Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?

Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?

Jakarta, CNN Indonesia -- Tanggal 2 September 1945 menorehkan peristiwa besar di dunia dan di Indonesia. Tanggal tersebut menandakan berakhirnya Perang Dunia II sekaligus menjadi akhir dari penjajahan Jepang di Indonesia.
Sebelumnya di benua Eropa, Jerman telah terlebih dulu menyerah kepada sekutu pada 7 Mei 1945. Meski demikian tidak serta merta membuat Jepang yang merupakan sekutu Jerman turut menyudahi perang di Kawasan Asia Pasifik.

Show

Baca juga:7 Peristiwa Bersejarah di Dunia pada Abad ke-20
Dengan berakhirnya perang di Eropa, sekutu kemudian mendesak Jepang untuk segera mengibarkan bendera putih atau menyerahkan diri. Namun Jepang menolak hal itu dan tetap melancarkan serangan.

Jepang yang menganggap remeh tekanan sekutu dikagetkan dengan serangan dahsyat dan brutal Amerika sepanjang sejarah perang. Serangan tersebut memaksa Kaisar Hirohito menyetujui Deklarasi Postdam.

Deklarasi Postdam

Setelah kemenangan sekutu di Eropa, para pemimpin dari negara-negara sekutu pada 26 Juli berkumpul di Jerman untuk membahas langkah selanjutnya menekan grup fasisme Jerman.

Pertemuan itu dihadiri oleh Harry S Truman (Amerika), Winston Churchill (Inggris), dan Chiang Kai Shek (Tiongkok). Ketiga pemimpin menetapkan deklarasi Penyerahan Tanpa Syarat bagi Jepang.

Terdapat perdebatan kecil antara Amerika dan Inggris mengenai posisi Kaisar Hirohito. Amerika menginginkan agar Kaisar Hirohito diadili sebagai penjahat perang. Sementara Inggris tetap ingin posisi Kaisar tetap ada.

Tanggapan Jepang atas Deklarasi Postdam

Isi Deklarasi Postdam diterima Jepang pada 27 Juli. Meski Kaisar telah menginstruksikan disetujuinya Deklarasi Postdam, pemerintah Jepang masih mempertimbangkan isi deklarasi tersebut.

Duta Besar Jepang untuk Moskow bahkan berusaha membangun hubungan persahabatan dengan Uni Soviet terkait isi Deklarasi Postdam. Jepang berharap Uni Soviet dapat membantu tekanan yang diberikan oleh sekutu.

Namun Soviet menjawabnya dengan melancarkan invasi ke Manchuria yang secara otomatis melanggar Pakta Netralitas Soviet-Jepang. Invasi dilakukan saat Hiroshima rata dengan tanah akibat bom atom. Kondisi ini membuat Jepang terdesak.

Tekanan Amerika terhadap Jepang

Penolakan Deklarasi Postdam oleh Jepang kepada Sekutu dijawab Amerika dengan menerbangkan pesawat pengebom B-29 yang diberi nama Enola Gay.

Enola diterbangkan oleh Kolonel Paul Tibbets dengan membawa muatan bom atom dengan sandi "Little Boy" pada 6 Agustus 1945.

Pesawat terbang menuju pangkalan militer Jepang di kota Hiroshima, sebuah kota di barat daya Pulau Honshu. Setelah Hiroshima rata, laporan kepanikan dan kebingungan datang bertubi-tubi ke Tokyo.

Jepang baru mengetahui daerahnya di bom atom melalui siaran radio Presiden Truman. Truman berjanji jika Jepang tidak menyerah tanpa syarat kepada sekutu kejadian serupa akan kembali terulang.

Kemudian 9 Agustus 1945 pemerintah Jepang mengadakan rapat darurat. Rapat darurat tidak menghasilkan kesepakatan namun justru perpecahan suara.

Sebagian ingin syarat penyerahan diri diubah dan ditambah, sebagian lagi hanya ingin syarat untuk melindungi posisi kaisar.

Saat rapat tengah berlangsung, Presiden Truman membuktikan ucapannya. Pesawat tempur Amerika terbang ke Nagasaki yang berada di pesisir barat Kyushu menjatuhkan bom atom dengan sandi Fat Man.

Amerika kembali mengancam akan menjatuhkan lebih banyak bom atom di pusat-pusat industri Jepang jika tidak juga menyerah tanpa syarat.

Dini hari 10 Agustus 1945, Kementerian Luar Negeri Jepang mengirimkan telegram kepada sekutu, mengumumkan bahwa Jepang menerima hasil Deklarasi Postdam namun tidak menyetujui syarat yang merugikan Kaisar.

Kaisar Jepang bersikukuh tetap dalam posisi memegang kekuasaan di pemerintahan.

Jepang Menyerah Tanpa Syarat

Kapal perang USS Missouri di bawah Komandan Douglas MacArthur tiba di Tokyo pada 30 Agustus dan langsung mengeluarkan sejumlah aturan.

Antara lain, melarang sekutu menyerang rakyat Jepang, sekutu dilarang makan makanan Jepang, dan bendera Hinomaru dilarang berkibar.

Upacara resmi penyerahan tanpa syarat Jepang berlangsung pada 2 September 1945 saat perwakilan Kekaisaran Jepang menandatangani Dokumen Kapitulasi Jepang di atas USS Missouri di Teluk Tokyo.

Penandatanganan penyerahan tanpa syarat Jepang dilakukan oleh Menteri Luar Negeri Jepang Mamoru Shigemitsu sebagai wakil pemerintah sipil dan Jenderal Umezu sebagai wakil militer di geladak kapal perang USS Missouri.

Kemudian Kolonel Douglas MacArthur selaku perwakilan PBB. Penandatanganan disaksikan oleh Amerika yang diwakili oleh Jenderal Richard K Sutherland.

Dengan ditandatangani penyerahan tanpa syarat, berakhir pula masa perang dan dikenal sebagai peristiwa sejarah 2 September 1945.

Menyerahnya Jepang pada bulan Agustus 1945 menandai kesudahan Perang Alam II. Tingkatan Laut Kekaisaran Jepang dengan pokok isi kerangan efektif sudah tanpa mempunyai sejak Agustus 1945, sementara invasi Sekutu ke Jepang hanya tinggal waktu. Walaupun keinginan untuk melawan hingga titik kesudahan diterangkan dengan pokok isi kerangan terbuka, pemimpin Jepang dari Dewan Penasihat Militer Jepang dengan pokok isi kerangan pribadi memohon Uni Soviet untuk berperan sebagai mediator dalam perjanjian damai dengan syarat-syarat yang menguntungkan Jepang. Sementara itu, Uni Soviet juga berjaga-jaga untuk menyerang Jepang dalam usaha memenuhi janji kepada Amerika Serikat dan Inggris di Konferensi Yalta.

Pada 6 Agustus dan 9 Agustus, Amerika Serikat menjatuhkan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki. Pada 9 Agustus, Uni Soviet melancarkan penyerbuan mendadak ke koloni Jepang di Manchuria (Manchukuo) yang melanggar Pakta Netralitas Soviet–Jepang. Kaisar Hirohito campur tangan setelah terjadi dua peristiwa mengejutkan tersebut, dan memerintahkan Dewan Penasihat Militer untuk menerima syarat-syarat yang ditawarkan Sekutu dalam Deklarasi Potsdam. Setelah berlangsung perundingan di belakang layar selagi sebagian hari, dan kudeta yang gagal, Kaisar Hirohito menyampaikan pidato radio di hadapan rakyat pada 15 Agustus 1945. Dalam pidato radio yang disebut Gyokuon-hōsō (Siaran Suara Kaisar), Hirohito membacakan Perintah Kekaisaran tentang kapitulasi, sekaligus mengumumkan kepada rakyat bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu.

Pendudukan Jepang oleh Komandan Tertinggi Sekutu dimulai pada 28 Agustus. Upacara kapitulasi diadakan pada 2 September 1945 di atas kapal tempur Amerika Serikat Missouri. Dokumen Kapitulasi Jepang yang ditandatangani hari itu oleh pejabat pemerintah Jepang dengan pokok isi kerangan resmi mengakhiri Perang Alam II. Penduduk sipil dan anggota militer di negara-negara Sekutu merayakan Hari Kemenangan atas Jepang (V-J Day). Walaupun demikian, sebagian pos komando terpencil dan personel militer dari kesatuan di pelosok-pelosok Asia menolak untuk menyerah selagi berbulan-bulan bahkan hingga bertahun-tahun setelah Jepang menyerah. Sejak kapitulasi Jepang, sejarawan terus berargumen tentang etika penggunaan bom atom. Perang selang Jepang dan Sekutu dengan pokok isi kerangan resmi kesudahannya ketika Perjanjian San Francisco mulai berjalan pada tanggal 28 April 1952. Empat tahun kemudian Jepang dan Uni Soviet menandatangani Deklarasi Bersama Soviet–Jepang 1956 yang dengan pokok isi kerangan resmi mengakhiri perang selang kedua negara tersebut.

Kekalahan Jepang

Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?

Pendaratan Sekutu di Area Perang Operasi Samudra Pasifik, Agustus 1942 hingga Agustus 1945.

Pada tahun 1945, Jepang telah hampir dua tahun berturut-turut mengalami kekalahan berkepanjangan di Pasifik Barat Daya, kampanye militer Mariana, dan kampanye militer Filipina. Pada Juli 1944 setelah Saipan jatuh, Jenderal Hideki Tōjō diangkat sebagai perdana menteri oleh Jenderal Kuniaki Koiso yang menyatakan Filipina sebagai tempat perang berikutnya yang menentukan.[1] Setelah Filipina jatuh, giliran Koiso yang diganti oleh Laksamana Kantarō Suzuki. Pada paruh pertama tahun 1945, Sekutu sukses merebut Iwo Jima dan Okinawa. Setelah diduduki Sekutu, Okinawa dijadikan daerah singgahan untuk menyerbu ke pulau-pulau utama di Jepang.[2] Setelah kekalahan Jerman, Uni Soviet diam-diam mulai mengerahkan pulang pasukan tempur Eropa-nya ke Timur Jauh, di samping sekitar empat puluh divisi yang telah ditempatkan di sana sejak tahun 1941, sebagai penyeimbang kekuataan jutaan Tentara Kwantung.[3]

Operasi kapal-kapal selam Sekutu dan penyebaran ranjau di lolos pantai Jepang telah menghancurkan sebagian besar armada dagang Jepang. Sebagai negara dengan seberapa sumber daya alam, Jepang bergantung kepada bahan mentah yang diimpor dari daratan Asia dan dari wilayah pendudukan Jepang di Hindia Belanda, terutama minyak bumi.[4] Penghancuran armada dagang Jepang, ditambah dengan pengeboman strategis kawasan industri di Jepang telah meruntuhkan ekonomi perang Jepang. Produksi batu bara, besi, besi baja, karet, dan pasokan bahan mentah lainnya hanya tersedia dalam jumlah kecil dibandingkan pasokan sebelum perang.[5][6]

Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?

Kapal tempur Jepang Haruna karam di tempat bersandarnya di pangkalan tingkatan laut Kure pada peristiwa Pengeboman Kure 24 Juli 1945.

Sebagai akibat kerugian yang dialami, kekuatan Tingkatan Laut Kekaisaran Jepang dengan pokok isi kerangan efektif kehabisan. Setelah serangkaian pengeboman Sekutu di galangan kapal Jepang di Kure, Prefektur Hiroshima, kapal-kapal perang Jepang yang tersisa hanyalah enam kapal induk, empat kapal penjelajah, dan satu kapal tempur. Namun, semua kapal tersebut tanpa memiliki bahan bakar yang cukup. Walaupun masih mempunyai 19 kapal perusak dan 38 kapal selam yang masih operasional, pengoperasian mereka menjadi terbatas akibat kekurangan bahan bakar.[7][8]

Persiapan pertahanan

Menghadapi kemungkinan penyerbuan Sekutu ke pulau-pulau utama Jepang, dimulai dari Kyushu, Jurnal Perang Markas Besar Kekaisaran menyimpulkan,

Kami tanpa dapat lagi memimpin perang dengan mempunyai seberapa pun harapan untuk menang. Satu-satunya jalan yang tersisa yaitu mengorbankan nyawa seratus juta rakyat Jepang sebagai bom hidup agar musuh kehilangan semangat bertempur.[9]

Sebagai usaha darurat yang terakhir untuk menghentikan gerak maju Sekutu, Komando Tertinggi Kekaisaran Jepang merencanakan pertahanan Kyushu dengan pokok isi kerangan habis-habisan. Usaha yang dinamakan dengan sandi Operasi Ketsu-Go [10] ini dimaksudkan sebagai perubahan strategi yang radikal. Berlainan dari sistem pertahanan berlapis seperti yang dipakai sewaktu menginvasi Peleliu, Iwo Jima, dan Okinawa, kali ini semuanya dipertaruhkan di pantai. Sebelum pasukan dan perlengkapan didaratkan transpor amfibi di pantai, mereka akan diserang oleh 3.000 pesawat kamikaze.[8]

Bila strategi ini tanpa mengusir Sekutu, Jepang akan mengerahkan 3.500 pesawat kamikaze tambahan berikut 5.000 kapal bunuh diri Shin'yō disertai kapal-kapal perusak dan kapal-kapal selam yang masih tersisa--hingga kapal terakhir yang operasional--untuk menghancurkan Sekutu. Bila Sekutu menang dalam perang di pantai dan sukses mendarat di Kyushu, hanya akan tersisa 3.000 pesawat untuk mempertahankan pulau-pulau Jepang yang lain. Walaupun demikian, Kyushu akan dipertahankan "hingga titik darah penghabisan".[8] Strategi membuat pertahanan terakhir di Kyushu didasarkan pada asumsi bahwa Uni Soviet akan tetap mempertahankan netralitas.[11]

Serangkaian gua digali dekat Nagano di Honshu. Gua-gua yang disebut Markas Besar Kekaisaran Bawah Tanah Matsushiro tersebut akan dijadikan Markas Tingkatan Darat pada saat terjadinya invasi Sekutu serta rumah pengamanan untuk Kaisar Jepang dan keluarganya.[12]

Dewan Penasihat Militer

Pengambilan keputusan perang Jepang berpusat di Dewan Penasihat Militer yang beranggotakan enam pejabat tinggi: perdana menteri, menteri luar negeri, menteri tingkatan darat, menteri tingkatan laut, kepala staf umum tingkatan darat, dan kepala staf umum tingkatan laut.[13] Saat kabinet pemerintah Suzuki terbentu pada April 1945, keanggotaan dewan terdiri dari:

Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?

Kabinet Suzuki, Juni 1945

  • Perdana Menteri Laksamana Kantarō Suzuki
  • Menteri Luar Negeri Shigenori Tōgō
  • Menteri Tingkatan Darat Jenderal Korechika Anami
  • Menteri Tingkatan Laut Laksamana Mitsumasa Yonai
  • Kepala Staf Umum Tingkatan Darat Jenderal Yoshijirō Umezu
  • Kepala Staf Umum Tingkatan Laut Laksamana Koshirō Oikawa (kemudian diganti oleh Laksamana Soemu Toyoda)

Dengan pokok isi kerangan hukum, Tingkatan Darat dan Tingkatan Laut Kekaisaran Jepang memiliki hak untuk mencalonkan (atau menolak pencalonan) masing-masing menteri. Sebagai hasilnya, Jepang dapat menghindari pembentukan pemerintahan yang tanpa diingini, atau terjadinya pengunduran diri yang dapat menjatuhkan pemerintah yang sedang berlangsung.[14][15]

Kaisar Hirohito dan Pengaman Cap Pribadi Kaisar Kōichi Kido juga ada di sebagian pertemuan, setelah diminta Kaisar.[16] Seperti yang dilaporkan Iris Chang, "Jepang sengaja menghancurkan, menyembunyikan, atau memalsukan sebagian dari dokumen rahasia perang mereka"[17][18]

Perbedaan pendapat di kalangan pemimpin Jepang

Kabinet Suzuki, dalam berbagai segi, lebih memilih meneruskan perang. Untuk Jepang, kapitulasi hampir tanpa terpikirkan. Dalam 2000 tahun sejarahnya, Jepang tanpa pernah diinvasi bangsa asing atau kalah dalam perang.[19] Hanya Menteri Tingkatan Laut Mitsumasa Yonai yang diketahui memiliki keinginan untuk mengakhiri perang.[20] Menurut sejarawan Richard B. Frank:

Walaupun Suzuki pastinya melihat perdamaian sebagai tujuan jangka panjang, dia tanpa memiliki rencana untuk mewujudkannya dalam jangka waktu dekat atau dengan syarat-syarat yang dapat diterima Sekutu. Ulasannya dalam konferensi negarawan senior tanpa memberikan tanda-tanda dirinya menginginkan akhirnyanya perang lebih awal ... ; Pilihan Suzuki untuk pos-pos kabinet yang paling penting, dengan pengecualian satu orang, bukanlah juga tokoh pendukung perdamaian.[21]

Seusai perang, Perdana Menteri Suzuki dan pejabat lain dari pemerintahannya mengaku mereka dengan pokok isi kerangan rahasia merundingkan perdamaian, tapi dengan pokok isi kerangan terbuka tanpa dapat mengumumkannya. Mereka mengutip ide Jepang tentang haragei (seni berkomunikasi dengan sikap dan kekuatan kepribadian dan bukan melalui kata-kata) untuk membenarkan ketidakselarasan selang tindakan di muka umum dan pokok isi kerangan di belakang layar. Namun, sebagian sejarawan menolak interpretasi ini. Robert J. C. Butow menulis:

Berdasarkan alasan yang sangat ambigu, pembelaan soal haragei menimbulkan kecurigaan bahwa dalam masalah politik dan diplomasi, dengan pokok isi kerangan sadar menggantungkan diri pada seni menggertak jangan-jangan dapat dianggap sebagai pengelabuan disengaja yang diperkirakan didasarkan keinginan mengadu domba untuk keuntungan sendiri. Walaupun keputusan ini tanpa sesuai dengan kepribadian Laksamana Suzuki yang banyak dipuji, pada kenyataannya dari saat dia diangkat sebagai perdana menteri hingga hari dia mengundurkan diri, tanpa mempunyai seorang pun yang dapat memastikan apa yang berikutnya akan diistilahkan atau dilakukan Suzuki.[22]

Pemimpin Jepang selalu menginginkan penamatan perang dengan negosiasi. Perencanaan praperang mereka mengharapkan perluasan wilayah dengan pokok isi kerangan cepat, konsolidasi, konflik yang tanpa terhindarkan dengan Amerika Serikat, dan penamatan perang yang memungkinkan Jepang mempertahankan paling tanpa sebagian wilayah baru yang telah mereka duduki.[23] Pada tahun 1945, pemimpin-pemimpin Jepang sepakat bahwa perang tanpa berlangsung dengan lancar, tetapi mereka tanpa sepakat mengenai cara-cara terbaik dalam bernegosiasi untuk mengakhiri perang. Kalangan pemimpin Jepang terbelah menjadi dua kubu. Faksi "damai" menginginkan inisiatif diplomatik dengan membujuk pemimpin Uni Soviet Joseph Stalin agar bertindak sebagai mediator penamatan perang selang Jepang dan Amerika Serikat beserta sekutunya. Sebaliknya, faksi garis keras lebih memilih bertempur dalam satu perang terakhir yang "menentukan" hingga jatuh korban begitu banyak di pihak Sekutu yang mengakibatkan mereka mau menawarkan syarat-syarat yang lebih lunak.[24] Kedua kubu terbentuk berdasarkan pengalaman Jepang dalam Perang Rusia-Jepang empat puluh tahun sebelumnya. Dalam perang tersebut terjadi serangkaian perang yang memakan kerugian besar yang tanpa menentukan pemenang, tetapi diakhiri oleh Perang Tsushima yang dimenangkan Jepang.[25]

Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?

Laksamana Kantarō Suzuki menjabat Perdana Menteri Jepang dalam bulan-bulan sebelum perang kesudahannya.

Pada kesudahan Januari 1945, sebagian pejabat Jepang yang dekat dengan Kaisar mempertimbangkan syarat-syarat kapitulasi yang akan melindungi kedudukan Kaisar Jepang. Proposal-proposal yang dikirim melalui saluran Amerika Serikat dan Inggris tersebut disusun oleh Jenderal Douglas MacArthur menjadi dokumen 40 halaman, dan kemudian, pada 2 Februari, dua hari sebelum Konferensi Yalta, diberikan kepada Presiden Franklin D. Roosevelt. Menurut laporan, dokumen tersebut ditolak oleh Roosevelt tanpa pertimbangan apa pun. Semua proposal mencakup syarat bahwa kedudukan kaisar tetap dipertahankan, walaupun jangan-jangan sebagai penguasa boneka. Namun pada saat itu, kebijakan Sekutu hanyalah menerima penyerahan tanpa syarat.[26] Selain itu, proposal-proposal ini ditolak keras oleh pejabat pemerintahan Jepang yang berpengaruh, dan oleh karenanya tanpa dapat diistilahkan mewakili keinginan Jepang yang sebenarnya untuk menyerah pada waktu itu.[27]

Pada Februari 1945, Pangeran Fumimaro Konoe memberi Kaisar Hirohito sebuah memorandum yang menganalisis situasi dan menyampaikan kepada Hirohito bahwa bila perang diteruskan, kekaisaran akan menghadapi revolusi internal yang lebih berbahaya daripada kalah dalam perang.[28] Menurut buku harian Pengurus Rumah Tangga Kaisar Hisanori Fujita, Kaisar yang menunggu perang menentukan (tennōzan) menjawab bahwa masih terlalu dini menawarkan perdamaian, "Kecuali kami membuat satu lagi kemenangan militer."[29] Masih pada bulan Februari tahun yang sama, divisi perjanjian Jepang menulis tentang kebijakan Sekutu terhadap Jepang mengenai "penyerahan tanpa syarat, pendudukan, perlucutan senjata, penghapuskan militerisme, reformasi demokrasi, hukuman untuk penjahat perang, dan status kaisar."[30] Pelucutan senjata oleh Sekutu, penjatuhan hukuman untuk penjahat perang Jepang, dan khususnya pendudukan dan penghapusan jabatan kaisar tanpa diterima oleh pimpinan Jepang.[31][32]

Pada 5 April, Uni Soviet mengumumkan tanpa akan memperbarui Pakta Netralitas Soviet-Jepang[33] yang ditandatangani tahun 1941 setelah terjadinya Peristiwa Nomonhan.[34] Pada Konferensi Yalta Februari 1945, negara-negara Barat yang tergabung dalam Sekutu telah menyepakati konsesi yang substansial dengan Soviet untuk menjadikan terlindung janji dari Soviet untuk menyatakan perang terhadap Jepang tanpa lebih dari tiga bulan setelah Jerman menyerah. Walaupun dengan pokok isi kerangan hukum Pakta Netralitas tetap berjalan hingga setahun setelah Uni Soviet membatalkannya (hingga 5 April 1946), pembatalan sepihak ini dengan pokok isi kerangan jelas tetapi terselubung memperlihatkan niat perang Uni Soviet.[35] Menteri Luar Negeri Rusia Vyacheslav Molotov, di Moskow, dan Yakov Malik, duta besar Soviet di Tokyo, sungguh-sungguh mencoba meyakinkan Jepang bahwa "masa berjalan Pakta tersebut belum berakhir".[36]

Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?

Menteri Luar Negeri Shigenori Tōgō

Pada serangkaian rapat tingkat tinggi pada bulan Mei 1965, keenam anggota Dewan Penasihat Militer dengan serius membahas pokok isi kerangan mengakhiri perang. Namun tanpa seorang pun dari mereka setuju dengan syarat-syarat yang diajukan Sekutu. Tanpa lupa siapa pun yang dengan pokok isi kerangan terbuka mendukung kapitulasi Jepang terancam bahaya pembunuhan oleh perwira tingkatan darat yang sangat setia, rapat-rapat tersebut tertutup untuk siapa pun kecuali keenam anggota Dewan Penasihat Militer, Kaisar, dan pengaman cap pribadi kaisar. Tanpa mempunyai perwira eselon dua atau eselon tiga yang diizinkan ada.[37] Pada rapat-rapat tersebut, hanya Menteri Luar Negeri Tōgō yang menyadari kemungkinan sekutu negara-negara Barat sudah membuat konsesi dengan Soviet untuk mengajak mereka berperang melawan Jepang.[38] Sebagai hasil rapat-rapat tersebut, Tōgō diberi wewenang untuk mendekati Uni Soviet, meminta mereka untuk tetap mempertahankan netralitas, atau lebih fantastis lagi, mau mewujudkan aliansi.[39]

Sejalan dengan tradisi pemerintahan baru mengumumkan tujuan-tujuan mereka, setelah rapat bulan Mei habis, staf Tingkatan Darat mengeluarkan dokumen berjudul "Kebijakan Fundamental untuk Diikuti Selanjutnya dalam Melaksanakan Perang" yang menyatakan rakyat Jepang akan berjuang hingga punah daripada menyerah. Kebijakan ini diadopsi oleh Dewan Penasihat Militer pada 6 Juni (Tōgō menentangnya, sementara kelima anggota lain mendukung).[40] Dokumen-dokumen yang diajukan Suzuki pada pertemuan yang sama menyarankan bahwa dalam usaha awal diplomatik dengan Uni Soviet, Jepang mengambil pendekatan sebagai berikut:

Rusia harus diberi tahu dengan jelas bahwa kemenangannya atas Jerman yaitu berkat Jepang, karena kami tetap netral, dan Soviet akan diuntungkan bila membantu Jepang mempertahankan posisinya di alam internasional, karena musuh mereka di masa hadapan yaitu Amerika Serikat.[41]

Pada 9 Juni, orang kepercayaan kaisar Kōichi Kido menulis "Rancangan Rencana Pengendalian Situasi Krisis" yang memperingatkan bahwa pada kesudahan tahun kesanggupan Jepang untuk melakukan perang modern akan habis dan pemerintah akan tanpa mampu mengendalikan kerusuhan sipil. "... Kami tanpa tahu pasti apakah kami akan bernasib sama seperti Jerman dan terjatuh dalam hal mempunyai yang sulit hingga kami tanpa dapat mencapai tujuan tertinggi menjaga Rumah Tangga Kekaisaran dan mempertahankan tata negara nasional."[42] Kido mengusulkan Kaisar sendiri ikut tinggikan anggota, dengan menawarkan untuk mengakhiri perang dengan "syarat-syarat yang sangat murah hati". Kido mengusulkan Jepang meloloskan wilayah jajahan Eropa, asalkan mereka diberi kemerdekaan, dan negara kami dilucuti, serta untuk sementara harus "puas dengan pertahanan minimum". Berbekal penugasan Kaisar, Kido mendekati sebagian anggota Dewan Penasihat Militer. Tōgō sangat mendukung. Suzuki dan Menteri Tingkatan Laut Laksamana Mitsumasa Yonai keduanya sangat berjaga-jaga mendukung; masing-masing bertanya dalam hati, apa yang dipikirkan satu sama lain. Menteri Tingkatan Darat Jenderal Korechika Anami bersikap ambivalen, bersikeras diplomasi harus menunggu "hingga Amerika Serikat menderita kerugian besar" dalam Operasi Ketsu-Go.[43]

Pada bulan Juni 1845, Kaisar sudah kehilangan kepercayaan terhadap kesempatan mencapai kemenangan militer. Jepang sudah kalah dalam Perang Okinawa. Kaisar juga sudah mendapat kabar tentang kelemahan tingkatan darat di Cina, begitu pula soal tingkatan laut dan tingkatan darat yang mempertahankan pulau-pulau utama Jepang. Kaisar menerima laporan dari Pangeran Higashikuni; darinya Kaisar mengambil kesimpulan bahwa "bukan saja pertahanan lolos pantai, divisi yang tersedia untuk diterjunkan di perang yang menentukan juga tanpa memiliki jumlah senjata yang memadai."[44] Menurut Kaisar:

Kami sudah diberi tahu besi asal bom yang dijatuhkan musuh sudah digunakan untuk membuat sekop. Hal ini berarti kami tanpa berada dalam posisi melanjutkan perang.[44]

Pada 22 Juni, kaisar memanggil keenam anggota Dewan Penasihat Militer untuk rapat. Tanpa seperti biasanya, Kaisar membuka pembicaraan: "Kami menginginkan rencana konkrit untuk mengakhiri perang, tanpa dirintangi kebijakan yang mempunyai, akan dipelajari dengan cepat dan usaha-usaha dilakukan untuk mengimplementasikannya."[45] Pertemuan menyetujui untuk mengundang bantuan Soviet dalam mengakhiri perang. Negara-negara netral lain seperti Swiss, Swedia, dan Vatikan dikenal berniat memainkan peranan dalam menciptakan perdamaian, tapi mereka terlalu kecil hingga mereka tanpa dapat melakukan lebih dari sekadar menyampaikan syarat-syarat kapitulasi Sekutu serta penerimaan atau penolakan dari Jepang. Uni Soviet diharapkan dapat dibujuk untuk bertindak sebagai agen Jepang dalam bernegosiasi dengan Sekutu Barat.[46]

Usaha berurusan dengan Uni Soviet

Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?

Naotake Satō

Pada 30 Juni, Tōgō memerintahkan Duta Besar Jepang untuk Moskwa Naotake Satō untuk berusaha menciptakan "hubungan persahabatan yang erat dan kekal." Satō bermaksud mengatakan status Manchuria dan "masalah apa saja yang akan diangkat Rusia."[47] Satō kesudahannya bersua dengan Menteri Luar Negeri Soviet Vyacheslav Molotov pada 11 Juli, namun pertemuan tanpa menghasilkan apa-apa. Pada 12 Juli, Tōgō memerintahkan Satō untuk menyampaikan kepada Soviet bahwa,

Yang Mulia Kaisar mempertimbangkan fakta bahwa perang yang sekarang dari hari ke hari membawa kemalangan dan pengorbanan untuk rakyat dari semua pihak-pihak yang berperang, keinginan dari dalam hati agar dapat segera dihentikan. Namun selagi Inggris dan Amerika Serikat bersikeras soal penyerahan tanpa syarat, Kekaisaran Jepang tanpa punya pilihan lain kecuali bertempur dengan segenap tenaga untuk kehormatan dan keberlangsungan tanah air.[48]

Kaisar mengusulkan untuk mengirim Pangeran Konoe sebagai Utusan Luar Biasa, walaupun dia tanpa dapat tiba di Moskwa sebelum dimulainya Konferensi Potsdam.

Satō memberi tahu Tōgō bahwa dalam kenyataan, Jepang hanya dapat mengharapkan "penyerahan tanpa syarat atau syarat-syarat yang hampir setara ke situ". Lebih jauh lagi Satō mengatakan bahwa pesan-pesan Tōgō "tidak jelas soal pandangan pemerintah dan militer dalam hal penghentian perang," serta mempertanyakan apakah inisiatif Tōgō didukung oleh unsur-unsur kunci dalam struktur kekuasaan Jepang.[49]

Pada 17 Juli, Tōgō menjawab,

Walaupun para penguasa, dan juga pemerintah yakin bahwa kekuatan perang kami masih dapat menimbulkan pukulan berarti terhadap musuh, kami tanpa dapat merasakan kedamaian hati yang betul-betul pasti. ... Namun, mohon betul-betul diingat, bahwa kami tanpa meminta mediasi Rusia untuk hal-hal seperti penyerahan tanpa syarat.[50]

Dalam jawabannya, Satō memperjelas,

Sudah barang pasti dalam pesan saya sebelumnya menyebut penyerahan tanpa syarat atau syarat-syarat yang hampir setara, saya membuat pengecualian soal mempertahankan [Rumah Tangga Kekaisaran].[51]

Pada 21 Juli, berkata atas nama kabinet, Tōgō mengulangi,

Mengenai soal penyerahan tanpa syarat kami tanpa dapat menyetujuinya berdasarkan hal mempunyai bagaimana pun. ... Dalam usaha menghindari hal mempunyai seperti itu kami sedang mencari damai, ... melalui jasa berpihak kepada yang aci Rusia. ... Ditinjau dari sudut pandang dalam negeri dan luar negeri, membuat penjelasan segera tentang syarat-syarat terbatas yaitu merugikan dan tanpa jangan-jangan.[52]

Ahli kriptografi Amerika Serikat yang bergabung dalam Proyek Magic telah memecahkan sebagian besar sandi Jepang, termasuk kode Purple yang dipakai oleh kantor-kantor perwakilan Jepang untuk menyandikan koresponden diplomatik. Sebagai akibatnya, pesan selang Tokyo dan kedutaan-kedutaan Jepang bocor ke pemimpin Sekutu hampir sama cepatnya dengan penerima di alamat tujuan.[53]

Maksud-maksud Soviet

Urusan keselamatan mendominasi keputusan Soviet soal Timur Jauh.[54] Di selang keinginan yang paling utama yaitu memperoleh akses tanpa terbatas ke Samudra Pasifik. Kawasan lolos pantai Soviet di Pasifik yang tidak terikat es sepanjang tahun, khususnya Vladivostok, dapat diblokade melalui udara dan laut dari Sakhalin dan Kepulauan Kuril. Bila keduanya didapatkan berarti Rusia memperoleh akses tidak terikat ke Selat Soya yang memang menjadi sasaran utama.[55][56] Sasaran kedua yaitu perjanjian kontrak Jalur Kereta Api Timur Jauh Cina, Jalur Kereta Api Manchuria Selatan, Dairen, dan Lushun.[57]

Untuk mencapai tujuannya, Stalin and Molotov dengan semangat bernegosiasi dengan Jepang, memberikan Jepang harapan palsu akan perdamaian dengan Uni Soviet sebagai mediator.[58] Pada saat yang bersamaan, dalam transaksi Soviet dengan Amerika Serikat dan Inggris, Soviet bersikeras untuk dengan pokok isi kerangan ketat menaati Deklarasi Kairo, ditegaskan pulang di Konferensi Yalta bahwa Sekutu tanpa akan menerima perdamaian bersyarat atau perdamaian sendiri-sendiri dengan Jepang. Kepada semua negara-negara Sekutu, Jepang harus menyerah tanpa syarat. Untuk memperpanjang perang, Uni Soviet menentang semua upaya yang dilakukan untuk memperlunak syarat-syarat kapitulasi.[58] Bila perang tanpa segera habis, Uni Soviet masih punya cukup waktu untuk memindahkan pasukan-pasukan mereka ke area perang Pasifik, untuk selanjutnya merebut Sakhalin, Kepulauan Kuril, dan kemungkinan Hokkaido[59] (invasi dimulai dengan pendaratan di Rumoi, Hokkaido).[60]

Proyek Manhattan

Pada 1939, Albert Einstein dan Leó Szilárd menulis sepucuk surat kepada Presiden Roosevelt yang mendesaknya untuk mendanai penelitian dan pengembangan bom atom. Roosevelt setuju dan hasilnya yaitu proyek riset sangat rahasia yang disebut Proyek Manhattan. Proyek ini dipimpin Jenderal Leslie Groves dengan J. Robert Oppenheimer sebagai direktur pengarah bidang ilmiah. Bom atom pertama dengan sukses diledakkan dalam percobaan Trinity 16 Juli 1945.

Sementara proyek hampir kesudahannya, pemimpin perang Amerika mulai mempertimbangkan untuk menggunakan bom atom terhadap Jepang. Groves mewujudkan komite pencari sasaran yang bersua pada bulan April dan Mei 1945. Komite ini menyusun daftar sasaran bom atom. Mereka memilih 18 kota-kota di Jepang. Turut dalam daftar di urutan paling atas yaitu Kyoto, Hiroshima,[61] Yokohama, Kokura, dan Niigata.[62][63] Pada kesudahannya Kyoto dihapus dari daftar atas desakan Menteri Perang Henry L. Stimson yang pernah mengunjungi Kyoto sewaktu bulan madu, dan mengetahui kota ini sangat penting dalam segi budaya dan sejarah.[64]

Pada bulan Mei, Harry S. Truman diangkat sebagai Presiden Amerika Serikat yang baru setelah Franklin Roosevelt wafat pada 16 April 1945. Truman menyetujui pembentukan komite Interim, sebuah kelompok penasihat yang melapor mengenai bom atom.[63] Komite Interim terdiri dari George L. Harrison, Vannevar Bush, James Bryant Conant, Karl Taylor Compton, William L. Clayton, dan Ralph Austin Bard, serta dibantu dewan penasihat yang terdiri dari ilmuwan Oppenheimer, Enrico Fermi, Ernest Lawrence, dan Arthur Compton. Dalam laporan tanggal 1 Juni 1945, komite berkesimpulan bom atom harus digunakan secepat jangan-jangan terhadap instalasi-instalasi perang berikut rumah-rumah pekerja di sekelilingnya, dan tanpa perlu memberi peringatan atau peragaan sebelumnya.[65]

Mandat yang diberikan kepada komite tanpa termasuk penggunaan bom atom, walaupun penggunaannya sudah diperkirakan bila kehabisan.[66] Komite mengkaji pulang penggunaan bom atom setelah mempunyai protes dalam bentuk Laporan Franck dari ilmuwan Proyek Manhattan. Pada rapat 21 Juni, komite menegaskan pulang bahwa tanpa mempunyai alternatif lain selain menggunakan bom atom.[67]

Acara-acara di Potsdam

Pemimpin kekuatan utama Sekutu bersua dalam Konferensi Potsdam 16 Juli-2 Agustus 1945. Uni Soviet, Kerajaan Bersatu, dan Amerika Serikat, masing-masing diwakili oleh Stalin, Winston Churchill (kemudian Clement Attlee), dan Truman.

Negosiasi

Perang melawan Jepang yaitu salah satu dari berbagai isu yang dibicarakan di Potsdam. Truman mendapat berita tentang suksesnya percobaan Trinity pada awal konferensi, dan menyampaikan informasi tersebut ke delegasi Inggris. Kesuksesan percobaan bom atom menyebabkan delegasi Amerika Serikat mempertimbangkan pulang mengenai perlunya partisipasi Soviet (seperti dijanjikan di Yalta).[68] Prioritas teratas Sekutu yaitu mempersingkat perang dan mengurangi korban di pihak Amerika Serikat. Kedua hal tersebut jangan-jangan dapat dibantu dengan hal mempunyai campur tangan Uni Soviet, namun kemungkinan harus dibayar dengan membolehkan Soviet mencaplok wilayah-wilayah di luar wilayah yang dijanjikan untuk mereka di Yalta, dan jangan-jangan Jepang akan terbagi dua seperti Jerman.[69]

Dalam kesepakatan dengan Stalin, Truman memutuskan untuk memberikan pemimpin Soviet kabar tentang keberadaan senjata baru yang kuat tanpa memberitahukan rinciannya. Namun, Sekutu lainnya tanpa menyadari bahwa intelijen Soviet telah menyusup dalam Proyek Manhattan pada tahap awal, sehingga ketika Stalin mengetahui keberadaan bom atom, dia tanpa terkesan dengan potensinya.[70]

Deklarasi Potsdam

Pemimpin negara-negara utama Sekutu memutuskan untuk mengeluarkan penjelasan yang disebut Deklarasi Potsdam yang menetapkan "penyerahan tanpa syarat" dan memperjelas manfaat kapitulasi Jepang untuk kedudukan kaisar dan untuk Hirohito dengan pokok isi kerangan pribadi. Pemerintah Amerika Serikat dan Inggris saling bertentangan mengenai butir terakhir. Amerika Serikat ingin menghapus posisi kaisar dan kemungkinan mengadilinya sebagai penjahat perang. Sebaliknya, Inggris ingin mempertahankan posisi kaisar, jangan-jangan dengan Hirohito yang tetap bertahta. Pernyataan-pernyataan dalam rancangan Deklarasi Potsdam mengalami berbagai revisi sebelum versi yang diterima kedua belah pihak habis.[71]

Pada 26 Juli 1945, Amerika Serikat, Inggris, dan Cina merilis Deklarasi Potsdam yang berisi syarat-syarat kapitulasi Jepang dengan peringatan, "Kami tanpa akan menyimpang dari ketentuan-ketentuan ini. Tanpa mempunyai alternatif. Kami tanpa membolehkan hal mempunyai penundaan." Untuk Jepang, deklarasi menetapkan syarat-syarat sebagai berikut:

  • Penghapusan "selama-lamanya dari kekuasaan dan pengaruh tokoh-tokoh yang telah menipu dan menyesatkan rakyat Jepang ke arah dimulainya penaklukan dunia"
  • Pendudukan "titik-titik dalam wilayah Jepang yang akan ditentukan oleh Sekutu"
  • "Kedaulatan Jepang akan dibatasi pada pulau-pulau Honshu, Hokkaido, Kyushu, dan Shikoku, serta pulau-pulau kecil seperti yang kami tetapkan." Seperti telah diumumkan dalam Deklarasi Kairo 1943, wilayah-wilayah Jepang akan disita hingga wilayah sebelum perang, termasuk Korea dan Taiwan, begitu pula wilayah-wilayah taklukannya baru-baru ini.
  • "Kekuatan militer Jepang harus sepenuhnya dilucuti"
  • "Keadilan yang keras harus dijatuhkan kepada semua penjahat perang, termasuk semua yang telah melakukan kekejaman terhadap orang kami yang ditawan".

