Sikap dan perilaku masyarakat yang tidak sesuai hukum yang berlaku

Sikap dan perilaku masyarakat yang tidak sesuai hukum yang berlaku

Tribatanews.kepri.polri.go.id – Kesadaran hukum  merupakan kesadaran yang ada dalam setiap individu manusia berkaitan dengan hukum atau apapun yang seharusnya hukum itu berlaku. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kesadaran hukum adalah pengetahuan tentang perilaku tertentu yang sudah diatur oleh hukum sehingga orang akan cenderung untuk lebih mematuhi aturan dalamn hukum tersebut sehingga akan terhindar dari bentuk penyimpangan sosial. Lebih lanjut kesadaran hukum ini sangat dibutuhkan oleh negara untuk mencapai negara yang adil dan makmur. Sehingga tujuan negara dengan menerapkan hukum itu sendiri dapat tercapai.

Dengan adanya kesadaran hukum ini kita akan menyaksikan tidak adanya pelanggaran sehingga kehidupan yang ideal akan ditemui. Namun demikian, tidak sedikit negara yang secara kemajuan sangat tertinggal justru disebabkan karena kesadaran hukum yang dimiliki oleh penduduk sangat rendah dan berbagai faktor perubahan sosial . Sehingga negara tidak dapat menempuh tujuannya karena terlalu sibuk untuk menertibkan pelanggaran-pelanggara hukum yang dilakukan oleh warganya. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kesadaran hukum. Artikel berikut akan membahas tentang 5 faktor kesadaran hukum yang wajib diketahui. Dengan mengetahui faktor yang mempengaruhi kesadaran hukum ini, diharapkan pembaca dapat meningkatkan kesadaran hukum. Karena itu, kesadaran hukum itu sangat penting dibutuhkan oleh suatu negara. Berikut ulasannya faktor yang mempengrauhi kesadaran hukum.

  1. Pengetahuan Tentang Kesadaran Hukum

Faktor yang mempengaruhi kesadaran hukum yang pertama adalah pengetahuan tentang kesadaran hukum. Peraturan dalam hukum harus disebarkan secara luas dan telah sah. Maka dengan sendirinya peraturan itu akan tersebar dan cepat diketahui oleh masyarakat. Masyarakat yang melanggar belum tentu mereka melanggar hukum. Bisa jadi karena kurang memiliki pengetahuan tentang kesadaran hukum dan peraturan yang berlaku dalam hukum itu sendiri. Jika menemui hal ini, maka dapat dipastikan negara harus menempuh jalur untuk menyebarkan luaskan segara perturan di dalam hukum agar masyarakat dapat mengetahui peraturan yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan dalam hukum negara. Selain itu masih adanya macam-macam bencana alam di Indonesia.

  1. Pengakuan Terhadap Ketentuan Hukum

Faktor yang mempengaruhi kesadaran hukum selanjutnya adalah pengakuan terhadap ketentuan hukum. Masyarakat yang mengetahui ketentuan dalam hukum dan kegunaannya dalam norma hukum. Artinya, ada beberapa masyarakat yang memahami terhadap peraturan yang ada di dalam hukum. Namun, hal ini belum cukup untuk membuat masyarakat mengakui ketentuan tersebut. Adakalanya memang masyarakat yang lebih mengetahui peraturan dalam hukum lebih berpotensi untuk mematuhi hukum. Dan juga biasanya mereka lebih sadar terhadap hukum yang berlaku. Untuk hukum kelautan juga harus memperhatikan  batas wilayah laut Indonesia.

  1. Penghargaan Terhadap Ketentuan Hukum

Faktor yang mempengaruhi kesadaran hukum selanjutnya adalah penghargaan terhadap ketentuan hukum. Pengertian ini mengandung bahwa sejauh manakah suatu tindakan maupun perbuatan dari masyarakat yang dilarang oleh hukum. Selain itu, juga dengan reaksi masyarakat yang berdasarkan pada sistem nilai yang berlaku di masyarakat tersebut. Bisa jadi sangat dimungkinkan masyarakat dapat menentang dan juga dapat mematuhi ketentuan hukum yang berlak. Hal itu sesuai dengan kepentingan masyarakat yang sudah terjamin pemenuhannya. Hal itu dilakukan untuk perkembangan wilayah Indonesia.

  1. Penataan Terhadap Ketentuan Hukum

Faktor yang mempengaruhi kesadaran hukum selanjutnya adalah penataan terhadap ketentuan hukum. Prinsip utama dari tugas hukum itu sendiri adalah untuk mengatur segala kepentingan warga masyarakat. Pada dasarnya kepentingan itu terlahir dari berdasarkan nilai dan norma yang berlaku di dalam masyarakat itu sendiri. Biasanya hal itu akan merujuk pada anggapan tentang apa yang mereka lakukan yakni baik atau buruknya kepentingan itu sendiri.

