasi dari larutan metilen merah semakin menurun seiring dengan perubahan waktu. Data yang didapat merupakan data kompartemen tunggal injeksi bolus intravena. Data menghasilkan grafik menurun karena pada rute ini obat langsung mencapai konsentrasi 100% dan didistribusikan tanpa adanya tahapan absorbsi obat.

Dari pemberian obat melalui intravena dapat diketahui parameter primer yang menunjukan profil farmakokinetiknya yaitu volume distribusi sebesar 500 ml dan klerens sebesar 100ml/15 menit. Tidak diketahui Ka (kecepatan absorbs) karena disimulasikan berupa injeksi bolus intravena. Dari parameter primer didapatkan parameter sekunder berupa t1/2 sebesar 103,125 menit dan harga K sebesar 6,72.10-3/menit kemudian adapula parameter turunan salah satunya AUC dari sample metilen merah didapatkan nilai sebesar 2976,2 mcg. ml/menit. AUC atau Area Under Curve sendiri adalah permukaan di bawah kurva (grafik) yang menggambarkan naik turunnya kadar plasma sebagai fungsi dari waktu. AUC dihitung secara matematis dan merupakan ukuran untuk bioavailabilitas suatu obat. AUC dapat digunakan untuk membandingkan kadar masing-masing plasma obat bila penentuan kecepatan eliminasinya tidak mengalami perubahan. Selain itu antara kadar plasma

(12)

puncak dan bioavailabilitas terdapat hubungan langsung (Tjay dan Rahardja, 2002).

Dari percobaan diatas dapat disimpulkan bahwa model in vitro farmakokinetika digunakan untuk menguji profil farmakokinetika obat dalam suatu wadah yang digambaran seperti kompartemen darah dalam tubuh sebagai tempat didistribusikan dan dieliminasikannya obat. Pemberian obat secara bolus intravena merupakan model rute pemberian obat dimana obat tidak mengalami absorbs melainkan langsung didistribusikan sehingga konsentrasinya dalam plasma pada waktu 0 (Cp0) maksimal dalam darah.

F. KESIMPULAN

Simulasi model in vitro farmakokinetika digunakan untuk menguji profil farmakokinetika obat dalam suatu wadah yang digambaran seperti kompartemen darah dalam tubuh sebagai tempat didistribusikan dan dieliminasikannya obat. Dari pengujian tersebut diketahui profil farmakokinetika metilen merah dari beberapa parameter yaitu parameter primer berupa Vd sebesar 500ml dan Klerens sebesar 100ml/15 menit. Parameter sekunder yang diketahui yaitu berupa t1/2 sebesar 103,125 menit dan harga K sebesar 6,72.10-3/menit, sedangkan parameter turunan yaitu AUC dari sample metilen merah didapatkan nilai sebesar 2976,2 mcg. ml/menit. G. DAFTAR PUSTAKA

Admin, 2014, Uji In Vitro dan In Vivo, (URL: http://elearning.unsri.ac.id) , Diakses pada 3 April 2015.

Aiache, J.M., 1993, Farmasetika 2 Biofarmasi Edisi ke-2, Surabaya: Penerbit Airlangga University Press.

Gunawan, G.S., 2009, Farmakologi dan Terapi Edisi 5, Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Holford, N.H., 1998, Farmakokinetik dan Farmakodinamik: Pemilihan Dosis yang

Rasional dan Waktu Kerja Obat Dalam Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi IV. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.

(13)

Setiawati, A., 2005, Farmakokinetik Klinik Farmakologi dan Terapi Edisi 4. Jakarta : Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Shargel, L. dan Andrew, A, 1988, Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan. Surabaya : Airlangga University Press

Shargel, L. dan Yu., 2005, Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan, Surabaya: Airlangga Univeersity Press.

Zunilda, S.B, dan F.D. Suyatna, 1995, Pengantar Farmakologi. Dalam Farmakologi dan Terapi Edisi kelima. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia Press.

TUGAS

1. Apa yang diamksud dengan model farmakokinetika dan mengapa diperlukan model farmakokinetika? Sebutkan macamnya?

Jawab:

Nasib obat sesudah diminum adalah didistribusikan ke seluruh tubuh oleh cairan tubuh (darah), tetapi kita tidak dapat mengetahui dengan pasti kemana dan berapa jumlahnya pada jaringan penerima distribusi. Untuk mengirakan hal tersebut, maka secara farmakokinetika dibuatlah model-model yang melihat tubuh sebagai kompartemen. Tujuan dibuat model farmakokinetika ialah untuk menyederhanakan struktur tubuh (hewan atau manusia) yang begitu kompleks menjadi model matematik yang sederhana, sehingga mempermudah menerangkan nasib obat (ADME) di dalam tubuh (Hakim, 2012).

Dikemukakan model satu kompartemen dan model multi kompartemen (yang terbanyak dua kompartemen dari model multi kompartemen. Model kompartemen satu terbuka menganggap bahwa berbagai perubahan kadar obat dalam plasma mencerminkan perubahan yang sebanding dengan kadar obat dalam jaringan. Tetapi, model ini tidak menganggap bahwa konsentrasi obat dalam tiap jaringan tersebut adalah sama pada berbagai waktu (Shargel dan Yu, 2005).