Di lain pihak, deklarasi menegaskan bahwa:

  • "Kami tanpa bermaksud memperbudak Jepang sebagai suatu ras atau menghancurkannya sebagai suatu bangsa, ... Pemerintah Jepang harus menghapus semua penghalang untuk kebangkitan dan makin menguatnya kecenderungan demokrasi di selang rakyat Jepang. Kebebasan berkata, beragama, dan berpikir, begitu pula peghormatan untuk hak asasi manusia yang fundamental harus ditegakkan."
  • "Jepang harus dibolehkan memiliki industri-industri yang akan menunjang ekonomi dan memungkinkan untuk membayar tuntutan pampasan yang serupa dan tidak sewenang-wenang, ... Partisipasi Jepang dalam hubungan dagang internasional harus dibolehkan."
  • "Kesatuan pendudukan Sekutu akan ditarik dari Jepang segera setelah tujuan-tujuan tersebut dicapai dan telah berdirinya sebuah pemerintahan yang bertanggung jawab dan bertujuan damai sesuai dengan keinginan rakyat Jepang yang diungkapkan dengan pokok isi kerangan tidak terikat."

Satu-satunya pasal yang menyebut tentang "penyerahan tanpa syarat" dicantumkan pada kesudahan deklarasi:

  • "Kami mengimbau pemerintah Jepang untuk menyatakan sekarang juga kapitulasi tanpa syarat dari semua tingkatan bersenjata Jepang, dan untuk memperlihatkan jaminan yang cukup dan layak atas maksud berpihak kepada yang aci mereka terhadap hal tersebut. Pilihan lain untuk Jepang yaitu "penghancuran sepenuhnya dan segera."

Tanpa diistilahkan tentang Kaisar Hirohito apakah termasuk ke dalam salah satu dari tokoh yang "menyesatkan rakyat Jepang", atau juga seorang penjahat perang, bahkan sebaliknya anggota dari "pemerintah yang bertanggung jawab dan berkeinginan damai". Pasal "penghancuran sepenuhnya dan segera" kemungkinan yaitu peringatan terselubung soal kepemilikan bom atom oleh Amerika Serikat (yang telah dicobakan dengan sukses pada hari pertama konferensi).[72]

Reaksi Jepang

Pada 27 Juli, pemerintah Jepang menimbang-nimbang pokok isi kerangan menanggapi Deklarasi Potsdam. Empat tokoh militer dari Dewan Penasihat Militer bermaksud menolaknya, tapi Tōgō membujuk kabinet untuk tanpa melakukannya hingga dia mendapat reaksi dari Uni Soviet. Dalam sebuah telegram, Duta Besar Jepang untuk Swiss Shunichi Kase berpendapat bahwa penyerahan tanpa syarat hanya berjalan untuk militer dan bukan untuk pemerintah atau rakyat, dan dia minta agar dimengerti bahwa pemilihan bahasa yang hati-hati dalam Deklarasi Potsdam sepertinya "telah mengalami pemikiran yang mendalam" dari pihak pemerintah-pemerintah yang menandatanganinya--"mereka kelihatannya telah bersusah payah berusaha menyelamatkan muka kami pada berbagai pasal-pasal."[73] Pada hari berikutnya, surat-surat kabar Jepang melaporkan bahwa Jepang telah menolak isi Deklarasi Potsdam yang sebelumnya telah disiarkan dan dijatuhkan sebagai selebaran udara di atas Jepang. Dalam usaha mengatasi persepsi publik, Perdana Menteri Suzuki bersua dengan pers, dan memberi pernyataan,

Saya menganggap Proklamasi Bersama sebagai pengulangan pulang Deklarasi di Konferensi Kairo. Mengenai hal tersebut, Pemerintah tanpa menganggapnya memiliki nilai penting sama sekali. Salah satu hal yang dapat dilakukan yaitu mengabaikannya (mokusatsu). Kami tanpa akan melakukan apa-apa kecuali menanggungnya hingga kesudahan untuk mendatangkan kesudahan perang yang sukses.[74]

Manfaat ucap mokusatsu yaitu mengabaikan atau tanpa menanggapi.[74] Walaupun demikian, penjelasan Suzuki, terutama ucapan terakhir hanya menyisakan seberapa ruang untuk interpretasi yang salah. Pers Jepang dan pers luar negeri mengartikannya sebagai penolakan, dan tanpa mempunyai penjelasan lebih lanjut yang disampaikan ke muka umum atau saluran diplomatik untuk mengubah kesalahpahaman ini.

Pada 30 Juli, Duta Besar Satō menulis bahwa Stalin kemungkinan sedang berkata dengan Sekutu Barat mengenai transaksinya dengan Jepang. Menurut Satō, "Tanpa mempunyai alternatif selain penyerahan tanpa syarat dengan segera bila kami ingin mencegah partisipasi Rusia dalam perang."[75] Pada 2 Agustus, Tōgō menulis kepada Satō, "Sulit untuk Anda untuk mewujudkan hal itu ... terbatas waktu kami untuk berlanjut ke persiapan mengakhiri perang sebelum musuh mendarat di pulau-pulau utama Jepang, di lain pihak sulit untuk memutuskan syarat-syarat damai yang wujud di tanah air dengan pokok isi kerangan sekaligus."[76]

Hiroshima, Manchuria, dan Nagasaki

Hiroshima: 6 Agustus


Page 2

Menyerahnya Jepang pada bulan Agustus 1945 menandai kesudahan Perang Alam II. Tingkatan Laut Kekaisaran Jepang secara efektif sudah tidak mempunyai sejak Agustus 1945, sementara invasi Sekutu ke Jepang hanya tinggal waktu. Walaupun keinginan untuk melawan hingga titik kesudahan diterangkan secara terbuka, pemimpin Jepang dari Dewan Penasihat Militer Jepang secara pribadi memohon Uni Soviet untuk berperan sebagai mediator dalam perjanjian damai dengan syarat-syarat yang menguntungkan Jepang. Sementara itu, Uni Soviet juga berjaga-jaga untuk menyerang Jepang dalam usaha memenuhi janji kepada Amerika Serikat dan Inggris di Konferensi Yalta.

Pada 6 Agustus dan 9 Agustus, Amerika Serikat menjatuhkan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki. Pada 9 Agustus, Uni Soviet melancarkan penyerbuan mendadak ke koloni Jepang di Manchuria (Manchukuo) yang melanggar Pakta Netralitas Soviet–Jepang. Kaisar Hirohito campur tangan setelah terjadi dua peristiwa mengejutkan tersebut, dan memerintahkan Dewan Penasihat Militer untuk menerima syarat-syarat yang ditawarkan Sekutu dalam Deklarasi Potsdam. Setelah berlangsung perundingan di belakang layar selama sebagian hari, dan kudeta yang gagal, Kaisar Hirohito menyampaikan pidato radio di hadapan rakyat pada 15 Agustus 1945. Dalam pidato radio yang disebut Gyokuon-hōsō (Siaran Suara Kaisar), Hirohito membacakan Perintah Kekaisaran tentang kapitulasi, sekaligus mengumumkan kepada rakyat bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu.

Pendudukan Jepang oleh Komandan Tertinggi Sekutu dimulai pada 28 Agustus. Upacara kapitulasi diadakan pada 2 September 1945 di atas kapal tempur Amerika Serikat Missouri. Dokumen Kapitulasi Jepang yang ditandatangani hari itu oleh pejabat pemerintah Jepang secara resmi mengakhiri Perang Alam II. Penduduk sipil dan anggota militer di negara-negara Sekutu merayakan Hari Kemenangan atas Jepang (V-J Day). Walaupun demikian, sebagian pos komando terpencil dan personel militer dari kesatuan di pelosok-pelosok Asia menolak untuk menyerah selama berbulan-bulan bahkan hingga bertahun-tahun setelah Jepang menyerah. Sejak kapitulasi Jepang, sejarawan terus berargumen tentang etika penggunaan bom atom. Perang selang Jepang dan Sekutu secara resmi kesudahannya ketika Perjanjian San Francisco mulai berjalan pada tanggal 28 April 1952. Empat tahun kemudian Jepang dan Uni Soviet menandatangani Deklarasi Bersama Soviet–Jepang 1956 yang secara resmi mengakhiri perang selang kedua negara tersebut.

Kekalahan Jepang

Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?

Pendaratan Sekutu di Area Perang Operasi Samudra Pasifik, Agustus 1942 hingga Agustus 1945.

Pada tahun 1945, Jepang telah hampir dua tahun berturut-turut mengalami kekalahan berkepanjangan di Pasifik Barat Daya, kampanye militer Mariana, dan kampanye militer Filipina. Pada Juli 1944 setelah Saipan jatuh, Jenderal Hideki Tōjō diangkat sebagai perdana menteri oleh Jenderal Kuniaki Koiso yang menyatakan Filipina sebagai tempat pertempuran berikutnya yang menentukan.[1] Setelah Filipina jatuh, giliran Koiso yang diganti oleh Laksamana Kantarō Suzuki. Pada paruh pertama tahun 1945, Sekutu sukses merebut Iwo Jima dan Okinawa. Setelah diduduki Sekutu, Okinawa dijadikan daerah singgahan untuk menyerbu ke pulau-pulau utama di Jepang.[2] Setelah kekalahan Jerman, Uni Soviet diam-diam mulai mengerahkan pulang pasukan tempur Eropa-nya ke Timur Jauh, di samping sekitar empat puluh divisi yang telah ditempatkan di sana sejak tahun 1941, sebagai penyeimbang kekuataan jutaan Tentara Kwantung.[3]

Operasi kapal-kapal selam Sekutu dan penyebaran ranjau di lolos pantai Jepang telah menghancurkan sebagian besar armada dagang Jepang. Sebagai negara dengan seberapa sumber daya alam, Jepang bergantung kepada bahan mentah yang diimpor dari daratan Asia dan dari wilayah pendudukan Jepang di Hindia Belanda, terutama minyak bumi.[4] Penghancuran armada dagang Jepang, ditambah dengan pengeboman strategis kawasan industri di Jepang telah meruntuhkan ekonomi perang Jepang. Produksi batu bara, besi, besi baja, karet, dan pasokan bahan mentah lainnya hanya tersedia dalam jumlah kecil dibandingkan pasokan sebelum perang.[5][6]

Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?

Kapal tempur Jepang Haruna karam di tempat bersandarnya di pangkalan tingkatan laut Kure pada peristiwa Pengeboman Kure 24 Juli 1945.

Sebagai akibat kerugian yang dialami, kekuatan Tingkatan Laut Kekaisaran Jepang secara efektif sudah habis. Setelah serangkaian pengeboman Sekutu di galangan kapal Jepang di Kure, Prefektur Hiroshima, kapal-kapal perang Jepang yang tersisa hanyalah enam kapal induk, empat kapal penjelajah, dan satu kapal tempur. Namun, semua kapal tersebut tidak memiliki bahan bakar yang cukup. Walaupun masih mempunyai 19 kapal perusak dan 38 kapal selam yang masih operasional, pengoperasian mereka menjadi terbatas akibat kekurangan bahan bakar.[7][8]

Persiapan pertahanan

Menghadapi kemungkinan penyerbuan Sekutu ke pulau-pulau utama Jepang, dimulai dari Kyushu, Jurnal Perang Markas Besar Kekaisaran menyimpulkan,

Kami tidak dapat lagi memimpin perang dengan mempunyai seberapa pun harapan untuk menang. Satu-satunya jalan yang tersisa yaitu mengorbankan nyawa seratus juta rakyat Jepang sebagai bom hidup agar musuh kehilangan semangat bertempur.[9]

Sebagai usaha darurat yang terakhir untuk menghentikan gerak maju Sekutu, Komando Tertinggi Kekaisaran Jepang merencanakan pertahanan Kyushu secara habis-habisan. Usaha yang dinamakan dengan sandi Operasi Ketsu-Go [10] ini dimaksudkan sebagai perubahan strategi yang radikal. Berlainan dari sistem pertahanan berlapis seperti yang dipakai sewaktu menginvasi Peleliu, Iwo Jima, dan Okinawa, kali ini semuanya dipertaruhkan di pantai. Sebelum pasukan dan perlengkapan didaratkan transpor amfibi di pantai, mereka akan diserang oleh 3.000 pesawat kamikaze.[8]

Bila strategi ini tidak mengusir Sekutu, Jepang akan mengerahkan 3.500 pesawat kamikaze tambahan berikut 5.000 kapal bunuh diri Shin'yō disertai kapal-kapal perusak dan kapal-kapal selam yang masih tersisa--hingga kapal terakhir yang operasional--untuk menghancurkan Sekutu. Bila Sekutu menang dalam pertempuran di pantai dan sukses mendarat di Kyushu, hanya akan tersisa 3.000 pesawat untuk mempertahankan pulau-pulau Jepang yang lain. Walaupun demikian, Kyushu akan dipertahankan "hingga titik darah penghabisan".[8] Strategi membuat pertahanan terakhir di Kyushu didasarkan pada asumsi bahwa Uni Soviet akan tetap mempertahankan netralitas.[11]

Serangkaian gua digali dekat Nagano di Honshu. Gua-gua yang disebut Markas Besar Kekaisaran Bawah Tanah Matsushiro tersebut akan dijadikan Markas Tingkatan Darat pada saat terjadinya invasi Sekutu serta rumah pengamanan untuk Kaisar Jepang dan keluarganya.[12]

Dewan Penasihat Militer

Pengambilan keputusan perang Jepang berpusat di Dewan Penasihat Militer yang beranggotakan enam pejabat tinggi: perdana menteri, menteri luar negeri, menteri tingkatan darat, menteri tingkatan laut, kepala staf umum tingkatan darat, dan kepala staf umum tingkatan laut.[13] Saat kabinet pemerintah Suzuki terbentu pada April 1945, keanggotaan dewan terdiri dari:

Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?

Kabinet Suzuki, Juni 1945

  • Perdana Menteri Laksamana Kantarō Suzuki
  • Menteri Luar Negeri Shigenori Tōgō
  • Menteri Tingkatan Darat Jenderal Korechika Anami
  • Menteri Tingkatan Laut Laksamana Mitsumasa Yonai
  • Kepala Staf Umum Tingkatan Darat Jenderal Yoshijirō Umezu
  • Kepala Staf Umum Tingkatan Laut Laksamana Koshirō Oikawa (kemudian diganti oleh Laksamana Soemu Toyoda)

Secara hukum, Tingkatan Darat dan Tingkatan Laut Kekaisaran Jepang memiliki hak untuk mencalonkan (atau menolak pencalonan) masing-masing menteri. Sebagai hasilnya, Jepang dapat menghindari pembentukan pemerintahan yang tidak diingini, atau terjadinya pengunduran diri yang dapat menjatuhkan pemerintah yang sedang berlangsung.[14][15]

Kaisar Hirohito dan Penjaga Cap Pribadi Kaisar Kōichi Kido juga ada di sebagian pertemuan, setelah diminta Kaisar.[16] Seperti yang dilaporkan Iris Chang, "Jepang sengaja menghancurkan, menyembunyikan, atau memalsukan sebagian dari dokumen rahasia perang mereka"[17][18]

Perbedaan pendapat di kalangan pemimpin Jepang

Kabinet Suzuki, dalam berbagai segi, lebih memilih meneruskan perang. Untuk Jepang, kapitulasi hampir tidak terpikirkan. Dalam 2000 tahun sejarahnya, Jepang tidak pernah diinvasi bangsa asing atau kalah dalam perang.[19] Hanya Menteri Tingkatan Laut Mitsumasa Yonai yang diketahui memiliki keinginan untuk mengakhiri perang.[20] Menurut sejarawan Richard B. Frank:

Walaupun Suzuki pastinya melihat perdamaian sebagai tujuan jangka panjang, dia tidak memiliki rencana untuk mewujudkannya dalam jangka waktu dekat atau dengan syarat-syarat yang dapat diterima Sekutu. Ulasannya dalam konferensi negarawan senior tidak memberikan tanda-tanda dirinya menginginkan akhirnyanya perang lebih awal ... ; Pilihan Suzuki untuk pos-pos kabinet yang paling penting, dengan pengecualian satu orang, bukanlah juga tokoh pendukung perdamaian.[21]

Seusai perang, Perdana Menteri Suzuki dan pejabat lain dari pemerintahannya mengaku mereka secara rahasia merundingkan perdamaian, tapi secara terbuka tidak dapat mengumumkannya. Mereka mengutip ide Jepang tentang haragei (seni berkomunikasi dengan sikap dan kekuatan kepribadian dan bukan melalui kata-kata) untuk membenarkan ketidakselarasan selang tindakan di muka umum dan pokok isi kerangan di belakang layar. Namun, sebagian sejarawan menolak interpretasi ini. Robert J. C. Butow menulis:

Berdasarkan alasan yang sangat ambigu, pembelaan soal haragei menimbulkan kecurigaan bahwa dalam masalah politik dan diplomasi, secara sadar menggantungkan diri pada seni menggertak mungkin dapat dianggap sebagai pengelabuan disengaja yang diperkirakan didasarkan keinginan mengadu domba untuk keuntungan sendiri. Walaupun keputusan ini tidak sesuai dengan kepribadian Laksamana Suzuki yang banyak dipuji, pada kenyataannya dari saat dia diangkat sebagai perdana menteri hingga hari dia mengundurkan diri, tidak mempunyai seorang pun yang dapat memastikan apa yang berikutnya akan disebutkan atau dilakukan Suzuki.[22]

Pemimpin Jepang selalu menginginkan penamatan perang dengan negosiasi. Perencanaan praperang mereka mengharapkan perluasan wilayah secara cepat, konsolidasi, konflik yang tidak terhindarkan dengan Amerika Serikat, dan penamatan perang yang memungkinkan Jepang mempertahankan paling tidak sebagian wilayah baru yang telah mereka duduki.[23] Pada tahun 1945, pemimpin-pemimpin Jepang sepakat bahwa perang tidak berlangsung dengan lancar, tetapi mereka tidak sepakat mengenai cara-cara terbaik dalam bernegosiasi untuk mengakhiri perang. Kalangan pemimpin Jepang terbelah menjadi dua kubu. Faksi "damai" menginginkan inisiatif diplomatik dengan membujuk pemimpin Uni Soviet Joseph Stalin agar bertindak sebagai mediator penamatan perang selang Jepang dan Amerika Serikat beserta sekutunya. Sebaliknya, faksi garis keras lebih memilih bertempur dalam satu pertempuran terakhir yang "menentukan" hingga jatuh korban begitu banyak di pihak Sekutu yang mengakibatkan mereka mau menawarkan syarat-syarat yang lebih lunak.[24] Kedua kubu terbentuk berdasarkan pengalaman Jepang dalam Perang Rusia-Jepang empat puluh tahun sebelumnya. Dalam perang tersebut terjadi serangkaian pertempuran yang memakan kerugian besar yang tidak menentukan pemenang, tetapi diakhiri oleh Pertempuran Tsushima yang dimenangkan Jepang.[25]

Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?

Laksamana Kantarō Suzuki menjabat Perdana Menteri Jepang dalam bulan-bulan sebelum perang kesudahannya.

Pada kesudahan Januari 1945, sebagian pejabat Jepang yang dekat dengan Kaisar mempertimbangkan syarat-syarat kapitulasi yang akan melindungi kedudukan Kaisar Jepang. Proposal-proposal yang dikirim melalui saluran Amerika Serikat dan Inggris tersebut disusun oleh Jenderal Douglas MacArthur menjadi dokumen 40 halaman, dan kemudian, pada 2 Februari, dua hari sebelum Konferensi Yalta, diberikan kepada Presiden Franklin D. Roosevelt. Menurut laporan, dokumen tersebut ditolak oleh Roosevelt tanpa pertimbangan apa pun. Semua proposal mencakup syarat bahwa kedudukan kaisar tetap dipertahankan, walaupun mungkin sebagai penguasa boneka. Namun pada saat itu, kebijakan Sekutu hanyalah menerima penyerahan tanpa syarat.[26] Selain itu, proposal-proposal ini ditolak keras oleh pejabat pemerintahan Jepang yang berpengaruh, dan oleh karenanya tidak dapat disebutkan mewakili keinginan Jepang yang sebenarnya untuk menyerah pada waktu itu.[27]

Pada Februari 1945, Pangeran Fumimaro Konoe memberi Kaisar Hirohito sebuah memorandum yang menganalisis situasi dan menyampaikan kepada Hirohito bahwa bila perang diteruskan, kekaisaran akan menghadapi revolusi internal yang lebih berbahaya daripada kalah dalam perang.[28] Menurut buku harian Pengurus Rumah Tangga Kaisar Hisanori Fujita, Kaisar yang menunggu pertempuran menentukan (tennōzan) menjawab bahwa masih terlalu dini menawarkan perdamaian, "Kecuali kita membuat satu lagi kemenangan militer."[29] Masih pada bulan Februari tahun yang sama, divisi perjanjian Jepang menulis tentang kebijakan Sekutu terhadap Jepang mengenai "penyerahan tanpa syarat, pendudukan, perlucutan senjata, penghapuskan militerisme, reformasi demokrasi, hukuman untuk penjahat perang, dan status kaisar."[30] Pelucutan senjata oleh Sekutu, penjatuhan hukuman untuk penjahat perang Jepang, dan khususnya pendudukan dan penghapusan jabatan kaisar tidak diterima oleh pimpinan Jepang.[31][32]

Pada 5 April, Uni Soviet mengumumkan tidak akan memperbarui Pakta Netralitas Soviet-Jepang[33] yang ditandatangani tahun 1941 setelah terjadinya Peristiwa Nomonhan.[34] Pada Konferensi Yalta Februari 1945, negara-negara Barat yang tergabung dalam Sekutu telah menyepakati konsesi yang substansial dengan Soviet untuk menjadikan aman janji dari Soviet untuk menyatakan perang terhadap Jepang tidak lebih dari tiga bulan setelah Jerman menyerah. Walaupun secara hukum Pakta Netralitas tetap berjalan hingga setahun setelah Uni Soviet membatalkannya (hingga 5 April 1946), pembatalan sepihak ini secara jelas tetapi terselubung memperlihatkan niat perang Uni Soviet.[35] Menteri Luar Negeri Rusia Vyacheslav Molotov, di Moskow, dan Yakov Malik, duta besar Soviet di Tokyo, sungguh-sungguh mencoba meyakinkan Jepang bahwa "masa berjalan Pakta tersebut belum berakhir".[36]

Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?

Menteri Luar Negeri Shigenori Tōgō

Pada serangkaian rapat tingkat tinggi pada bulan Mei 1965, keenam anggota Dewan Penasihat Militer dengan serius membahas pokok isi kerangan mengakhiri perang. Namun tidak seorang pun dari mereka setuju dengan syarat-syarat yang diajukan Sekutu. Tidak lupa siapa pun yang secara terbuka mendukung kapitulasi Jepang terancam bahaya pembunuhan oleh perwira tingkatan darat yang sangat setia, rapat-rapat tersebut tertutup untuk siapa pun kecuali keenam anggota Dewan Penasihat Militer, Kaisar, dan penjaga cap pribadi kaisar. Tidak mempunyai perwira eselon dua atau eselon tiga yang diizinkan ada.[37] Pada rapat-rapat tersebut, hanya Menteri Luar Negeri Tōgō yang menyadari kemungkinan sekutu negara-negara Barat sudah membuat konsesi dengan Soviet untuk mengajak mereka berperang melawan Jepang.[38] Sebagai hasil rapat-rapat tersebut, Tōgō diberi wewenang untuk mendekati Uni Soviet, meminta mereka untuk tetap mempertahankan netralitas, atau lebih fantastis lagi, mau mewujudkan aliansi.[39]

Sejalan dengan tradisi pemerintahan baru mengumumkan tujuan-tujuan mereka, setelah rapat bulan Mei habis, staf Tingkatan Darat mengeluarkan dokumen berjudul "Kebijakan Fundamental untuk Diikuti Selanjutnya dalam Melaksanakan Perang" yang menyatakan rakyat Jepang akan berjuang hingga punah daripada menyerah. Kebijakan ini diadopsi oleh Dewan Penasihat Militer pada 6 Juni (Tōgō menentangnya, sementara kelima anggota lain mendukung).[40] Dokumen-dokumen yang diajukan Suzuki pada pertemuan yang sama menyarankan bahwa dalam usaha awal diplomatik dengan Uni Soviet, Jepang mengambil pendekatan sebagai berikut:

Rusia harus diberi tahu dengan jelas bahwa kemenangannya atas Jerman yaitu berkat Jepang, karena kita tetap netral, dan Soviet akan diuntungkan bila membantu Jepang mempertahankan posisinya di alam internasional, karena musuh mereka di masa hadapan yaitu Amerika Serikat.[41]

Pada 9 Juni, orang kepercayaan kaisar Kōichi Kido menulis "Rancangan Rencana Pengendalian Situasi Krisis" yang memperingatkan bahwa pada kesudahan tahun kesanggupan Jepang untuk melakukan perang modern akan habis dan pemerintah akan tidak mampu mengendalikan kerusuhan sipil. "... Kita tidak tahu pasti apakah kita akan bernasib sama seperti Jerman dan terjatuh dalam hal mempunyai yang sulit hingga kita tidak dapat mencapai tujuan tertinggi menjaga Rumah Tangga Kekaisaran dan mempertahankan tata negara nasional."[42] Kido mengusulkan Kaisar sendiri ikut tinggikan anggota, dengan menawarkan untuk mengakhiri perang dengan "syarat-syarat yang sangat murah hati". Kido mengusulkan Jepang meloloskan wilayah jajahan Eropa, asalkan mereka diberi kemerdekaan, dan negara kita dilucuti, serta untuk sementara harus "puas dengan pertahanan minimum". Berbekal penugasan Kaisar, Kido mendekati sebagian anggota Dewan Penasihat Militer. Tōgō sangat mendukung. Suzuki dan Menteri Tingkatan Laut Laksamana Mitsumasa Yonai keduanya sangat berjaga-jaga mendukung; masing-masing bertanya dalam hati, apa yang dipikirkan satu sama lain. Menteri Tingkatan Darat Jenderal Korechika Anami bersikap ambivalen, bersikeras diplomasi harus menunggu "hingga Amerika Serikat menderita kerugian besar" dalam Operasi Ketsu-Go.[43]

Pada bulan Juni 1845, Kaisar sudah kehilangan kepercayaan terhadap kesempatan mencapai kemenangan militer. Jepang sudah kalah dalam Pertempuran Okinawa. Kaisar juga sudah mendapat kabar tentang kelemahan tingkatan darat di Cina, begitu pula soal tingkatan laut dan tingkatan darat yang mempertahankan pulau-pulau utama Jepang. Kaisar menerima laporan dari Pangeran Higashikuni; darinya Kaisar mengambil kesimpulan bahwa "bukan saja pertahanan lolos pantai, divisi yang tersedia untuk diterjunkan di pertempuran yang menentukan juga tidak memiliki jumlah senjata yang memadai."[44] Menurut Kaisar:

Kita sudah diberi tahu besi asal bom yang dijatuhkan musuh sudah digunakan untuk membuat sekop. Hal ini berarti kita tidak berada dalam posisi melanjutkan perang.[44]

Pada 22 Juni, kaisar memanggil keenam anggota Dewan Penasihat Militer untuk rapat. Tidak seperti biasanya, Kaisar membuka pembicaraan: "Kita menginginkan rencana konkrit untuk mengakhiri perang, tanpa dirintangi kebijakan yang mempunyai, akan dipelajari dengan cepat dan usaha-usaha dilakukan untuk mengimplementasikannya."[45] Pertemuan menyetujui untuk mengundang bantuan Soviet dalam mengakhiri perang. Negara-negara netral lain seperti Swiss, Swedia, dan Vatikan dikenal berniat memainkan peranan dalam menciptakan perdamaian, tapi mereka terlalu kecil hingga mereka tidak dapat melakukan lebih dari sekadar menyampaikan syarat-syarat kapitulasi Sekutu serta penerimaan atau penolakan dari Jepang. Uni Soviet diharapkan dapat dibujuk untuk bertindak sebagai agen Jepang dalam bernegosiasi dengan Sekutu Barat.[46]

Usaha berurusan dengan Uni Soviet

Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?

Naotake Satō

Pada 30 Juni, Tōgō memerintahkan Duta Besar Jepang untuk Moskwa Naotake Satō untuk berusaha menciptakan "hubungan persahabatan yang erat dan kekal." Satō bermaksud membicarakan status Manchuria dan "masalah apa saja yang akan diangkat Rusia."[47] Satō kesudahannya bersua dengan Menteri Luar Negeri Soviet Vyacheslav Molotov pada 11 Juli, namun pertemuan tidak menghasilkan apa-apa. Pada 12 Juli, Tōgō memerintahkan Satō untuk menyampaikan kepada Soviet bahwa,

Yang Mulia Kaisar mempertimbangkan fakta bahwa perang yang sekarang dari hari ke hari membawa kemalangan dan pengorbanan untuk rakyat dari semua pihak-pihak yang berperang, keinginan dari dalam hati agar dapat segera dihentikan. Namun selama Inggris dan Amerika Serikat bersikeras soal penyerahan tanpa syarat, Kekaisaran Jepang tidak punya pilihan lain kecuali bertempur dengan segenap tenaga untuk kehormatan dan keberlangsungan tanah air.[48]

Kaisar mengusulkan untuk mengirim Pangeran Konoe sebagai Utusan Luar Biasa, walaupun dia tidak dapat tiba di Moskwa sebelum dimulainya Konferensi Potsdam.

Satō memberi tahu Tōgō bahwa dalam kenyataan, Jepang hanya dapat mengharapkan "penyerahan tanpa syarat atau syarat-syarat yang hampir setara ke situ". Lebih jauh lagi Satō mengatakan bahwa pesan-pesan Tōgō "tidak jelas soal pandangan pemerintah dan militer dalam hal penghentian perang," serta mempertanyakan apakah inisiatif Tōgō didukung oleh unsur-unsur kunci dalam struktur kekuasaan Jepang.[49]

Pada 17 Juli, Tōgō menjawab,

Walaupun para penguasa, dan juga pemerintah yakin bahwa kekuatan perang kita masih dapat menimbulkan pukulan berarti terhadap musuh, kami tidak dapat merasakan kedamaian hati yang betul-betul pasti. ... Namun, mohon betul-betul diingat, bahwa kita tidak meminta mediasi Rusia untuk hal-hal seperti penyerahan tanpa syarat.[50]

Dalam jawabannya, Satō memperjelas,

Sudah barang tentu dalam pesan saya sebelumnya menyebut penyerahan tanpa syarat atau syarat-syarat yang hampir setara, saya membuat pengecualian soal mempertahankan [Rumah Tangga Kekaisaran].[51]

Pada 21 Juli, berkata atas nama kabinet, Tōgō mengulangi,

Mengenai soal penyerahan tanpa syarat kami tidak dapat menyetujuinya berdasarkan hal mempunyai bagaimana pun. ... Dalam usaha menghindari hal mempunyai seperti itu kita sedang mencari damai, ... melalui jasa berpihak kepada yang aci Rusia. ... Ditinjau dari sudut pandang dalam negeri dan luar negeri, membuat pernyataan segera tentang syarat-syarat terbatas yaitu merugikan dan tidak mungkin.[52]

Ahli kriptografi Amerika Serikat yang bergabung dalam Proyek Magic telah memecahkan sebagian besar sandi Jepang, termasuk kode Purple yang dipakai oleh kantor-kantor perwakilan Jepang untuk menyandikan koresponden diplomatik. Sebagai akibatnya, pesan selang Tokyo dan kedutaan-kedutaan Jepang bocor ke pemimpin Sekutu hampir sama cepatnya dengan penerima di alamat tujuan.[53]

Maksud-maksud Soviet

Urusan keamanan mendominasi keputusan Soviet soal Timur Jauh.[54] Di selang keinginan yang paling utama yaitu memperoleh akses tidak terbatas ke Samudra Pasifik. Kawasan lolos pantai Soviet di Pasifik yang tidak terikat es sepanjang tahun, khususnya Vladivostok, dapat diblokade melalui udara dan laut dari Sakhalin dan Kepulauan Kuril. Bila keduanya didapatkan berarti Rusia memperoleh akses tidak terikat ke Selat Soya yang memang menjadi sasaran utama.[55][56] Sasaran kedua yaitu perjanjian kontrak Jalur Kereta Api Timur Jauh Cina, Jalur Kereta Api Manchuria Selatan, Dairen, dan Lushun.[57]

Untuk mencapai tujuannya, Stalin and Molotov dengan semangat bernegosiasi dengan Jepang, memberikan Jepang harapan palsu akan perdamaian dengan Uni Soviet sebagai mediator.[58] Pada saat yang bersamaan, dalam transaksi Soviet dengan Amerika Serikat dan Inggris, Soviet bersikeras untuk secara ketat menaati Deklarasi Kairo, ditegaskan pulang di Konferensi Yalta bahwa Sekutu tidak akan menerima perdamaian bersyarat atau perdamaian sendiri-sendiri dengan Jepang. Kepada semua negara-negara Sekutu, Jepang harus menyerah tanpa syarat. Untuk memperpanjang perang, Uni Soviet menentang semua upaya yang dilakukan untuk memperlunak syarat-syarat kapitulasi.[58] Bila perang tidak segera habis, Uni Soviet masih punya cukup waktu untuk memindahkan pasukan-pasukan mereka ke area perang Pasifik, untuk selanjutnya merebut Sakhalin, Kepulauan Kuril, dan kemungkinan Hokkaido[59] (invasi dimulai dengan pendaratan di Rumoi, Hokkaido).[60]

Proyek Manhattan

Pada 1939, Albert Einstein dan Leó Szilárd menulis sepucuk surat kepada Presiden Roosevelt yang mendesaknya untuk mendanai penelitian dan pengembangan bom atom. Roosevelt setuju dan hasilnya yaitu proyek riset sangat rahasia yang disebut Proyek Manhattan. Proyek ini dipimpin Jenderal Leslie Groves dengan J. Robert Oppenheimer sebagai direktur pengarah bidang ilmiah. Bom atom pertama dengan sukses diledakkan dalam percobaan Trinity 16 Juli 1945.

Sementara proyek hampir kesudahannya, pemimpin perang Amerika mulai mempertimbangkan untuk menggunakan bom atom terhadap Jepang. Groves mewujudkan komite pencari sasaran yang bersua pada bulan April dan Mei 1945. Komite ini menyusun daftar sasaran bom atom. Mereka memilih 18 kota-kota di Jepang. Masuk dalam daftar di urutan paling atas yaitu Kyoto, Hiroshima,[61] Yokohama, Kokura, dan Niigata.[62][63] Pada kesudahannya Kyoto dihapus dari daftar atas desakan Menteri Perang Henry L. Stimson yang pernah mengunjungi Kyoto sewaktu bulan madu, dan mengetahui kota ini sangat penting dalam segi budaya dan sejarah.[64]

Pada bulan Mei, Harry S. Truman diangkat sebagai Presiden Amerika Serikat yang baru setelah Franklin Roosevelt wafat pada 16 April 1945. Truman menyetujui pembentukan komite Interim, sebuah kelompok penasihat yang melapor mengenai bom atom.[63] Komite Interim terdiri dari George L. Harrison, Vannevar Bush, James Bryant Conant, Karl Taylor Compton, William L. Clayton, dan Ralph Austin Bard, serta dibantu dewan penasihat yang terdiri dari ilmuwan Oppenheimer, Enrico Fermi, Ernest Lawrence, dan Arthur Compton. Dalam laporan tanggal 1 Juni 1945, komite berkesimpulan bom atom harus digunakan secepat mungkin terhadap instalasi-instalasi perang berikut rumah-rumah pekerja di sekelilingnya, dan tidak perlu memberi peringatan atau peragaan sebelumnya.[65]

Mandat yang diberikan kepada komite tidak termasuk penggunaan bom atom, walaupun penggunaannya sudah diperkirakan bila sudah habis.[66] Komite mengkaji pulang penggunaan bom atom setelah mempunyai protes dalam bentuk Laporan Franck dari ilmuwan Proyek Manhattan. Pada rapat 21 Juni, komite menegaskan pulang bahwa tidak mempunyai alternatif lain selain menggunakan bom atom.[67]

Acara-acara di Potsdam

Pemimpin kekuatan utama Sekutu bersua dalam Konferensi Potsdam 16 Juli-2 Agustus 1945. Uni Soviet, Kerajaan Bersatu, dan Amerika Serikat, masing-masing diwakili oleh Stalin, Winston Churchill (kemudian Clement Attlee), dan Truman.

Negosiasi

Perang melawan Jepang yaitu salah satu dari berbagai isu yang dibicarakan di Potsdam. Truman mendapat berita tentang suksesnya percobaan Trinity pada awal konferensi, dan menyampaikan informasi tersebut ke delegasi Inggris. Kesuksesan percobaan bom atom menyebabkan delegasi Amerika Serikat mempertimbangkan pulang mengenai perlunya partisipasi Soviet (seperti dijanjikan di Yalta).[68] Prioritas teratas Sekutu yaitu mempersingkat perang dan mengurangi korban di pihak Amerika Serikat. Kedua hal tersebut mungkin dapat dibantu dengan hal mempunyai campur tangan Uni Soviet, namun kemungkinan harus dibayar dengan membolehkan Soviet mencaplok wilayah-wilayah di luar wilayah yang dijanjikan untuk mereka di Yalta, dan mungkin Jepang akan terbagi dua seperti Jerman.[69]

Dalam kesepakatan dengan Stalin, Truman memutuskan untuk memberikan pemimpin Soviet kabar tentang keberadaan senjata baru yang kuat tanpa memberitahukan rinciannya. Namun, Sekutu lainnya tidak menyadari bahwa intelijen Soviet telah menyusup dalam Proyek Manhattan pada tahap awal, sehingga ketika Stalin mengetahui keberadaan bom atom, dia tidak terkesan dengan potensinya.[70]

Deklarasi Potsdam

Pemimpin negara-negara utama Sekutu memutuskan untuk mengeluarkan pernyataan yang disebut Deklarasi Potsdam yang menetapkan "penyerahan tanpa syarat" dan memperjelas manfaat kapitulasi Jepang untuk kedudukan kaisar dan untuk Hirohito secara pribadi. Pemerintah Amerika Serikat dan Inggris saling bertentangan mengenai butir terakhir. Amerika Serikat ingin menghapus posisi kaisar dan kemungkinan mengadilinya sebagai penjahat perang. Sebaliknya, Inggris ingin mempertahankan posisi kaisar, mungkin dengan Hirohito yang tetap bertahta. Pernyataan-pernyataan dalam rancangan Deklarasi Potsdam mengalami berbagai revisi sebelum versi yang diterima kedua belah pihak habis.[71]

Pada 26 Juli 1945, Amerika Serikat, Inggris, dan Cina merilis Deklarasi Potsdam yang berisi syarat-syarat kapitulasi Jepang dengan peringatan, "Kami tidak akan menyimpang dari ketentuan-ketentuan ini. Tidak mempunyai alternatif. Kami tidak membolehkan hal mempunyai penundaan." Untuk Jepang, deklarasi menetapkan syarat-syarat sebagai berikut:

  • Penghapusan "selama-lamanya dari kekuasaan dan pengaruh tokoh-tokoh yang telah menipu dan menyesatkan rakyat Jepang ke arah dimulainya penaklukan dunia"
  • Pendudukan "titik-titik dalam wilayah Jepang yang akan ditentukan oleh Sekutu"
  • "Kedaulatan Jepang akan dibatasi pada pulau-pulau Honshu, Hokkaido, Kyushu, dan Shikoku, serta pulau-pulau kecil seperti yang kami tetapkan." Seperti telah diumumkan dalam Deklarasi Kairo 1943, wilayah-wilayah Jepang akan disita hingga wilayah sebelum perang, termasuk Korea dan Taiwan, begitu pula wilayah-wilayah taklukannya baru-baru ini.
  • "Kekuatan militer Jepang harus sepenuhnya dilucuti"
  • "Keadilan yang keras harus dijatuhkan kepada semua penjahat perang, termasuk semua yang telah melakukan kekejaman terhadap orang kita yang ditawan".

Di lain pihak, deklarasi menegaskan bahwa:

  • "Kami tidak bermaksud memperbudak Jepang sebagai suatu ras atau menghancurkannya sebagai suatu bangsa, ... Pemerintah Jepang harus menghapus semua penghalang untuk kebangkitan dan makin menguatnya kecenderungan demokrasi di selang rakyat Jepang. Kebebasan berkata, beragama, dan berpikir, begitu pula peghormatan untuk hak asasi manusia yang fundamental harus ditegakkan."
  • "Jepang harus dibolehkan memiliki industri-industri yang akan menunjang ekonomi dan memungkinkan untuk membayar tuntutan pampasan yang serupa dan tidak sewenang-wenang, ... Partisipasi Jepang dalam hubungan dagang internasional harus dibolehkan."
  • "Kesatuan pendudukan Sekutu akan ditarik dari Jepang segera setelah tujuan-tujuan tersebut dicapai dan telah berdirinya sebuah pemerintahan yang bertanggung jawab dan bertujuan damai sesuai dengan keinginan rakyat Jepang yang diungkapkan secara tidak terikat."

Satu-satunya pasal yang menyebut tentang "penyerahan tanpa syarat" dicantumkan pada kesudahan deklarasi:

  • "Kami mengimbau pemerintah Jepang untuk menyatakan sekarang juga kapitulasi tanpa syarat dari semua tingkatan bersenjata Jepang, dan untuk memperlihatkan jaminan yang cukup dan layak atas maksud berpihak kepada yang aci mereka terhadap hal tersebut. Pilihan lain untuk Jepang yaitu "penghancuran sepenuhnya dan segera."