  1. Ketaatan Masyarakat Terhadap Hukum

Faktor yang mempengaruhi kesadaran hukum selanjutnya adalah tentang ketaan masyarakat terhadap hukum. Dengan demikian seluruh kepentingan masyarakat akan bergantung pada ketentuan dalam hukum itu sendiri. Namun juga ada anggapan bahwa kepatuhan hukum justru disebabkan dengan adanya takut terhadap hukuman ataupun sanksi yang akan didapatkan ketika melanggar hukum. Meskipun dengan keberadaan keragaman suku bangsa dan budaya di Indonesia.

 

Penulis : Gilang

Editor     : Tahang

Publish : Tahang

Apakah etika?

Pada masyarakat di belahan dunia manapun, terdapat nilai-nilai dasar perilaku yang secara umum diakui sebagai norma yang harus dipatuhi, selain peraturan atau norma hukum. Norma tersebut biasa disebut etika. Etika dalam arti sempit sering dipahami masyarakat sebagai sopan santun. Sedangkan etika secara umum/luas adalah  suatu norma atau aturan yang dipakai sebagai pedoman dalam berperilaku di masyarakat bagi seseorang terkait dengan sifat baik dan buruk. Etika merupakan suatu ilmu tentang kesusilaan dan perilaku manusia di dalam pergaulannya dengan sesama yang menyangkut prinsip dan aturan tentang tingkah laku yang benar. Dengan kata lain, etika adalah kewaijban dan tanggungjawab moral setiap orang dalam berperilaku di masyarakat.

Secara etimologis, kata etika berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu “Ethikos” yang artinya timbul dari suatu kebiasaan. Dalam hal ini etika memiliki sudut pandang normatif dimana objeknya adalah manusia dan perbuatannya. Ada juga pendapat para ahli. Menurut Soergarda Poerbakawatja, pengertian etika adalah suatu ilmu yang memberikan arahan, acuan, serta pijakan kepada suatu tindakan manusia. Drs. H. Burhanudin Salam berpendapat, etika adalah sebuah cabang ilmu filsafat yang membicarakan perihal suatu nilai-nilai serta norma yang dapat menentukan suatu perilaku manusia ke dalam kehidupannya. Sedangkan menurut Poerwadarminto, etika adalah ilmu pengetahuan tentang suatu perilaku atau perbuatan manusia yang dilihat dari sisi baik dan buruknya yang sejauh mana dapat ditentukan oleh akal manusia.

Masih banyak lagi pendapat para ahli, dapat disimpulkan etika merupakan suatu ilmu yang berhubungan dengan perilaku dan bersumber dari akal dan berbeda dengan norma-norma lainnya. Terdapat beberapa karakteristik etika yang membedakannya dengan norma lainnya. Adapun ciri-ciri etika adalah sebagai berikut:

  • Etika tetap berlaku meskipun tidak ada orang lain yang menyaksikan.
  • Etika sifatnya absolut atau mutlak.
  • Dalam etika terdapat cara pandang dari sisi batiniah manusia.
  • Etika sangat berkaitan dengan perbuatan atau perilaku manusia.

Dengan demikian, selain sebagai norma yang terlihat pada perilaku, etika juga harus melekat/dijiwai oleh manusia, baik dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan sosial/bermasyarakat dan di tempat kerja.

Apakah sekarang terjadi pergeseran etika?

Banyak orang berpendapat, saat ini terdapat krisis etika. Etika yang dianggap mulai luntur diantaranya norma-norma kesopanan yang lambat laun terasa berkurang dibandingkan dengan jaman beberapa dasawarsa yang lalu. Sebagai contoh pada masyarakat Jawa, penggunaan bahasa jawa ngoko, kromo alus, kromo inggil dahulu demikian tertib. Yang lebih muda sebisa mungkin menggunakan bahasa kromo kepada yang lebih tua tanpa memandang status sosial, jabatan, kekayaan dan sebagainya. Norma-norma itu sekarang dianggap bergeser. Perubahan teknologi dan pembauran budaya dari berbagai daerah/negara juga bisa menjadi penyebabnya. Sebagai contoh, dulu saat kita bertemu yag lebih tua, secara spontan kita akan menundukkan kepala kita sebagai tanda hormat. Sekarang norma-norma lambat laun mulai berkurang, kalau tidak bisa dikatakan hilang.