(14)

Dalam model kompartemen dua dianggap bahwa obat terdistribusi ke dalam dua kompartemen. Kompartemen kesatu, dikenal sebagai kompartemen sentral, meliputi darah, cairan ekstraselular, dan jaringan-jaringan dengan perfusi tinggi, kompartemen-kompartemen ini secara cepat terdifusi oleh obat. Kompartemen kedua merupakan kompartemen jaringan, yang berisi jaringan-jaringan yang berkesetimbangan secara lebih lambat dengan obat. Model ini menganggap obat dieliminasi dari kompartemen sentral (Shargel dan Yu, 2005).

2. Apa yang dimaksud dengan volume distribusi dan klirens suatu obat? a. Klirens

Klirens suatu obat adalah suatu ukuran eliminasi obat dari tubuh tanpa mempermasalahkan mekanisme prosesnya. Umumnya jaringan tubuh atau organ dianggap sebagai suatu kompartemen cairan dengan volume terbatas (volume distribusi) dimana obat terlarut didalamnya (Shargel, 2005).

b. Volume distribusi (Vd)

Volume distribusi (Vd) menunjukkan volume penyebaran obat dalam tubuh dengan kadar plasma atau serum. Vd tidak perlu menunjukkan volume penyebaran obat yang sesungguhnya ataupun volume secara anatomik, tetapi hanya volume imajinasi dimana tubuh dianggap sebagai 1 kompartemen yang terdiri dari plasma atau serum, dan Vd menghubungkan jumlah obat dalam tubuh dengan kadarnya dalam plasma atau serum (Setiawati, 2005).

Vd = jumlah obat didalam tubuh C

Volume distribusi yang diperoleh mencerminkan suatu keseimbangan antara ikatan pada jaringan, yang mengurangi konsentrasi plasma dan membuat nilai distribusi lebih besar, dengan ikatan pada protein plasma, yang meningkatkan konsentrasi plasma dan membuat volume distribusi menjadi lebih kecil. Perubahan-perubahan dalam ikatan dengan jaringan ataupun dengan plasma dapat mengubah volume distribusi yang ditentukan adari pengukuran-pengukuran konsentrasi plasma (Holford, 1998).

(15)

3. Parameter farmakokinetika mana yang dikaitan dengan jumlah obat dalam tubuh untuk pengukuran kadar obat dalam plasma?

Jawab:

Parameter farmakokinetik yang berkaitan dengan jumlah obat dalam tubuh untuk mengukur kadar obat didalam plasma adalah volume ditribusi. Volume distribusi adalah volume hipotetik dalam tubuh tempat obat terlarut. Vd adalah salah satu faktor yang harus diperhitungkan dalam memperkirakan jumlah obat dalam tubuh. Vd merupakan suatu parameter yang berguna untuk menilai jumlah relatif obat di luar kompartemen sentral atau dalam jaringan. Volume distribusi menghubungkan jumlah obat dalam tubuh dengan konsentrasi obat (C) dalam darah atau plasma (Shargel dan Yu, 2005).

Obat–obat yang memiliki volume distribusi yang sangat tinggi mempunyai konsentrasi yang lebih tinggi di dalam jaringan ekstravaskular daripada obat-obat yang berada dalam bagian vaskular yang terpisah, yakni obat-obat tersebut tidak didistribusikan secara homogen. Sebaliknya, obat-obat yang dapat bertahan secara keseluruhan di dalam bagian vaskular yang terpisah, pada dasarnya mempunyai kemungkinan minimum Vd yang sama dengan komponen darah di mana komponen-komponen tersebut didistribusi (Angestiarum, 2015).

4. Jelaskan faktor dari timbulnya variabilitas kadar obat dalam plasma setelah dosis yang sama diberikan pada pasien yang berbeda!

 Berat badan : obat yang besifat lipofilik ketika terjadi kenaikan berat badan makan volume distribusinya pun akan mengalami peningkatan sehingga kadar obat daram darah sedikit sedangkan obat yang bersifat hidrofilik tidak berpengaruh ketika terjadi kenaikan berat badan.

 Aliran darah : semakin cepat aliran darah, kecepatan absorbsi semakin besar sehingga obat lebih cepat dimetabolisme atau berada dalam plasma.

 Protein plasma : albumin salah satunya apabila obat banyak yang terikat kuat pada protein plasma mempunyai Vd yang kecil serta kadar obat dalam darah tinggi.

(16)

Angestiarum, 2015, Farmakokinetika Klinik, (http://angestiarum-ff14.web.unair.ac.id.) Diakses tanggal 4 April 2015.

Hakim, L., 2012, Farmakokinetika, Bursa Ilmu: Yogyakarta.

Setiawati, A., 2005, Farmakokinetik Klinik Farmakologi dan Terapi Edisi 4. Jakarta : Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Shargel, L. dan Yu., 2005, Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan, Surabaya: Airlangga Univeersity Press.