Tidak disebutkan tentang Kaisar Hirohito apakah termasuk ke dalam salah satu dari tokoh yang "menyesatkan rakyat Jepang", atau juga seorang penjahat perang, bahkan sebaliknya anggota dari "pemerintah yang bertanggung jawab dan berkeinginan damai". Pasal "penghancuran sepenuhnya dan segera" kemungkinan yaitu peringatan terselubung soal kepemilikan bom atom oleh Amerika Serikat (yang telah dicobakan dengan sukses pada hari pertama konferensi).[72]

Reaksi Jepang

Pada 27 Juli, pemerintah Jepang menimbang-nimbang pokok isi kerangan menanggapi Deklarasi Potsdam. Empat tokoh militer dari Dewan Penasihat Militer bermaksud menolaknya, tapi Tōgō membujuk kabinet untuk tidak melakukannya hingga dia mendapat reaksi dari Uni Soviet. Dalam sebuah telegram, Duta Besar Jepang untuk Swiss Shunichi Kase berpendapat bahwa penyerahan tanpa syarat hanya berjalan untuk militer dan bukan untuk pemerintah atau rakyat, dan dia minta agar dimengerti bahwa pemilihan bahasa yang hati-hati dalam Deklarasi Potsdam sepertinya "telah mengalami pemikiran yang mendalam" dari pihak pemerintah-pemerintah yang menandatanganinya--"mereka kelihatannya telah bersusah payah berusaha menyelamatkan muka kita pada berbagai pasal-pasal."[73] Pada hari berikutnya, surat-surat kabar Jepang melaporkan bahwa Jepang telah menolak isi Deklarasi Potsdam yang sebelumnya telah disiarkan dan dijatuhkan sebagai selebaran udara di atas Jepang. Dalam usaha mengatasi persepsi publik, Perdana Menteri Suzuki bersua dengan pers, dan memberi pernyataan,

Saya menganggap Proklamasi Bersama sebagai pengulangan pulang Deklarasi di Konferensi Kairo. Mengenai hal tersebut, Pemerintah tidak menganggapnya memiliki nilai penting sama sekali. Salah satu hal yang dapat dilakukan yaitu mengabaikannya (mokusatsu). Kami tidak akan melakukan apa-apa kecuali menanggungnya hingga kesudahan untuk mendatangkan kesudahan perang yang sukses.[74]

Manfaat ucap mokusatsu yaitu mengabaikan atau tidak menanggapi.[74] Walaupun demikian, pernyataan Suzuki, terutama ucapan terakhir hanya menyisakan seberapa ruang untuk interpretasi yang salah. Pers Jepang dan pers luar negeri mengartikannya sebagai penolakan, dan tidak mempunyai pernyataan lebih lanjut yang disampaikan ke muka umum atau saluran diplomatik untuk mengubah kesalahpahaman ini.

Pada 30 Juli, Duta Besar Satō menulis bahwa Stalin kemungkinan sedang berkata dengan Sekutu Barat mengenai transaksinya dengan Jepang. Menurut Satō, "Tidak mempunyai alternatif selain penyerahan tanpa syarat dengan segera bila kita ingin mencegah partisipasi Rusia dalam perang."[75] Pada 2 Agustus, Tōgō menulis kepada Satō, "Sulit untuk Anda untuk mewujudkan hal itu ... terbatas waktu kita untuk berlanjut ke persiapan mengakhiri perang sebelum musuh mendarat di pulau-pulau utama Jepang, di lain pihak sulit untuk memutuskan syarat-syarat damai yang wujud di tanah air secara sekaligus."[76]

Hiroshima, Manchuria, dan Nagasaki

Hiroshima: 6 Agustus


Page 3

Menyerahnya Jepang pada bulan Agustus 1945 menandai kesudahan Perang Alam II. Tingkatan Laut Kekaisaran Jepang secara efektif sudah tidak mempunyai sejak Agustus 1945, sementara invasi Sekutu ke Jepang hanya tinggal waktu. Walaupun keinginan untuk melawan hingga titik kesudahan diterangkan secara terbuka, pemimpin Jepang dari Dewan Penasihat Militer Jepang secara pribadi memohon Uni Soviet untuk berperan sebagai mediator dalam perjanjian damai dengan syarat-syarat yang menguntungkan Jepang. Sementara itu, Uni Soviet juga berjaga-jaga untuk menyerang Jepang dalam usaha memenuhi janji kepada Amerika Serikat dan Inggris di Konferensi Yalta.

Pada 6 Agustus dan 9 Agustus, Amerika Serikat menjatuhkan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki. Pada 9 Agustus, Uni Soviet melancarkan penyerbuan mendadak ke koloni Jepang di Manchuria (Manchukuo) yang melanggar Pakta Netralitas Soviet–Jepang. Kaisar Hirohito campur tangan setelah terjadi dua peristiwa mengejutkan tersebut, dan memerintahkan Dewan Penasihat Militer untuk menerima syarat-syarat yang ditawarkan Sekutu dalam Deklarasi Potsdam. Setelah berlangsung perundingan di belakang layar selama sebagian hari, dan kudeta yang gagal, Kaisar Hirohito menyampaikan pidato radio di hadapan rakyat pada 15 Agustus 1945. Dalam pidato radio yang disebut Gyokuon-hōsō (Siaran Suara Kaisar), Hirohito membacakan Perintah Kekaisaran tentang kapitulasi, sekaligus mengumumkan kepada rakyat bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu.

Pendudukan Jepang oleh Komandan Tertinggi Sekutu dimulai pada 28 Agustus. Upacara kapitulasi diadakan pada 2 September 1945 di atas kapal tempur Amerika Serikat Missouri. Dokumen Kapitulasi Jepang yang ditandatangani hari itu oleh pejabat pemerintah Jepang secara resmi mengakhiri Perang Alam II. Penduduk sipil dan anggota militer di negara-negara Sekutu merayakan Hari Kemenangan atas Jepang (V-J Day). Walaupun demikian, sebagian pos komando terpencil dan personel militer dari kesatuan di pelosok-pelosok Asia menolak untuk menyerah selama berbulan-bulan bahkan hingga bertahun-tahun setelah Jepang menyerah. Sejak kapitulasi Jepang, sejarawan terus berargumen tentang etika penggunaan bom atom. Perang selang Jepang dan Sekutu secara resmi kesudahannya ketika Perjanjian San Francisco mulai berjalan pada tanggal 28 April 1952. Empat tahun kemudian Jepang dan Uni Soviet menandatangani Deklarasi Bersama Soviet–Jepang 1956 yang secara resmi mengakhiri perang selang kedua negara tersebut.

Kekalahan Jepang

Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?

Pendaratan Sekutu di Area Perang Operasi Samudra Pasifik, Agustus 1942 hingga Agustus 1945.

Pada tahun 1945, Jepang telah hampir dua tahun berturut-turut mengalami kekalahan berkepanjangan di Pasifik Barat Daya, kampanye militer Mariana, dan kampanye militer Filipina. Pada Juli 1944 setelah Saipan jatuh, Jenderal Hideki Tōjō diangkat sebagai perdana menteri oleh Jenderal Kuniaki Koiso yang menyatakan Filipina sebagai tempat pertempuran berikutnya yang menentukan.[1] Setelah Filipina jatuh, giliran Koiso yang diganti oleh Laksamana Kantarō Suzuki. Pada paruh pertama tahun 1945, Sekutu sukses merebut Iwo Jima dan Okinawa. Setelah diduduki Sekutu, Okinawa dijadikan daerah singgahan untuk menyerbu ke pulau-pulau utama di Jepang.[2] Setelah kekalahan Jerman, Uni Soviet diam-diam mulai mengerahkan pulang pasukan tempur Eropa-nya ke Timur Jauh, di samping sekitar empat puluh divisi yang telah ditempatkan di sana sejak tahun 1941, sebagai penyeimbang kekuataan jutaan Tentara Kwantung.[3]

Operasi kapal-kapal selam Sekutu dan penyebaran ranjau di lolos pantai Jepang telah menghancurkan sebagian besar armada dagang Jepang. Sebagai negara dengan seberapa sumber daya alam, Jepang bergantung kepada bahan mentah yang diimpor dari daratan Asia dan dari wilayah pendudukan Jepang di Hindia Belanda, terutama minyak bumi.[4] Penghancuran armada dagang Jepang, ditambah dengan pengeboman strategis kawasan industri di Jepang telah meruntuhkan ekonomi perang Jepang. Produksi batu bara, besi, besi baja, karet, dan pasokan bahan mentah lainnya hanya tersedia dalam jumlah kecil dibandingkan pasokan sebelum perang.[5][6]

Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?

Kapal tempur Jepang Haruna karam di tempat bersandarnya di pangkalan tingkatan laut Kure pada peristiwa Pengeboman Kure 24 Juli 1945.

Sebagai akibat kerugian yang dialami, kekuatan Tingkatan Laut Kekaisaran Jepang secara efektif sudah habis. Setelah serangkaian pengeboman Sekutu di galangan kapal Jepang di Kure, Prefektur Hiroshima, kapal-kapal perang Jepang yang tersisa hanyalah enam kapal induk, empat kapal penjelajah, dan satu kapal tempur. Namun, semua kapal tersebut tidak memiliki bahan bakar yang cukup. Walaupun masih mempunyai 19 kapal perusak dan 38 kapal selam yang masih operasional, pengoperasian mereka menjadi terbatas akibat kekurangan bahan bakar.[7][8]

Persiapan pertahanan

Menghadapi kemungkinan penyerbuan Sekutu ke pulau-pulau utama Jepang, dimulai dari Kyushu, Jurnal Perang Markas Besar Kekaisaran menyimpulkan,

Kami tidak dapat lagi memimpin perang dengan mempunyai seberapa pun harapan untuk menang. Satu-satunya jalan yang tersisa yaitu mengorbankan nyawa seratus juta rakyat Jepang sebagai bom hidup agar musuh kehilangan semangat bertempur.[9]

Sebagai usaha darurat yang terakhir untuk menghentikan gerak maju Sekutu, Komando Tertinggi Kekaisaran Jepang merencanakan pertahanan Kyushu secara habis-habisan. Usaha yang dinamakan dengan sandi Operasi Ketsu-Go [10] ini dimaksudkan sebagai perubahan strategi yang radikal. Berlainan dari sistem pertahanan berlapis seperti yang dipakai sewaktu menginvasi Peleliu, Iwo Jima, dan Okinawa, kali ini semuanya dipertaruhkan di pantai. Sebelum pasukan dan perlengkapan didaratkan transpor amfibi di pantai, mereka akan diserang oleh 3.000 pesawat kamikaze.[8]

Bila strategi ini tidak mengusir Sekutu, Jepang akan mengerahkan 3.500 pesawat kamikaze tambahan berikut 5.000 kapal bunuh diri Shin'yō disertai kapal-kapal perusak dan kapal-kapal selam yang masih tersisa--hingga kapal terakhir yang operasional--untuk menghancurkan Sekutu. Bila Sekutu menang dalam pertempuran di pantai dan sukses mendarat di Kyushu, hanya akan tersisa 3.000 pesawat untuk mempertahankan pulau-pulau Jepang yang lain. Walaupun demikian, Kyushu akan dipertahankan "hingga titik darah penghabisan".[8] Strategi membuat pertahanan terakhir di Kyushu didasarkan pada asumsi bahwa Uni Soviet akan tetap mempertahankan netralitas.[11]

Serangkaian gua digali dekat Nagano di Honshu. Gua-gua yang disebut Markas Besar Kekaisaran Bawah Tanah Matsushiro tersebut akan dijadikan Markas Tingkatan Darat pada saat terjadinya invasi Sekutu serta rumah pengamanan untuk Kaisar Jepang dan keluarganya.[12]

Dewan Penasihat Militer

Pengambilan keputusan perang Jepang berpusat di Dewan Penasihat Militer yang beranggotakan enam pejabat tinggi: perdana menteri, menteri luar negeri, menteri tingkatan darat, menteri tingkatan laut, kepala staf umum tingkatan darat, dan kepala staf umum tingkatan laut.[13] Saat kabinet pemerintah Suzuki terbentu pada April 1945, keanggotaan dewan terdiri dari:

Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?

Kabinet Suzuki, Juni 1945

  • Perdana Menteri Laksamana Kantarō Suzuki
  • Menteri Luar Negeri Shigenori Tōgō
  • Menteri Tingkatan Darat Jenderal Korechika Anami
  • Menteri Tingkatan Laut Laksamana Mitsumasa Yonai
  • Kepala Staf Umum Tingkatan Darat Jenderal Yoshijirō Umezu
  • Kepala Staf Umum Tingkatan Laut Laksamana Koshirō Oikawa (kemudian diganti oleh Laksamana Soemu Toyoda)

Secara hukum, Tingkatan Darat dan Tingkatan Laut Kekaisaran Jepang memiliki hak untuk mencalonkan (atau menolak pencalonan) masing-masing menteri. Sebagai hasilnya, Jepang dapat menghindari pembentukan pemerintahan yang tidak diingini, atau terjadinya pengunduran diri yang dapat menjatuhkan pemerintah yang sedang berlangsung.[14][15]

Kaisar Hirohito dan Penjaga Cap Pribadi Kaisar Kōichi Kido juga ada di sebagian pertemuan, setelah diminta Kaisar.[16] Seperti yang dilaporkan Iris Chang, "Jepang sengaja menghancurkan, menyembunyikan, atau memalsukan sebagian dari dokumen rahasia perang mereka"[17][18]

Perbedaan pendapat di kalangan pemimpin Jepang

Kabinet Suzuki, dalam berbagai segi, lebih memilih meneruskan perang. Untuk Jepang, kapitulasi hampir tidak terpikirkan. Dalam 2000 tahun sejarahnya, Jepang tidak pernah diinvasi bangsa asing atau kalah dalam perang.[19] Hanya Menteri Tingkatan Laut Mitsumasa Yonai yang diketahui memiliki keinginan untuk mengakhiri perang.[20] Menurut sejarawan Richard B. Frank:

Walaupun Suzuki pastinya melihat perdamaian sebagai tujuan jangka panjang, dia tidak memiliki rencana untuk mewujudkannya dalam jangka waktu dekat atau dengan syarat-syarat yang dapat diterima Sekutu. Ulasannya dalam konferensi negarawan senior tidak memberikan tanda-tanda dirinya menginginkan akhirnyanya perang lebih awal ... ; Pilihan Suzuki untuk pos-pos kabinet yang paling penting, dengan pengecualian satu orang, bukanlah juga tokoh pendukung perdamaian.[21]

Seusai perang, Perdana Menteri Suzuki dan pejabat lain dari pemerintahannya mengaku mereka secara rahasia merundingkan perdamaian, tapi secara terbuka tidak dapat mengumumkannya. Mereka mengutip ide Jepang tentang haragei (seni berkomunikasi dengan sikap dan kekuatan kepribadian dan bukan melalui kata-kata) untuk membenarkan ketidakselarasan selang tindakan di muka umum dan pokok isi kerangan di belakang layar. Namun, sebagian sejarawan menolak interpretasi ini. Robert J. C. Butow menulis:

Berdasarkan alasan yang sangat ambigu, pembelaan soal haragei menimbulkan kecurigaan bahwa dalam masalah politik dan diplomasi, secara sadar menggantungkan diri pada seni menggertak mungkin dapat dianggap sebagai pengelabuan disengaja yang diperkirakan didasarkan keinginan mengadu domba untuk keuntungan sendiri. Walaupun keputusan ini tidak sesuai dengan kepribadian Laksamana Suzuki yang banyak dipuji, pada kenyataannya dari saat dia diangkat sebagai perdana menteri hingga hari dia mengundurkan diri, tidak mempunyai seorang pun yang dapat memastikan apa yang berikutnya akan disebutkan atau dilakukan Suzuki.[22]

Pemimpin Jepang selalu menginginkan penamatan perang dengan negosiasi. Perencanaan praperang mereka mengharapkan perluasan wilayah secara cepat, konsolidasi, konflik yang tidak terhindarkan dengan Amerika Serikat, dan penamatan perang yang memungkinkan Jepang mempertahankan paling tidak sebagian wilayah baru yang telah mereka duduki.[23] Pada tahun 1945, pemimpin-pemimpin Jepang sepakat bahwa perang tidak berlangsung dengan lancar, tetapi mereka tidak sepakat mengenai cara-cara terbaik dalam bernegosiasi untuk mengakhiri perang. Kalangan pemimpin Jepang terbelah menjadi dua kubu. Faksi "damai" menginginkan inisiatif diplomatik dengan membujuk pemimpin Uni Soviet Joseph Stalin agar bertindak sebagai mediator penamatan perang selang Jepang dan Amerika Serikat beserta sekutunya. Sebaliknya, faksi garis keras lebih memilih bertempur dalam satu pertempuran terakhir yang "menentukan" hingga jatuh korban begitu banyak di pihak Sekutu yang mengakibatkan mereka mau menawarkan syarat-syarat yang lebih lunak.[24] Kedua kubu terbentuk berdasarkan pengalaman Jepang dalam Perang Rusia-Jepang empat puluh tahun sebelumnya. Dalam perang tersebut terjadi serangkaian pertempuran yang memakan kerugian besar yang tidak menentukan pemenang, tetapi diakhiri oleh Pertempuran Tsushima yang dimenangkan Jepang.[25]

Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?

Laksamana Kantarō Suzuki menjabat Perdana Menteri Jepang dalam bulan-bulan sebelum perang kesudahannya.

Pada kesudahan Januari 1945, sebagian pejabat Jepang yang dekat dengan Kaisar mempertimbangkan syarat-syarat kapitulasi yang akan melindungi kedudukan Kaisar Jepang. Proposal-proposal yang dikirim melalui saluran Amerika Serikat dan Inggris tersebut disusun oleh Jenderal Douglas MacArthur menjadi dokumen 40 halaman, dan kemudian, pada 2 Februari, dua hari sebelum Konferensi Yalta, diberikan kepada Presiden Franklin D. Roosevelt. Menurut laporan, dokumen tersebut ditolak oleh Roosevelt tanpa pertimbangan apa pun. Semua proposal mencakup syarat bahwa kedudukan kaisar tetap dipertahankan, walaupun mungkin sebagai penguasa boneka. Namun pada saat itu, kebijakan Sekutu hanyalah menerima penyerahan tanpa syarat.[26] Selain itu, proposal-proposal ini ditolak keras oleh pejabat pemerintahan Jepang yang berpengaruh, dan oleh karenanya tidak dapat disebutkan mewakili keinginan Jepang yang sebenarnya untuk menyerah pada waktu itu.[27]

Pada Februari 1945, Pangeran Fumimaro Konoe memberi Kaisar Hirohito sebuah memorandum yang menganalisis situasi dan menyampaikan kepada Hirohito bahwa bila perang diteruskan, kekaisaran akan menghadapi revolusi internal yang lebih berbahaya daripada kalah dalam perang.[28] Menurut buku harian Pengurus Rumah Tangga Kaisar Hisanori Fujita, Kaisar yang menunggu pertempuran menentukan (tennōzan) menjawab bahwa masih terlalu dini menawarkan perdamaian, "Kecuali kita membuat satu lagi kemenangan militer."[29] Masih pada bulan Februari tahun yang sama, divisi perjanjian Jepang menulis tentang kebijakan Sekutu terhadap Jepang mengenai "penyerahan tanpa syarat, pendudukan, perlucutan senjata, penghapuskan militerisme, reformasi demokrasi, hukuman untuk penjahat perang, dan status kaisar."[30] Pelucutan senjata oleh Sekutu, penjatuhan hukuman untuk penjahat perang Jepang, dan khususnya pendudukan dan penghapusan jabatan kaisar tidak diterima oleh pimpinan Jepang.[31][32]

Pada 5 April, Uni Soviet mengumumkan tidak akan memperbarui Pakta Netralitas Soviet-Jepang[33] yang ditandatangani tahun 1941 setelah terjadinya Peristiwa Nomonhan.[34] Pada Konferensi Yalta Februari 1945, negara-negara Barat yang tergabung dalam Sekutu telah menyepakati konsesi yang substansial dengan Soviet untuk menjadikan aman janji dari Soviet untuk menyatakan perang terhadap Jepang tidak lebih dari tiga bulan setelah Jerman menyerah. Walaupun secara hukum Pakta Netralitas tetap berjalan hingga setahun setelah Uni Soviet membatalkannya (hingga 5 April 1946), pembatalan sepihak ini secara jelas tetapi terselubung memperlihatkan niat perang Uni Soviet.[35] Menteri Luar Negeri Rusia Vyacheslav Molotov, di Moskow, dan Yakov Malik, duta besar Soviet di Tokyo, sungguh-sungguh mencoba meyakinkan Jepang bahwa "masa berjalan Pakta tersebut belum berakhir".[36]

Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?

Menteri Luar Negeri Shigenori Tōgō

Pada serangkaian rapat tingkat tinggi pada bulan Mei 1965, keenam anggota Dewan Penasihat Militer dengan serius membahas pokok isi kerangan mengakhiri perang. Namun tidak seorang pun dari mereka setuju dengan syarat-syarat yang diajukan Sekutu. Tidak lupa siapa pun yang secara terbuka mendukung kapitulasi Jepang terancam bahaya pembunuhan oleh perwira tingkatan darat yang sangat setia, rapat-rapat tersebut tertutup untuk siapa pun kecuali keenam anggota Dewan Penasihat Militer, Kaisar, dan penjaga cap pribadi kaisar. Tidak mempunyai perwira eselon dua atau eselon tiga yang diizinkan ada.[37] Pada rapat-rapat tersebut, hanya Menteri Luar Negeri Tōgō yang menyadari kemungkinan sekutu negara-negara Barat sudah membuat konsesi dengan Soviet untuk mengajak mereka berperang melawan Jepang.[38] Sebagai hasil rapat-rapat tersebut, Tōgō diberi wewenang untuk mendekati Uni Soviet, meminta mereka untuk tetap mempertahankan netralitas, atau lebih fantastis lagi, mau mewujudkan aliansi.[39]

Sejalan dengan tradisi pemerintahan baru mengumumkan tujuan-tujuan mereka, setelah rapat bulan Mei habis, staf Tingkatan Darat mengeluarkan dokumen berjudul "Kebijakan Fundamental untuk Diikuti Selanjutnya dalam Melaksanakan Perang" yang menyatakan rakyat Jepang akan berjuang hingga punah daripada menyerah. Kebijakan ini diadopsi oleh Dewan Penasihat Militer pada 6 Juni (Tōgō menentangnya, sementara kelima anggota lain mendukung).[40] Dokumen-dokumen yang diajukan Suzuki pada pertemuan yang sama menyarankan bahwa dalam usaha awal diplomatik dengan Uni Soviet, Jepang mengambil pendekatan sebagai berikut:

Rusia harus diberi tahu dengan jelas bahwa kemenangannya atas Jerman yaitu berkat Jepang, karena kita tetap netral, dan Soviet akan diuntungkan bila membantu Jepang mempertahankan posisinya di alam internasional, karena musuh mereka di masa hadapan yaitu Amerika Serikat.[41]

Pada 9 Juni, orang kepercayaan kaisar Kōichi Kido menulis "Rancangan Rencana Pengendalian Situasi Krisis" yang memperingatkan bahwa pada kesudahan tahun kesanggupan Jepang untuk melakukan perang modern akan habis dan pemerintah akan tidak mampu mengendalikan kerusuhan sipil. "... Kita tidak tahu pasti apakah kita akan bernasib sama seperti Jerman dan terjatuh dalam hal mempunyai yang sulit hingga kita tidak dapat mencapai tujuan tertinggi menjaga Rumah Tangga Kekaisaran dan mempertahankan tata negara nasional."[42] Kido mengusulkan Kaisar sendiri ikut tinggikan anggota, dengan menawarkan untuk mengakhiri perang dengan "syarat-syarat yang sangat murah hati". Kido mengusulkan Jepang meloloskan wilayah jajahan Eropa, asalkan mereka diberi kemerdekaan, dan negara kita dilucuti, serta untuk sementara harus "puas dengan pertahanan minimum". Berbekal penugasan Kaisar, Kido mendekati sebagian anggota Dewan Penasihat Militer. Tōgō sangat mendukung. Suzuki dan Menteri Tingkatan Laut Laksamana Mitsumasa Yonai keduanya sangat berjaga-jaga mendukung; masing-masing bertanya dalam hati, apa yang dipikirkan satu sama lain. Menteri Tingkatan Darat Jenderal Korechika Anami bersikap ambivalen, bersikeras diplomasi harus menunggu "hingga Amerika Serikat menderita kerugian besar" dalam Operasi Ketsu-Go.[43]

Pada bulan Juni 1845, Kaisar sudah kehilangan kepercayaan terhadap kesempatan mencapai kemenangan militer. Jepang sudah kalah dalam Pertempuran Okinawa. Kaisar juga sudah mendapat kabar tentang kelemahan tingkatan darat di Cina, begitu pula soal tingkatan laut dan tingkatan darat yang mempertahankan pulau-pulau utama Jepang. Kaisar menerima laporan dari Pangeran Higashikuni; darinya Kaisar mengambil kesimpulan bahwa "bukan saja pertahanan lolos pantai, divisi yang tersedia untuk diterjunkan di pertempuran yang menentukan juga tidak memiliki jumlah senjata yang memadai."[44] Menurut Kaisar:

Kita sudah diberi tahu besi asal bom yang dijatuhkan musuh sudah digunakan untuk membuat sekop. Hal ini berarti kita tidak berada dalam posisi melanjutkan perang.[44]

Pada 22 Juni, kaisar memanggil keenam anggota Dewan Penasihat Militer untuk rapat. Tidak seperti biasanya, Kaisar membuka pembicaraan: "Kita menginginkan rencana konkrit untuk mengakhiri perang, tanpa dirintangi kebijakan yang mempunyai, akan dipelajari dengan cepat dan usaha-usaha dilakukan untuk mengimplementasikannya."[45] Pertemuan menyetujui untuk mengundang bantuan Soviet dalam mengakhiri perang. Negara-negara netral lain seperti Swiss, Swedia, dan Vatikan dikenal berniat memainkan peranan dalam menciptakan perdamaian, tapi mereka terlalu kecil hingga mereka tidak dapat melakukan lebih dari sekadar menyampaikan syarat-syarat kapitulasi Sekutu serta penerimaan atau penolakan dari Jepang. Uni Soviet diharapkan dapat dibujuk untuk bertindak sebagai agen Jepang dalam bernegosiasi dengan Sekutu Barat.[46]

Usaha berurusan dengan Uni Soviet

Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?

Naotake Satō

Pada 30 Juni, Tōgō memerintahkan Duta Besar Jepang untuk Moskwa Naotake Satō untuk berusaha menciptakan "hubungan persahabatan yang erat dan kekal." Satō bermaksud membicarakan status Manchuria dan "masalah apa saja yang akan diangkat Rusia."[47] Satō kesudahannya bersua dengan Menteri Luar Negeri Soviet Vyacheslav Molotov pada 11 Juli, namun pertemuan tidak menghasilkan apa-apa. Pada 12 Juli, Tōgō memerintahkan Satō untuk menyampaikan kepada Soviet bahwa,

Yang Mulia Kaisar mempertimbangkan fakta bahwa perang yang sekarang dari hari ke hari membawa kemalangan dan pengorbanan untuk rakyat dari semua pihak-pihak yang berperang, keinginan dari dalam hati agar dapat segera dihentikan. Namun selama Inggris dan Amerika Serikat bersikeras soal penyerahan tanpa syarat, Kekaisaran Jepang tidak punya pilihan lain kecuali bertempur dengan segenap tenaga untuk kehormatan dan keberlangsungan tanah air.[48]

Kaisar mengusulkan untuk mengirim Pangeran Konoe sebagai Utusan Luar Biasa, walaupun dia tidak dapat tiba di Moskwa sebelum dimulainya Konferensi Potsdam.

Satō memberi tahu Tōgō bahwa dalam kenyataan, Jepang hanya dapat mengharapkan "penyerahan tanpa syarat atau syarat-syarat yang hampir setara ke situ". Lebih jauh lagi Satō mengatakan bahwa pesan-pesan Tōgō "tidak jelas soal pandangan pemerintah dan militer dalam hal penghentian perang," serta mempertanyakan apakah inisiatif Tōgō didukung oleh unsur-unsur kunci dalam struktur kekuasaan Jepang.[49]

Pada 17 Juli, Tōgō menjawab,

Walaupun para penguasa, dan juga pemerintah yakin bahwa kekuatan perang kita masih dapat menimbulkan pukulan berarti terhadap musuh, kami tidak dapat merasakan kedamaian hati yang betul-betul pasti. ... Namun, mohon betul-betul diingat, bahwa kita tidak meminta mediasi Rusia untuk hal-hal seperti penyerahan tanpa syarat.[50]

Dalam jawabannya, Satō memperjelas,

Sudah barang tentu dalam pesan saya sebelumnya menyebut penyerahan tanpa syarat atau syarat-syarat yang hampir setara, saya membuat pengecualian soal mempertahankan [Rumah Tangga Kekaisaran].[51]

Pada 21 Juli, berkata atas nama kabinet, Tōgō mengulangi,

Mengenai soal penyerahan tanpa syarat kami tidak dapat menyetujuinya berdasarkan hal mempunyai bagaimana pun. ... Dalam usaha menghindari hal mempunyai seperti itu kita sedang mencari damai, ... melalui jasa berpihak kepada yang aci Rusia. ... Ditinjau dari sudut pandang dalam negeri dan luar negeri, membuat pernyataan segera tentang syarat-syarat terbatas yaitu merugikan dan tidak mungkin.[52]

Ahli kriptografi Amerika Serikat yang bergabung dalam Proyek Magic telah memecahkan sebagian besar sandi Jepang, termasuk kode Purple yang dipakai oleh kantor-kantor perwakilan Jepang untuk menyandikan koresponden diplomatik. Sebagai akibatnya, pesan selang Tokyo dan kedutaan-kedutaan Jepang bocor ke pemimpin Sekutu hampir sama cepatnya dengan penerima di alamat tujuan.[53]

Maksud-maksud Soviet

Urusan keamanan mendominasi keputusan Soviet soal Timur Jauh.[54] Di selang keinginan yang paling utama yaitu memperoleh akses tidak terbatas ke Samudra Pasifik. Kawasan lolos pantai Soviet di Pasifik yang tidak terikat es sepanjang tahun, khususnya Vladivostok, dapat diblokade melalui udara dan laut dari Sakhalin dan Kepulauan Kuril. Bila keduanya didapatkan berarti Rusia memperoleh akses tidak terikat ke Selat Soya yang memang menjadi sasaran utama.[55][56] Sasaran kedua yaitu perjanjian kontrak Jalur Kereta Api Timur Jauh Cina, Jalur Kereta Api Manchuria Selatan, Dairen, dan Lushun.[57]

Untuk mencapai tujuannya, Stalin and Molotov dengan semangat bernegosiasi dengan Jepang, memberikan Jepang harapan palsu akan perdamaian dengan Uni Soviet sebagai mediator.[58] Pada saat yang bersamaan, dalam transaksi Soviet dengan Amerika Serikat dan Inggris, Soviet bersikeras untuk secara ketat menaati Deklarasi Kairo, ditegaskan pulang di Konferensi Yalta bahwa Sekutu tidak akan menerima perdamaian bersyarat atau perdamaian sendiri-sendiri dengan Jepang. Kepada semua negara-negara Sekutu, Jepang harus menyerah tanpa syarat. Untuk memperpanjang perang, Uni Soviet menentang semua upaya yang dilakukan untuk memperlunak syarat-syarat kapitulasi.[58] Bila perang tidak segera habis, Uni Soviet masih punya cukup waktu untuk memindahkan pasukan-pasukan mereka ke area perang Pasifik, untuk selanjutnya merebut Sakhalin, Kepulauan Kuril, dan kemungkinan Hokkaido[59] (invasi dimulai dengan pendaratan di Rumoi, Hokkaido).[60]

Proyek Manhattan

Pada 1939, Albert Einstein dan Leó Szilárd menulis sepucuk surat kepada Presiden Roosevelt yang mendesaknya untuk mendanai penelitian dan pengembangan bom atom. Roosevelt setuju dan hasilnya yaitu proyek riset sangat rahasia yang disebut Proyek Manhattan. Proyek ini dipimpin Jenderal Leslie Groves dengan J. Robert Oppenheimer sebagai direktur pengarah bidang ilmiah. Bom atom pertama dengan sukses diledakkan dalam percobaan Trinity 16 Juli 1945.

Sementara proyek hampir kesudahannya, pemimpin perang Amerika mulai mempertimbangkan untuk menggunakan bom atom terhadap Jepang. Groves mewujudkan komite pencari sasaran yang bersua pada bulan April dan Mei 1945. Komite ini menyusun daftar sasaran bom atom. Mereka memilih 18 kota-kota di Jepang. Masuk dalam daftar di urutan paling atas yaitu Kyoto, Hiroshima,[61] Yokohama, Kokura, dan Niigata.[62][63] Pada kesudahannya Kyoto dihapus dari daftar atas desakan Menteri Perang Henry L. Stimson yang pernah mengunjungi Kyoto sewaktu bulan madu, dan mengetahui kota ini sangat penting dalam segi budaya dan sejarah.[64]

Pada bulan Mei, Harry S. Truman diangkat sebagai Presiden Amerika Serikat yang baru setelah Franklin Roosevelt wafat pada 16 April 1945. Truman menyetujui pembentukan komite Interim, sebuah kelompok penasihat yang melapor mengenai bom atom.[63] Komite Interim terdiri dari George L. Harrison, Vannevar Bush, James Bryant Conant, Karl Taylor Compton, William L. Clayton, dan Ralph Austin Bard, serta dibantu dewan penasihat yang terdiri dari ilmuwan Oppenheimer, Enrico Fermi, Ernest Lawrence, dan Arthur Compton. Dalam laporan tanggal 1 Juni 1945, komite berkesimpulan bom atom harus digunakan secepat mungkin terhadap instalasi-instalasi perang berikut rumah-rumah pekerja di sekelilingnya, dan tidak perlu memberi peringatan atau peragaan sebelumnya.[65]

Mandat yang diberikan kepada komite tidak termasuk penggunaan bom atom, walaupun penggunaannya sudah diperkirakan bila sudah habis.[66] Komite mengkaji pulang penggunaan bom atom setelah mempunyai protes dalam bentuk Laporan Franck dari ilmuwan Proyek Manhattan. Pada rapat 21 Juni, komite menegaskan pulang bahwa tidak mempunyai alternatif lain selain menggunakan bom atom.[67]

Acara-acara di Potsdam

Pemimpin kekuatan utama Sekutu bersua dalam Konferensi Potsdam 16 Juli-2 Agustus 1945. Uni Soviet, Kerajaan Bersatu, dan Amerika Serikat, masing-masing diwakili oleh Stalin, Winston Churchill (kemudian Clement Attlee), dan Truman.

Negosiasi

Perang melawan Jepang yaitu salah satu dari berbagai isu yang dibicarakan di Potsdam. Truman mendapat berita tentang suksesnya percobaan Trinity pada awal konferensi, dan menyampaikan informasi tersebut ke delegasi Inggris. Kesuksesan percobaan bom atom menyebabkan delegasi Amerika Serikat mempertimbangkan pulang mengenai perlunya partisipasi Soviet (seperti dijanjikan di Yalta).[68] Prioritas teratas Sekutu yaitu mempersingkat perang dan mengurangi korban di pihak Amerika Serikat. Kedua hal tersebut mungkin dapat dibantu dengan hal mempunyai campur tangan Uni Soviet, namun kemungkinan harus dibayar dengan membolehkan Soviet mencaplok wilayah-wilayah di luar wilayah yang dijanjikan untuk mereka di Yalta, dan mungkin Jepang akan terbagi dua seperti Jerman.[69]

Dalam kesepakatan dengan Stalin, Truman memutuskan untuk memberikan pemimpin Soviet kabar tentang keberadaan senjata baru yang kuat tanpa memberitahukan rinciannya. Namun, Sekutu lainnya tidak menyadari bahwa intelijen Soviet telah menyusup dalam Proyek Manhattan pada tahap awal, sehingga ketika Stalin mengetahui keberadaan bom atom, dia tidak terkesan dengan potensinya.[70]

Deklarasi Potsdam

Pemimpin negara-negara utama Sekutu memutuskan untuk mengeluarkan pernyataan yang disebut Deklarasi Potsdam yang menetapkan "penyerahan tanpa syarat" dan memperjelas manfaat kapitulasi Jepang untuk kedudukan kaisar dan untuk Hirohito secara pribadi. Pemerintah Amerika Serikat dan Inggris saling bertentangan mengenai butir terakhir. Amerika Serikat ingin menghapus posisi kaisar dan kemungkinan mengadilinya sebagai penjahat perang. Sebaliknya, Inggris ingin mempertahankan posisi kaisar, mungkin dengan Hirohito yang tetap bertahta. Pernyataan-pernyataan dalam rancangan Deklarasi Potsdam mengalami berbagai revisi sebelum versi yang diterima kedua belah pihak habis.[71]

Pada 26 Juli 1945, Amerika Serikat, Inggris, dan Cina merilis Deklarasi Potsdam yang berisi syarat-syarat kapitulasi Jepang dengan peringatan, "Kami tidak akan menyimpang dari ketentuan-ketentuan ini. Tidak mempunyai alternatif. Kami tidak membolehkan hal mempunyai penundaan." Untuk Jepang, deklarasi menetapkan syarat-syarat sebagai berikut:

  • Penghapusan "selama-lamanya dari kekuasaan dan pengaruh tokoh-tokoh yang telah menipu dan menyesatkan rakyat Jepang ke arah dimulainya penaklukan dunia"
  • Pendudukan "titik-titik dalam wilayah Jepang yang akan ditentukan oleh Sekutu"
  • "Kedaulatan Jepang akan dibatasi pada pulau-pulau Honshu, Hokkaido, Kyushu, dan Shikoku, serta pulau-pulau kecil seperti yang kami tetapkan." Seperti telah diumumkan dalam Deklarasi Kairo 1943, wilayah-wilayah Jepang akan disita hingga wilayah sebelum perang, termasuk Korea dan Taiwan, begitu pula wilayah-wilayah taklukannya baru-baru ini.
  • "Kekuatan militer Jepang harus sepenuhnya dilucuti"
  • "Keadilan yang keras harus dijatuhkan kepada semua penjahat perang, termasuk semua yang telah melakukan kekejaman terhadap orang kita yang ditawan".

Di lain pihak, deklarasi menegaskan bahwa:

  • "Kami tidak bermaksud memperbudak Jepang sebagai suatu ras atau menghancurkannya sebagai suatu bangsa, ... Pemerintah Jepang harus menghapus semua penghalang untuk kebangkitan dan makin menguatnya kecenderungan demokrasi di selang rakyat Jepang. Kebebasan berkata, beragama, dan berpikir, begitu pula peghormatan untuk hak asasi manusia yang fundamental harus ditegakkan."
  • "Jepang harus dibolehkan memiliki industri-industri yang akan menunjang ekonomi dan memungkinkan untuk membayar tuntutan pampasan yang serupa dan tidak sewenang-wenang, ... Partisipasi Jepang dalam hubungan dagang internasional harus dibolehkan."
  • "Kesatuan pendudukan Sekutu akan ditarik dari Jepang segera setelah tujuan-tujuan tersebut dicapai dan telah berdirinya sebuah pemerintahan yang bertanggung jawab dan bertujuan damai sesuai dengan keinginan rakyat Jepang yang diungkapkan secara tidak terikat."

Satu-satunya pasal yang menyebut tentang "penyerahan tanpa syarat" dicantumkan pada kesudahan deklarasi:

  • "Kami mengimbau pemerintah Jepang untuk menyatakan sekarang juga kapitulasi tanpa syarat dari semua tingkatan bersenjata Jepang, dan untuk memperlihatkan jaminan yang cukup dan layak atas maksud berpihak kepada yang aci mereka terhadap hal tersebut. Pilihan lain untuk Jepang yaitu "penghancuran sepenuhnya dan segera."