Pergeseran tersebut sebenarnya tidak bisa disimpulkan sebagai penurunan kualitas etika. Di Indonesia sendiri etika bermasyarakat merupakan aturan tidak tertulis yang terdapat/melekat pada ajaran agama, adat istiadat, budaya daerah yang sangat beragam. Di jenjang pendidikan sekolahpun, etika tidak diajarkan secara khusus, tapi melekat pada beberapa mata pelajaran. Seharusnya tanpa perlu diajarkan, etika sudah menjadi jati diri pada probadi manusia yang beragama yang hidup di tengah keluarga dan di tengah masyarakat, tanpa harus mempelajari norma-norma apa saja yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan.

Bagaimana etika di tempat kerja

Pada berbagai profesi dan instansi, pengaturan etika dibuat/diserahkan kepada lembaga profesi dan instansi. Hal tersebut karena etika dan perilaku bisa spesifik pada berbagai profesi, sehingga perlu dibuat secara khusus sesuai profesi dan instansi masing-masing. Pada Kementerian Keuangan terdapat Kode Etik dan Kode Perilaku yang merupakan pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan pegawai dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi serta pergaulan hidup sehari-hari yang bertujuan untuk menjaga martabat dan kehormatan pegawai, bangsa, dan negara.

Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor Nomor 190/PMK.01/2018 Tentang Kode Etik Dan Kode Perilaku Pegawai Negeri Sipil Di Lingkungan Kementerian Keuangan, dalam berperilaku sehari-hari, setiap Pegawai harus berlandaskan pada nilai-nilai dan Kode Etik dan Kode Perilaku. Hal tersebut juga mengantisipasi adanya perubahan teknologi, nilai etika, budaya, dan perilaku yang terjadi di masyarakat, maka untuk mencegah pelanggaran disiplin pegawai Kementerian Keuangan, serta menjaga martabat dan kehormatan masing-masing pegawai. Hal tersebut bisa dipahami selain sebagai pedoman berperilaku sebagai pegawai Kementerian Keuangan juga sebagai antisipasi adanya perubahan  teknologi, nilai etika, budaya, dan perilaku yang terjadi di masyarakat agar Nilai Nilai Kementerian Keuangan tetap terjaga.

Nilai-Nilai Kementerian Keuangan meliputi: a. Integritas, yang berarti seluruh Pegawai harus berpikir, berkata, berperilaku, dan bertindak dengan baik dan benar serta selalu memegang teguh Kode Etik dan prinsip-prinsip moral; b. Profesionalisme, yang berarti seluruh Pegawai harus bekerja dengan tuntas dan akurat berdasarkan kompetensi terbaik dan penuh tanggung jawab serta komitmen yang tinggi; c. Sinergi, yang berarti seluruh Pegawai harus berkomitmen untuk membangun dan memastikan hubungan kerjasama internal yang produktif serta kemitraan yang harmonis dengan para pemangku kepentingan, untuk menghasilkan karya yang bermanfaat dan berkualitas; d. Pelayanan, yang berarti seluruh Pegawai harus memberikan pelayanan untuk memenuhi kepuasan para pemangku kepentingan dan dilaksanakan dengan sepenuh hati, transparan, cepat, akurat, dan aman; dan e. Kesempurnaan, yang berarti seluruh Pegawai harus senantiasa melakukan upaya perbaikan di segala bidang untuk menjadi dan memberikan yang terbaik.

Dengan adanya landasan perilaku pegawai yang didasarkan pada nilai-nilai serta Kode Etik dan Kode Perilaku diharapkan bisa mewujudkan aparat pemerintah yang bersih, berwibawa, dan bertanggung jawab. Kode Etik dan Kode Perilaku tersebut tentunya buka sekedar dibaca dan dihapalkan tetapi harus diterapkan, dilaksanakan dan diejawantahkan dalam perilaku setiap pegawai, tidak hanya di tempat kerja tetapi juga di keluarga dan di kehidupan bermasyarakat.

Setiap pegawai adalah pemimpin, harus mampu menggerakkan dirinya dan orang-orang di sekitarnya untuk selalu melaksanakan landasan perilaku tersebut. Falsafah kepemimpinan “Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani rasanya masih relevan diterapkan saat ini, Di depan menjadi panutan atau contoh, di tengah menjadi penyemangat atau penyeimbang, dan di belakang memberi dorongan.

Apabila dicermati dari Peraturan Menteri Keuangan Nomor Nomor 190/PMK.01/2018 Tentang Kode Etik Dan Kode Perilaku Pegawai Negeri Sipil Di Lingkungan Kementerian Keuangan, secara luas mengatur etika dan perilaku pegawai, sanksi apabila melanggar, mekanisme pemberian sanksi, sesuai tujuan akhirnya yaitu menjaga martabat dan kehormatan pegawai, bangsa, dan negara. Setiap pegawai Kementerian Keuangan harus memahami dan mematuhinya. (Arief Nugroho/Kanwil DJKN Kalselteng)