Tidak disebutkan tentang Kaisar Hirohito apakah termasuk ke dalam salah satu dari tokoh yang "menyesatkan rakyat Jepang", atau juga seorang penjahat perang, bahkan sebaliknya anggota dari "pemerintah yang bertanggung jawab dan berkeinginan damai". Pasal "penghancuran sepenuhnya dan segera" kemungkinan yaitu peringatan terselubung soal kepemilikan bom atom oleh Amerika Serikat (yang telah dicobakan dengan sukses pada hari pertama konferensi).[72]

Reaksi Jepang

Pada 27 Juli, pemerintah Jepang menimbang-nimbang pokok isi kerangan menanggapi Deklarasi Potsdam. Empat tokoh militer dari Dewan Penasihat Militer bermaksud menolaknya, tapi Tōgō membujuk kabinet untuk tidak melakukannya hingga dia mendapat reaksi dari Uni Soviet. Dalam sebuah telegram, Duta Besar Jepang untuk Swiss Shunichi Kase berpendapat bahwa penyerahan tanpa syarat hanya berjalan untuk militer dan bukan untuk pemerintah atau rakyat, dan dia minta agar dimengerti bahwa pemilihan bahasa yang hati-hati dalam Deklarasi Potsdam sepertinya "telah mengalami pemikiran yang mendalam" dari pihak pemerintah-pemerintah yang menandatanganinya--"mereka kelihatannya telah bersusah payah berusaha menyelamatkan muka kita pada berbagai pasal-pasal."[73] Pada hari berikutnya, surat-surat kabar Jepang melaporkan bahwa Jepang telah menolak isi Deklarasi Potsdam yang sebelumnya telah disiarkan dan dijatuhkan sebagai selebaran udara di atas Jepang. Dalam usaha mengatasi persepsi publik, Perdana Menteri Suzuki bersua dengan pers, dan memberi pernyataan,

Saya menganggap Proklamasi Bersama sebagai pengulangan pulang Deklarasi di Konferensi Kairo. Mengenai hal tersebut, Pemerintah tidak menganggapnya memiliki nilai penting sama sekali. Salah satu hal yang dapat dilakukan yaitu mengabaikannya (mokusatsu). Kami tidak akan melakukan apa-apa kecuali menanggungnya hingga kesudahan untuk mendatangkan kesudahan perang yang sukses.[74]

Manfaat ucap mokusatsu yaitu mengabaikan atau tidak menanggapi.[74] Walaupun demikian, pernyataan Suzuki, terutama ucapan terakhir hanya menyisakan seberapa ruang untuk interpretasi yang salah. Pers Jepang dan pers luar negeri mengartikannya sebagai penolakan, dan tidak mempunyai pernyataan lebih lanjut yang disampaikan ke muka umum atau saluran diplomatik untuk mengubah kesalahpahaman ini.

Pada 30 Juli, Duta Besar Satō menulis bahwa Stalin kemungkinan sedang berkata dengan Sekutu Barat mengenai transaksinya dengan Jepang. Menurut Satō, "Tidak mempunyai alternatif selain penyerahan tanpa syarat dengan segera bila kita ingin mencegah partisipasi Rusia dalam perang."[75] Pada 2 Agustus, Tōgō menulis kepada Satō, "Sulit untuk Anda untuk mewujudkan hal itu ... terbatas waktu kita untuk berlanjut ke persiapan mengakhiri perang sebelum musuh mendarat di pulau-pulau utama Jepang, di lain pihak sulit untuk memutuskan syarat-syarat damai yang wujud di tanah air secara sekaligus."[76]

Hiroshima, Manchuria, dan Nagasaki

Hiroshima: 6 Agustus


Page 4

Meriah Jaya adalah salah satu gampong yang aci di kecamatan Timang Gajah, Kabupaten Bener Meriah, provinsi Aceh, Indonesia.


Sumber :
id.wikipedia.org, civitasbook.com (Ensiklopedia), ensiklopedia.pahlawan.web.id, wiki.edunitas.com, dan lain sebagainya.


Page 5

Meriah Jaya adalah salah satu gampong yang aci di kecamatan Timang Gajah, Kabupaten Bener Meriah, provinsi Aceh, Indonesia.


Sumber :
id.wikipedia.org, civitasbook.com (Ensiklopedia), ensiklopedia.pahlawan.web.id, wiki.edunitas.com, dan lain sebagainya.


Page 6

Meriah Jaya adalah salah satu gampong yang aci di kecamatan Timang Gajah, Kabupaten Bener Meriah, provinsi Aceh, Indonesia.


Sumber :
id.wikipedia.org, civitasbook.com (Ensiklopedia), ensiklopedia.pahlawan.web.id, wiki.edunitas.com, dan lain sebagainya.


Page 7

Meriah Jaya adalah salah satu gampong yang aci di kecamatan Timang Gajah, Kabupaten Bener Meriah, provinsi Aceh, Indonesia.


Sumber :
id.wikipedia.org, civitasbook.com (Ensiklopedia), ensiklopedia.pahlawan.web.id, wiki.edunitas.com, dan lain sebagainya.


Page 8

Menyerahnya Jepang pada bulan Agustus 1945 menandai kesudahan Pertempuran Dunia II. Tingkatan Laut Kekaisaran Jepang secara efektif sudah tidak berada sejak Agustus 1945, sementara invasi Sekutu ke Jepang hanya tinggal waktu. Walaupun keinginan untuk melawan hingga titik kesudahan dinyatakan secara terbuka, pemimpin Jepang dari Dewan Penasihat Militer Jepang secara pribadi memohon Uni Soviet untuk mempunyai peran sebagai mediator dalam perjanjian damai dengan syarat-syarat yang menguntungkan Jepang. Sementara itu, Uni Soviet juga berjaga-jaga untuk menyerang Jepang dalam usaha memenuhi janji kepada Amerika Serikat dan Inggris di Konferensi Yalta.

Pada 6 Agustus dan 9 Agustus, Amerika Serikat menjatuhkan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki. Pada 9 Agustus, Uni Soviet melancarkan penyerbuan mendadak ke koloni Jepang di Manchuria (Manchukuo) yang melanggar Pakta Netralitas Soviet–Jepang. Kaisar Hirohito campur tangan setelah terjadi dua peristiwa mengejutkan tersebut, dan memerintahkan Dewan Penasihat Militer untuk menerima syarat-syarat yang ditawarkan Sekutu dalam Deklarasi Potsdam. Setelah berlaku perundingan di pulang layar selagi beberapa hari, dan kudeta yang gagal, Kaisar Hirohito menyampaikan pidato radio di hadapan rakyat pada 15 Agustus 1945. Dalam pidato radio yang dikata Gyokuon-hōsō (Siaran Suara Kaisar), Hirohito membacakan Perintah Kekaisaran tentang kapitulasi, sekaligus mengumumkan kepada rakyat bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu.

Pendudukan Jepang oleh Komandan Tertinggi Sekutu dimulai pada 28 Agustus. Upacara kapitulasi diadakan pada 2 September 1945 di atas kapal tempur Amerika Serikat Missouri. Dokumen Kapitulasi Jepang yang ditandatangani hari itu oleh pejabat pemerintah Jepang secara resmi menghabisi Pertempuran Dunia II. Penduduk sipil dan anggota militer di negara-negara Sekutu merayakan Hari Kemenangan atas Jepang (V-J Day). Walaupun demikian, beberapa pos komando terpencil dan personel militer dari kesatuan di pelosok-pelosok Asia menolak untuk menyerah selagi berbulan-bulan bahkan hingga bertahun-tahun setelah Jepang menyerah. Sejak kapitulasi Jepang, sejarawan terus berargumen tentang etika penggunaan bom atom. Pertempuran selang Jepang dan Sekutu secara resmi habis ketika Perjanjian San Francisco mulai berlaku pada tanggal 28 April 1952. Empat tahun kemudian Jepang dan Uni Soviet menandatangani Deklarasi Bersama Soviet–Jepang 1956 yang secara resmi menghabisi pertempuran selang kedua negara tersebut.

Kekalahan Jepang

Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?

Pendaratan Sekutu di Area Pertempuran Operasi Samudra Pasifik, Agustus 1942 hingga Agustus 1945.

Pada tahun 1945, Jepang telah hampir dua tahun berturut-turut mengalami kekalahan berkepanjangan di Pasifik Barat Daya, kampanye militer Mariana, dan kampanye militer Filipina. Pada Juli 1944 setelah Saipan jatuh, Jenderal Hideki Tōjō diangkat sebagai perdana menteri oleh Jenderal Kuniaki Koiso yang membicarakan Filipina sebagai tempat pertempuran berikutnya yang menentukan.[1] Setelah Filipina jatuh, giliran Koiso yang diganti oleh Admiral Kantarō Suzuki. Pada paruh pertama tahun 1945, Sekutu berhasil merebut Iwo Jima dan Okinawa. Setelah diduduki Sekutu, Okinawa dijadikan daerah singgahan untuk menyerbu ke pulau-pulau utama di Jepang.[2] Setelah kekalahan Jerman, Uni Soviet diam-diam mulai mengerahkan kembali pasukan tempur Eropa-nya ke Timur Jauh, di samping sekitar empat puluh divisi yang telah ditaruh di sana sejak tahun 1941, sebagai penyeimbang kekuataan jutaan Tentara Kwantung.[3]

Operasi kapal-kapal selam Sekutu dan penyebaran ranjau di lolos pantai Jepang telah menghancurkan beberapa besar armada dagang Jepang. Sebagai negara dengan agak sumber daya dunia, Jepang bergantung kepada bahan mentah yang diimpor dari daratan Asia dan dari wilayah pendudukan Jepang di Hindia Belanda, terutama minyak bumi.[4] Penghancuran armada dagang Jepang, ditambah dengan pengeboman strategis kawasan industri di Jepang telah meruntuhkan ekonomi pertempuran Jepang. Produksi batu bara, besi, besi baja, karet, dan pasokan bahan mentah lainnya hanya tersedia dalam banyak kecil dibandingkan pasokan sebelum pertempuran.[5][6]

Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?

Kapal tempur Jepang Haruna karam di tempat bersandarnya di pangkalan tingkatan laut Kure pada peristiwa Pengeboman Kure 24 Juli 1945.

Sebagai dampak kerugian yang dialami, kemampuan Tingkatan Laut Kekaisaran Jepang secara efektif sudah berkesudahan. Setelah serangkaian pengeboman Sekutu di galangan kapal Jepang di Kure, Prefektur Hiroshima, kapal-kapal pertempuran Jepang yang tersisa hanyalah enam kapal induk, empat kapal penjelajah, dan satu kapal tempur. Namun, semua kapal tersebut tidak memiliki bahan bakar yang cukup. Walaupun masih berada 19 kapal perusak dan 38 kapal selam yang masih operasional, pengoperasian mereka menjadi terbatas dampak kekurangan bahan bakar.[7][8]

Persiapan pertahanan

Menghadapi kemungkinan penyerbuan Sekutu ke pulau-pulau utama Jepang, dimulai dari Kyushu, Jurnal Pertempuran Markas Besar Kekaisaran menyimpulkan,

Kita tidak bisa lagi memimpin pertempuran dengan berada agak pun harapan untuk menang. Satu-satunya jalan yang tersisa yaitu mengorbankan nyawa seratus juta rakyat Jepang sebagai bom hidup agar musuh kehilangan semangat berperang.[9]

Sebagai usaha darurat yang terbelakang untuk menghentikan gerak maju Sekutu, Komando Tertinggi Kekaisaran Jepang merencanakan pertahanan Kyushu secara habis-habisan. Usaha yang dinamakan dengan sandi Operasi Ketsu-Go [10] ini dimaksudkan sebagai perubahan strategi yang radikal. Berlainan dari sistem pertahanan berlapis seperti yang dipakai sewaktu menginvasi Peleliu, Iwo Jima, dan Okinawa, kali ini semuanya dipertaruhkan di pantai. Sebelum pasukan dan perlengkapan didaratkan transpor amfibi di pantai, mereka akan diserang oleh 3.000 pesawat kamikaze.[8]

Bila strategi ini tidak mengusir Sekutu, Jepang akan mengerahkan 3.500 pesawat kamikaze tambahan berikut 5.000 kapal bunuh diri Shin'yō disertai kapal-kapal perusak dan kapal-kapal selam yang masih tersisa--hingga kapal terbelakang yang operasional--untuk menghancurkan Sekutu. Bila Sekutu menang dalam pertempuran di pantai dan berhasil mendarat di Kyushu, hanya akan tersisa 3.000 pesawat untuk mempertahankan pulau-pulau Jepang yang lain. Walaupun demikian, Kyushu akan dipertahankan "hingga titik darah penghabisan".[8] Strategi membentuk pertahanan terbelakang di Kyushu didasarkan pada asumsi bahwa Uni Soviet akan tetap mempertahankan netralitas.[11]

Serangkaian gua digali dekat Nagano di Honshu. Gua-gua yang dikata Markas Besar Kekaisaran Bawah Tanah Matsushiro tersebut akan dijadikan Markas Tingkatan Darat pada saat terjadinya invasi Sekutu serta rumah perlindungan untuk Kaisar Jepang dan keluarganya.[12]

Dewan Penasihat Militer

Pengambilan keputusan pertempuran Jepang berpusat di Dewan Penasihat Militer yang beranggota enam pejabat tinggi: perdana menteri, menteri luar negeri, menteri tingkatan darat, menteri tingkatan laut, kepala staf umum tingkatan darat, dan kepala staf umum tingkatan laut.[13] Saat kabinet pemerintah Suzuki terbentu pada April 1945, keanggotaan dewan terdiri dari:

Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?

Kabinet Suzuki, Juni 1945

  • Perdana Menteri Admiral Kantarō Suzuki
  • Menteri Luar Negeri Shigenori Tōgō
  • Menteri Tingkatan Darat Jenderal Korechika Anami
  • Menteri Tingkatan Laut Admiral Mitsumasa Yonai
  • Kepala Staf Umum Tingkatan Darat Jenderal Yoshijirō Umezu
  • Kepala Staf Umum Tingkatan Laut Admiral Koshirō Oikawa (kemudian diganti oleh Admiral Soemu Toyoda)

Secara hukum, Tingkatan Darat dan Tingkatan Laut Kekaisaran Jepang memiliki hak untuk mencalonkan (atau menolak pencalonan) masing-masing menteri. Sebagai hasilnya, Jepang bisa menghindari pembentukan pemerintahan yang tidak diingini, atau terjadinya pengunduran diri yang bisa menjatuhkan pemerintah yang sedang berlaku.[14][15]

Kaisar Hirohito dan Pelindung Cap Pribadi Kaisar Kōichi Kido juga benar di beberapa pertemuan, setelah diminta Kaisar.[16] Seperti yang dilaporkan Iris Chang, "Jepang sengaja menghancurkan, menyembunyikan, atau memalsukan beberapa dari dokumen rahasia pertempuran mereka"[17][18]

Perbedaan gagasan di kalangan pemimpin Jepang

Kabinet Suzuki, dalam beragam anggota, lebih memilih meneruskan pertempuran. Untuk Jepang, kapitulasi hampir tidak terpikirkan. Dalam 2000 tahun sejarahnya, Jepang tidak pernah diinvasi bangsa asing atau kalah dalam pertempuran.[19] Hanya Menteri Tingkatan Laut Mitsumasa Yonai yang diketahui memiliki keinginan untuk menghabisi pertempuran.[20] Menurut sejarawan Richard B. Frank:

Walaupun Suzuki pastinya melihat perdamaian sebagai tujuan jangka panjang, ia tidak memiliki rencana untuk membentuknya dalam jangka waktu dekat atau dengan syarat-syarat yang bisa diterima Sekutu. Komentarnya dalam konferensi negarawan senior tidak memberikan tanda-tanda dirinya menginginkan habisnya pertempuran lebih awal ... ; Pilihan Suzuki untuk pos-pos kabinet yang paling penting, dengan pengecualian satu orang, bukanlah juga tokoh pendukung perdamaian.[21]

Seusai pertempuran, Perdana Menteri Suzuki dan pejabat lain dari pemerintahannya mengaku mereka secara rahasia merundingkan perdamaian, tapi secara terbuka tidak bisa mengumumkannya. Mereka mengutip ide Jepang tentang haragei (seni berkomunikasi dengan sikap dan kemampuan kepribadian dan bukan melintas kata-kata) untuk membenarkan ketidakselarasan selang tindakan di muka umum dan programa di pulang layar. Namun, beberapa sejarawan menolak interpretasi ini. Robert J. C. Butow menulis:

Sesuai argumen yang sangat ambigu, pembelaan soal haragei menimbulkan kecurigaan bahwa dalam masalah politik dan diplomasi, secara sadar menggantungkan diri pada seni menggertak mungkin bisa dianggap sebagai pengelabuan disengaja yang diperkirakan didasarkan keinginan mengadu domba untuk keuntungan sendiri. Walaupun keputusan ini tidak sesuai dengan kepribadian Admiral Suzuki yang banyak dipuji, pada realitanya dari saat ia diangkat sebagai perdana menteri hingga hari ia mengundurkan diri, tidak berada seorang pun yang bisa memastikan apa yang berikutnya akan dibicarakan atau dilakukan Suzuki.[22]

Pemimpin Jepang selalu menginginkan penyelesaian pertempuran dengan negosiasi. Perencanaan praperang mereka mengharapkan perluasan wilayah secara cepat, konsolidasi, konflik yang tidak terhindarkan dengan Amerika Serikat, dan penyelesaian pertempuran yang memungkinkan Jepang mempertahankan paling tidak beberapa wilayah baru yang telah mereka duduki.[23] Pada tahun 1945, pemimpin-pemimpin Jepang sepakat bahwa pertempuran tidak berlaku dengan lancar, tetapi mereka tidak sepakat mengenai cara-cara terbaik dalam bernegosiasi untuk menghabisi pertempuran. Kalangan pemimpin Jepang terbelah menjadi dua kubu. Faksi "damai" menginginkan inisiatif diplomatik dengan membujuk pemimpin Uni Soviet Joseph Stalin agar bertindak sebagai mediator penyelesaian pertempuran selang Jepang dan Amerika Serikat beserta sekutunya. Sebaliknya, faksi garis keras lebih memilih berperang dalam satu pertempuran terbelakang yang "menentukan" hingga jatuh korban begitu banyak di pihak Sekutu yang mengakibatkan mereka mau menawarkan syarat-syarat yang lebih lunak.[24] Kedua kubu terbentuk sesuai pengalaman Jepang dalam Pertempuran Rusia-Jepang empat puluh tahun sebelumnya. Dalam pertempuran tersebut terjadi serangkaian pertempuran yang memakan kerugian besar yang tidak menentukan pemenang, tetapi diakhiri oleh Pertempuran Tsushima yang dimenangkan Jepang.[25]

Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?

Admiral Kantarō Suzuki menjabat Perdana Menteri Jepang dalam bulan-bulan sebelum pertempuran habis.

Pada kesudahan Januari 1945, beberapa pejabat Jepang yang dekat dengan Kaisar mempertimbangkan syarat-syarat kapitulasi yang akan mengamankan kedudukan Kaisar Jepang. Proposal-proposal yang dikirim melintas saluran Amerika Serikat dan Inggris tersebut ditata oleh Jenderal Douglas MacArthur menjadi dokumen 40 halaman, dan kemudian, pada 2 Februari, dua hari sebelum Konferensi Yalta, diberikan kepada Presiden Franklin D. Roosevelt. Menurut laporan, dokumen tersebut ditolak oleh Roosevelt tidak pertimbangan apa pun. Semua proposal mencakup syarat bahwa kedudukan kaisar tetap dipertahankan, walaupun mungkin sebagai penguasa boneka. Namun pada saat itu, kebijakan Sekutu hanyalah menerima penyerahan tidak syarat.[26] Selain itu, proposal-proposal ini ditolak keras oleh pejabat pemerintahan Jepang yang berpengaruh, dan oleh sebab itu tidak bisa dibicarakan mewakili keinginan Jepang yang sebenarnya untuk menyerah pada waktu itu.[27]

Pada Februari 1945, Pangeran Fumimaro Konoe memberi Kaisar Hirohito sebuah memorandum yang menganalisis situasi dan menyampaikan kepada Hirohito bahwa bila pertempuran diteruskan, kekaisaran akan menghadapi revolusi internal yang lebih berbahaya daripada kalah dalam pertempuran.[28] Menurut buku harian Pengurus Rumah Tangga Kaisar Hisanori Fujita, Kaisar yang menunggu pertempuran menentukan (tennōzan) menjawab bahwa masih terlalu dini menawarkan perdamaian, "Kecuali kita membentuk satu lagi kemenangan militer."[29] Masih pada bulan Februari tahun yang sama, divisi perjanjian Jepang menulis tentang kebijakan Sekutu terhadap Jepang mengenai "penyerahan tidak syarat, pendudukan, perlucutan senjata, penghapuskan militerisme, reformasi demokrasi, hukuman untuk penjahat pertempuran, dan status kaisar."[30] Pelucutan senjata oleh Sekutu, penjatuhan hukuman untuk penjahat pertempuran Jepang, dan khususnya pendudukan dan penghapusan jabatan kaisar tidak diterima oleh pimpinan Jepang.[31][32]

Pada 5 April, Uni Soviet mengumumkan tidak akan memperbarui Pakta Netralitas Soviet-Jepang[33] yang ditandatangani tahun 1941 setelah terjadinya Peristiwa Nomonhan.[34] Pada Konferensi Yalta Februari 1945, negara-negara Barat yang tergabung dalam Sekutu telah menyepakati konsesi yang substansial dengan Soviet untuk menyimpankan janji dari Soviet untuk membicarakan pertempuran terhadap Jepang tidak lebih dari tiga bulan setelah Jerman menyerah. Walaupun secara hukum Pakta Netralitas tetap berlaku hingga setahun setelah Uni Soviet membatalkannya (hingga 5 April 1946), pembatalan sepihak ini secara jelas tetapi terselubung menunjukkan niat pertempuran Uni Soviet.[35] Menteri Luar Negeri Rusia Vyacheslav Molotov, di Moskow, dan Yakov Malik, duta besar Soviet di Tokyo, sungguh-sungguh mencoba meyakinkan Jepang bahwa "masa berlaku Pakta tersebut belum berakhir".[36]

Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?

Menteri Luar Negeri Shigenori Tōgō

Pada serangkaian rapat tingkat tinggi pada bulan Mei 1965, keenam anggota Dewan Penasihat Militer dengan serius membahas metode menghabisi pertempuran. Namun tidak seorang pun dari mereka setuju dengan syarat-syarat yang diajukan Sekutu. Ingat siapa pun yang secara terbuka mendukung kapitulasi Jepang terancam bahaya pembunuhan oleh perwira tingkatan darat yang sangat setia, rapat-rapat tersebut tertutup untuk siapa pun kecuali keenam anggota Dewan Penasihat Militer, Kaisar, dan pelindung cap pribadi kaisar. Tidak berada perwira eselon dua atau eselon tiga yang diizinkan benar.[37] Pada rapat-rapat tersebut, hanya Menteri Luar Negeri Tōgō yang menyadari kemungkinan sekutu negara-negara Barat sudah membentuk konsesi dengan Soviet untuk mengajak mereka berperang melawan Jepang.[38] Sebagai hasil rapat-rapat tersebut, Tōgō diberi wewenang untuk mendekati Uni Soviet, meminta mereka untuk tetap mempertahankan netralitas, atau lebih fantastis lagi, mau membentuk aliansi.[39]

Sejalan dengan tradisi pemerintahan baru mengumumkan tujuan-tujuan mereka, setelah rapat bulan Mei habis, staf Tingkatan Darat mengeluarkan dokumen berjudul "Kebijakan Fundamental untuk Diikuti Selanjutnya dalam Melaksanakan Perang" yang membicarakan rakyat Jepang akan berjuang hingga punah daripada menyerah. Kebijakan ini diadopsi oleh Dewan Penasihat Militer pada 6 Juni (Tōgō menentangnya, sementara kelima anggota lain mendukung).[40] Dokumen-dokumen yang diajukan Suzuki pada pertemuan yang sama menyarankan bahwa dalam usaha awal diplomatik dengan Uni Soviet, Jepang mengambil pendekatan sebagai berikut:

Rusia harus diberi tahu dengan jelas bahwa kemenangannya atas Jerman yaitu berkat Jepang, karena kita tetap netral, dan Soviet akan diuntungkan bila membantu Jepang mempertahankan jabatannya di dunia internasional, karena musuh mereka di masa hadapan yaitu Amerika Serikat.[41]

Pada 9 Juni, orang kepercayaan kaisar Kōichi Kido menulis "Rancangan Rencana Pengendalian Situasi Krisis" yang memperingatkan bahwa pada kesudahan tahun kemampuan Jepang untuk melakukan pertempuran modern akan berkesudahan dan pemerintah akan tidak mampu mengendalikan kerusuhan sipil. "... Kita tidak tahu pasti apakah kita akan bernasib sama seperti Jerman dan terjatuh dalam keadaan yang sulit hingga kita tidak bisa mencapai tujuan tertinggi mengamankan Rumah Tangga Kekaisaran dan mempertahankan kelola negara nasional."[42] Kido mengusulkan Kaisar sendiri ikut ambil anggota, dengan menawarkan untuk menghabisi pertempuran dengan "syarat-syarat yang sangat murah hati". Kido mengusulkan Jepang melepaskan wilayah jajahan Eropa, asalkan mereka diberi kemerdekaan, dan negara kita dilucuti, serta untuk sementara harus "puas dengan pertahanan minimum". Berbekal penugasan Kaisar, Kido mendekati beberapa anggota Dewan Penasihat Militer. Tōgō sangat mendukung. Suzuki dan Menteri Tingkatan Laut Admiral Mitsumasa Yonai keduanya sangat berhati-hati mendukung; masing-masing bertanya dalam hati, apa yang dipikirkan satu sama lain. Menteri Tingkatan Darat Jenderal Korechika Anami bersikap ambivalen, bersikeras diplomasi harus menunggu "hingga Amerika Serikat menderita kerugian besar" dalam Operasi Ketsu-Go.[43]

Pada bulan Juni 1845, Kaisar sudah kehilangan kepercayaan terhadap kesempatan mencapai kemenangan militer. Jepang sudah kalah dalam Pertempuran Okinawa. Kaisar juga sudah mendapat kabar tentang kelemahan tingkatan darat di Cina, begitu pula soal tingkatan laut dan tingkatan darat yang mempertahankan pulau-pulau utama Jepang. Kaisar menerima laporan dari Pangeran Higashikuni; darinya Kaisar mengambil kesimpulan bahwa "bukan saja pertahanan lolos pantai, divisi yang tersedia untuk diterjunkan di pertempuran yang menentukan juga tidak memiliki banyak senjata yang memadai."[44] Menurut Kaisar:

Kita sudah diberi tahu besi asal bom yang dijatuhkan musuh sudah digunakan untuk membentuk sekop. Hal ini artiannya kita tidak berada dalam jabatan melanjutkan pertempuran.[44]

Pada 22 Juni, kaisar memanggil keenam anggota Dewan Penasihat Militer untuk rapat. Tidak seperti pada umumnya, Kaisar membuka pembicaraan: "Kita menginginkan rencana konkrit untuk menghabisi pertempuran, tidak dirintangi kebijakan yang berada, akan dipelajari dengan cepat dan usaha-usaha dilakukan untuk mengimplementasikannya."[45] Pertemuan menyetujui untuk mengundang pertolongan Soviet dalam menghabisi pertempuran. Negara-negara netral lain seperti Swiss, Swedia, dan Vatikan dikenal berniat memainkan peranan dalam menciptakan perdamaian, tapi mereka terlalu kecil hingga mereka tidak bisa melakukan lebih dari sekadar menyampaikan syarat-syarat kapitulasi Sekutu serta penerimaan atau penolakan dari Jepang. Uni Soviet diharapkan bisa dibujuk untuk bertindak sebagai agen Jepang dalam bernegosiasi dengan Sekutu Barat.[46]

Usaha berurusan dengan Uni Soviet

Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?

Naotake Satō

Pada 30 Juni, Tōgō memerintahkan Duta Besar Jepang untuk Moskwa Naotake Satō untuk berusaha menciptakan "hubungan persahabatan yang erat dan tidak berkesudahan." Satō bermaksud membicarakan status Manchuria dan "masalah apa saja yang akan diangkat Rusia."[47] Satō habis berjumpa dengan Menteri Luar Negeri Soviet Vyacheslav Molotov pada 11 Juli, namun pertemuan tidak menghasilkan apa-apa. Pada 12 Juli, Tōgō memerintahkan Satō untuk menyampaikan kepada Soviet bahwa,

Yang Mulia Kaisar mempertimbangkan fakta bahwa pertempuran yang sekarang dari hari ke hari membawa kemalangan dan pengorbanan untuk rakyat dari semua pihak-pihak yang berperang, keinginan dari dalam hati agar bisa segera dibubarkan. Namun selagi Inggris dan Amerika Serikat bersikeras soal penyerahan tidak syarat, Kekaisaran Jepang tidak punya pilihan lain kecuali berperang dengan segenap tenaga untuk kehormatan dan keberlangsungan tanah air.[48]

Kaisar mengusulkan untuk mengirim Pangeran Konoe sebagai Utusan Luar Biasa, walaupun ia tidak bisa tiba di Moskwa sebelum dimulainya Konferensi Potsdam.

Satō memberi tahu Tōgō bahwa dalam realita, Jepang hanya bisa mengharapkan "penyerahan tidak syarat atau syarat-syarat yang hampir setara ke situ". Lebih jauh lagi Satō membicarakan bahwa pesan-pesan Tōgō "tidak jelas soal pandangan pemerintah dan militer dalam hal penghentian perang," serta mempertanyakan apakah inisiatif Tōgō didukung oleh unsur-unsur kunci dalam struktur kekuasaan Jepang.[49]

Pada 17 Juli, Tōgō menjawab,

Walaupun para penguasa, dan juga pemerintah yakin bahwa kemampuan pertempuran kita masih bisa menimbulkan pukulan artiannya terhadap musuh, kita tidak bisa merasakan kedamaian hati yang betul-betul pasti. ... Namun, mohon betul-betul diingat, bahwa kita tidak meminta mediasi Rusia untuk hal-hal seperti penyerahan tidak syarat.[50]

Dalam jawabannya, Satō memperjelas,

Sudah barang tentu dalam pesan saya sebelumnya menyebut penyerahan tidak syarat atau syarat-syarat yang hampir setara, saya membentuk pengecualian soal mempertahankan [Rumah Tangga Kekaisaran].[51]

Pada 21 Juli, bercakap atas nama kabinet, Tōgō mengulangi,

Mengenai soal penyerahan tidak syarat kita tidak bisa menyetujuinya sesuai keadaan bagaimana pun. ... Dalam usaha menghindari keadaan seperti itu kita sedang mencari damai, ... melintas jasa berpihak kepada yang benar Rusia. ... Ditinjau dari sudut pandang dalam negeri dan luar negeri, membentuk pernyataan segera tentang syarat-syarat terbatas yaitu merugikan dan tidak mungkin.[52]

Ahli kriptografi Amerika Serikat yang bergabung dalam Proyek Magic telah memecahkan beberapa besar sandi Jepang, terhitung kode Purple yang dipakai oleh kantor-kantor perwakilan Jepang untuk menyandikan koresponden diplomatik. Sebagai dampaknya, pesan selang Tokyo dan kedutaan-kedutaan Jepang bocor ke pemimpin Sekutu hampir sama cepatnya dengan penerima di alamat tujuan.[53]

Maksud-maksud Soviet

Urusan keamanan mendominasi keputusan Soviet soal Timur Jauh.[54] Di selang keinginan yang paling utama yaitu memperoleh akses tidak terbatas ke Samudra Pasifik. Kawasan lolos pantai Soviet di Pasifik yang bebas sama sekali es setahu tahun, khususnya Vladivostok, bisa diblokade melintas udara dan laut dari Sakhalin dan Kepulauan Kuril. Bila keduanya didapatkan artiannya Rusia memperoleh akses bebas sama sekali ke Selat Soya yang memang menjadi sasaran utama.[55][56] Sasaran kedua yaitu perjanjian kontrak Jalur Kereta Api Timur Jauh Cina, Jalur Kereta Api Manchuria Selatan, Dairen, dan Lushun.[57]

Untuk mencapai tujuannya, Stalin and Molotov dengan semangat bernegosiasi dengan Jepang, memberikan Jepang harapan palsu akan perdamaian dengan Uni Soviet sebagai mediator.[58] Pada saat yang bersamaan, dalam transaksi Soviet dengan Amerika Serikat dan Inggris, Soviet bersikeras untuk secara ketat menaati Deklarasi Kairo, ditegaskan kembali di Konferensi Yalta bahwa Sekutu tidak akan menerima perdamaian bersyarat atau perdamaian sendiri-sendiri dengan Jepang. Kepada semua negara-negara Sekutu, Jepang harus menyerah tidak syarat. Untuk memperpanjang pertempuran, Uni Soviet menentang semua upaya yang dilakukan untuk memperlunak syarat-syarat kapitulasi.[58] Bila pertempuran tidak segera habis, Uni Soviet masih punya cukup waktu untuk memindahkan pasukan-pasukan mereka ke area pertempuran Pasifik, untuk selanjutnya merebut Sakhalin, Kepulauan Kuril, dan kemungkinan Hokkaido[59] (invasi dimulai dengan pendaratan di Rumoi, Hokkaido).[60]

Proyek Manhattan

Pada 1939, Albert Einstein dan Leó Szilárd menulis sepucuk surat kepada Presiden Roosevelt yang mendesaknya untuk mendanai penelitian dan pengembangan bom atom. Roosevelt setuju dan hasilnya yaitu proyek riset sangat rahasia yang dikata Proyek Manhattan. Proyek ini dipimpin Jenderal Leslie Groves dengan J. Robert Oppenheimer sebagai direktur pengarah anggota ilmiah. Bom atom pertama dengan berhasil diledakkan dalam percobaan Trinity 16 Juli 1945.

Sementara proyek hampir habis, pemimpin pertempuran Amerika mulai mempertimbangkan untuk menggunakan bom atom terhadap Jepang. Groves membentuk komite pencari sasaran yang berjumpa pada bulan April dan Mei 1945. Komite ini mengatur daftar sasaran bom atom. Mereka memilih 18 kota-kota di Jepang. Datang dalam daftar di urutan paling atas yaitu Kyoto, Hiroshima,[61] Yokohama, Kokura, dan Niigata.[62][63] Pada habis Kyoto dihapus dari daftar atas desakan Menteri Pertempuran Henry L. Stimson yang pernah mengunjungi Kyoto sewaktu bulan madu, dan mengetahui kota ini sangat penting dalam anggota hukum budaya dan sejarah.[64]

Pada bulan Mei, Harry S. Truman diangkat sebagai Presiden Amerika Serikat yang baru setelah Franklin Roosevelt wafat pada 16 April 1945. Truman menyetujui pembentukan komite Interim, sebuah kelompok penasihat yang melapor mengenai bom atom.[63] Komite Interim terdiri dari George L. Harrison, Vannevar Bush, James Bryant Conant, Karl Taylor Compton, William L. Clayton, dan Ralph Austin Bard, serta dibantu dewan penasihat yang terdiri dari ilmuwan Oppenheimer, Enrico Fermi, Ernest Lawrence, dan Arthur Compton. Dalam laporan tanggal 1 Juni 1945, komite berkesimpulan bom atom harus digunakan secepat mungkin terhadap instalasi-instalasi pertempuran berikut rumah-rumah pekerja di sekelilingnya, dan tidak perlu memberi teguran memperingatkan atau peragaan sebelumnya.[65]

Mandat yang diberikan kepada komite tidak terhitung penggunaan bom atom, walaupun penggunaannya sudah diperkirakan bila sudah habis.[66] Komite mengkaji kembali penggunaan bom atom setelah berada protes dalam bentuk Laporan Franck dari ilmuwan Proyek Manhattan. Pada rapat 21 Juni, komite menegaskan kembali bahwa tidak berada alternatif lain selain menggunakan bom atom.[67]

Acara-acara di Potsdam

Pemimpin kemampuan utama Sekutu berjumpa dalam Konferensi Potsdam 16 Juli-2 Agustus 1945. Uni Soviet, Kerajaan Bersatu, dan Amerika Serikat, masing-masing diganti oleh Stalin, Winston Churchill (kemudian Clement Attlee), dan Truman.

Negosiasi

Pertempuran melawan Jepang merupakan salah satu dari beragam isu yang dibicarakan di Potsdam. Truman mendapat berita tentang berhasilnya percobaan Trinity pada awal konferensi, dan menyampaikan informasi tersebut ke delegasi Inggris. Kesuksesan percobaan bom atom menyebabkan delegasi Amerika Serikat mempertimbangkan kembali mengenai perlunya partisipasi Soviet (seperti dijanjikan di Yalta).[68] Prioritas teratas Sekutu yaitu mempersingkat pertempuran dan menurunkan korban di pihak Amerika Serikat. Kedua hal tersebut mungkin bisa dibantu dengan beradanya campur tangan Uni Soviet, namun kemungkinan harus dibayar dengan membolehkan Soviet mencaplok wilayah-wilayah di luar wilayah yang dijanjikan untuk mereka di Yalta, dan mungkin Jepang akan terbagi dua seperti Jerman.[69]

Dalam kesepakatan dengan Stalin, Truman memutuskan untuk memberikan pemimpin Soviet kabar tentang keberadaan senjata baru yang kuat tidak memberitahukan rinciannya. Namun, Sekutu lainnya tidak menyadari bahwa intelijen Soviet telah menyusup dalam Proyek Manhattan pada tahap awal, sehingga ketika Stalin mengetahui keberadaan bom atom, ia tidak terkesan dengan potensinya.[70]

Deklarasi Potsdam

Pemimpin negara-negara utama Sekutu memutuskan untuk mengeluarkan pernyataan yang dikata Deklarasi Potsdam yang menetapkan "penyerahan tidak syarat" dan memperjelas artian kapitulasi Jepang untuk kedudukan kaisar dan untuk Hirohito secara pribadi. Pemerintah Amerika Serikat dan Inggris saling bertentangan mengenai butir terbelakang. Amerika Serikat ingin menghapus jabatan kaisar dan kemungkinan mengadilinya sebagai penjahat pertempuran. Sebaliknya, Inggris ingin mempertahankan jabatan kaisar, mungkin dengan Hirohito yang tetap bertahta. Pernyataan-pernyataan dalam rancangan Deklarasi Potsdam mengalami beragam revisi sebelum versi yang diterima kedua belah pihak habis.[71]

Pada 26 Juli 1945, Amerika Serikat, Inggris, dan Cina merilis Deklarasi Potsdam yang mengandung syarat-syarat kapitulasi Jepang dengan teguran memperingatkan, "Kita tidak akan menyimpang dari ketentuan-ketentuan ini. Tidak berada alternatif. Kita tidak membolehkan beradanya penundaan." Untuk Jepang, deklarasi menetapkan syarat-syarat sebagai berikut:

  • Penghapusan "selama-lamanya dari kekuasaan dan pengaruh tokoh-tokoh yang telah menipu dan menyesatkan rakyat Jepang ke arah dimulainya penaklukan dunia"
  • Pendudukan "titik-titik dalam wilayah Jepang yang akan dipilihkan oleh Sekutu"
  • "Kedaulatan Jepang akan dibatasi pada pulau-pulau Honshu, Hokkaido, Kyushu, dan Shikoku, serta pulau-pulau kecil seperti yang kita tetapkan." Seperti telah diumumkan dalam Deklarasi Kairo 1943, wilayah-wilayah Jepang akan disita hingga wilayah sebelum pertempuran, terhitung Korea dan Taiwan, begitu pula wilayah-wilayah jajahannya baru-baru ini.
  • "Kemampuan militer Jepang harus sepenuhnya dilucuti"
  • "Keadilan yang keras harus dijatuhkan kepada semua penjahat pertempuran, terhitung semua yang telah melakukan kekejaman terhadap orang kita yang ditawan".

Di lain pihak, deklarasi menegaskan bahwa:

  • "Kita tidak bermaksud memperbudak Jepang sebagai suatu ras atau menghancurkannya sebagai suatu bangsa, ... Pemerintah Jepang harus menghapus semua penghalang untuk kebangkitan dan makin menguatnya kecenderungan demokrasi di selang rakyat Jepang. Kebebasan bercakap, beragama, dan berpikir, begitu pula peghormatan untuk hak asasi manusia yang fundamental harus ditegakkan."
  • "Jepang harus dibolehkan memiliki industri-industri yang akan menunjang ekonomi dan memungkinkan untuk membayar tuntutan pampasan yang serupa dan tidak sewenang-wenang, ... Partisipasi Jepang dalam hubungan dagang internasional harus dibolehkan."
  • "Kesatuan pendudukan Sekutu akan ditarik dari Jepang segera setelah tujuan-tujuan tersebut dicapai dan telah berdirinya sebuah pemerintahan yang bertanggung jawab dan mempunyai tujuan damai sesuai dengan keinginan rakyat Jepang yang diungkapkan secara bebas sama sekali."

Satu-satunya pasal yang menyebut tentang "penyerahan tidak syarat" dicantumkan pada kesudahan deklarasi:

  • "Kita mengimbau pemerintah Jepang untuk membicarakan sekarang juga kapitulasi tidak syarat dari semua tingkatan bersenjata Jepang, dan untuk menunjukkan jaminan yang cukup dan layak atas maksud berpihak kepada yang benar mereka terhadap hal tersebut. Pilihan lain untuk Jepang yaitu "penghancuran sepenuhnya dan segera."

Tidak disebutkan tentang Kaisar Hirohito apakah terhitung ke dalam salah satu dari tokoh yang "menyesatkan rakyat Jepang", atau juga seorang penjahat pertempuran, bahkan sebaliknya anggota dari "pemerintah yang bertanggung jawab dan berkeinginan damai". Pasal "penghancuran sepenuhnya dan segera" kemungkinan yaitu teguran memperingatkan terselubung soal kepemilikan bom atom oleh Amerika Serikat (yang telah dicobakan dengan berhasil pada hari pertama konferensi).[72]

Reaksi Jepang

Pada 27 Juli, pemerintah Jepang menimbang-nimbang metode menanggapi Deklarasi Potsdam. Empat tokoh militer dari Dewan Penasihat Militer bermaksud menolaknya, tapi Tōgō membujuk kabinet untuk tidak melakukannya hingga ia mendapat reaksi dari Uni Soviet. Dalam sebuah telegram, Duta Besar Jepang untuk Swiss Shunichi Kase berpendapat bahwa penyerahan tidak syarat hanya berlaku untuk militer dan bukan untuk pemerintah atau rakyat, dan ia minta agar dimengerti bahwa pemilihan bahasa yang hati-hati dalam Deklarasi Potsdam sepertinya "telah mengalami pemikiran yang mendalam" dari pihak pemerintah-pemerintah yang menandatanganinya--"mereka kelihatannya telah bersusah payah berusaha menyelamatkan muka kita pada beragam pasal-pasal."[73] Pada hari berikutnya, surat-surat kabar Jepang melaporkan bahwa Jepang telah menolak inti Deklarasi Potsdam yang sebelumnya telah disiarkan dan dijatuhkan sebagai selebaran udara di atas Jepang. Dalam usaha mengatasi persepsi publik, Perdana Menteri Suzuki berjumpa dengan pers, dan memberi pernyataan,

Saya menganggap Proklamasi Bersama sebagai pengulangan kembali Deklarasi di Konferensi Kairo. Mengenai hal tersebut, Pemerintah tidak menganggapnya memiliki nilai penting sama sekali. Salah satu hal yang bisa dilakukan yaitu mengabaikannya (mokusatsu). Kita tidak akan melakukan apa-apa kecuali menanggungnya hingga kesudahan untuk mendatangkan kesudahan pertempuran yang berhasil.[74]

Artian akap mokusatsu yaitu mengabaikan atau tidak menanggapi.[74] Walaupun demikian, pernyataan Suzuki, terutama perkataan terbelakang hanya menyisakan agak ruang untuk interpretasi yang salah. Pers Jepang dan pers luar negeri menafsirkannya sebagai penolakan, dan tidak berada pernyataan lebih lanjut yang disampaikan ke muka umum atau saluran diplomatik untuk mengubah kesalahpahaman ini.

Pada 30 Juli, Duta Besar Satō menulis bahwa Stalin kemungkinan sedang bercakap dengan Sekutu Barat mengenai transaksinya dengan Jepang. Menurut Satō, "Tidak berada alternatif selain penyerahan tidak syarat dengan segera bila kita ingin mencegah partisipasi Rusia dalam pertempuran."[75] Pada 2 Agustus, Tōgō menulis kepada Satō, "Sulit untuk Anda untuk membentuk hal itu ... terbatas waktu kita untuk berlanjut ke persiapan menghabisi pertempuran sebelum musuh mendarat di pulau-pulau utama Jepang, di lain pihak sulit untuk memutuskan syarat-syarat damai yang wujud di tanah air secara sekaligus."[76]

Hiroshima, Manchuria, dan Nagasaki

Hiroshima: 6 Agustus


Page 9

Menyerahnya Jepang pada bulan Agustus 1945 menandai kesudahan Pertempuran Dunia II. Tingkatan Laut Kekaisaran Jepang secara efektif sudah tidak berada sejak Agustus 1945, sementara invasi Sekutu ke Jepang hanya tinggal waktu. Walaupun keinginan untuk melawan hingga titik kesudahan dinyatakan secara terbuka, pemimpin Jepang dari Dewan Penasihat Militer Jepang secara pribadi memohon Uni Soviet untuk mempunyai peran sebagai mediator dalam perjanjian damai dengan syarat-syarat yang menguntungkan Jepang. Sementara itu, Uni Soviet juga bersiap-siap untuk menyerang Jepang dalam usaha memenuhi janji kepada Amerika Serikat dan Inggris di Konferensi Yalta.

Pada 6 Agustus dan 9 Agustus, Amerika Serikat menjatuhkan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki. Pada 9 Agustus, Uni Soviet melancarkan penyerbuan mendadak ke koloni Jepang di Manchuria (Manchukuo) yang melanggar Pakta Netralitas Soviet–Jepang. Kaisar Hirohito campur tangan setelah terjadi dua peristiwa mengejutkan tersebut, dan memerintahkan Dewan Penasihat Militer untuk menerima syarat-syarat yang ditawarkan Sekutu dalam Deklarasi Potsdam. Setelah berlaku perundingan di pulang layar selama beberapa hari, dan kudeta yang gagal, Kaisar Hirohito menyampaikan pidato radio di hadapan rakyat pada 15 Agustus 1945. Dalam pidato radio yang disebut Gyokuon-hōsō (Siaran Suara Kaisar), Hirohito membacakan Perintah Kekaisaran tentang kapitulasi, sekaligus mengumumkan kepada rakyat bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu.

Pendudukan Jepang oleh Komandan Tertinggi Sekutu dimulai pada 28 Agustus. Upacara kapitulasi diadakan pada 2 September 1945 di atas kapal tempur Amerika Serikat Missouri. Dokumen Kapitulasi Jepang yang ditandatangani hari itu oleh pejabat pemerintah Jepang secara resmi mengakhiri Pertempuran Dunia II. Penduduk sipil dan anggota militer di negara-negara Sekutu merayakan Hari Kemenangan atas Jepang (V-J Day). Walaupun demikian, beberapa pos komando terpencil dan personel militer dari kesatuan di pelosok-pelosok Asia menolak untuk menyerah selama berbulan-bulan bahkan hingga bertahun-tahun setelah Jepang menyerah. Sejak kapitulasi Jepang, sejarawan terus berargumen tentang etika penggunaan bom atom. Pertempuran selang Jepang dan Sekutu secara resmi bubar ketika Perjanjian San Francisco mulai berlaku pada tanggal 28 April 1952. Empat tahun kemudian Jepang dan Uni Soviet menandatangani Deklarasi Bersama Soviet–Jepang 1956 yang secara resmi mengakhiri pertempuran selang kedua negara tersebut.

Kekalahan Jepang

Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?

Pendaratan Sekutu di Area Pertempuran Operasi Samudra Pasifik, Agustus 1942 hingga Agustus 1945.

Pada tahun 1945, Jepang telah hampir dua tahun berturut-turut mengalami kekalahan berkepanjangan di Pasifik Barat Daya, kampanye militer Mariana, dan kampanye militer Filipina. Pada Juli 1944 setelah Saipan jatuh, Jenderal Hideki Tōjō diangkat sebagai perdana menteri oleh Jenderal Kuniaki Koiso yang mengatakan Filipina sebagai tempat pertempuran berikutnya yang menentukan.[1] Setelah Filipina jatuh, giliran Koiso yang diganti oleh Admiral Kantarō Suzuki. Pada paruh pertama tahun 1945, Sekutu berhasil merebut Iwo Jima dan Okinawa. Setelah diduduki Sekutu, Okinawa dijadikan daerah singgahan untuk menyerbu ke pulau-pulau utama di Jepang.[2] Setelah kekalahan Jerman, Uni Soviet diam-diam mulai mengerahkan kembali pasukan tempur Eropa-nya ke Timur Jauh, di samping sekitar empat puluh divisi yang telah ditaruh di sana sejak tahun 1941, sebagai penyeimbang kekuataan jutaan Tentara Kwantung.[3]

Operasi kapal-kapal selam Sekutu dan penyebaran ranjau di bebas pantai Jepang telah menghancurkan beberapa besar armada dagang Jepang. Sebagai negara dengan sedikit sumber daya dunia, Jepang bergantung kepada bahan mentah yang diimpor dari daratan Asia dan dari wilayah pendudukan Jepang di Hindia Belanda, terutama minyak bumi.[4] Penghancuran armada dagang Jepang, ditambah dengan pengeboman strategis kawasan industri di Jepang telah meruntuhkan ekonomi pertempuran Jepang. Produksi batu bara, besi, besi baja, karet, dan pasokan bahan mentah lainnya hanya tersedia dalam banyak kecil dibandingkan pasokan sebelum pertempuran.[5][6]

Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?

Kapal tempur Jepang Haruna karam di tempat bersandarnya di pangkalan tingkatan laut Kure pada peristiwa Pengeboman Kure 24 Juli 1945.

Sebagai dampak kerugian yang dialami, kemampuan Tingkatan Laut Kekaisaran Jepang secara efektif sudah berkesudahan. Setelah serangkaian pengeboman Sekutu di galangan kapal Jepang di Kure, Prefektur Hiroshima, kapal-kapal pertempuran Jepang yang tersisa hanyalah enam kapal induk, empat kapal penjelajah, dan satu kapal tempur. Namun, semua kapal tersebut tidak memiliki bahan bakar yang cukup. Walaupun masih berada 19 kapal perusak dan 38 kapal selam yang masih operasional, pengoperasian mereka menjadi terbatas dampak kekurangan bahan bakar.[7][8]

Persiapan pertahanan

Menghadapi kemungkinan penyerbuan Sekutu ke pulau-pulau utama Jepang, dimulai dari Kyushu, Jurnal Pertempuran Markas Besar Kekaisaran menyimpulkan,

Kami tidak bisa lagi memimpin pertempuran dengan berada sedikit pun harapan untuk menang. Satu-satunya jalan yang tersisa yaitu mengorbankan nyawa seratus juta rakyat Jepang sebagai bom hidup agar musuh kehilangan semangat bertempur.[9]

Sebagai usaha darurat yang terakhir untuk menghentikan gerak maju Sekutu, Komando Tertinggi Kekaisaran Jepang merencanakan pertahanan Kyushu secara habis-habisan. Usaha yang dinamakan dengan sandi Operasi Ketsu-Go [10] ini dimaksudkan sebagai perubahan strategi yang radikal. Berlainan dari sistem pertahanan berlapis seperti yang dipakai sewaktu menginvasi Peleliu, Iwo Jima, dan Okinawa, kali ini semuanya dipertaruhkan di pantai. Sebelum pasukan dan perlengkapan didaratkan transpor amfibi di pantai, mereka akan diserang oleh 3.000 pesawat kamikaze.[8]

Bila strategi ini tidak mengusir Sekutu, Jepang akan mengerahkan 3.500 pesawat kamikaze tambahan berikut 5.000 kapal bunuh diri Shin'yō disertai kapal-kapal perusak dan kapal-kapal selam yang masih tersisa--hingga kapal terakhir yang operasional--untuk menghancurkan Sekutu. Bila Sekutu menang dalam pertempuran di pantai dan berhasil mendarat di Kyushu, hanya akan tersisa 3.000 pesawat untuk mempertahankan pulau-pulau Jepang yang lain. Walaupun demikian, Kyushu akan dipertahankan "hingga titik darah penghabisan".[8] Strategi membuat pertahanan terakhir di Kyushu didasarkan pada asumsi bahwa Uni Soviet akan tetap mempertahankan netralitas.[11]

Serangkaian gua digali dekat Nagano di Honshu. Gua-gua yang disebut Markas Besar Kekaisaran Bawah Tanah Matsushiro tersebut akan dijadikan Markas Tingkatan Darat pada saat terjadinya invasi Sekutu serta rumah perlindungan untuk Kaisar Jepang dan keluarganya.[12]

Dewan Penasihat Militer

Pengambilan keputusan pertempuran Jepang berpusat di Dewan Penasihat Militer yang beranggota enam pejabat tinggi: perdana menteri, menteri luar negeri, menteri tingkatan darat, menteri tingkatan laut, kepala staf umum tingkatan darat, dan kepala staf umum tingkatan laut.[13] Saat kabinet pemerintah Suzuki terbentu pada April 1945, keanggotaan dewan terdiri dari:

Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?

Kabinet Suzuki, Juni 1945

  • Perdana Menteri Admiral Kantarō Suzuki
  • Menteri Luar Negeri Shigenori Tōgō
  • Menteri Tingkatan Darat Jenderal Korechika Anami
  • Menteri Tingkatan Laut Admiral Mitsumasa Yonai
  • Kepala Staf Umum Tingkatan Darat Jenderal Yoshijirō Umezu
  • Kepala Staf Umum Tingkatan Laut Admiral Koshirō Oikawa (kemudian diganti oleh Admiral Soemu Toyoda)

Secara hukum, Tingkatan Darat dan Tingkatan Laut Kekaisaran Jepang memiliki hak untuk mencalonkan (atau menolak pencalonan) masing-masing menteri. Sebagai hasilnya, Jepang bisa menghindari pembentukan pemerintahan yang tidak diingini, atau terjadinya pengunduran diri yang bisa menjatuhkan pemerintah yang sedang berlaku.[14][15]

Kaisar Hirohito dan Penjaga Cap Pribadi Kaisar Kōichi Kido juga benar di beberapa pertemuan, setelah diminta Kaisar.[16] Seperti yang dilaporkan Iris Chang, "Jepang sengaja menghancurkan, menyembunyikan, atau memalsukan beberapa dari dokumen rahasia pertempuran mereka"[17][18]

Perbedaan gagasan di kalangan pemimpin Jepang

Kabinet Suzuki, dalam beragam anggota, lebih memilih meneruskan pertempuran. Untuk Jepang, kapitulasi hampir tidak terpikirkan. Dalam 2000 tahun sejarahnya, Jepang tidak pernah diinvasi bangsa asing atau kalah dalam pertempuran.[19] Hanya Menteri Tingkatan Laut Mitsumasa Yonai yang diketahui memiliki keinginan untuk mengakhiri pertempuran.[20] Menurut sejarawan Richard B. Frank:

Walaupun Suzuki pastinya melihat perdamaian sebagai tujuan jangka panjang, ia tidak memiliki rencana untuk mewujudkannya dalam jangka waktu dekat atau dengan syarat-syarat yang bisa diterima Sekutu. Komentarnya dalam konferensi negarawan senior tidak memberikan tanda-tanda dirinya menginginkan bubarnya pertempuran lebih awal ... ; Pilihan Suzuki untuk pos-pos kabinet yang paling penting, dengan pengecualian satu orang, bukanlah juga tokoh pendukung perdamaian.[21]

Seusai pertempuran, Perdana Menteri Suzuki dan pejabat lain dari pemerintahannya mengaku mereka secara rahasia merundingkan perdamaian, tapi secara terbuka tidak bisa mengumumkannya. Mereka mengutip ide Jepang tentang haragei (seni berkomunikasi dengan sikap dan kemampuan kepribadian dan bukan melalui kata-kata) untuk membenarkan ketidakselarasan selang tindakan di muka umum dan programa di pulang layar. Namun, beberapa sejarawan menolak interpretasi ini. Robert J. C. Butow menulis:

Sesuai argumen yang sangat ambigu, pembelaan soal haragei menimbulkan kecurigaan bahwa dalam masalah politik dan diplomasi, secara sadar menggantungkan diri pada seni menggertak mungkin bisa dianggap sebagai pengelabuan disengaja yang diperkirakan didasarkan keinginan mengadu domba untuk keuntungan sendiri. Walaupun keputusan ini tidak sesuai dengan kepribadian Admiral Suzuki yang banyak dipuji, pada realitanya dari saat ia diangkat sebagai perdana menteri hingga hari ia mengundurkan diri, tidak berada seorang pun yang bisa memastikan apa yang berikutnya akan dibicarakan atau dilakukan Suzuki.[22]

Pemimpin Jepang selalu menginginkan penyelesaian pertempuran dengan negosiasi. Perencanaan praperang mereka mengharapkan perluasan wilayah secara cepat, konsolidasi, konflik yang tidak terhindarkan dengan Amerika Serikat, dan penyelesaian pertempuran yang memungkinkan Jepang mempertahankan paling tidak beberapa wilayah baru yang telah mereka duduki.[23] Pada tahun 1945, pemimpin-pemimpin Jepang sepakat bahwa pertempuran tidak berlaku dengan lancar, tetapi mereka tidak sepakat mengenai cara-cara terbaik dalam bernegosiasi untuk mengakhiri pertempuran. Kalangan pemimpin Jepang terbelah menjadi dua kubu. Faksi "damai" menginginkan inisiatif diplomatik dengan membujuk pemimpin Uni Soviet Joseph Stalin agar bertindak sebagai mediator penyelesaian pertempuran selang Jepang dan Amerika Serikat beserta sekutunya. Sebaliknya, faksi garis keras lebih memilih bertempur dalam satu pertempuran terakhir yang "menentukan" hingga jatuh korban begitu banyak di pihak Sekutu yang mengakibatkan mereka mau menawarkan syarat-syarat yang lebih lunak.[24] Kedua kubu terbentuk sesuai pengalaman Jepang dalam Pertempuran Rusia-Jepang empat puluh tahun sebelumnya. Dalam pertempuran tersebut terjadi serangkaian pertempuran yang memakan kerugian besar yang tidak menentukan pemenang, tetapi diakhiri oleh Pertempuran Tsushima yang dimenangkan Jepang.[25]

Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?

Admiral Kantarō Suzuki menjabat Perdana Menteri Jepang dalam bulan-bulan sebelum pertempuran bubar.

Pada kesudahan Januari 1945, beberapa pejabat Jepang yang dekat dengan Kaisar mempertimbangkan syarat-syarat kapitulasi yang akan melindungi kedudukan Kaisar Jepang. Proposal-proposal yang dikirim melalui saluran Amerika Serikat dan Inggris tersebut disusun oleh Jenderal Douglas MacArthur menjadi dokumen 40 halaman, dan kemudian, pada 2 Februari, dua hari sebelum Konferensi Yalta, diberikan kepada Presiden Franklin D. Roosevelt. Menurut laporan, dokumen tersebut tidak diterima oleh Roosevelt tanpa pertimbangan apa pun. Semua proposal mencakup syarat bahwa kedudukan kaisar tetap dipertahankan, walaupun mungkin sebagai penguasa boneka. Namun pada saat itu, kebijakan Sekutu hanyalah menerima penyerahan tanpa syarat.[26] Selain itu, proposal-proposal ini tidak diterima keras oleh pejabat pemerintahan Jepang yang berpengaruh, dan oleh karena itu tidak bisa dibicarakan mewakili keinginan Jepang yang sebenarnya untuk menyerah pada waktu itu.[27]

Pada Februari 1945, Pangeran Fumimaro Konoe memberi Kaisar Hirohito sebuah memorandum yang menganalisis situasi dan menyampaikan kepada Hirohito bahwa bila pertempuran diteruskan, kekaisaran akan menghadapi revolusi internal yang lebih berbahaya daripada kalah dalam pertempuran.[28] Menurut buku harian Pengurus Rumah Tangga Kaisar Hisanori Fujita, Kaisar yang menunggu pertempuran menentukan (tennōzan) menjawab bahwa masih terlalu dini menawarkan perdamaian, "Kecuali kita membuat satu lagi kemenangan militer."[29] Masih pada bulan Februari tahun yang sama, divisi perjanjian Jepang menulis tentang kebijakan Sekutu terhadap Jepang mengenai "penyerahan tanpa syarat, pendudukan, perlucutan senjata, penghapuskan militerisme, reformasi demokrasi, hukuman untuk penjahat pertempuran, dan status kaisar."[30] Pelucutan senjata oleh Sekutu, penjatuhan hukuman untuk penjahat pertempuran Jepang, dan khususnya pendudukan dan penghapusan jabatan kaisar tidak diterima oleh pimpinan Jepang.[31][32]

Pada 5 April, Uni Soviet mengumumkan tidak akan memperbarui Pakta Netralitas Soviet-Jepang[33] yang ditandatangani tahun 1941 setelah terjadinya Peristiwa Nomonhan.[34] Pada Konferensi Yalta Februari 1945, negara-negara Barat yang tergabung dalam Sekutu telah menyepakati konsesi yang substansial dengan Soviet untuk menyimpankan janji dari Soviet untuk mengatakan pertempuran terhadap Jepang tidak lebih dari tiga bulan setelah Jerman menyerah. Walaupun secara hukum Pakta Netralitas tetap berlaku hingga setahun setelah Uni Soviet membatalkannya (hingga 5 April 1946), pembatalan sepihak ini secara jelas tetapi terselubung menunjukkan niat pertempuran Uni Soviet.[35] Menteri Luar Negeri Rusia Vyacheslav Molotov, di Moskow, dan Yakov Malik, duta besar Soviet di Tokyo, sungguh-sungguh mencoba meyakinkan Jepang bahwa "masa berlaku Pakta tersebut belum berakhir".[36]

Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?

Menteri Luar Negeri Shigenori Tōgō

Pada serangkaian rapat tingkat tinggi pada bulan Mei 1965, keenam anggota Dewan Penasihat Militer dengan serius membahas cara mengakhiri pertempuran. Namun tidak seorang pun dari mereka setuju dengan syarat-syarat yang diajukan Sekutu. Mengingat siapa pun yang secara terbuka mendukung kapitulasi Jepang terancam bahaya pembunuhan oleh perwira tingkatan darat yang sangat setia, rapat-rapat tersebut tertutup untuk siapa pun kecuali keenam anggota Dewan Penasihat Militer, Kaisar, dan penjaga cap pribadi kaisar. Tidak berada perwira eselon dua atau eselon tiga yang diizinkan benar.[37] Pada rapat-rapat tersebut, hanya Menteri Luar Negeri Tōgō yang menyadari kemungkinan sekutu negara-negara Barat sudah membuat konsesi dengan Soviet untuk mengajak mereka berperang melawan Jepang.[38] Sebagai hasil rapat-rapat tersebut, Tōgō diberi wewenang untuk mendekati Uni Soviet, meminta mereka untuk tetap mempertahankan netralitas, atau lebih fantastis lagi, mau membentuk aliansi.[39]

Sejalan dengan tradisi pemerintahan baru mengumumkan tujuan-tujuan mereka, setelah rapat bulan Mei bubar, staf Tingkatan Darat mengeluarkan dokumen berjudul "Kebijakan Fundamental untuk Diikuti Selanjutnya dalam Melaksanakan Perang" yang mengatakan rakyat Jepang akan berjuang hingga punah daripada menyerah. Kebijakan ini diadopsi oleh Dewan Penasihat Militer pada 6 Juni (Tōgō menentangnya, sementara kelima anggota lain mendukung).[40] Dokumen-dokumen yang diajukan Suzuki pada pertemuan yang sama menyarankan bahwa dalam usaha awal diplomatik dengan Uni Soviet, Jepang mengambil pendekatan sebagai berikut:

Rusia harus diberi tahu dengan jelas bahwa kemenangannya atas Jerman yaitu berkat Jepang, karena kita tetap netral, dan Soviet akan diuntungkan bila membantu Jepang mempertahankan jabatannya di dunia internasional, karena musuh mereka di masa hadapan yaitu Amerika Serikat.[41]

Pada 9 Juni, orang kepercayaan kaisar Kōichi Kido menulis "Rancangan Rencana Pengendalian Situasi Krisis" yang memperingatkan bahwa pada kesudahan tahun kemampuan Jepang untuk melakukan pertempuran modern akan berkesudahan dan pemerintah akan tidak mampu mengendalikan kerusuhan sipil. "... Kita tidak tahu pasti apakah kita akan bernasib sama seperti Jerman dan terjatuh dalam keadaan yang sulit hingga kita tidak bisa mencapai tujuan tertinggi menjaga Rumah Tangga Kekaisaran dan mempertahankan kelola negara nasional."[42] Kido mengusulkan Kaisar sendiri ikut ambil anggota, dengan menawarkan untuk mengakhiri pertempuran dengan "syarat-syarat yang sangat murah hati". Kido mengusulkan Jepang melepaskan wilayah jajahan Eropa, asalkan mereka diberi kemerdekaan, dan negara kita dilucuti, serta untuk sementara harus "puas dengan pertahanan minimum". Berbekal penugasan Kaisar, Kido mendekati beberapa anggota Dewan Penasihat Militer. Tōgō sangat mendukung. Suzuki dan Menteri Tingkatan Laut Admiral Mitsumasa Yonai keduanya sangat berhati-hati mendukung; masing-masing bertanya dalam hati, apa yang dipikirkan satu sama lain. Menteri Tingkatan Darat Jenderal Korechika Anami bersikap ambivalen, bersikeras diplomasi harus menunggu "hingga Amerika Serikat menderita kerugian besar" dalam Operasi Ketsu-Go.[43]

Pada bulan Juni 1845, Kaisar sudah kehilangan kepercayaan terhadap kesempatan mencapai kemenangan militer. Jepang sudah kalah dalam Pertempuran Okinawa. Kaisar juga sudah mendapat kabar tentang kelemahan tingkatan darat di Cina, begitu pula soal tingkatan laut dan tingkatan darat yang mempertahankan pulau-pulau utama Jepang. Kaisar menerima laporan dari Pangeran Higashikuni; darinya Kaisar mengambil kesimpulan bahwa "bukan saja pertahanan bebas pantai, divisi yang tersedia untuk diterjunkan di pertempuran yang menentukan juga tidak memiliki banyak senjata yang memadai."[44] Menurut Kaisar:

Kita sudah diberi tahu besi asal bom yang dijatuhkan musuh sudah digunakan untuk membuat sekop. Hal ini artinya kita tidak berada dalam jabatan melanjutkan pertempuran.[44]

Pada 22 Juni, kaisar memanggil keenam anggota Dewan Penasihat Militer untuk rapat. Tidak seperti pada umumnya, Kaisar membuka pembicaraan: "Kita menginginkan rencana konkrit untuk mengakhiri pertempuran, tanpa dirintangi kebijakan yang berada, akan dipelajari dengan cepat dan usaha-usaha dilakukan untuk mengimplementasikannya."[45] Pertemuan menyetujui untuk mengundang pertolongan Soviet dalam mengakhiri pertempuran. Negara-negara netral lain seperti Swiss, Swedia, dan Vatikan dikenal berniat memainkan peranan dalam menciptakan perdamaian, tapi mereka terlalu kecil hingga mereka tidak bisa melakukan lebih dari sekadar menyampaikan syarat-syarat kapitulasi Sekutu serta penerimaan atau penolakan dari Jepang. Uni Soviet diharapkan bisa dibujuk untuk bertindak sebagai agen Jepang dalam bernegosiasi dengan Sekutu Barat.[46]

Usaha berurusan dengan Uni Soviet

Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?

Naotake Satō

Pada 30 Juni, Tōgō memerintahkan Duta Besar Jepang untuk Moskwa Naotake Satō untuk berusaha menciptakan "hubungan persahabatan yang erat dan tidak berkesudahan." Satō bermaksud membicarakan status Manchuria dan "masalah apa saja yang akan diangkat Rusia."[47] Satō bubar berjumpa dengan Menteri Luar Negeri Soviet Vyacheslav Molotov pada 11 Juli, namun pertemuan tidak menghasilkan apa-apa. Pada 12 Juli, Tōgō memerintahkan Satō untuk menyampaikan kepada Soviet bahwa,

Yang Mulia Kaisar mempertimbangkan fakta bahwa pertempuran yang sekarang dari hari ke hari membawa kemalangan dan pengorbanan untuk rakyat dari semua pihak-pihak yang berperang, keinginan dari dalam hati agar bisa segera ditiadakan. Namun selama Inggris dan Amerika Serikat bersikeras soal penyerahan tanpa syarat, Kekaisaran Jepang tidak punya pilihan lain kecuali bertempur dengan segenap tenaga untuk kehormatan dan keberlangsungan tanah air.[48]

Kaisar mengusulkan untuk mengirim Pangeran Konoe sebagai Utusan Luar Biasa, walaupun ia tidak bisa tiba di Moskwa sebelum dimulainya Konferensi Potsdam.

Satō memberi tahu Tōgō bahwa dalam realita, Jepang hanya bisa mengharapkan "penyerahan tanpa syarat atau syarat-syarat yang hampir setara ke situ". Lebih jauh lagi Satō mengatakan bahwa pesan-pesan Tōgō "tidak jelas soal pandangan pemerintah dan militer dalam hal penghentian perang," serta mempertanyakan apakah inisiatif Tōgō didukung oleh unsur-unsur kunci dalam struktur kekuasaan Jepang.[49]

Pada 17 Juli, Tōgō menjawab,

Walaupun para penguasa, dan juga pemerintah yakin bahwa kemampuan pertempuran kita masih bisa menimbulkan pukulan artinya terhadap musuh, kami tidak bisa merasakan kedamaian hati yang betul-betul pasti. ... Namun, mohon betul-betul diingat, bahwa kita tidak meminta mediasi Rusia untuk hal-hal seperti penyerahan tanpa syarat.[50]

Dalam jawabannya, Satō memperjelas,

Sudah barang tentu dalam pesan saya sebelumnya menyebut penyerahan tanpa syarat atau syarat-syarat yang hampir setara, saya membuat pengecualian soal mempertahankan [Rumah Tangga Kekaisaran].[51]

Pada 21 Juli, bercakap atas nama kabinet, Tōgō mengulangi,

Mengenai soal penyerahan tanpa syarat kami tidak bisa menyetujuinya sesuai keadaan bagaimana pun. ... Dalam usaha menghindari keadaan seperti itu kita sedang mencari damai, ... melalui perbuatan yang berguna berpihak kepada yang benar Rusia. ... Ditinjau dari sudut pandang dalam negeri dan luar negeri, membuat pernyataan segera tentang syarat-syarat terbatas yaitu merugikan dan tidak mungkin.[52]

Ahli kriptografi Amerika Serikat yang bergabung dalam Proyek Magic telah memecahkan beberapa besar sandi Jepang, termasuk kode Purple yang dipakai oleh kantor-kantor perwakilan Jepang untuk menyandikan koresponden diplomatik. Sebagai dampaknya, pesan selang Tokyo dan kedutaan-kedutaan Jepang bocor ke pemimpin Sekutu hampir sama cepatnya dengan penerima di alamat tujuan.[53]

Maksud-maksud Soviet

Urusan keamanan mendominasi keputusan Soviet soal Timur Jauh.[54] Di selang keinginan yang paling utama yaitu memperoleh akses tidak terbatas ke Samudra Pasifik. Kawasan bebas pantai Soviet di Pasifik yang bebas sama sekali es setahu tahun, khususnya Vladivostok, bisa diblokade melalui udara dan laut dari Sakhalin dan Kepulauan Kuril. Bila keduanya didapatkan artinya Rusia memperoleh akses bebas sama sekali ke Selat Soya yang memang menjadi sasaran utama.[55][56] Sasaran kedua yaitu perjanjian kontrak Jalur Kereta Api Timur Jauh Cina, Jalur Kereta Api Manchuria Selatan, Dairen, dan Lushun.[57]

Untuk mencapai tujuannya, Stalin and Molotov dengan semangat bernegosiasi dengan Jepang, memberikan Jepang harapan palsu akan perdamaian dengan Uni Soviet sebagai mediator.[58] Pada saat yang bersamaan, dalam transaksi Soviet dengan Amerika Serikat dan Inggris, Soviet bersikeras untuk secara ketat menaati Deklarasi Kairo, ditegaskan kembali di Konferensi Yalta bahwa Sekutu tidak akan menerima perdamaian bersyarat atau perdamaian sendiri-sendiri dengan Jepang. Kepada semua negara-negara Sekutu, Jepang harus menyerah tanpa syarat. Untuk memperpanjang pertempuran, Uni Soviet menentang semua upaya yang dilakukan untuk memperlunak syarat-syarat kapitulasi.[58] Bila pertempuran tidak segera bubar, Uni Soviet masih punya cukup waktu untuk memindahkan pasukan-pasukan mereka ke area pertempuran Pasifik, untuk selanjutnya merebut Sakhalin, Kepulauan Kuril, dan kemungkinan Hokkaido[59] (invasi dimulai dengan pendaratan di Rumoi, Hokkaido).[60]

Proyek Manhattan

Pada 1939, Albert Einstein dan Leó Szilárd menulis sepucuk surat kepada Presiden Roosevelt yang mendesaknya untuk mendanai penelitian dan pengembangan bom atom. Roosevelt setuju dan hasilnya yaitu proyek riset sangat rahasia yang disebut Proyek Manhattan. Proyek ini dipimpin Jenderal Leslie Groves dengan J. Robert Oppenheimer sebagai direktur pengarah anggota ilmiah. Bom atom pertama dengan berhasil diledakkan dalam percobaan Trinity 16 Juli 1945.

Sementara proyek hampir bubar, pemimpin pertempuran Amerika mulai mempertimbangkan untuk menggunakan bom atom terhadap Jepang. Groves membentuk komite pencari sasaran yang berjumpa pada bulan April dan Mei 1945. Komite ini menata daftar sasaran bom atom. Mereka memilih 18 kota-kota di Jepang. Masuk dalam daftar di urutan paling atas yaitu Kyoto, Hiroshima,[61] Yokohama, Kokura, dan Niigata.[62][63] Pada bubar Kyoto dihapus dari daftar atas desakan Menteri Pertempuran Henry L. Stimson yang pernah mengunjungi Kyoto sewaktu bulan madu, dan mengetahui kota ini sangat penting dalam anggota hukum budaya dan sejarah.[64]

Pada bulan Mei, Harry S. Truman diangkat sebagai Presiden Amerika Serikat yang baru setelah Franklin Roosevelt wafat pada 16 April 1945. Truman menyetujui pembentukan komite Interim, sebuah kelompok penasihat yang melapor mengenai bom atom.[63] Komite Interim terdiri dari George L. Harrison, Vannevar Bush, James Bryant Conant, Karl Taylor Compton, William L. Clayton, dan Ralph Austin Bard, serta dibantu dewan penasihat yang terdiri dari ilmuwan Oppenheimer, Enrico Fermi, Ernest Lawrence, dan Arthur Compton. Dalam laporan tanggal 1 Juni 1945, komite berkesimpulan bom atom harus digunakan secepat mungkin terhadap instalasi-instalasi pertempuran berikut rumah-rumah pekerja di sekelilingnya, dan tidak perlu memberi peringatan atau peragaan sebelumnya.[65]

Mandat yang diberikan kepada komite tidak termasuk penggunaan bom atom, walaupun penggunaannya sudah diperkirakan bila sudah bubar.[66] Komite mengkaji kembali penggunaan bom atom setelah berada protes dalam bentuk Laporan Franck dari ilmuwan Proyek Manhattan. Pada rapat 21 Juni, komite menegaskan kembali bahwa tidak berada alternatif lain selain menggunakan bom atom.[67]

Acara-acara di Potsdam

Pemimpin kemampuan utama Sekutu berjumpa dalam Konferensi Potsdam 16 Juli-2 Agustus 1945. Uni Soviet, Kerajaan Bersatu, dan Amerika Serikat, masing-masing diganti oleh Stalin, Winston Churchill (kemudian Clement Attlee), dan Truman.

Negosiasi

Pertempuran melawan Jepang merupakan salah satu dari beragam isu yang dibicarakan di Potsdam. Truman mendapat berita tentang berhasilnya percobaan Trinity pada awal konferensi, dan menyampaikan informasi tersebut ke delegasi Inggris. Kesuksesan percobaan bom atom menyebabkan delegasi Amerika Serikat mempertimbangkan kembali mengenai perlunya partisipasi Soviet (seperti dijanjikan di Yalta).[68] Prioritas teratas Sekutu yaitu mempersingkat pertempuran dan menurunkan korban di pihak Amerika Serikat. Kedua hal tersebut mungkin bisa dibantu dengan beradanya campur tangan Uni Soviet, namun kemungkinan harus dibayar dengan membolehkan Soviet mencaplok wilayah-wilayah di luar wilayah yang dijanjikan untuk mereka di Yalta, dan mungkin Jepang akan terbagi dua seperti Jerman.[69]

Dalam kesepakatan dengan Stalin, Truman memutuskan untuk memberikan pemimpin Soviet kabar tentang keberadaan senjata baru yang kuat tanpa memberitahukan rinciannya. Namun, Sekutu lainnya tidak menyadari bahwa intelijen Soviet telah menyusup dalam Proyek Manhattan pada tahap awal, sehingga ketika Stalin mengetahui keberadaan bom atom, ia tidak terkesan dengan potensinya.[70]

Deklarasi Potsdam

Pemimpin negara-negara utama Sekutu memutuskan untuk mengeluarkan pernyataan yang disebut Deklarasi Potsdam yang menetapkan "penyerahan tanpa syarat" dan memperjelas arti kapitulasi Jepang untuk kedudukan kaisar dan untuk Hirohito secara pribadi. Pemerintah Amerika Serikat dan Inggris saling bertentangan mengenai butir terakhir. Amerika Serikat ingin menghapus jabatan kaisar dan kemungkinan mengadilinya sebagai penjahat pertempuran. Sebaliknya, Inggris ingin mempertahankan jabatan kaisar, mungkin dengan Hirohito yang tetap bertahta. Pernyataan-pernyataan dalam rancangan Deklarasi Potsdam mengalami beragam revisi sebelum versi yang diterima kedua belah pihak bubar.[71]

Pada 26 Juli 1945, Amerika Serikat, Inggris, dan Cina merilis Deklarasi Potsdam yang mengandung syarat-syarat kapitulasi Jepang dengan peringatan, "Kami tidak akan menyimpang dari ketentuan-ketentuan ini. Tidak berada alternatif. Kami tidak membolehkan beradanya penundaan." Untuk Jepang, deklarasi menetapkan syarat-syarat sebagai berikut:

  • Penghapusan "selama-lamanya dari kekuasaan dan pengaruh tokoh-tokoh yang telah menipu dan menyesatkan rakyat Jepang ke arah dimulainya penaklukan dunia"
  • Pendudukan "titik-titik dalam wilayah Jepang yang akan dipilihkan oleh Sekutu"
  • "Kedaulatan Jepang akan dibatasi pada pulau-pulau Honshu, Hokkaido, Kyushu, dan Shikoku, serta pulau-pulau kecil seperti yang kami tetapkan." Seperti telah diumumkan dalam Deklarasi Kairo 1943, wilayah-wilayah Jepang akan disita hingga wilayah sebelum pertempuran, termasuk Korea dan Taiwan, begitu pula wilayah-wilayah jajahannya baru-baru ini.
  • "Kemampuan militer Jepang harus sepenuhnya dilucuti"
  • "Keadilan yang keras harus dijatuhkan kepada semua penjahat pertempuran, termasuk semua yang telah melakukan kekejaman terhadap orang kita yang ditawan".

Di lain pihak, deklarasi menegaskan bahwa:

  • "Kami tidak bermaksud memperbudak Jepang sebagai suatu ras atau menghancurkannya sebagai suatu bangsa, ... Pemerintah Jepang harus menghapus semua penghalang untuk kebangkitan dan makin menguatnya kecenderungan demokrasi di selang rakyat Jepang. Kebebasan bercakap, beragama, dan berpikir, begitu pula peghormatan untuk hak asasi manusia yang fundamental harus ditegakkan."
  • "Jepang harus dibolehkan memiliki industri-industri yang akan menunjang ekonomi dan memungkinkan untuk membayar tuntutan pampasan yang serupa dan tidak sewenang-wenang, ... Partisipasi Jepang dalam hubungan dagang internasional harus dibolehkan."
  • "Kesatuan pendudukan Sekutu akan ditarik dari Jepang segera setelah tujuan-tujuan tersebut dicapai dan telah berdirinya sebuah pemerintahan yang bertanggung jawab dan mempunyai tujuan damai sesuai dengan keinginan rakyat Jepang yang diungkapkan secara bebas sama sekali."

Satu-satunya pasal yang menyebut tentang "penyerahan tanpa syarat" dicantumkan pada kesudahan deklarasi:

  • "Kami mengimbau pemerintah Jepang untuk mengatakan sekarang juga kapitulasi tanpa syarat dari semua tingkatan bersenjata Jepang, dan untuk memperlihatkan jaminan yang cukup dan layak atas maksud berpihak kepada yang benar mereka terhadap hal tersebut. Pilihan lain untuk Jepang yaitu "penghancuran sepenuhnya dan segera."

Tidak disebutkan tentang Kaisar Hirohito apakah termasuk ke dalam salah satu dari tokoh yang "menyesatkan rakyat Jepang", atau juga seorang penjahat pertempuran, bahkan sebaliknya anggota dari "pemerintah yang bertanggung jawab dan berkeinginan damai". Pasal "penghancuran sepenuhnya dan segera" kemungkinan yaitu peringatan terselubung soal kepemilikan bom atom oleh Amerika Serikat (yang telah dicobakan dengan berhasil pada hari pertama konferensi).[72]

Reaksi Jepang

Pada 27 Juli, pemerintah Jepang menimbang-nimbang cara menanggapi Deklarasi Potsdam. Empat tokoh militer dari Dewan Penasihat Militer bermaksud menolaknya, tapi Tōgō membujuk kabinet untuk tidak melakukannya hingga ia mendapat reaksi dari Uni Soviet. Dalam sebuah telegram, Duta Besar Jepang untuk Swiss Shunichi Kase berpendapat bahwa penyerahan tanpa syarat hanya berlaku untuk militer dan bukan untuk pemerintah atau rakyat, dan ia minta agar dimengerti bahwa pemilihan bahasa yang hati-hati dalam Deklarasi Potsdam sepertinya "telah mengalami pemikiran yang mendalam" dari pihak pemerintah-pemerintah yang menandatanganinya--"mereka kelihatannya telah bersusah payah berusaha menyelamatkan muka kita pada beragam pasal-pasal."[73] Pada hari berikutnya, surat-surat kabar Jepang melaporkan bahwa Jepang telah menolak inti Deklarasi Potsdam yang sebelumnya telah disiarkan dan dijatuhkan sebagai selebaran udara di atas Jepang. Dalam usaha mengatasi persepsi publik, Perdana Menteri Suzuki berjumpa dengan pers, dan memberi pernyataan,

Saya menganggap Proklamasi Bersama sebagai pengulangan kembali Deklarasi di Konferensi Kairo. Mengenai hal tersebut, Pemerintah tidak menganggapnya memiliki nilai penting sama sekali. Salah satu hal yang bisa dilakukan yaitu mengabaikannya (mokusatsu). Kami tidak akan melakukan apa-apa kecuali menanggungnya hingga kesudahan untuk mendatangkan kesudahan pertempuran yang berhasil.[74]

Arti akap mokusatsu yaitu mengabaikan atau tidak menanggapi.[74] Walaupun demikian, pernyataan Suzuki, terutama perkataan terakhir hanya menyisakan sedikit ruang untuk interpretasi yang salah. Pers Jepang dan pers luar negeri menafsirkannya sebagai penolakan, dan tidak berada pernyataan lebih lanjut yang disampaikan ke muka umum atau saluran diplomatik untuk mengubah kesalahpahaman ini.

Pada 30 Juli, Duta Besar Satō menulis bahwa Stalin kemungkinan sedang bercakap dengan Sekutu Barat mengenai transaksinya dengan Jepang. Menurut Satō, "Tidak berada alternatif selain penyerahan tanpa syarat dengan segera bila kita ingin mencegah partisipasi Rusia dalam pertempuran."[75] Pada 2 Agustus, Tōgō menulis kepada Satō, "Sulit untuk Anda untuk mewujudkan hal itu ... terbatas waktu kita untuk berlanjut ke persiapan mengakhiri pertempuran sebelum musuh mendarat di pulau-pulau utama Jepang, di lain pihak sulit untuk memutuskan syarat-syarat damai yang wujud di tanah air secara sekaligus."[76]

Hiroshima, Manchuria, dan Nagasaki

Hiroshima: 6 Agustus


Page 10

Menyerahnya Jepang pada bulan Agustus 1945 menandai kesudahan Pertempuran Dunia II. Tingkatan Laut Kekaisaran Jepang secara efektif sudah tidak berada sejak Agustus 1945, sementara invasi Sekutu ke Jepang hanya tinggal waktu. Walaupun keinginan untuk melawan hingga titik kesudahan dinyatakan secara terbuka, pemimpin Jepang dari Dewan Penasihat Militer Jepang secara pribadi memohon Uni Soviet untuk mempunyai peran sebagai mediator dalam perjanjian damai dengan syarat-syarat yang menguntungkan Jepang. Sementara itu, Uni Soviet juga bersiap-siap untuk menyerang Jepang dalam usaha memenuhi janji kepada Amerika Serikat dan Inggris di Konferensi Yalta.

Pada 6 Agustus dan 9 Agustus, Amerika Serikat menjatuhkan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki. Pada 9 Agustus, Uni Soviet melancarkan penyerbuan mendadak ke koloni Jepang di Manchuria (Manchukuo) yang melanggar Pakta Netralitas Soviet–Jepang. Kaisar Hirohito campur tangan setelah terjadi dua peristiwa mengejutkan tersebut, dan memerintahkan Dewan Penasihat Militer untuk menerima syarat-syarat yang ditawarkan Sekutu dalam Deklarasi Potsdam. Setelah berlaku perundingan di pulang layar selama beberapa hari, dan kudeta yang gagal, Kaisar Hirohito menyampaikan pidato radio di hadapan rakyat pada 15 Agustus 1945. Dalam pidato radio yang disebut Gyokuon-hōsō (Siaran Suara Kaisar), Hirohito membacakan Perintah Kekaisaran tentang kapitulasi, sekaligus mengumumkan kepada rakyat bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu.

Pendudukan Jepang oleh Komandan Tertinggi Sekutu dimulai pada 28 Agustus. Upacara kapitulasi diadakan pada 2 September 1945 di atas kapal tempur Amerika Serikat Missouri. Dokumen Kapitulasi Jepang yang ditandatangani hari itu oleh pejabat pemerintah Jepang secara resmi mengakhiri Pertempuran Dunia II. Penduduk sipil dan anggota militer di negara-negara Sekutu merayakan Hari Kemenangan atas Jepang (V-J Day). Walaupun demikian, beberapa pos komando terpencil dan personel militer dari kesatuan di pelosok-pelosok Asia menolak untuk menyerah selama berbulan-bulan bahkan hingga bertahun-tahun setelah Jepang menyerah. Sejak kapitulasi Jepang, sejarawan terus berargumen tentang etika penggunaan bom atom. Pertempuran selang Jepang dan Sekutu secara resmi bubar ketika Perjanjian San Francisco mulai berlaku pada tanggal 28 April 1952. Empat tahun kemudian Jepang dan Uni Soviet menandatangani Deklarasi Bersama Soviet–Jepang 1956 yang secara resmi mengakhiri pertempuran selang kedua negara tersebut.

Kekalahan Jepang

Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?

Pendaratan Sekutu di Area Pertempuran Operasi Samudra Pasifik, Agustus 1942 hingga Agustus 1945.

Pada tahun 1945, Jepang telah hampir dua tahun berturut-turut mengalami kekalahan berkepanjangan di Pasifik Barat Daya, kampanye militer Mariana, dan kampanye militer Filipina. Pada Juli 1944 setelah Saipan jatuh, Jenderal Hideki Tōjō diangkat sebagai perdana menteri oleh Jenderal Kuniaki Koiso yang mengatakan Filipina sebagai tempat pertempuran berikutnya yang menentukan.[1] Setelah Filipina jatuh, giliran Koiso yang diganti oleh Admiral Kantarō Suzuki. Pada paruh pertama tahun 1945, Sekutu berhasil merebut Iwo Jima dan Okinawa. Setelah diduduki Sekutu, Okinawa dijadikan daerah singgahan untuk menyerbu ke pulau-pulau utama di Jepang.[2] Setelah kekalahan Jerman, Uni Soviet diam-diam mulai mengerahkan kembali pasukan tempur Eropa-nya ke Timur Jauh, di samping sekitar empat puluh divisi yang telah ditaruh di sana sejak tahun 1941, sebagai penyeimbang kekuataan jutaan Tentara Kwantung.[3]

Operasi kapal-kapal selam Sekutu dan penyebaran ranjau di bebas pantai Jepang telah menghancurkan beberapa besar armada dagang Jepang. Sebagai negara dengan sedikit sumber daya dunia, Jepang bergantung kepada bahan mentah yang diimpor dari daratan Asia dan dari wilayah pendudukan Jepang di Hindia Belanda, terutama minyak bumi.[4] Penghancuran armada dagang Jepang, ditambah dengan pengeboman strategis kawasan industri di Jepang telah meruntuhkan ekonomi pertempuran Jepang. Produksi batu bara, besi, besi baja, karet, dan pasokan bahan mentah lainnya hanya tersedia dalam banyak kecil dibandingkan pasokan sebelum pertempuran.[5][6]

Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?

Kapal tempur Jepang Haruna karam di tempat bersandarnya di pangkalan tingkatan laut Kure pada peristiwa Pengeboman Kure 24 Juli 1945.

Sebagai dampak kerugian yang dialami, kemampuan Tingkatan Laut Kekaisaran Jepang secara efektif sudah berkesudahan. Setelah serangkaian pengeboman Sekutu di galangan kapal Jepang di Kure, Prefektur Hiroshima, kapal-kapal pertempuran Jepang yang tersisa hanyalah enam kapal induk, empat kapal penjelajah, dan satu kapal tempur. Namun, semua kapal tersebut tidak memiliki bahan bakar yang cukup. Walaupun masih berada 19 kapal perusak dan 38 kapal selam yang masih operasional, pengoperasian mereka menjadi terbatas dampak kekurangan bahan bakar.[7][8]

Persiapan pertahanan

Menghadapi kemungkinan penyerbuan Sekutu ke pulau-pulau utama Jepang, dimulai dari Kyushu, Jurnal Pertempuran Markas Besar Kekaisaran menyimpulkan,

Kami tidak bisa lagi memimpin pertempuran dengan berada sedikit pun harapan untuk menang. Satu-satunya jalan yang tersisa yaitu mengorbankan nyawa seratus juta rakyat Jepang sebagai bom hidup agar musuh kehilangan semangat bertempur.[9]

Sebagai usaha darurat yang terakhir untuk menghentikan gerak maju Sekutu, Komando Tertinggi Kekaisaran Jepang merencanakan pertahanan Kyushu secara habis-habisan. Usaha yang dinamakan dengan sandi Operasi Ketsu-Go [10] ini dimaksudkan sebagai perubahan strategi yang radikal. Berlainan dari sistem pertahanan berlapis seperti yang dipakai sewaktu menginvasi Peleliu, Iwo Jima, dan Okinawa, kali ini semuanya dipertaruhkan di pantai. Sebelum pasukan dan perlengkapan didaratkan transpor amfibi di pantai, mereka akan diserang oleh 3.000 pesawat kamikaze.[8]

Bila strategi ini tidak mengusir Sekutu, Jepang akan mengerahkan 3.500 pesawat kamikaze tambahan berikut 5.000 kapal bunuh diri Shin'yō disertai kapal-kapal perusak dan kapal-kapal selam yang masih tersisa--hingga kapal terakhir yang operasional--untuk menghancurkan Sekutu. Bila Sekutu menang dalam pertempuran di pantai dan berhasil mendarat di Kyushu, hanya akan tersisa 3.000 pesawat untuk mempertahankan pulau-pulau Jepang yang lain. Walaupun demikian, Kyushu akan dipertahankan "hingga titik darah penghabisan".[8] Strategi membuat pertahanan terakhir di Kyushu didasarkan pada asumsi bahwa Uni Soviet akan tetap mempertahankan netralitas.[11]

Serangkaian gua digali dekat Nagano di Honshu. Gua-gua yang disebut Markas Besar Kekaisaran Bawah Tanah Matsushiro tersebut akan dijadikan Markas Tingkatan Darat pada saat terjadinya invasi Sekutu serta rumah perlindungan untuk Kaisar Jepang dan keluarganya.[12]

Dewan Penasihat Militer

Pengambilan keputusan pertempuran Jepang berpusat di Dewan Penasihat Militer yang beranggota enam pejabat tinggi: perdana menteri, menteri luar negeri, menteri tingkatan darat, menteri tingkatan laut, kepala staf umum tingkatan darat, dan kepala staf umum tingkatan laut.[13] Saat kabinet pemerintah Suzuki terbentu pada April 1945, keanggotaan dewan terdiri dari:

Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?

Kabinet Suzuki, Juni 1945

  • Perdana Menteri Admiral Kantarō Suzuki
  • Menteri Luar Negeri Shigenori Tōgō
  • Menteri Tingkatan Darat Jenderal Korechika Anami
  • Menteri Tingkatan Laut Admiral Mitsumasa Yonai
  • Kepala Staf Umum Tingkatan Darat Jenderal Yoshijirō Umezu
  • Kepala Staf Umum Tingkatan Laut Admiral Koshirō Oikawa (kemudian diganti oleh Admiral Soemu Toyoda)

Secara hukum, Tingkatan Darat dan Tingkatan Laut Kekaisaran Jepang memiliki hak untuk mencalonkan (atau menolak pencalonan) masing-masing menteri. Sebagai hasilnya, Jepang bisa menghindari pembentukan pemerintahan yang tidak diingini, atau terjadinya pengunduran diri yang bisa menjatuhkan pemerintah yang sedang berlaku.[14][15]

Kaisar Hirohito dan Penjaga Cap Pribadi Kaisar Kōichi Kido juga benar di beberapa pertemuan, setelah diminta Kaisar.[16] Seperti yang dilaporkan Iris Chang, "Jepang sengaja menghancurkan, menyembunyikan, atau memalsukan beberapa dari dokumen rahasia pertempuran mereka"[17][18]

Perbedaan gagasan di kalangan pemimpin Jepang

Kabinet Suzuki, dalam beragam anggota, lebih memilih meneruskan pertempuran. Untuk Jepang, kapitulasi hampir tidak terpikirkan. Dalam 2000 tahun sejarahnya, Jepang tidak pernah diinvasi bangsa asing atau kalah dalam pertempuran.[19] Hanya Menteri Tingkatan Laut Mitsumasa Yonai yang diketahui memiliki keinginan untuk mengakhiri pertempuran.[20] Menurut sejarawan Richard B. Frank:

Walaupun Suzuki pastinya melihat perdamaian sebagai tujuan jangka panjang, ia tidak memiliki rencana untuk mewujudkannya dalam jangka waktu dekat atau dengan syarat-syarat yang bisa diterima Sekutu. Komentarnya dalam konferensi negarawan senior tidak memberikan tanda-tanda dirinya menginginkan bubarnya pertempuran lebih awal ... ; Pilihan Suzuki untuk pos-pos kabinet yang paling penting, dengan pengecualian satu orang, bukanlah juga tokoh pendukung perdamaian.[21]

Seusai pertempuran, Perdana Menteri Suzuki dan pejabat lain dari pemerintahannya mengaku mereka secara rahasia merundingkan perdamaian, tapi secara terbuka tidak bisa mengumumkannya. Mereka mengutip ide Jepang tentang haragei (seni berkomunikasi dengan sikap dan kemampuan kepribadian dan bukan melalui kata-kata) untuk membenarkan ketidakselarasan selang tindakan di muka umum dan programa di pulang layar. Namun, beberapa sejarawan menolak interpretasi ini. Robert J. C. Butow menulis:

Sesuai argumen yang sangat ambigu, pembelaan soal haragei menimbulkan kecurigaan bahwa dalam masalah politik dan diplomasi, secara sadar menggantungkan diri pada seni menggertak mungkin bisa dianggap sebagai pengelabuan disengaja yang diperkirakan didasarkan keinginan mengadu domba untuk keuntungan sendiri. Walaupun keputusan ini tidak sesuai dengan kepribadian Admiral Suzuki yang banyak dipuji, pada realitanya dari saat ia diangkat sebagai perdana menteri hingga hari ia mengundurkan diri, tidak berada seorang pun yang bisa memastikan apa yang berikutnya akan dibicarakan atau dilakukan Suzuki.[22]

Pemimpin Jepang selalu menginginkan penyelesaian pertempuran dengan negosiasi. Perencanaan praperang mereka mengharapkan perluasan wilayah secara cepat, konsolidasi, konflik yang tidak terhindarkan dengan Amerika Serikat, dan penyelesaian pertempuran yang memungkinkan Jepang mempertahankan paling tidak beberapa wilayah baru yang telah mereka duduki.[23] Pada tahun 1945, pemimpin-pemimpin Jepang sepakat bahwa pertempuran tidak berlaku dengan lancar, tetapi mereka tidak sepakat mengenai cara-cara terbaik dalam bernegosiasi untuk mengakhiri pertempuran. Kalangan pemimpin Jepang terbelah menjadi dua kubu. Faksi "damai" menginginkan inisiatif diplomatik dengan membujuk pemimpin Uni Soviet Joseph Stalin agar bertindak sebagai mediator penyelesaian pertempuran selang Jepang dan Amerika Serikat beserta sekutunya. Sebaliknya, faksi garis keras lebih memilih bertempur dalam satu pertempuran terakhir yang "menentukan" hingga jatuh korban begitu banyak di pihak Sekutu yang mengakibatkan mereka mau menawarkan syarat-syarat yang lebih lunak.[24] Kedua kubu terbentuk sesuai pengalaman Jepang dalam Pertempuran Rusia-Jepang empat puluh tahun sebelumnya. Dalam pertempuran tersebut terjadi serangkaian pertempuran yang memakan kerugian besar yang tidak menentukan pemenang, tetapi diakhiri oleh Pertempuran Tsushima yang dimenangkan Jepang.[25]

Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?

Admiral Kantarō Suzuki menjabat Perdana Menteri Jepang dalam bulan-bulan sebelum pertempuran bubar.

Pada kesudahan Januari 1945, beberapa pejabat Jepang yang dekat dengan Kaisar mempertimbangkan syarat-syarat kapitulasi yang akan melindungi kedudukan Kaisar Jepang. Proposal-proposal yang dikirim melalui saluran Amerika Serikat dan Inggris tersebut disusun oleh Jenderal Douglas MacArthur menjadi dokumen 40 halaman, dan kemudian, pada 2 Februari, dua hari sebelum Konferensi Yalta, diberikan kepada Presiden Franklin D. Roosevelt. Menurut laporan, dokumen tersebut tidak diterima oleh Roosevelt tanpa pertimbangan apa pun. Semua proposal mencakup syarat bahwa kedudukan kaisar tetap dipertahankan, walaupun mungkin sebagai penguasa boneka. Namun pada saat itu, kebijakan Sekutu hanyalah menerima penyerahan tanpa syarat.[26] Selain itu, proposal-proposal ini tidak diterima keras oleh pejabat pemerintahan Jepang yang berpengaruh, dan oleh karena itu tidak bisa dibicarakan mewakili keinginan Jepang yang sebenarnya untuk menyerah pada waktu itu.[27]

Pada Februari 1945, Pangeran Fumimaro Konoe memberi Kaisar Hirohito sebuah memorandum yang menganalisis situasi dan menyampaikan kepada Hirohito bahwa bila pertempuran diteruskan, kekaisaran akan menghadapi revolusi internal yang lebih berbahaya daripada kalah dalam pertempuran.[28] Menurut buku harian Pengurus Rumah Tangga Kaisar Hisanori Fujita, Kaisar yang menunggu pertempuran menentukan (tennōzan) menjawab bahwa masih terlalu dini menawarkan perdamaian, "Kecuali kita membuat satu lagi kemenangan militer."[29] Masih pada bulan Februari tahun yang sama, divisi perjanjian Jepang menulis tentang kebijakan Sekutu terhadap Jepang mengenai "penyerahan tanpa syarat, pendudukan, perlucutan senjata, penghapuskan militerisme, reformasi demokrasi, hukuman untuk penjahat pertempuran, dan status kaisar."[30] Pelucutan senjata oleh Sekutu, penjatuhan hukuman untuk penjahat pertempuran Jepang, dan khususnya pendudukan dan penghapusan jabatan kaisar tidak diterima oleh pimpinan Jepang.[31][32]

Pada 5 April, Uni Soviet mengumumkan tidak akan memperbarui Pakta Netralitas Soviet-Jepang[33] yang ditandatangani tahun 1941 setelah terjadinya Peristiwa Nomonhan.[34] Pada Konferensi Yalta Februari 1945, negara-negara Barat yang tergabung dalam Sekutu telah menyepakati konsesi yang substansial dengan Soviet untuk menyimpankan janji dari Soviet untuk mengatakan pertempuran terhadap Jepang tidak lebih dari tiga bulan setelah Jerman menyerah. Walaupun secara hukum Pakta Netralitas tetap berlaku hingga setahun setelah Uni Soviet membatalkannya (hingga 5 April 1946), pembatalan sepihak ini secara jelas tetapi terselubung menunjukkan niat pertempuran Uni Soviet.[35] Menteri Luar Negeri Rusia Vyacheslav Molotov, di Moskow, dan Yakov Malik, duta besar Soviet di Tokyo, sungguh-sungguh mencoba meyakinkan Jepang bahwa "masa berlaku Pakta tersebut belum berakhir".[36]

Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?

Menteri Luar Negeri Shigenori Tōgō

Pada serangkaian rapat tingkat tinggi pada bulan Mei 1965, keenam anggota Dewan Penasihat Militer dengan serius membahas cara mengakhiri pertempuran. Namun tidak seorang pun dari mereka setuju dengan syarat-syarat yang diajukan Sekutu. Mengingat siapa pun yang secara terbuka mendukung kapitulasi Jepang terancam bahaya pembunuhan oleh perwira tingkatan darat yang sangat setia, rapat-rapat tersebut tertutup untuk siapa pun kecuali keenam anggota Dewan Penasihat Militer, Kaisar, dan penjaga cap pribadi kaisar. Tidak berada perwira eselon dua atau eselon tiga yang diizinkan benar.[37] Pada rapat-rapat tersebut, hanya Menteri Luar Negeri Tōgō yang menyadari kemungkinan sekutu negara-negara Barat sudah membuat konsesi dengan Soviet untuk mengajak mereka berperang melawan Jepang.[38] Sebagai hasil rapat-rapat tersebut, Tōgō diberi wewenang untuk mendekati Uni Soviet, meminta mereka untuk tetap mempertahankan netralitas, atau lebih fantastis lagi, mau membentuk aliansi.[39]

Sejalan dengan tradisi pemerintahan baru mengumumkan tujuan-tujuan mereka, setelah rapat bulan Mei bubar, staf Tingkatan Darat mengeluarkan dokumen berjudul "Kebijakan Fundamental untuk Diikuti Selanjutnya dalam Melaksanakan Perang" yang mengatakan rakyat Jepang akan berjuang hingga punah daripada menyerah. Kebijakan ini diadopsi oleh Dewan Penasihat Militer pada 6 Juni (Tōgō menentangnya, sementara kelima anggota lain mendukung).[40] Dokumen-dokumen yang diajukan Suzuki pada pertemuan yang sama menyarankan bahwa dalam usaha awal diplomatik dengan Uni Soviet, Jepang mengambil pendekatan sebagai berikut:

Rusia harus diberi tahu dengan jelas bahwa kemenangannya atas Jerman yaitu berkat Jepang, karena kita tetap netral, dan Soviet akan diuntungkan bila membantu Jepang mempertahankan jabatannya di dunia internasional, karena musuh mereka di masa hadapan yaitu Amerika Serikat.[41]

Pada 9 Juni, orang kepercayaan kaisar Kōichi Kido menulis "Rancangan Rencana Pengendalian Situasi Krisis" yang memperingatkan bahwa pada kesudahan tahun kemampuan Jepang untuk melakukan pertempuran modern akan berkesudahan dan pemerintah akan tidak mampu mengendalikan kerusuhan sipil. "... Kita tidak tahu pasti apakah kita akan bernasib sama seperti Jerman dan terjatuh dalam keadaan yang sulit hingga kita tidak bisa mencapai tujuan tertinggi menjaga Rumah Tangga Kekaisaran dan mempertahankan kelola negara nasional."[42] Kido mengusulkan Kaisar sendiri ikut ambil anggota, dengan menawarkan untuk mengakhiri pertempuran dengan "syarat-syarat yang sangat murah hati". Kido mengusulkan Jepang melepaskan wilayah jajahan Eropa, asalkan mereka diberi kemerdekaan, dan negara kita dilucuti, serta untuk sementara harus "puas dengan pertahanan minimum". Berbekal penugasan Kaisar, Kido mendekati beberapa anggota Dewan Penasihat Militer. Tōgō sangat mendukung. Suzuki dan Menteri Tingkatan Laut Admiral Mitsumasa Yonai keduanya sangat berhati-hati mendukung; masing-masing bertanya dalam hati, apa yang dipikirkan satu sama lain. Menteri Tingkatan Darat Jenderal Korechika Anami bersikap ambivalen, bersikeras diplomasi harus menunggu "hingga Amerika Serikat menderita kerugian besar" dalam Operasi Ketsu-Go.[43]

Pada bulan Juni 1845, Kaisar sudah kehilangan kepercayaan terhadap kesempatan mencapai kemenangan militer. Jepang sudah kalah dalam Pertempuran Okinawa. Kaisar juga sudah mendapat kabar tentang kelemahan tingkatan darat di Cina, begitu pula soal tingkatan laut dan tingkatan darat yang mempertahankan pulau-pulau utama Jepang. Kaisar menerima laporan dari Pangeran Higashikuni; darinya Kaisar mengambil kesimpulan bahwa "bukan saja pertahanan bebas pantai, divisi yang tersedia untuk diterjunkan di pertempuran yang menentukan juga tidak memiliki banyak senjata yang memadai."[44] Menurut Kaisar:

Kita sudah diberi tahu besi asal bom yang dijatuhkan musuh sudah digunakan untuk membuat sekop. Hal ini artinya kita tidak berada dalam jabatan melanjutkan pertempuran.[44]

Pada 22 Juni, kaisar memanggil keenam anggota Dewan Penasihat Militer untuk rapat. Tidak seperti pada umumnya, Kaisar membuka pembicaraan: "Kita menginginkan rencana konkrit untuk mengakhiri pertempuran, tanpa dirintangi kebijakan yang berada, akan dipelajari dengan cepat dan usaha-usaha dilakukan untuk mengimplementasikannya."[45] Pertemuan menyetujui untuk mengundang pertolongan Soviet dalam mengakhiri pertempuran. Negara-negara netral lain seperti Swiss, Swedia, dan Vatikan dikenal berniat memainkan peranan dalam menciptakan perdamaian, tapi mereka terlalu kecil hingga mereka tidak bisa melakukan lebih dari sekadar menyampaikan syarat-syarat kapitulasi Sekutu serta penerimaan atau penolakan dari Jepang. Uni Soviet diharapkan bisa dibujuk untuk bertindak sebagai agen Jepang dalam bernegosiasi dengan Sekutu Barat.[46]

Usaha berurusan dengan Uni Soviet

Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?

Naotake Satō

Pada 30 Juni, Tōgō memerintahkan Duta Besar Jepang untuk Moskwa Naotake Satō untuk berusaha menciptakan "hubungan persahabatan yang erat dan tidak berkesudahan." Satō bermaksud membicarakan status Manchuria dan "masalah apa saja yang akan diangkat Rusia."[47] Satō bubar berjumpa dengan Menteri Luar Negeri Soviet Vyacheslav Molotov pada 11 Juli, namun pertemuan tidak menghasilkan apa-apa. Pada 12 Juli, Tōgō memerintahkan Satō untuk menyampaikan kepada Soviet bahwa,

Yang Mulia Kaisar mempertimbangkan fakta bahwa pertempuran yang sekarang dari hari ke hari membawa kemalangan dan pengorbanan untuk rakyat dari semua pihak-pihak yang berperang, keinginan dari dalam hati agar bisa segera ditiadakan. Namun selama Inggris dan Amerika Serikat bersikeras soal penyerahan tanpa syarat, Kekaisaran Jepang tidak punya pilihan lain kecuali bertempur dengan segenap tenaga untuk kehormatan dan keberlangsungan tanah air.[48]

Kaisar mengusulkan untuk mengirim Pangeran Konoe sebagai Utusan Luar Biasa, walaupun ia tidak bisa tiba di Moskwa sebelum dimulainya Konferensi Potsdam.

Satō memberi tahu Tōgō bahwa dalam realita, Jepang hanya bisa mengharapkan "penyerahan tanpa syarat atau syarat-syarat yang hampir setara ke situ". Lebih jauh lagi Satō mengatakan bahwa pesan-pesan Tōgō "tidak jelas soal pandangan pemerintah dan militer dalam hal penghentian perang," serta mempertanyakan apakah inisiatif Tōgō didukung oleh unsur-unsur kunci dalam struktur kekuasaan Jepang.[49]

Pada 17 Juli, Tōgō menjawab,

Walaupun para penguasa, dan juga pemerintah yakin bahwa kemampuan pertempuran kita masih bisa menimbulkan pukulan artinya terhadap musuh, kami tidak bisa merasakan kedamaian hati yang betul-betul pasti. ... Namun, mohon betul-betul diingat, bahwa kita tidak meminta mediasi Rusia untuk hal-hal seperti penyerahan tanpa syarat.[50]

Dalam jawabannya, Satō memperjelas,

Sudah barang tentu dalam pesan saya sebelumnya menyebut penyerahan tanpa syarat atau syarat-syarat yang hampir setara, saya membuat pengecualian soal mempertahankan [Rumah Tangga Kekaisaran].[51]

Pada 21 Juli, bercakap atas nama kabinet, Tōgō mengulangi,

Mengenai soal penyerahan tanpa syarat kami tidak bisa menyetujuinya sesuai keadaan bagaimana pun. ... Dalam usaha menghindari keadaan seperti itu kita sedang mencari damai, ... melalui perbuatan yang berguna berpihak kepada yang benar Rusia. ... Ditinjau dari sudut pandang dalam negeri dan luar negeri, membuat pernyataan segera tentang syarat-syarat terbatas yaitu merugikan dan tidak mungkin.[52]

Ahli kriptografi Amerika Serikat yang bergabung dalam Proyek Magic telah memecahkan beberapa besar sandi Jepang, termasuk kode Purple yang dipakai oleh kantor-kantor perwakilan Jepang untuk menyandikan koresponden diplomatik. Sebagai dampaknya, pesan selang Tokyo dan kedutaan-kedutaan Jepang bocor ke pemimpin Sekutu hampir sama cepatnya dengan penerima di alamat tujuan.[53]

Maksud-maksud Soviet

Urusan keamanan mendominasi keputusan Soviet soal Timur Jauh.[54] Di selang keinginan yang paling utama yaitu memperoleh akses tidak terbatas ke Samudra Pasifik. Kawasan bebas pantai Soviet di Pasifik yang bebas sama sekali es setahu tahun, khususnya Vladivostok, bisa diblokade melalui udara dan laut dari Sakhalin dan Kepulauan Kuril. Bila keduanya didapatkan artinya Rusia memperoleh akses bebas sama sekali ke Selat Soya yang memang menjadi sasaran utama.[55][56] Sasaran kedua yaitu perjanjian kontrak Jalur Kereta Api Timur Jauh Cina, Jalur Kereta Api Manchuria Selatan, Dairen, dan Lushun.[57]

Untuk mencapai tujuannya, Stalin and Molotov dengan semangat bernegosiasi dengan Jepang, memberikan Jepang harapan palsu akan perdamaian dengan Uni Soviet sebagai mediator.[58] Pada saat yang bersamaan, dalam transaksi Soviet dengan Amerika Serikat dan Inggris, Soviet bersikeras untuk secara ketat menaati Deklarasi Kairo, ditegaskan kembali di Konferensi Yalta bahwa Sekutu tidak akan menerima perdamaian bersyarat atau perdamaian sendiri-sendiri dengan Jepang. Kepada semua negara-negara Sekutu, Jepang harus menyerah tanpa syarat. Untuk memperpanjang pertempuran, Uni Soviet menentang semua upaya yang dilakukan untuk memperlunak syarat-syarat kapitulasi.[58] Bila pertempuran tidak segera bubar, Uni Soviet masih punya cukup waktu untuk memindahkan pasukan-pasukan mereka ke area pertempuran Pasifik, untuk selanjutnya merebut Sakhalin, Kepulauan Kuril, dan kemungkinan Hokkaido[59] (invasi dimulai dengan pendaratan di Rumoi, Hokkaido).[60]

Proyek Manhattan

Pada 1939, Albert Einstein dan Leó Szilárd menulis sepucuk surat kepada Presiden Roosevelt yang mendesaknya untuk mendanai penelitian dan pengembangan bom atom. Roosevelt setuju dan hasilnya yaitu proyek riset sangat rahasia yang disebut Proyek Manhattan. Proyek ini dipimpin Jenderal Leslie Groves dengan J. Robert Oppenheimer sebagai direktur pengarah anggota ilmiah. Bom atom pertama dengan berhasil diledakkan dalam percobaan Trinity 16 Juli 1945.

Sementara proyek hampir bubar, pemimpin pertempuran Amerika mulai mempertimbangkan untuk menggunakan bom atom terhadap Jepang. Groves membentuk komite pencari sasaran yang berjumpa pada bulan April dan Mei 1945. Komite ini menata daftar sasaran bom atom. Mereka memilih 18 kota-kota di Jepang. Masuk dalam daftar di urutan paling atas yaitu Kyoto, Hiroshima,[61] Yokohama, Kokura, dan Niigata.[62][63] Pada bubar Kyoto dihapus dari daftar atas desakan Menteri Pertempuran Henry L. Stimson yang pernah mengunjungi Kyoto sewaktu bulan madu, dan mengetahui kota ini sangat penting dalam anggota hukum budaya dan sejarah.[64]

Pada bulan Mei, Harry S. Truman diangkat sebagai Presiden Amerika Serikat yang baru setelah Franklin Roosevelt wafat pada 16 April 1945. Truman menyetujui pembentukan komite Interim, sebuah kelompok penasihat yang melapor mengenai bom atom.[63] Komite Interim terdiri dari George L. Harrison, Vannevar Bush, James Bryant Conant, Karl Taylor Compton, William L. Clayton, dan Ralph Austin Bard, serta dibantu dewan penasihat yang terdiri dari ilmuwan Oppenheimer, Enrico Fermi, Ernest Lawrence, dan Arthur Compton. Dalam laporan tanggal 1 Juni 1945, komite berkesimpulan bom atom harus digunakan secepat mungkin terhadap instalasi-instalasi pertempuran berikut rumah-rumah pekerja di sekelilingnya, dan tidak perlu memberi peringatan atau peragaan sebelumnya.[65]

Mandat yang diberikan kepada komite tidak termasuk penggunaan bom atom, walaupun penggunaannya sudah diperkirakan bila sudah bubar.[66] Komite mengkaji kembali penggunaan bom atom setelah berada protes dalam bentuk Laporan Franck dari ilmuwan Proyek Manhattan. Pada rapat 21 Juni, komite menegaskan kembali bahwa tidak berada alternatif lain selain menggunakan bom atom.[67]

Acara-acara di Potsdam

Pemimpin kemampuan utama Sekutu berjumpa dalam Konferensi Potsdam 16 Juli-2 Agustus 1945. Uni Soviet, Kerajaan Bersatu, dan Amerika Serikat, masing-masing diganti oleh Stalin, Winston Churchill (kemudian Clement Attlee), dan Truman.

Negosiasi

Pertempuran melawan Jepang merupakan salah satu dari beragam isu yang dibicarakan di Potsdam. Truman mendapat berita tentang berhasilnya percobaan Trinity pada awal konferensi, dan menyampaikan informasi tersebut ke delegasi Inggris. Kesuksesan percobaan bom atom menyebabkan delegasi Amerika Serikat mempertimbangkan kembali mengenai perlunya partisipasi Soviet (seperti dijanjikan di Yalta).[68] Prioritas teratas Sekutu yaitu mempersingkat pertempuran dan menurunkan korban di pihak Amerika Serikat. Kedua hal tersebut mungkin bisa dibantu dengan beradanya campur tangan Uni Soviet, namun kemungkinan harus dibayar dengan membolehkan Soviet mencaplok wilayah-wilayah di luar wilayah yang dijanjikan untuk mereka di Yalta, dan mungkin Jepang akan terbagi dua seperti Jerman.[69]

Dalam kesepakatan dengan Stalin, Truman memutuskan untuk memberikan pemimpin Soviet kabar tentang keberadaan senjata baru yang kuat tanpa memberitahukan rinciannya. Namun, Sekutu lainnya tidak menyadari bahwa intelijen Soviet telah menyusup dalam Proyek Manhattan pada tahap awal, sehingga ketika Stalin mengetahui keberadaan bom atom, ia tidak terkesan dengan potensinya.[70]

Deklarasi Potsdam

Pemimpin negara-negara utama Sekutu memutuskan untuk mengeluarkan pernyataan yang disebut Deklarasi Potsdam yang menetapkan "penyerahan tanpa syarat" dan memperjelas arti kapitulasi Jepang untuk kedudukan kaisar dan untuk Hirohito secara pribadi. Pemerintah Amerika Serikat dan Inggris saling bertentangan mengenai butir terakhir. Amerika Serikat ingin menghapus jabatan kaisar dan kemungkinan mengadilinya sebagai penjahat pertempuran. Sebaliknya, Inggris ingin mempertahankan jabatan kaisar, mungkin dengan Hirohito yang tetap bertahta. Pernyataan-pernyataan dalam rancangan Deklarasi Potsdam mengalami beragam revisi sebelum versi yang diterima kedua belah pihak bubar.[71]

Pada 26 Juli 1945, Amerika Serikat, Inggris, dan Cina merilis Deklarasi Potsdam yang mengandung syarat-syarat kapitulasi Jepang dengan peringatan, "Kami tidak akan menyimpang dari ketentuan-ketentuan ini. Tidak berada alternatif. Kami tidak membolehkan beradanya penundaan." Untuk Jepang, deklarasi menetapkan syarat-syarat sebagai berikut:

  • Penghapusan "selama-lamanya dari kekuasaan dan pengaruh tokoh-tokoh yang telah menipu dan menyesatkan rakyat Jepang ke arah dimulainya penaklukan dunia"
  • Pendudukan "titik-titik dalam wilayah Jepang yang akan dipilihkan oleh Sekutu"
  • "Kedaulatan Jepang akan dibatasi pada pulau-pulau Honshu, Hokkaido, Kyushu, dan Shikoku, serta pulau-pulau kecil seperti yang kami tetapkan." Seperti telah diumumkan dalam Deklarasi Kairo 1943, wilayah-wilayah Jepang akan disita hingga wilayah sebelum pertempuran, termasuk Korea dan Taiwan, begitu pula wilayah-wilayah jajahannya baru-baru ini.
  • "Kemampuan militer Jepang harus sepenuhnya dilucuti"
  • "Keadilan yang keras harus dijatuhkan kepada semua penjahat pertempuran, termasuk semua yang telah melakukan kekejaman terhadap orang kita yang ditawan".

Di lain pihak, deklarasi menegaskan bahwa:

  • "Kami tidak bermaksud memperbudak Jepang sebagai suatu ras atau menghancurkannya sebagai suatu bangsa, ... Pemerintah Jepang harus menghapus semua penghalang untuk kebangkitan dan makin menguatnya kecenderungan demokrasi di selang rakyat Jepang. Kebebasan bercakap, beragama, dan berpikir, begitu pula peghormatan untuk hak asasi manusia yang fundamental harus ditegakkan."
  • "Jepang harus dibolehkan memiliki industri-industri yang akan menunjang ekonomi dan memungkinkan untuk membayar tuntutan pampasan yang serupa dan tidak sewenang-wenang, ... Partisipasi Jepang dalam hubungan dagang internasional harus dibolehkan."
  • "Kesatuan pendudukan Sekutu akan ditarik dari Jepang segera setelah tujuan-tujuan tersebut dicapai dan telah berdirinya sebuah pemerintahan yang bertanggung jawab dan mempunyai tujuan damai sesuai dengan keinginan rakyat Jepang yang diungkapkan secara bebas sama sekali."

Satu-satunya pasal yang menyebut tentang "penyerahan tanpa syarat" dicantumkan pada kesudahan deklarasi:

  • "Kami mengimbau pemerintah Jepang untuk mengatakan sekarang juga kapitulasi tanpa syarat dari semua tingkatan bersenjata Jepang, dan untuk memperlihatkan jaminan yang cukup dan layak atas maksud berpihak kepada yang benar mereka terhadap hal tersebut. Pilihan lain untuk Jepang yaitu "penghancuran sepenuhnya dan segera."

Tidak disebutkan tentang Kaisar Hirohito apakah termasuk ke dalam salah satu dari tokoh yang "menyesatkan rakyat Jepang", atau juga seorang penjahat pertempuran, bahkan sebaliknya anggota dari "pemerintah yang bertanggung jawab dan berkeinginan damai". Pasal "penghancuran sepenuhnya dan segera" kemungkinan yaitu peringatan terselubung soal kepemilikan bom atom oleh Amerika Serikat (yang telah dicobakan dengan berhasil pada hari pertama konferensi).[72]

Reaksi Jepang

Pada 27 Juli, pemerintah Jepang menimbang-nimbang cara menanggapi Deklarasi Potsdam. Empat tokoh militer dari Dewan Penasihat Militer bermaksud menolaknya, tapi Tōgō membujuk kabinet untuk tidak melakukannya hingga ia mendapat reaksi dari Uni Soviet. Dalam sebuah telegram, Duta Besar Jepang untuk Swiss Shunichi Kase berpendapat bahwa penyerahan tanpa syarat hanya berlaku untuk militer dan bukan untuk pemerintah atau rakyat, dan ia minta agar dimengerti bahwa pemilihan bahasa yang hati-hati dalam Deklarasi Potsdam sepertinya "telah mengalami pemikiran yang mendalam" dari pihak pemerintah-pemerintah yang menandatanganinya--"mereka kelihatannya telah bersusah payah berusaha menyelamatkan muka kita pada beragam pasal-pasal."[73] Pada hari berikutnya, surat-surat kabar Jepang melaporkan bahwa Jepang telah menolak inti Deklarasi Potsdam yang sebelumnya telah disiarkan dan dijatuhkan sebagai selebaran udara di atas Jepang. Dalam usaha mengatasi persepsi publik, Perdana Menteri Suzuki berjumpa dengan pers, dan memberi pernyataan,

Saya menganggap Proklamasi Bersama sebagai pengulangan kembali Deklarasi di Konferensi Kairo. Mengenai hal tersebut, Pemerintah tidak menganggapnya memiliki nilai penting sama sekali. Salah satu hal yang bisa dilakukan yaitu mengabaikannya (mokusatsu). Kami tidak akan melakukan apa-apa kecuali menanggungnya hingga kesudahan untuk mendatangkan kesudahan pertempuran yang berhasil.[74]

Arti akap mokusatsu yaitu mengabaikan atau tidak menanggapi.[74] Walaupun demikian, pernyataan Suzuki, terutama perkataan terakhir hanya menyisakan sedikit ruang untuk interpretasi yang salah. Pers Jepang dan pers luar negeri menafsirkannya sebagai penolakan, dan tidak berada pernyataan lebih lanjut yang disampaikan ke muka umum atau saluran diplomatik untuk mengubah kesalahpahaman ini.

Pada 30 Juli, Duta Besar Satō menulis bahwa Stalin kemungkinan sedang bercakap dengan Sekutu Barat mengenai transaksinya dengan Jepang. Menurut Satō, "Tidak berada alternatif selain penyerahan tanpa syarat dengan segera bila kita ingin mencegah partisipasi Rusia dalam pertempuran."[75] Pada 2 Agustus, Tōgō menulis kepada Satō, "Sulit untuk Anda untuk mewujudkan hal itu ... terbatas waktu kita untuk berlanjut ke persiapan mengakhiri pertempuran sebelum musuh mendarat di pulau-pulau utama Jepang, di lain pihak sulit untuk memutuskan syarat-syarat damai yang nyata di tanah air secara sekaligus."[76]

Hiroshima, Manchuria, dan Nagasaki

Hiroshima: 6 Agustus


Page 11

Menyerahnya Jepang pada bulan Agustus 1945 menandai kesudahan Pertempuran Dunia II. Tingkatan Laut Kekaisaran Jepang secara efektif sudah tidak berada sejak Agustus 1945, sementara invasi Sekutu ke Jepang hanya tinggal waktu. Walaupun keinginan untuk melawan hingga titik kesudahan dinyatakan secara terbuka, pemimpin Jepang dari Dewan Penasihat Militer Jepang secara pribadi memohon Uni Soviet untuk mempunyai peran sebagai mediator dalam perjanjian damai dengan syarat-syarat yang menguntungkan Jepang. Sementara itu, Uni Soviet juga berjaga-jaga untuk menyerang Jepang dalam usaha memenuhi janji kepada Amerika Serikat dan Inggris di Konferensi Yalta.

Pada 6 Agustus dan 9 Agustus, Amerika Serikat menjatuhkan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki. Pada 9 Agustus, Uni Soviet melancarkan penyerbuan mendadak ke koloni Jepang di Manchuria (Manchukuo) yang melanggar Pakta Netralitas Soviet–Jepang. Kaisar Hirohito campur tangan setelah terjadi dua peristiwa mengejutkan tersebut, dan memerintahkan Dewan Penasihat Militer untuk menerima syarat-syarat yang ditawarkan Sekutu dalam Deklarasi Potsdam. Setelah berlaku perundingan di pulang layar selagi beberapa hari, dan kudeta yang gagal, Kaisar Hirohito menyampaikan pidato radio di hadapan rakyat pada 15 Agustus 1945. Dalam pidato radio yang dikata Gyokuon-hōsō (Siaran Suara Kaisar), Hirohito membacakan Perintah Kekaisaran tentang kapitulasi, sekaligus mengumumkan kepada rakyat bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu.

Pendudukan Jepang oleh Komandan Tertinggi Sekutu dimulai pada 28 Agustus. Upacara kapitulasi diadakan pada 2 September 1945 di atas kapal tempur Amerika Serikat Missouri. Dokumen Kapitulasi Jepang yang ditandatangani hari itu oleh pejabat pemerintah Jepang secara resmi menghabisi Pertempuran Dunia II. Penduduk sipil dan anggota militer di negara-negara Sekutu merayakan Hari Kemenangan atas Jepang (V-J Day). Walaupun demikian, beberapa pos komando terpencil dan personel militer dari kesatuan di pelosok-pelosok Asia menolak untuk menyerah selagi berbulan-bulan bahkan hingga bertahun-tahun setelah Jepang menyerah. Sejak kapitulasi Jepang, sejarawan terus berargumen tentang etika penggunaan bom atom. Pertempuran selang Jepang dan Sekutu secara resmi habis ketika Perjanjian San Francisco mulai berlaku pada tanggal 28 April 1952. Empat tahun kemudian Jepang dan Uni Soviet menandatangani Deklarasi Bersama Soviet–Jepang 1956 yang secara resmi menghabisi pertempuran selang kedua negara tersebut.

Kekalahan Jepang

Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?

Pendaratan Sekutu di Area Pertempuran Operasi Samudra Pasifik, Agustus 1942 hingga Agustus 1945.

Pada tahun 1945, Jepang telah hampir dua tahun berturut-turut mengalami kekalahan berkepanjangan di Pasifik Barat Daya, kampanye militer Mariana, dan kampanye militer Filipina. Pada Juli 1944 setelah Saipan jatuh, Jenderal Hideki Tōjō diangkat sebagai perdana menteri oleh Jenderal Kuniaki Koiso yang membicarakan Filipina sebagai tempat pertempuran berikutnya yang menentukan.[1] Setelah Filipina jatuh, giliran Koiso yang diganti oleh Admiral Kantarō Suzuki. Pada paruh pertama tahun 1945, Sekutu berhasil merebut Iwo Jima dan Okinawa. Setelah diduduki Sekutu, Okinawa dijadikan daerah singgahan untuk menyerbu ke pulau-pulau utama di Jepang.[2] Setelah kekalahan Jerman, Uni Soviet diam-diam mulai mengerahkan kembali pasukan tempur Eropa-nya ke Timur Jauh, di samping sekitar empat puluh divisi yang telah ditaruh di sana sejak tahun 1941, sebagai penyeimbang kekuataan jutaan Tentara Kwantung.[3]

Operasi kapal-kapal selam Sekutu dan penyebaran ranjau di lolos pantai Jepang telah menghancurkan beberapa besar armada dagang Jepang. Sebagai negara dengan agak sumber daya dunia, Jepang bergantung kepada bahan mentah yang diimpor dari daratan Asia dan dari wilayah pendudukan Jepang di Hindia Belanda, terutama minyak bumi.[4] Penghancuran armada dagang Jepang, ditambah dengan pengeboman strategis kawasan industri di Jepang telah meruntuhkan ekonomi pertempuran Jepang. Produksi batu bara, besi, besi baja, karet, dan pasokan bahan mentah lainnya hanya tersedia dalam banyak kecil dibandingkan pasokan sebelum pertempuran.[5][6]

Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?

Kapal tempur Jepang Haruna karam di tempat bersandarnya di pangkalan tingkatan laut Kure pada peristiwa Pengeboman Kure 24 Juli 1945.

Sebagai dampak kerugian yang dialami, kemampuan Tingkatan Laut Kekaisaran Jepang secara efektif sudah berkesudahan. Setelah serangkaian pengeboman Sekutu di galangan kapal Jepang di Kure, Prefektur Hiroshima, kapal-kapal pertempuran Jepang yang tersisa hanyalah enam kapal induk, empat kapal penjelajah, dan satu kapal tempur. Namun, semua kapal tersebut tidak memiliki bahan bakar yang cukup. Walaupun masih berada 19 kapal perusak dan 38 kapal selam yang masih operasional, pengoperasian mereka menjadi terbatas dampak kekurangan bahan bakar.[7][8]

Persiapan pertahanan

Menghadapi kemungkinan penyerbuan Sekutu ke pulau-pulau utama Jepang, dimulai dari Kyushu, Jurnal Pertempuran Markas Besar Kekaisaran menyimpulkan,

Kita tidak bisa lagi memimpin pertempuran dengan berada agak pun harapan untuk menang. Satu-satunya jalan yang tersisa yaitu mengorbankan nyawa seratus juta rakyat Jepang sebagai bom hidup agar musuh kehilangan semangat berperang.[9]

Sebagai usaha darurat yang terbelakang untuk menghentikan gerak maju Sekutu, Komando Tertinggi Kekaisaran Jepang merencanakan pertahanan Kyushu secara habis-habisan. Usaha yang dinamakan dengan sandi Operasi Ketsu-Go [10] ini dimaksudkan sebagai perubahan strategi yang radikal. Berlainan dari sistem pertahanan berlapis seperti yang dipakai sewaktu menginvasi Peleliu, Iwo Jima, dan Okinawa, kali ini semuanya dipertaruhkan di pantai. Sebelum pasukan dan perlengkapan didaratkan transpor amfibi di pantai, mereka akan diserang oleh 3.000 pesawat kamikaze.[8]

Bila strategi ini tidak mengusir Sekutu, Jepang akan mengerahkan 3.500 pesawat kamikaze tambahan berikut 5.000 kapal bunuh diri Shin'yō disertai kapal-kapal perusak dan kapal-kapal selam yang masih tersisa--hingga kapal terbelakang yang operasional--untuk menghancurkan Sekutu. Bila Sekutu menang dalam pertempuran di pantai dan berhasil mendarat di Kyushu, hanya akan tersisa 3.000 pesawat untuk mempertahankan pulau-pulau Jepang yang lain. Walaupun demikian, Kyushu akan dipertahankan "hingga titik darah penghabisan".[8] Strategi membentuk pertahanan terbelakang di Kyushu didasarkan pada asumsi bahwa Uni Soviet akan tetap mempertahankan netralitas.[11]

Serangkaian gua digali dekat Nagano di Honshu. Gua-gua yang dikata Markas Besar Kekaisaran Bawah Tanah Matsushiro tersebut akan dijadikan Markas Tingkatan Darat pada saat terjadinya invasi Sekutu serta rumah perlindungan untuk Kaisar Jepang dan keluarganya.[12]

Dewan Penasihat Militer

Pengambilan keputusan pertempuran Jepang berpusat di Dewan Penasihat Militer yang beranggota enam pejabat tinggi: perdana menteri, menteri luar negeri, menteri tingkatan darat, menteri tingkatan laut, kepala staf umum tingkatan darat, dan kepala staf umum tingkatan laut.[13] Saat kabinet pemerintah Suzuki terbentu pada April 1945, keanggotaan dewan terdiri dari:

Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?

Kabinet Suzuki, Juni 1945

  • Perdana Menteri Admiral Kantarō Suzuki
  • Menteri Luar Negeri Shigenori Tōgō
  • Menteri Tingkatan Darat Jenderal Korechika Anami
  • Menteri Tingkatan Laut Admiral Mitsumasa Yonai
  • Kepala Staf Umum Tingkatan Darat Jenderal Yoshijirō Umezu
  • Kepala Staf Umum Tingkatan Laut Admiral Koshirō Oikawa (kemudian diganti oleh Admiral Soemu Toyoda)

Secara hukum, Tingkatan Darat dan Tingkatan Laut Kekaisaran Jepang memiliki hak untuk mencalonkan (atau menolak pencalonan) masing-masing menteri. Sebagai hasilnya, Jepang bisa menghindari pembentukan pemerintahan yang tidak diingini, atau terjadinya pengunduran diri yang bisa menjatuhkan pemerintah yang sedang berlaku.[14][15]

Kaisar Hirohito dan Pelindung Cap Pribadi Kaisar Kōichi Kido juga benar di beberapa pertemuan, setelah diminta Kaisar.[16] Seperti yang dilaporkan Iris Chang, "Jepang sengaja menghancurkan, menyembunyikan, atau memalsukan beberapa dari dokumen rahasia pertempuran mereka"[17][18]

Perbedaan gagasan di kalangan pemimpin Jepang

Kabinet Suzuki, dalam beragam anggota, lebih memilih meneruskan pertempuran. Untuk Jepang, kapitulasi hampir tidak terpikirkan. Dalam 2000 tahun sejarahnya, Jepang tidak pernah diinvasi bangsa asing atau kalah dalam pertempuran.[19] Hanya Menteri Tingkatan Laut Mitsumasa Yonai yang diketahui memiliki keinginan untuk menghabisi pertempuran.[20] Menurut sejarawan Richard B. Frank:

Walaupun Suzuki pastinya melihat perdamaian sebagai tujuan jangka panjang, ia tidak memiliki rencana untuk membentuknya dalam jangka waktu dekat atau dengan syarat-syarat yang bisa diterima Sekutu. Komentarnya dalam konferensi negarawan senior tidak memberikan tanda-tanda dirinya menginginkan habisnya pertempuran lebih awal ... ; Pilihan Suzuki untuk pos-pos kabinet yang paling penting, dengan pengecualian satu orang, bukanlah juga tokoh pendukung perdamaian.[21]

Seusai pertempuran, Perdana Menteri Suzuki dan pejabat lain dari pemerintahannya mengaku mereka secara rahasia merundingkan perdamaian, tapi secara terbuka tidak bisa mengumumkannya. Mereka mengutip ide Jepang tentang haragei (seni berkomunikasi dengan sikap dan kemampuan kepribadian dan bukan melintas kata-kata) untuk membenarkan ketidakselarasan selang tindakan di muka umum dan programa di pulang layar. Namun, beberapa sejarawan menolak interpretasi ini. Robert J. C. Butow menulis:

Sesuai argumen yang sangat ambigu, pembelaan soal haragei menimbulkan kecurigaan bahwa dalam masalah politik dan diplomasi, secara sadar menggantungkan diri pada seni menggertak mungkin bisa dianggap sebagai pengelabuan disengaja yang diperkirakan didasarkan keinginan mengadu domba untuk keuntungan sendiri. Walaupun keputusan ini tidak sesuai dengan kepribadian Admiral Suzuki yang banyak dipuji, pada realitanya dari saat ia diangkat sebagai perdana menteri hingga hari ia mengundurkan diri, tidak berada seorang pun yang bisa memastikan apa yang berikutnya akan dibicarakan atau dilakukan Suzuki.[22]

Pemimpin Jepang selalu menginginkan penyelesaian pertempuran dengan negosiasi. Perencanaan praperang mereka mengharapkan perluasan wilayah secara cepat, konsolidasi, konflik yang tidak terhindarkan dengan Amerika Serikat, dan penyelesaian pertempuran yang memungkinkan Jepang mempertahankan paling tidak beberapa wilayah baru yang telah mereka duduki.[23] Pada tahun 1945, pemimpin-pemimpin Jepang sepakat bahwa pertempuran tidak berlaku dengan lancar, tetapi mereka tidak sepakat mengenai cara-cara terbaik dalam bernegosiasi untuk menghabisi pertempuran. Kalangan pemimpin Jepang terbelah menjadi dua kubu. Faksi "damai" menginginkan inisiatif diplomatik dengan membujuk pemimpin Uni Soviet Joseph Stalin agar bertindak sebagai mediator penyelesaian pertempuran selang Jepang dan Amerika Serikat beserta sekutunya. Sebaliknya, faksi garis keras lebih memilih berperang dalam satu pertempuran terbelakang yang "menentukan" hingga jatuh korban begitu banyak di pihak Sekutu yang mengakibatkan mereka mau menawarkan syarat-syarat yang lebih lunak.[24] Kedua kubu terbentuk sesuai pengalaman Jepang dalam Pertempuran Rusia-Jepang empat puluh tahun sebelumnya. Dalam pertempuran tersebut terjadi serangkaian pertempuran yang memakan kerugian besar yang tidak menentukan pemenang, tetapi diakhiri oleh Pertempuran Tsushima yang dimenangkan Jepang.[25]

Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?

Admiral Kantarō Suzuki menjabat Perdana Menteri Jepang dalam bulan-bulan sebelum pertempuran habis.

Pada kesudahan Januari 1945, beberapa pejabat Jepang yang dekat dengan Kaisar mempertimbangkan syarat-syarat kapitulasi yang akan mengamankan kedudukan Kaisar Jepang. Proposal-proposal yang dikirim melintas saluran Amerika Serikat dan Inggris tersebut ditata oleh Jenderal Douglas MacArthur menjadi dokumen 40 halaman, dan kemudian, pada 2 Februari, dua hari sebelum Konferensi Yalta, diberikan kepada Presiden Franklin D. Roosevelt. Menurut laporan, dokumen tersebut ditolak oleh Roosevelt tidak pertimbangan apa pun. Semua proposal mencakup syarat bahwa kedudukan kaisar tetap dipertahankan, walaupun mungkin sebagai penguasa boneka. Namun pada saat itu, kebijakan Sekutu hanyalah menerima penyerahan tidak syarat.[26] Selain itu, proposal-proposal ini ditolak keras oleh pejabat pemerintahan Jepang yang berpengaruh, dan oleh sebab itu tidak bisa dibicarakan mewakili keinginan Jepang yang sebenarnya untuk menyerah pada waktu itu.[27]

Pada Februari 1945, Pangeran Fumimaro Konoe memberi Kaisar Hirohito sebuah memorandum yang menganalisis situasi dan menyampaikan kepada Hirohito bahwa bila pertempuran diteruskan, kekaisaran akan menghadapi revolusi internal yang lebih berbahaya daripada kalah dalam pertempuran.[28] Menurut buku harian Pengurus Rumah Tangga Kaisar Hisanori Fujita, Kaisar yang menunggu pertempuran menentukan (tennōzan) menjawab bahwa masih terlalu dini menawarkan perdamaian, "Kecuali kita membentuk satu lagi kemenangan militer."[29] Masih pada bulan Februari tahun yang sama, divisi perjanjian Jepang menulis tentang kebijakan Sekutu terhadap Jepang mengenai "penyerahan tidak syarat, pendudukan, perlucutan senjata, penghapuskan militerisme, reformasi demokrasi, hukuman untuk penjahat pertempuran, dan status kaisar."[30] Pelucutan senjata oleh Sekutu, penjatuhan hukuman untuk penjahat pertempuran Jepang, dan khususnya pendudukan dan penghapusan jabatan kaisar tidak diterima oleh pimpinan Jepang.[31][32]

Pada 5 April, Uni Soviet mengumumkan tidak akan memperbarui Pakta Netralitas Soviet-Jepang[33] yang ditandatangani tahun 1941 setelah terjadinya Peristiwa Nomonhan.[34] Pada Konferensi Yalta Februari 1945, negara-negara Barat yang tergabung dalam Sekutu telah menyepakati konsesi yang substansial dengan Soviet untuk menyimpankan janji dari Soviet untuk membicarakan pertempuran terhadap Jepang tidak lebih dari tiga bulan setelah Jerman menyerah. Walaupun secara hukum Pakta Netralitas tetap berlaku hingga setahun setelah Uni Soviet membatalkannya (hingga 5 April 1946), pembatalan sepihak ini secara jelas tetapi terselubung menunjukkan niat pertempuran Uni Soviet.[35] Menteri Luar Negeri Rusia Vyacheslav Molotov, di Moskow, dan Yakov Malik, duta besar Soviet di Tokyo, sungguh-sungguh mencoba meyakinkan Jepang bahwa "masa berlaku Pakta tersebut belum berakhir".[36]

Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?

Menteri Luar Negeri Shigenori Tōgō

Pada serangkaian rapat tingkat tinggi pada bulan Mei 1965, keenam anggota Dewan Penasihat Militer dengan serius membahas metode menghabisi pertempuran. Namun tidak seorang pun dari mereka setuju dengan syarat-syarat yang diajukan Sekutu. Ingat siapa pun yang secara terbuka mendukung kapitulasi Jepang terancam bahaya pembunuhan oleh perwira tingkatan darat yang sangat setia, rapat-rapat tersebut tertutup untuk siapa pun kecuali keenam anggota Dewan Penasihat Militer, Kaisar, dan pelindung cap pribadi kaisar. Tidak berada perwira eselon dua atau eselon tiga yang diizinkan benar.[37] Pada rapat-rapat tersebut, hanya Menteri Luar Negeri Tōgō yang menyadari kemungkinan sekutu negara-negara Barat sudah membentuk konsesi dengan Soviet untuk mengajak mereka berperang melawan Jepang.[38] Sebagai hasil rapat-rapat tersebut, Tōgō diberi wewenang untuk mendekati Uni Soviet, meminta mereka untuk tetap mempertahankan netralitas, atau lebih fantastis lagi, mau membentuk aliansi.[39]

Sejalan dengan tradisi pemerintahan baru mengumumkan tujuan-tujuan mereka, setelah rapat bulan Mei habis, staf Tingkatan Darat mengeluarkan dokumen berjudul "Kebijakan Fundamental untuk Diikuti Selanjutnya dalam Melaksanakan Perang" yang membicarakan rakyat Jepang akan berjuang hingga punah daripada menyerah. Kebijakan ini diadopsi oleh Dewan Penasihat Militer pada 6 Juni (Tōgō menentangnya, sementara kelima anggota lain mendukung).[40] Dokumen-dokumen yang diajukan Suzuki pada pertemuan yang sama menyarankan bahwa dalam usaha awal diplomatik dengan Uni Soviet, Jepang mengambil pendekatan sebagai berikut:

Rusia harus diberi tahu dengan jelas bahwa kemenangannya atas Jerman yaitu berkat Jepang, karena kita tetap netral, dan Soviet akan diuntungkan bila membantu Jepang mempertahankan jabatannya di dunia internasional, karena musuh mereka di masa hadapan yaitu Amerika Serikat.[41]

Pada 9 Juni, orang kepercayaan kaisar Kōichi Kido menulis "Rancangan Rencana Pengendalian Situasi Krisis" yang memperingatkan bahwa pada kesudahan tahun kemampuan Jepang untuk melakukan pertempuran modern akan berkesudahan dan pemerintah akan tidak mampu mengendalikan kerusuhan sipil. "... Kita tidak tahu pasti apakah kita akan bernasib sama seperti Jerman dan terjatuh dalam keadaan yang sulit hingga kita tidak bisa mencapai tujuan tertinggi mengamankan Rumah Tangga Kekaisaran dan mempertahankan kelola negara nasional."[42] Kido mengusulkan Kaisar sendiri ikut ambil anggota, dengan menawarkan untuk menghabisi pertempuran dengan "syarat-syarat yang sangat murah hati". Kido mengusulkan Jepang melepaskan wilayah jajahan Eropa, asalkan mereka diberi kemerdekaan, dan negara kita dilucuti, serta untuk sementara harus "puas dengan pertahanan minimum". Berbekal penugasan Kaisar, Kido mendekati beberapa anggota Dewan Penasihat Militer. Tōgō sangat mendukung. Suzuki dan Menteri Tingkatan Laut Admiral Mitsumasa Yonai keduanya sangat berhati-hati mendukung; masing-masing bertanya dalam hati, apa yang dipikirkan satu sama lain. Menteri Tingkatan Darat Jenderal Korechika Anami bersikap ambivalen, bersikeras diplomasi harus menunggu "hingga Amerika Serikat menderita kerugian besar" dalam Operasi Ketsu-Go.[43]

Pada bulan Juni 1845, Kaisar sudah kehilangan kepercayaan terhadap kesempatan mencapai kemenangan militer. Jepang sudah kalah dalam Pertempuran Okinawa. Kaisar juga sudah mendapat kabar tentang kelemahan tingkatan darat di Cina, begitu pula soal tingkatan laut dan tingkatan darat yang mempertahankan pulau-pulau utama Jepang. Kaisar menerima laporan dari Pangeran Higashikuni; darinya Kaisar mengambil kesimpulan bahwa "bukan saja pertahanan lolos pantai, divisi yang tersedia untuk diterjunkan di pertempuran yang menentukan juga tidak memiliki banyak senjata yang memadai."[44] Menurut Kaisar:

Kita sudah diberi tahu besi asal bom yang dijatuhkan musuh sudah digunakan untuk membentuk sekop. Hal ini artiannya kita tidak berada dalam jabatan melanjutkan pertempuran.[44]

Pada 22 Juni, kaisar memanggil keenam anggota Dewan Penasihat Militer untuk rapat. Tidak seperti pada umumnya, Kaisar membuka pembicaraan: "Kita menginginkan rencana konkrit untuk menghabisi pertempuran, tidak dirintangi kebijakan yang berada, akan dipelajari dengan cepat dan usaha-usaha dilakukan untuk mengimplementasikannya."[45] Pertemuan menyetujui untuk mengundang pertolongan Soviet dalam menghabisi pertempuran. Negara-negara netral lain seperti Swiss, Swedia, dan Vatikan dikenal berniat memainkan peranan dalam menciptakan perdamaian, tapi mereka terlalu kecil hingga mereka tidak bisa melakukan lebih dari sekadar menyampaikan syarat-syarat kapitulasi Sekutu serta penerimaan atau penolakan dari Jepang. Uni Soviet diharapkan bisa dibujuk untuk bertindak sebagai agen Jepang dalam bernegosiasi dengan Sekutu Barat.[46]

Usaha berurusan dengan Uni Soviet

Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?

Naotake Satō

Pada 30 Juni, Tōgō memerintahkan Duta Besar Jepang untuk Moskwa Naotake Satō untuk berusaha menciptakan "hubungan persahabatan yang erat dan tidak berkesudahan." Satō bermaksud membicarakan status Manchuria dan "masalah apa saja yang akan diangkat Rusia."[47] Satō habis berjumpa dengan Menteri Luar Negeri Soviet Vyacheslav Molotov pada 11 Juli, namun pertemuan tidak menghasilkan apa-apa. Pada 12 Juli, Tōgō memerintahkan Satō untuk menyampaikan kepada Soviet bahwa,

Yang Mulia Kaisar mempertimbangkan fakta bahwa pertempuran yang sekarang dari hari ke hari membawa kemalangan dan pengorbanan untuk rakyat dari semua pihak-pihak yang berperang, keinginan dari dalam hati agar bisa segera dibubarkan. Namun selagi Inggris dan Amerika Serikat bersikeras soal penyerahan tidak syarat, Kekaisaran Jepang tidak punya pilihan lain kecuali berperang dengan segenap tenaga untuk kehormatan dan keberlangsungan tanah air.[48]

Kaisar mengusulkan untuk mengirim Pangeran Konoe sebagai Utusan Luar Biasa, walaupun ia tidak bisa tiba di Moskwa sebelum dimulainya Konferensi Potsdam.

Satō memberi tahu Tōgō bahwa dalam realita, Jepang hanya bisa mengharapkan "penyerahan tidak syarat atau syarat-syarat yang hampir setara ke situ". Lebih jauh lagi Satō membicarakan bahwa pesan-pesan Tōgō "tidak jelas soal pandangan pemerintah dan militer dalam hal penghentian perang," serta mempertanyakan apakah inisiatif Tōgō didukung oleh unsur-unsur kunci dalam struktur kekuasaan Jepang.[49]

Pada 17 Juli, Tōgō menjawab,

Walaupun para penguasa, dan juga pemerintah yakin bahwa kemampuan pertempuran kita masih bisa menimbulkan pukulan artiannya terhadap musuh, kita tidak bisa merasakan kedamaian hati yang betul-betul pasti. ... Namun, mohon betul-betul diingat, bahwa kita tidak meminta mediasi Rusia untuk hal-hal seperti penyerahan tidak syarat.[50]

Dalam jawabannya, Satō memperjelas,

Sudah barang tentu dalam pesan saya sebelumnya menyebut penyerahan tidak syarat atau syarat-syarat yang hampir setara, saya membentuk pengecualian soal mempertahankan [Rumah Tangga Kekaisaran].[51]

Pada 21 Juli, bercakap atas nama kabinet, Tōgō mengulangi,

Mengenai soal penyerahan tidak syarat kita tidak bisa menyetujuinya sesuai keadaan bagaimana pun. ... Dalam usaha menghindari keadaan seperti itu kita sedang mencari damai, ... melintas jasa berpihak kepada yang benar Rusia. ... Ditinjau dari sudut pandang dalam negeri dan luar negeri, membentuk pernyataan segera tentang syarat-syarat terbatas yaitu merugikan dan tidak mungkin.[52]

Ahli kriptografi Amerika Serikat yang bergabung dalam Proyek Magic telah memecahkan beberapa besar sandi Jepang, terhitung kode Purple yang dipakai oleh kantor-kantor perwakilan Jepang untuk menyandikan koresponden diplomatik. Sebagai dampaknya, pesan selang Tokyo dan kedutaan-kedutaan Jepang bocor ke pemimpin Sekutu hampir sama cepatnya dengan penerima di alamat tujuan.[53]

Maksud-maksud Soviet

Urusan keamanan mendominasi keputusan Soviet soal Timur Jauh.[54] Di selang keinginan yang paling utama yaitu memperoleh akses tidak terbatas ke Samudra Pasifik. Kawasan lolos pantai Soviet di Pasifik yang bebas sama sekali es setahu tahun, khususnya Vladivostok, bisa diblokade melintas udara dan laut dari Sakhalin dan Kepulauan Kuril. Bila keduanya didapatkan artiannya Rusia memperoleh akses bebas sama sekali ke Selat Soya yang memang menjadi sasaran utama.[55][56] Sasaran kedua yaitu perjanjian kontrak Jalur Kereta Api Timur Jauh Cina, Jalur Kereta Api Manchuria Selatan, Dairen, dan Lushun.[57]

Untuk mencapai tujuannya, Stalin and Molotov dengan semangat bernegosiasi dengan Jepang, memberikan Jepang harapan palsu akan perdamaian dengan Uni Soviet sebagai mediator.[58] Pada saat yang bersamaan, dalam transaksi Soviet dengan Amerika Serikat dan Inggris, Soviet bersikeras untuk secara ketat menaati Deklarasi Kairo, ditegaskan kembali di Konferensi Yalta bahwa Sekutu tidak akan menerima perdamaian bersyarat atau perdamaian sendiri-sendiri dengan Jepang. Kepada semua negara-negara Sekutu, Jepang harus menyerah tidak syarat. Untuk memperpanjang pertempuran, Uni Soviet menentang semua upaya yang dilakukan untuk memperlunak syarat-syarat kapitulasi.[58] Bila pertempuran tidak segera habis, Uni Soviet masih punya cukup waktu untuk memindahkan pasukan-pasukan mereka ke area pertempuran Pasifik, untuk selanjutnya merebut Sakhalin, Kepulauan Kuril, dan kemungkinan Hokkaido[59] (invasi dimulai dengan pendaratan di Rumoi, Hokkaido).[60]

Proyek Manhattan

Pada 1939, Albert Einstein dan Leó Szilárd menulis sepucuk surat kepada Presiden Roosevelt yang mendesaknya untuk mendanai penelitian dan pengembangan bom atom. Roosevelt setuju dan hasilnya yaitu proyek riset sangat rahasia yang dikata Proyek Manhattan. Proyek ini dipimpin Jenderal Leslie Groves dengan J. Robert Oppenheimer sebagai direktur pengarah anggota ilmiah. Bom atom pertama dengan berhasil diledakkan dalam percobaan Trinity 16 Juli 1945.

Sementara proyek hampir habis, pemimpin pertempuran Amerika mulai mempertimbangkan untuk menggunakan bom atom terhadap Jepang. Groves membentuk komite pencari sasaran yang berjumpa pada bulan April dan Mei 1945. Komite ini mengatur daftar sasaran bom atom. Mereka memilih 18 kota-kota di Jepang. Datang dalam daftar di urutan paling atas yaitu Kyoto, Hiroshima,[61] Yokohama, Kokura, dan Niigata.[62][63] Pada habis Kyoto dihapus dari daftar atas desakan Menteri Pertempuran Henry L. Stimson yang pernah mengunjungi Kyoto sewaktu bulan madu, dan mengetahui kota ini sangat penting dalam anggota hukum budaya dan sejarah.[64]

Pada bulan Mei, Harry S. Truman diangkat sebagai Presiden Amerika Serikat yang baru setelah Franklin Roosevelt wafat pada 16 April 1945. Truman menyetujui pembentukan komite Interim, sebuah kelompok penasihat yang melapor mengenai bom atom.[63] Komite Interim terdiri dari George L. Harrison, Vannevar Bush, James Bryant Conant, Karl Taylor Compton, William L. Clayton, dan Ralph Austin Bard, serta dibantu dewan penasihat yang terdiri dari ilmuwan Oppenheimer, Enrico Fermi, Ernest Lawrence, dan Arthur Compton. Dalam laporan tanggal 1 Juni 1945, komite berkesimpulan bom atom harus digunakan secepat mungkin terhadap instalasi-instalasi pertempuran berikut rumah-rumah pekerja di sekelilingnya, dan tidak perlu memberi teguran memperingatkan atau peragaan sebelumnya.[65]

Mandat yang diberikan kepada komite tidak terhitung penggunaan bom atom, walaupun penggunaannya sudah diperkirakan bila sudah habis.[66] Komite mengkaji kembali penggunaan bom atom setelah berada protes dalam bentuk Laporan Franck dari ilmuwan Proyek Manhattan. Pada rapat 21 Juni, komite menegaskan kembali bahwa tidak berada alternatif lain selain menggunakan bom atom.[67]

Acara-acara di Potsdam

Pemimpin kemampuan utama Sekutu berjumpa dalam Konferensi Potsdam 16 Juli-2 Agustus 1945. Uni Soviet, Kerajaan Bersatu, dan Amerika Serikat, masing-masing diganti oleh Stalin, Winston Churchill (kemudian Clement Attlee), dan Truman.

Negosiasi

Pertempuran melawan Jepang merupakan salah satu dari beragam isu yang dibicarakan di Potsdam. Truman mendapat berita tentang berhasilnya percobaan Trinity pada awal konferensi, dan menyampaikan informasi tersebut ke delegasi Inggris. Kesuksesan percobaan bom atom menyebabkan delegasi Amerika Serikat mempertimbangkan kembali mengenai perlunya partisipasi Soviet (seperti dijanjikan di Yalta).[68] Prioritas teratas Sekutu yaitu mempersingkat pertempuran dan menurunkan korban di pihak Amerika Serikat. Kedua hal tersebut mungkin bisa dibantu dengan beradanya campur tangan Uni Soviet, namun kemungkinan harus dibayar dengan membolehkan Soviet mencaplok wilayah-wilayah di luar wilayah yang dijanjikan untuk mereka di Yalta, dan mungkin Jepang akan terbagi dua seperti Jerman.[69]

Dalam kesepakatan dengan Stalin, Truman memutuskan untuk memberikan pemimpin Soviet kabar tentang keberadaan senjata baru yang kuat tidak memberitahukan rinciannya. Namun, Sekutu lainnya tidak menyadari bahwa intelijen Soviet telah menyusup dalam Proyek Manhattan pada tahap awal, sehingga ketika Stalin mengetahui keberadaan bom atom, ia tidak terkesan dengan potensinya.[70]

Deklarasi Potsdam

Pemimpin negara-negara utama Sekutu memutuskan untuk mengeluarkan pernyataan yang dikata Deklarasi Potsdam yang menetapkan "penyerahan tidak syarat" dan memperjelas artian kapitulasi Jepang untuk kedudukan kaisar dan untuk Hirohito secara pribadi. Pemerintah Amerika Serikat dan Inggris saling bertentangan mengenai butir terbelakang. Amerika Serikat ingin menghapus jabatan kaisar dan kemungkinan mengadilinya sebagai penjahat pertempuran. Sebaliknya, Inggris ingin mempertahankan jabatan kaisar, mungkin dengan Hirohito yang tetap bertahta. Pernyataan-pernyataan dalam rancangan Deklarasi Potsdam mengalami beragam revisi sebelum versi yang diterima kedua belah pihak habis.[71]

Pada 26 Juli 1945, Amerika Serikat, Inggris, dan Cina merilis Deklarasi Potsdam yang mengandung syarat-syarat kapitulasi Jepang dengan teguran memperingatkan, "Kita tidak akan menyimpang dari ketentuan-ketentuan ini. Tidak berada alternatif. Kita tidak membolehkan beradanya penundaan." Untuk Jepang, deklarasi menetapkan syarat-syarat sebagai berikut:

  • Penghapusan "selama-lamanya dari kekuasaan dan pengaruh tokoh-tokoh yang telah menipu dan menyesatkan rakyat Jepang ke arah dimulainya penaklukan dunia"
  • Pendudukan "titik-titik dalam wilayah Jepang yang akan dipilihkan oleh Sekutu"
  • "Kedaulatan Jepang akan dibatasi pada pulau-pulau Honshu, Hokkaido, Kyushu, dan Shikoku, serta pulau-pulau kecil seperti yang kita tetapkan." Seperti telah diumumkan dalam Deklarasi Kairo 1943, wilayah-wilayah Jepang akan disita hingga wilayah sebelum pertempuran, terhitung Korea dan Taiwan, begitu pula wilayah-wilayah jajahannya baru-baru ini.
  • "Kemampuan militer Jepang harus sepenuhnya dilucuti"
  • "Keadilan yang keras harus dijatuhkan kepada semua penjahat pertempuran, terhitung semua yang telah melakukan kekejaman terhadap orang kita yang ditawan".

Di lain pihak, deklarasi menegaskan bahwa:

  • "Kita tidak bermaksud memperbudak Jepang sebagai suatu ras atau menghancurkannya sebagai suatu bangsa, ... Pemerintah Jepang harus menghapus semua penghalang untuk kebangkitan dan makin menguatnya kecenderungan demokrasi di selang rakyat Jepang. Kebebasan bercakap, beragama, dan berpikir, begitu pula peghormatan untuk hak asasi manusia yang fundamental harus ditegakkan."
  • "Jepang harus dibolehkan memiliki industri-industri yang akan menunjang ekonomi dan memungkinkan untuk membayar tuntutan pampasan yang serupa dan tidak sewenang-wenang, ... Partisipasi Jepang dalam hubungan dagang internasional harus dibolehkan."
  • "Kesatuan pendudukan Sekutu akan ditarik dari Jepang segera setelah tujuan-tujuan tersebut dicapai dan telah berdirinya sebuah pemerintahan yang bertanggung jawab dan mempunyai tujuan damai sesuai dengan keinginan rakyat Jepang yang diungkapkan secara bebas sama sekali."

Satu-satunya pasal yang menyebut tentang "penyerahan tidak syarat" dicantumkan pada kesudahan deklarasi:

  • "Kita mengimbau pemerintah Jepang untuk membicarakan sekarang juga kapitulasi tidak syarat dari semua tingkatan bersenjata Jepang, dan untuk menunjukkan jaminan yang cukup dan layak atas maksud berpihak kepada yang benar mereka terhadap hal tersebut. Pilihan lain untuk Jepang yaitu "penghancuran sepenuhnya dan segera."

Tidak disebutkan tentang Kaisar Hirohito apakah terhitung ke dalam salah satu dari tokoh yang "menyesatkan rakyat Jepang", atau juga seorang penjahat pertempuran, bahkan sebaliknya anggota dari "pemerintah yang bertanggung jawab dan berkeinginan damai". Pasal "penghancuran sepenuhnya dan segera" kemungkinan yaitu teguran memperingatkan terselubung soal kepemilikan bom atom oleh Amerika Serikat (yang telah dicobakan dengan berhasil pada hari pertama konferensi).[72]

Reaksi Jepang

Pada 27 Juli, pemerintah Jepang menimbang-nimbang metode menanggapi Deklarasi Potsdam. Empat tokoh militer dari Dewan Penasihat Militer bermaksud menolaknya, tapi Tōgō membujuk kabinet untuk tidak melakukannya hingga ia mendapat reaksi dari Uni Soviet. Dalam sebuah telegram, Duta Besar Jepang untuk Swiss Shunichi Kase berpendapat bahwa penyerahan tidak syarat hanya berlaku untuk militer dan bukan untuk pemerintah atau rakyat, dan ia minta agar dimengerti bahwa pemilihan bahasa yang hati-hati dalam Deklarasi Potsdam sepertinya "telah mengalami pemikiran yang mendalam" dari pihak pemerintah-pemerintah yang menandatanganinya--"mereka kelihatannya telah bersusah payah berusaha menyelamatkan muka kita pada beragam pasal-pasal."[73] Pada hari berikutnya, surat-surat kabar Jepang melaporkan bahwa Jepang telah menolak inti Deklarasi Potsdam yang sebelumnya telah disiarkan dan dijatuhkan sebagai selebaran udara di atas Jepang. Dalam usaha mengatasi persepsi publik, Perdana Menteri Suzuki berjumpa dengan pers, dan memberi pernyataan,

Saya menganggap Proklamasi Bersama sebagai pengulangan kembali Deklarasi di Konferensi Kairo. Mengenai hal tersebut, Pemerintah tidak menganggapnya memiliki nilai penting sama sekali. Salah satu hal yang bisa dilakukan yaitu mengabaikannya (mokusatsu). Kita tidak akan melakukan apa-apa kecuali menanggungnya hingga kesudahan untuk mendatangkan kesudahan pertempuran yang berhasil.[74]

Artian akap mokusatsu yaitu mengabaikan atau tidak menanggapi.[74] Walaupun demikian, pernyataan Suzuki, terutama perkataan terbelakang hanya menyisakan agak ruang untuk interpretasi yang salah. Pers Jepang dan pers luar negeri menafsirkannya sebagai penolakan, dan tidak berada pernyataan lebih lanjut yang disampaikan ke muka umum atau saluran diplomatik untuk mengubah kesalahpahaman ini.

Pada 30 Juli, Duta Besar Satō menulis bahwa Stalin kemungkinan sedang bercakap dengan Sekutu Barat mengenai transaksinya dengan Jepang. Menurut Satō, "Tidak berada alternatif selain penyerahan tidak syarat dengan segera bila kita ingin mencegah partisipasi Rusia dalam pertempuran."[75] Pada 2 Agustus, Tōgō menulis kepada Satō, "Sulit untuk Anda untuk membentuk hal itu ... terbatas waktu kita untuk berlanjut ke persiapan menghabisi pertempuran sebelum musuh mendarat di pulau-pulau utama Jepang, di lain pihak sulit untuk memutuskan syarat-syarat damai yang wujud di tanah air secara sekaligus."[76]

Hiroshima, Manchuria, dan Nagasaki

Hiroshima: 6 Agustus


Page 12

Pertempuran Rusia-Jepang
Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
Pihak yang terlibat
Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
Kekaisaran Rusia
Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
Kekaisaran Jepang
Komandan
Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
Kaisar Nikolai II
Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
Aleksey Kuropatkin
Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
Stepan Makarov†
Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
Kaisar Meiji
Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
Oyama Iwao
Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
Heihachiro Togo
Kekuatan
500.000 tentara400.000 tentara
Korban
24.844 terbunuh; 146.519 luka-luka; 59.218 tahanan perang; penduduk sipil Tiongkok tak diketahui47.387 terbunuh; 173.425 luka-luka; penduduk sipil Tiongkok tak diketahui

Pertempuran Rusia-Jepang (10 Februari 1904 – 5 September 1905) merupakan konflik yang sangat berdarah yang tumbuh dari persaingan selang ambisi imperialis Rusia dan Jepang di Manchuria dan Korea. Perang ini utamanya terjadi karena perebutan kota Port Arthur dan Jazirah Liaodong, ditambah dengan jalur rel dari pelabuhan tersebut ke Harbin.

Asal-mula pertempuran

Pada penghabisan zaman ke-19 dan awal zaman ke-20, berbagai negara Barat bersaingan memperebutkan pengaruh, perdagangan dan wilayah di Asia Timur sementara Jepang berjuang bagi menjadi sebuah negara modern yang besar. Lokasi Jepang mendorongnya bagi memusatkan perhatian pada Dinasti Choson Korea dan Dinasti Qing di Tiongkok utara, sehingga membentuk negara itu bersaingan dengan tetangganya, Rusia. Upaya Jepang bagi menduduki Korea menyebabkan pecahnya Pertempuran Tiongkok-Jepang.

Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?

Manchuria Raya, Manchuria Rusia (di anggota luar) merupakan wilayah di kanan atas dengan warna merah muda; Jazirah Liaodong merupakan anggota yang menjorok ke Laut Kuning

Kekalahan yang dialami Jepang dalam pertempuran itu menyebabkan ditandatanganinya Perjanjian Shimonoseki (17 April 1895). Dengan perjanjian itu Tiongkok melepaskan klaimnya atas Korea, dan menyerahkan Taiwan dan Lüshunkou (sering dikata Port Arthur). Namun, tiga kekuatan Barat (Rusia, Kekaisaran Jerman dan Republik Ketiga Prancis ) melintasi Intervensi Tiga Negara pada 23 April 1895 menekan Jepang bagi menyerahkan Port Arthur, dan belakang Rusia (tahun 1898) merundingkan penyewaan pangkalan Tingkatan Laut selama 25 tahun dengan Tiongkok. Sementara itu, pasukan-pasukan Rusia menduduki beberapa besar wilayah Manchuria dan Rusia maupun Jepang berusaha mengambil alih Korea.

Setelah gagal mendapatkan perjanjian yang menguntungkannya dengan Rusia, Jepang mengirimkan sebuah ultimatum pada 31 Desember 1903, memutuskan hubungan diplomatik pada 6 Februari, dan mulai menyerang dua hari kemudian. Kedua pihak mengeluarkan penjelasan pertempuran pada 10 Februari. Di bawah hukum internasional, serangan Jepang tidak dapat dianggap sebagai serangan tersembunyi, karena ultimatum telah dikeluarkan. Namun demikian, setelah serangan Pearl Harbor, seringkali dibicarakan bahwa ini merupakan salah satu contoh betapa Jepang senang melakukan serangan mendadak.

Perang

Pertempuran tahun 1904

Port Arthur, di Jazirah Liaodong di selatan Manchuria, telah diperkuat Rusia hingga menjadi sebuah pangkalan Tingkatan Laut besar. Jepang membutuhkan kekuasaan laut bagi berperang di daratan Asia, karena itu tujuan militer pertama mereka merupakan menetralkan armada Rusia di Port Arthur. Pada 8 Februari malam, armada Jepang di bawah pimpinan Admiral Heihachiro Togo memulai perang dengan sebuah serangan torpedo mendadak pada kapal-kapal Rusia di Port Arthur, sehingga membentuk dua kapal pertempuran Rusia rusak parah. Serangan-serangan itu menjadi bertambah lengkap menjadi Pertempuran Port Arthur besok paginya. Serangkaian pertempuran laut yang tidak memberikan hasil yang menentukan pun terjadi. Pada kesempatan itu, Jepang tidak berhasil menyerang Rusia dengan menggunakan meriam-meriam darat dari pelabuhan, dan armada Rusia menolak bagi membelakangi pelabuhan itu dan berkunjung ke laut terbuka, khususnya setelah kematian Admiral Stepan Osipovich Makarov pada 13 April. Pertempuran-pertempuran ini memberikan perlindungan bagi sebuah pasukan Jepang bagi mendarat tidak jauh Incheon di Korea, dan dari sana mereka menduduki Seoul dan berikutnya seluruh Korea. Pada penghabisan April, tentara Jepang di bawah Kuroki Itei bersiap-siap menyeberangi sungai Yalu ke Manchuria yang saat itu ditempati Rusia.

Sebagai jawaban terhadap strategi Jepang yang memberikan kemenangan cepat bagi menguasai Manchuria, Rusia melakukan tindakan-tindakan penghalang bagi memperoleh cukup waktu bagi menunggu tibanya pasukan-pasukan tambahan yang datang melintasi jalan kereta api Trans-Siberia yang panjang. Pada 1 Mei, pecahlah Pertempuran Sungai Yalu. Dalam pertempuran ini pasukan-pasukan Jepang menyerang sebuah posisi Rusia setelah mereka menyeberangi sungai itu tidak menghadapi perlawanan. Ini merupakan sebuah pertempuran besar pertama dari pertempuran ini di daratan. Pasukan-pasukan Jepang bangkit maju dan mendarat di beberapa titik di pantai Manchuria, serta melakukan sejumlah pertempuran hingga memukul balik pasukan-pasukan Rusia ke Port Arthur. Pertempuran-pertempuran ini, termasuk Pertempuran Nanshan pada 25 Mei, ditandai oleh kekalahan besar Jepang dalam penyerangan kepada sejumlah posisi kuat Rusia, tetapi tentara Rusia tetap bersikap pasif dan tidak melakukan serangan balasan.

Di laut, pertempuran ini sama brutalnya. Setelah penyerangan pada 8 Februari terhadap Port Arthur, pasukan Jepang berusaha mencegah pasukan Rusia menggunakan pelabuhan itu.

Pertempuran tahun 1905

Daftar pertempuran

  • 1904 Pertempuran Port Arthur, 8 Februari: [pertempuran laut] Tidak keputusan
  • 1904 Pertempuran Teluk Chemulpo, 9 Februari: [ertempuran laut] Jepang mengalahkan Rusia
  • 1904 Pertempuran Sungai Yalu, 30 April sampai 1 Mei: Jepang mengalahkan Rusia
  • 1904 Pertempuran Dairen, 30 Mei: Jepang mengalahkan Rusia
  • 1904 Pertempuran Laut Kuning, 10 Agustus: [pertempuran laut] Rusia mengalahkan Jepang
  • 1904 Pertempuran Laut Jepang, 14 Agustus: [pertempuran laut] Rusia mengalahkan Jepang
  • 1904-1905 Pengepungan Port Arthur, 19 Agustus sampai 2 Januari: Jepang mengalahkan Rusia
  • 1904 Pertempuran Liaoyang, 25 Agustus sampai 3 September: Jepang mengalahkan Rusia
  • 1904 Pertempuran Sungai Sha-ho, 5 Oktober sampai 17 Oktober: Tidak keputusan
  • 1905 Pertempuran Sandepu, 26 Januari sampai 27 Januari: Tidak keputusan
  • 1905 Pertempuran Mukden, 21 Februari sampai 10 Maret: Jepang mengalahkan Rusia
  • 1905 Pertempuran Tsushima, 27 Mei sampai 28 Mei [pertempuran laut]: Jepang mengalahkan Rusia

Faedah penting

Pertempuran ini menandai bangkitnya kekuatan Asia menandingi kekuatan Barat yang berkuasa di Tiongkok saat itu. Kemenangan ini membentuk kekuatan Barat harus menghitung-hitung Jepang dalam urusan politik di Asia. Selain itu, kemenangan ini memicu pergerakan nasional di negara-negara Asia lainnya yang sedang terjajah oleh negara Eropa. Ini membentuk negara-negara Asia berpikir bahwa negara-negara di Asia dapat sejajar dengan negara-negara Barat

Sumber rujukan

  • Nish, Ian (1985). The Origins of the Russo-Japanese War. Longman. ISBN 0-582-49114-2
  • Edmund Morris, Theodore Rex, The Modern Library, pb.,2002; ISBN 0-8129-6600-7 (div. of Random House, hc,2001)

Lihat pula

  • Imperialisme Rusia di Asia dan Pertempuran Rusia-Jepang
  • Imperialisme di Asia
  • Daftar pertempuran

Pranala luar


Sumber :
ensiklopedia.al-quran.co, wiki.edunitas.com, id.wikipedia.org, m.andrafarm.com, dsb.


Page 13

Pertempuran Rusia-Jepang (10 Februari 1904 – 5 September 1905) merupakan konflik yang sangat berdarah yang tumbuh dari persaingan selang ambisi imperialis Rusia dan Jepang di Manchuria dan Korea. Peperangan ini utamanya terjadi karena perebutan kota Port Arthur dan Jazirah Liaodong, ditambah dengan jalur rel dari pelabuhan tersebut ke Harbin.

Asal-mula pertempuran

Pada penghabisan zaman ke-19 dan awal zaman ke-20, berbagai negara Barat bersaingan memperebutkan pengaruh, perdagangan dan wilayah di Asia Timur sementara Jepang berjuang bagi menjadi sebuah negara modern yang besar. Lokasi Jepang mendorongnya bagi memusatkan perhatian pada Dinasti Choson Korea dan Dinasti Qing di Tiongkok utara, sehingga membuat negara itu bersaingan dengan tetangganya, Rusia. Upaya Jepang bagi menduduki Korea menyebabkan pecahnya Pertempuran Tiongkok-Jepang.

Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?

Manchuria Raya, Manchuria Rusia (di anggota luar) merupakan wilayah di kanan atas dengan warna merah muda; Jazirah Liaodong merupakan anggota yang menjorok ke Laut Kuning

Kekalahan yang dialami Jepang dalam pertempuran itu menyebabkan ditandatanganinya Perjanjian Shimonoseki (17 April 1895). Dengan perjanjian itu Tiongkok melepaskan klaimnya atas Korea, dan menyerahkan Taiwan dan Lüshunkou (sering dikata Port Arthur). Namun, tiga kekuatan Barat (Rusia, Kekaisaran Jerman dan Republik Ketiga Prancis ) melalui Intervensi Tiga Negara pada 23 April 1895 menekan Jepang bagi menyerahkan Port Arthur, dan belakangan Rusia (tahun 1898) merundingkan penyewaan pangkalan Tingkatan Laut selama 25 tahun dengan Tiongkok. Sementara itu, pasukan-pasukan Rusia menduduki beberapa besar wilayah Manchuria dan Rusia maupun Jepang berusaha mengambil alih Korea.

Setelah gagal mendapatkan perjanjian yang menguntungkannya dengan Rusia, Jepang mengirimkan sebuah ultimatum pada 31 Desember 1903, memutuskan hubungan diplomatik pada 6 Februari, dan mulai menyerang dua hari kemudian. Kedua pihak mengeluarkan pernyataan pertempuran pada 10 Februari. Di bawah hukum internasional, serangan Jepang tidak dapat dianggap sebagai serangan tersembunyi, karena ultimatum telah dikeluarkan. Namun demikian, setelah serangan Pearl Harbor, seringkali dibicarakan bahwa ini merupakan salah satu contoh betapa Jepang suka melakukan serangan mendadak.

Peperangan

Pertempuran tahun 1904

Port Arthur, di Jazirah Liaodong di selatan Manchuria, telah diperkuat Rusia hingga menjadi sebuah pangkalan Tingkatan Laut besar. Jepang membutuhkan kekuasaan laut bagi berperang di daratan Asia, karena itu tujuan militer pertama mereka merupakan menetralkan armada Rusia di Port Arthur. Pada 8 Februari malam, armada Jepang di bawah pimpinan Admiral Heihachiro Togo memulai peperangan dengan sebuah serangan torpedo mendadak pada kapal-kapal Rusia di Port Arthur, sehingga membuat dua kapal pertempuran Rusia rusak parah. Serangan-serangan itu menjadi bertambah sempurna menjadi Pertempuran Port Arthur besok paginya. Serangkaian pertempuran laut yang tidak memberikan hasil yang menentukan pun terjadi. Pada kesempatan itu, Jepang tidak berhasil menyerang Rusia dengan menggunakan meriam-meriam darat dari pelabuhan, dan armada Rusia menolak bagi membelakangi pelabuhan itu dan berkunjung ke laut terbuka, khususnya setelah kematian Admiral Stepan Osipovich Makarov pada 13 April. Pertempuran-pertempuran ini memberikan perlindungan bagi sebuah pasukan Jepang bagi mendarat tidak jauh Incheon di Korea, dan dari sana mereka menduduki Seoul dan berikutnya seluruh Korea. Pada penghabisan April, tentara Jepang di bawah Kuroki Itei bersiap-siap menyeberangi sungai Yalu ke Manchuria yang saat itu ditempati Rusia.

Sebagai jawaban terhadap strategi Jepang yang memberikan kemenangan cepat bagi menguasai Manchuria, Rusia melakukan tindakan-tindakan penghalang bagi memperoleh cukup waktu bagi menunggu tibanya pasukan-pasukan tambahan yang datang melalui jalan kereta api Trans-Siberia yang panjang. Pada 1 Mei, pecahlah Pertempuran Sungai Yalu. Dalam pertempuran ini pasukan-pasukan Jepang menyerang sebuah posisi Rusia setelah mereka menyeberangi sungai itu tidak menghadapi perlawanan. Ini merupakan sebuah pertempuran besar pertama dari pertempuran ini di daratan. Pasukan-pasukan Jepang bangkit maju dan mendarat di beberapa titik di pantai Manchuria, serta melakukan sejumlah pertempuran hingga memukul balik pasukan-pasukan Rusia ke Port Arthur. Pertempuran-pertempuran ini, termasuk Pertempuran Nanshan pada 25 Mei, ditandai oleh kekalahan besar Jepang dalam penyerangan kepada sejumlah posisi kuat Rusia, tetapi tentara Rusia tetap bersikap pasif dan tidak melakukan serangan balasan.

Di laut, pertempuran ini sama brutalnya. Setelah penyerangan pada 8 Februari terhadap Port Arthur, pasukan Jepang berusaha mencegah pasukan Rusia menggunakan pelabuhan itu.

Pertempuran tahun 1905

Daftar pertempuran

  • 1904 Pertempuran Port Arthur, 8 Februari: [pertempuran laut] Tidak keputusan
  • 1904 Pertempuran Teluk Chemulpo, 9 Februari: [ertempuran laut] Jepang mengalahkan Rusia
  • 1904 Pertempuran Sungai Yalu, 30 April sampai 1 Mei: Jepang mengalahkan Rusia
  • 1904 Pertempuran Dairen, 30 Mei: Jepang mengalahkan Rusia
  • 1904 Pertempuran Laut Kuning, 10 Agustus: [pertempuran laut] Rusia mengalahkan Jepang
  • 1904 Pertempuran Laut Jepang, 14 Agustus: [pertempuran laut] Rusia mengalahkan Jepang
  • 1904-1905 Pengepungan Port Arthur, 19 Agustus sampai 2 Januari: Jepang mengalahkan Rusia
  • 1904 Pertempuran Liaoyang, 25 Agustus sampai 3 September: Jepang mengalahkan Rusia
  • 1904 Pertempuran Sungai Sha-ho, 5 Oktober sampai 17 Oktober: Tidak keputusan
  • 1905 Pertempuran Sandepu, 26 Januari sampai 27 Januari: Tidak keputusan
  • 1905 Pertempuran Mukden, 21 Februari sampai 10 Maret: Jepang mengalahkan Rusia
  • 1905 Pertempuran Tsushima, 27 Mei sampai 28 Mei [pertempuran laut]: Jepang mengalahkan Rusia

Faedah penting

Pertempuran ini menandai bangkitnya kekuatan Asia menandingi kekuatan Barat yang berkuasa di Tiongkok saat itu. Kemenangan ini membuat kekuatan Barat harus menghitung-hitung Jepang dalam urusan politik di Asia. Selain itu, kemenangan ini memicu kebangkitan nasional di negara-negara Asia lainnya yang sedang terjajah oleh negara Eropa. Ini membuat negara-negara Asia berpikir bahwa negara-negara di Asia dapat sejajar dengan negara-negara Barat

Referensi

  • Nish, Ian (1985). The Origins of the Russo-Japanese War. Longman. ISBN 0-582-49114-2
  • Edmund Morris, Theodore Rex, The Modern Library, pb.,2002; ISBN 0-8129-6600-7 (div. of Random House, hc,2001)

Lihat pula

  • Imperialisme Rusia di Asia dan Pertempuran Rusia-Jepang
  • Imperialisme di Asia
  • Daftar pertempuran

Pranala luar


Sumber :
ensiklopedia.al-quran.co, wiki.edunitas.com, id.wikipedia.org, m.andrafarm.com, dsb.


Page 14

Pertempuran Rusia-Jepang (10 Februari 1904 – 5 September 1905) merupakan konflik yang sangat berdarah yang tumbuh dari persaingan selang ambisi imperialis Rusia dan Jepang di Manchuria dan Korea. Peperangan ini utamanya terjadi karena perebutan kota Port Arthur dan Jazirah Liaodong, ditambah dengan jalur rel dari pelabuhan tersebut ke Harbin.

Asal-mula pertempuran

Pada penghabisan zaman ke-19 dan awal zaman ke-20, berbagai negara Barat bersaingan memperebutkan pengaruh, perdagangan dan wilayah di Asia Timur sementara Jepang berjuang bagi menjadi sebuah negara modern yang besar. Lokasi Jepang mendorongnya bagi memusatkan perhatian pada Dinasti Choson Korea dan Dinasti Qing di Tiongkok utara, sehingga membuat negara itu bersaingan dengan tetangganya, Rusia. Upaya Jepang bagi menduduki Korea menyebabkan pecahnya Pertempuran Tiongkok-Jepang.

Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?

Manchuria Raya, Manchuria Rusia (di anggota luar) merupakan wilayah di kanan atas dengan warna merah muda; Jazirah Liaodong merupakan anggota yang menjorok ke Laut Kuning

Kekalahan yang dialami Jepang dalam pertempuran itu menyebabkan ditandatanganinya Perjanjian Shimonoseki (17 April 1895). Dengan perjanjian itu Tiongkok melepaskan klaimnya atas Korea, dan menyerahkan Taiwan dan Lüshunkou (sering dikata Port Arthur). Namun, tiga kekuatan Barat (Rusia, Kekaisaran Jerman dan Republik Ketiga Prancis ) melalui Intervensi Tiga Negara pada 23 April 1895 menekan Jepang bagi menyerahkan Port Arthur, dan belakangan Rusia (tahun 1898) merundingkan penyewaan pangkalan Tingkatan Laut selama 25 tahun dengan Tiongkok. Sementara itu, pasukan-pasukan Rusia menduduki beberapa besar wilayah Manchuria dan Rusia maupun Jepang berusaha mengambil alih Korea.

Setelah gagal mendapatkan perjanjian yang menguntungkannya dengan Rusia, Jepang mengirimkan sebuah ultimatum pada 31 Desember 1903, memutuskan hubungan diplomatik pada 6 Februari, dan mulai menyerang dua hari kemudian. Kedua pihak mengeluarkan pernyataan pertempuran pada 10 Februari. Di bawah hukum internasional, serangan Jepang tidak dapat dianggap sebagai serangan tersembunyi, karena ultimatum telah dikeluarkan. Namun demikian, setelah serangan Pearl Harbor, seringkali dibicarakan bahwa ini merupakan salah satu contoh betapa Jepang suka melakukan serangan mendadak.

Peperangan

Pertempuran tahun 1904

Port Arthur, di Jazirah Liaodong di selatan Manchuria, telah diperkuat Rusia hingga menjadi sebuah pangkalan Tingkatan Laut besar. Jepang membutuhkan kekuasaan laut bagi berperang di daratan Asia, karena itu tujuan militer pertama mereka merupakan menetralkan armada Rusia di Port Arthur. Pada 8 Februari malam, armada Jepang di bawah pimpinan Admiral Heihachiro Togo memulai peperangan dengan sebuah serangan torpedo mendadak pada kapal-kapal Rusia di Port Arthur, sehingga membuat dua kapal pertempuran Rusia rusak parah. Serangan-serangan itu menjadi bertambah sempurna menjadi Pertempuran Port Arthur besok paginya. Serangkaian pertempuran laut yang tidak memberikan hasil yang menentukan pun terjadi. Pada kesempatan itu, Jepang tidak berhasil menyerang Rusia dengan menggunakan meriam-meriam darat dari pelabuhan, dan armada Rusia menolak bagi membelakangi pelabuhan itu dan berkunjung ke laut terbuka, khususnya setelah kematian Admiral Stepan Osipovich Makarov pada 13 April. Pertempuran-pertempuran ini memberikan perlindungan bagi sebuah pasukan Jepang bagi mendarat tidak jauh Incheon di Korea, dan dari sana mereka menduduki Seoul dan berikutnya seluruh Korea. Pada penghabisan April, tentara Jepang di bawah Kuroki Itei bersiap-siap menyeberangi sungai Yalu ke Manchuria yang saat itu ditempati Rusia.

Sebagai jawaban terhadap strategi Jepang yang memberikan kemenangan cepat bagi menguasai Manchuria, Rusia melakukan tindakan-tindakan penghalang bagi memperoleh cukup waktu bagi menunggu tibanya pasukan-pasukan tambahan yang datang melalui jalan kereta api Trans-Siberia yang panjang. Pada 1 Mei, pecahlah Pertempuran Sungai Yalu. Dalam pertempuran ini pasukan-pasukan Jepang menyerang sebuah posisi Rusia setelah mereka menyeberangi sungai itu tidak menghadapi perlawanan. Ini merupakan sebuah pertempuran besar pertama dari pertempuran ini di daratan. Pasukan-pasukan Jepang bangkit maju dan mendarat di beberapa titik di pantai Manchuria, serta melakukan sejumlah pertempuran hingga memukul balik pasukan-pasukan Rusia ke Port Arthur. Pertempuran-pertempuran ini, termasuk Pertempuran Nanshan pada 25 Mei, ditandai oleh kekalahan besar Jepang dalam penyerangan kepada sejumlah posisi kuat Rusia, tetapi tentara Rusia tetap bersikap pasif dan tidak melakukan serangan balasan.

Di laut, pertempuran ini sama brutalnya. Setelah penyerangan pada 8 Februari terhadap Port Arthur, pasukan Jepang berusaha mencegah pasukan Rusia menggunakan pelabuhan itu.

Pertempuran tahun 1905

Daftar pertempuran

  • 1904 Pertempuran Port Arthur, 8 Februari: [pertempuran laut] Tidak keputusan
  • 1904 Pertempuran Teluk Chemulpo, 9 Februari: [ertempuran laut] Jepang mengalahkan Rusia
  • 1904 Pertempuran Sungai Yalu, 30 April sampai 1 Mei: Jepang mengalahkan Rusia
  • 1904 Pertempuran Dairen, 30 Mei: Jepang mengalahkan Rusia
  • 1904 Pertempuran Laut Kuning, 10 Agustus: [pertempuran laut] Rusia mengalahkan Jepang
  • 1904 Pertempuran Laut Jepang, 14 Agustus: [pertempuran laut] Rusia mengalahkan Jepang
  • 1904-1905 Pengepungan Port Arthur, 19 Agustus sampai 2 Januari: Jepang mengalahkan Rusia
  • 1904 Pertempuran Liaoyang, 25 Agustus sampai 3 September: Jepang mengalahkan Rusia
  • 1904 Pertempuran Sungai Sha-ho, 5 Oktober sampai 17 Oktober: Tidak keputusan
  • 1905 Pertempuran Sandepu, 26 Januari sampai 27 Januari: Tidak keputusan
  • 1905 Pertempuran Mukden, 21 Februari sampai 10 Maret: Jepang mengalahkan Rusia
  • 1905 Pertempuran Tsushima, 27 Mei sampai 28 Mei [pertempuran laut]: Jepang mengalahkan Rusia

Faedah penting

Pertempuran ini menandai bangkitnya kekuatan Asia menandingi kekuatan Barat yang berkuasa di Tiongkok saat itu. Kemenangan ini membuat kekuatan Barat harus menghitung-hitung Jepang dalam urusan politik di Asia. Selain itu, kemenangan ini memicu kebangkitan nasional di negara-negara Asia lainnya yang sedang terjajah oleh negara Eropa. Ini membuat negara-negara Asia berpikir bahwa negara-negara di Asia dapat sejajar dengan negara-negara Barat

Referensi

  • Nish, Ian (1985). The Origins of the Russo-Japanese War. Longman. ISBN 0-582-49114-2
  • Edmund Morris, Theodore Rex, The Modern Library, pb.,2002; ISBN 0-8129-6600-7 (div. of Random House, hc,2001)

Lihat pula

  • Imperialisme Rusia di Asia dan Pertempuran Rusia-Jepang
  • Imperialisme di Asia
  • Daftar pertempuran

Pranala luar


Sumber :
ensiklopedia.al-quran.co, wiki.edunitas.com, id.wikipedia.org, m.andrafarm.com, dsb.


Page 15

Pertempuran Rusia-Jepang
Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
Pihak yang terlibat
Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
Kekaisaran Rusia
Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
Kekaisaran Jepang
Komandan
Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
Kaisar Nikolai II
Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
Aleksey Kuropatkin
Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
Stepan Makarov†
Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
Kaisar Meiji
Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
Oyama Iwao
Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
Heihachiro Togo
Kekuatan
500.000 tentara400.000 tentara
Korban
24.844 terbunuh; 146.519 luka-luka; 59.218 tahanan perang; penduduk sipil Tiongkok tak diketahui47.387 terbunuh; 173.425 luka-luka; penduduk sipil Tiongkok tak diketahui

Pertempuran Rusia-Jepang (10 Februari 1904 – 5 September 1905) merupakan konflik yang sangat berdarah yang tumbuh dari persaingan selang ambisi imperialis Rusia dan Jepang di Manchuria dan Korea. Perang ini utamanya terjadi karena perebutan kota Port Arthur dan Jazirah Liaodong, ditambah dengan jalur rel dari pelabuhan tersebut ke Harbin.

Asal-mula pertempuran

Pada penghabisan zaman ke-19 dan awal zaman ke-20, berbagai negara Barat bersaingan memperebutkan pengaruh, perdagangan dan wilayah di Asia Timur sementara Jepang berjuang bagi menjadi sebuah negara modern yang besar. Lokasi Jepang mendorongnya bagi memusatkan perhatian pada Dinasti Choson Korea dan Dinasti Qing di Tiongkok utara, sehingga membentuk negara itu bersaingan dengan tetangganya, Rusia. Upaya Jepang bagi menduduki Korea menyebabkan pecahnya Pertempuran Tiongkok-Jepang.

Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?

Manchuria Raya, Manchuria Rusia (di anggota luar) merupakan wilayah di kanan atas dengan warna merah muda; Jazirah Liaodong merupakan anggota yang menjorok ke Laut Kuning

Kekalahan yang dialami Jepang dalam pertempuran itu menyebabkan ditandatanganinya Perjanjian Shimonoseki (17 April 1895). Dengan perjanjian itu Tiongkok melepaskan klaimnya atas Korea, dan menyerahkan Taiwan dan Lüshunkou (sering dikata Port Arthur). Namun, tiga kekuatan Barat (Rusia, Kekaisaran Jerman dan Republik Ketiga Prancis ) melintasi Intervensi Tiga Negara pada 23 April 1895 menekan Jepang bagi menyerahkan Port Arthur, dan belakang Rusia (tahun 1898) merundingkan penyewaan pangkalan Tingkatan Laut selama 25 tahun dengan Tiongkok. Sementara itu, pasukan-pasukan Rusia menduduki beberapa besar wilayah Manchuria dan Rusia maupun Jepang berusaha mengambil alih Korea.

Setelah gagal mendapatkan perjanjian yang menguntungkannya dengan Rusia, Jepang mengirimkan sebuah ultimatum pada 31 Desember 1903, memutuskan hubungan diplomatik pada 6 Februari, dan mulai menyerang dua hari kemudian. Kedua pihak mengeluarkan penjelasan pertempuran pada 10 Februari. Di bawah hukum internasional, serangan Jepang tidak dapat dianggap sebagai serangan tersembunyi, karena ultimatum telah dikeluarkan. Namun demikian, setelah serangan Pearl Harbor, seringkali dibicarakan bahwa ini merupakan salah satu contoh betapa Jepang senang melakukan serangan mendadak.

Perang

Pertempuran tahun 1904

Port Arthur, di Jazirah Liaodong di selatan Manchuria, telah diperkuat Rusia hingga menjadi sebuah pangkalan Tingkatan Laut besar. Jepang membutuhkan kekuasaan laut bagi berperang di daratan Asia, karena itu tujuan militer pertama mereka merupakan menetralkan armada Rusia di Port Arthur. Pada 8 Februari malam, armada Jepang di bawah pimpinan Admiral Heihachiro Togo memulai perang dengan sebuah serangan torpedo mendadak pada kapal-kapal Rusia di Port Arthur, sehingga membentuk dua kapal pertempuran Rusia rusak parah. Serangan-serangan itu menjadi bertambah lengkap menjadi Pertempuran Port Arthur besok paginya. Serangkaian pertempuran laut yang tidak memberikan hasil yang menentukan pun terjadi. Pada kesempatan itu, Jepang tidak berhasil menyerang Rusia dengan menggunakan meriam-meriam darat dari pelabuhan, dan armada Rusia menolak bagi membelakangi pelabuhan itu dan berkunjung ke laut terbuka, khususnya setelah kematian Admiral Stepan Osipovich Makarov pada 13 April. Pertempuran-pertempuran ini memberikan perlindungan bagi sebuah pasukan Jepang bagi mendarat tidak jauh Incheon di Korea, dan dari sana mereka menduduki Seoul dan berikutnya seluruh Korea. Pada penghabisan April, tentara Jepang di bawah Kuroki Itei bersiap-siap menyeberangi sungai Yalu ke Manchuria yang saat itu ditempati Rusia.

Sebagai jawaban terhadap strategi Jepang yang memberikan kemenangan cepat bagi menguasai Manchuria, Rusia melakukan tindakan-tindakan penghalang bagi memperoleh cukup waktu bagi menunggu tibanya pasukan-pasukan tambahan yang datang melintasi jalan kereta api Trans-Siberia yang panjang. Pada 1 Mei, pecahlah Pertempuran Sungai Yalu. Dalam pertempuran ini pasukan-pasukan Jepang menyerang sebuah posisi Rusia setelah mereka menyeberangi sungai itu tidak menghadapi perlawanan. Ini merupakan sebuah pertempuran besar pertama dari pertempuran ini di daratan. Pasukan-pasukan Jepang bangkit maju dan mendarat di beberapa titik di pantai Manchuria, serta melakukan sejumlah pertempuran hingga memukul balik pasukan-pasukan Rusia ke Port Arthur. Pertempuran-pertempuran ini, termasuk Pertempuran Nanshan pada 25 Mei, ditandai oleh kekalahan besar Jepang dalam penyerangan kepada sejumlah posisi kuat Rusia, tetapi tentara Rusia tetap bersikap pasif dan tidak melakukan serangan balasan.

Di laut, pertempuran ini sama brutalnya. Setelah penyerangan pada 8 Februari terhadap Port Arthur, pasukan Jepang berusaha mencegah pasukan Rusia menggunakan pelabuhan itu.

Pertempuran tahun 1905

Daftar pertempuran

  • 1904 Pertempuran Port Arthur, 8 Februari: [pertempuran laut] Tidak keputusan
  • 1904 Pertempuran Teluk Chemulpo, 9 Februari: [ertempuran laut] Jepang mengalahkan Rusia
  • 1904 Pertempuran Sungai Yalu, 30 April sampai 1 Mei: Jepang mengalahkan Rusia
  • 1904 Pertempuran Dairen, 30 Mei: Jepang mengalahkan Rusia
  • 1904 Pertempuran Laut Kuning, 10 Agustus: [pertempuran laut] Rusia mengalahkan Jepang
  • 1904 Pertempuran Laut Jepang, 14 Agustus: [pertempuran laut] Rusia mengalahkan Jepang
  • 1904-1905 Pengepungan Port Arthur, 19 Agustus sampai 2 Januari: Jepang mengalahkan Rusia
  • 1904 Pertempuran Liaoyang, 25 Agustus sampai 3 September: Jepang mengalahkan Rusia
  • 1904 Pertempuran Sungai Sha-ho, 5 Oktober sampai 17 Oktober: Tidak keputusan
  • 1905 Pertempuran Sandepu, 26 Januari sampai 27 Januari: Tidak keputusan
  • 1905 Pertempuran Mukden, 21 Februari sampai 10 Maret: Jepang mengalahkan Rusia
  • 1905 Pertempuran Tsushima, 27 Mei sampai 28 Mei [pertempuran laut]: Jepang mengalahkan Rusia

Faedah penting

Pertempuran ini menandai bangkitnya kekuatan Asia menandingi kekuatan Barat yang berkuasa di Tiongkok saat itu. Kemenangan ini membentuk kekuatan Barat harus menghitung-hitung Jepang dalam urusan politik di Asia. Selain itu, kemenangan ini memicu pergerakan nasional di negara-negara Asia lainnya yang sedang terjajah oleh negara Eropa. Ini membentuk negara-negara Asia berpikir bahwa negara-negara di Asia dapat sejajar dengan negara-negara Barat

Sumber rujukan

  • Nish, Ian (1985). The Origins of the Russo-Japanese War. Longman. ISBN 0-582-49114-2
  • Edmund Morris, Theodore Rex, The Modern Library, pb.,2002; ISBN 0-8129-6600-7 (div. of Random House, hc,2001)

Lihat pula

  • Imperialisme Rusia di Asia dan Pertempuran Rusia-Jepang
  • Imperialisme di Asia
  • Daftar pertempuran

Pranala luar


Sumber :
ensiklopedia.al-quran.co, wiki.edunitas.com, id.wikipedia.org, m.andrafarm.com, dsb.


Page 16


Page 17


Page 18


Page 19

Perang Rusia-Jepang (10 Februari 1904 – 5 September 1905) yaitu konflik yang sangat berdarah yang tumbuh dari persaingan selang ambisi imperialis Rusia dan Jepang di Manchuria dan Korea. Peperangan ini utamanya terjadi karena perebutan kota Port Arthur dan Jazirah Liaodong, ditambah dengan jalur rel dari pelabuhan tersebut ke Harbin.

Asal-mula perang

Pada kesudahan ratus tahun ke-19 dan awal ratus tahun ke-20, berbagai negara Barat bersaingan memperebutkan pengaruh, perdagangan dan wilayah di Asia Timur sementara Jepang berjuang untuk menjadi sebuah negara modern yang besar. Lokasi Jepang mendorongnya untuk memusatkan perhatian pada Dinasti Choson Korea dan Dinasti Qing di Tiongkok utara, sehingga membuat negara itu bersaingan dengan tetangganya, Rusia. Upaya Jepang untuk menduduki Korea menyebabkan pecahnya Perang Tiongkok-Jepang.

Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?

Manchuria Raya, Manchuria Rusia (di anggota luar) yaitu wilayah di kanan atas dengan warna merah muda; Jazirah Liaodong yaitu anggota yang menjorok ke Laut Kuning

Kekalahan yang dialami Jepang dalam perang itu menyebabkan ditandatanganinya Perjanjian Shimonoseki (17 April 1895). Dengan perjanjian itu Tiongkok meloloskan klaimnya atas Korea, dan menyerahkan Taiwan dan Lüshunkou (sering disebut Port Arthur). Namun, tiga kekuatan Barat (Rusia, Kekaisaran Jerman dan Republik Ketiga Prancis ) melalui Intervensi Tiga Negara pada 23 April 1895 menekan Jepang untuk menyerahkan Port Arthur, dan belakangan Rusia (tahun 1898) merundingkan penyewaan pangkalan Tingkatan Laut selama 25 tahun dengan Tiongkok. Sementara itu, pasukan-pasukan Rusia menduduki sebagian besar wilayah Manchuria dan Rusia maupun Jepang berusaha mengambil alih Korea.

Setelah gagal mendapatkan perjanjian yang menguntungkannya dengan Rusia, Jepang mengirimkan sebuah ultimatum pada 31 Desember 1903, memutuskan hubungan diplomatik pada 6 Februari, dan mulai menyerang dua hari kemudian. Kedua pihak mengeluarkan pernyataan perang pada 10 Februari. Di bawah hukum internasional, serangan Jepang tidak dapat dianggap sebagai serangan tersembunyi, karena ultimatum telah dikeluarkan. Namun demikian, setelah serangan Pearl Harbor, seringkali disebutkan bahwa ini yaitu salah satu contoh betapa Jepang suka melakukan serangan mendadak.

Peperangan

Perang tahun 1904

Port Arthur, di Jazirah Liaodong di selatan Manchuria, telah diperkuat Rusia hingga menjadi sebuah pangkalan Tingkatan Laut besar. Jepang membutuhkan kekuasaan laut untuk berperang di daratan Asia, karena itu tujuan militer pertama mereka yaitu menetralkan armada Rusia di Port Arthur. Pada 8 Februari malam, armada Jepang di bawah pimpinan Admiral Heihachiro Togo memulai peperangan dengan sebuah serangan torpedo mendadak pada kapal-kapal Rusia di Port Arthur, sehingga membuat dua kapal perang Rusia rusak parah. Serangan-serangan itu mengembang menjadi Pertempuran Port Arthur besok paginya. Serangkaian pertempuran laut yang tidak memberikan hasil yang menentukan pun terjadi. Pada kesempatan itu, Jepang tidak sukses menyerang Rusia dengan menggunakan meriam-meriam darat dari pelabuhan, dan armada Rusia menolak untuk meninggalkan pelabuhan itu dan pergi ke laut terbuka, khususnya setelah kematian Admiral Stepan Osipovich Makarov pada 13 April. Pertempuran-pertempuran ini memberikan pengamanan untuk sebuah pasukan Jepang untuk mendarat dekat Incheon di Korea, dan dari sana mereka menduduki Seoul dan berikutnya seluruh Korea. Pada kesudahan April, tentara Jepang di bawah Kuroki Itei berjaga-jaga menyeberangi sungai Yalu ke Manchuria yang saat itu diduduki Rusia.

Sebagai jawaban terhadap strategi Jepang yang memberikan kemenangan cepat untuk menguasai Manchuria, Rusia melakukan tindakan-tindakan penghalang untuk memperoleh cukup waktu untuk menunggu tibanya pasukan-pasukan tambahan yang datang melalui jalan kereta api Trans-Siberia yang panjang. Pada 1 Mei, pecahlah Pertempuran Sungai Yalu. Dalam pertempuran ini pasukan-pasukan Jepang menyerang sebuah posisi Rusia setelah mereka menyeberangi sungai itu tanpa menghadapi perlawanan. Ini yaitu sebuah pertempuran besar pertama dari perang ini di daratan. Pasukan-pasukan Jepang bergerak maju dan mendarat di sebagian titik di pantai Manchuria, serta melakukan sejumlah pertempuran hingga memukul belakang pasukan-pasukan Rusia ke Port Arthur. Pertempuran-pertempuran ini, termasuk Pertempuran Nanshan pada 25 Mei, ditandai oleh kekalahan besar Jepang dalam penyerangan kepada sejumlah posisi kuat Rusia, tetapi tentara Rusia tetap bersikap pasif dan tidak melakukan serangan balasan.

Di laut, perang ini sama brutalnya. Setelah penyerangan pada 8 Februari terhadap Port Arthur, pasukan Jepang berusaha mencegah pasukan Rusia menggunakan pelabuhan itu.

Perang tahun 1905

Daftar pertempuran

  • 1904 Pertempuran Port Arthur, 8 Februari: [pertempuran laut] Tanpa keputusan
  • 1904 Pertempuran Teluk Chemulpo, 9 Februari: [ertempuran laut] Jepang mengalahkan Rusia
  • 1904 Pertempuran Sungai Yalu, 30 April sampai 1 Mei: Jepang mengalahkan Rusia
  • 1904 Pertempuran Dairen, 30 Mei: Jepang mengalahkan Rusia
  • 1904 Pertempuran Laut Kuning, 10 Agustus: [pertempuran laut] Rusia mengalahkan Jepang
  • 1904 Pertempuran Laut Jepang, 14 Agustus: [pertempuran laut] Rusia mengalahkan Jepang
  • 1904-1905 Pengepungan Port Arthur, 19 Agustus sampai 2 Januari: Jepang mengalahkan Rusia
  • 1904 Pertempuran Liaoyang, 25 Agustus sampai 3 September: Jepang mengalahkan Rusia
  • 1904 Pertempuran Sungai Sha-ho, 5 Oktober sampai 17 Oktober: Tanpa keputusan
  • 1905 Pertempuran Sandepu, 26 Januari sampai 27 Januari: Tanpa keputusan
  • 1905 Pertempuran Mukden, 21 Februari sampai 10 Maret: Jepang mengalahkan Rusia
  • 1905 Pertempuran Tsushima, 27 Mei sampai 28 Mei [pertempuran laut]: Jepang mengalahkan Rusia

Manfaat penting

Perang ini menandai bangunnya kekuatan Asia menandingi kekuatan Barat yang berkuasa di Tiongkok saat itu. Kemenangan ini membuat kekuatan Barat harus memperhitungkan Jepang dalam urusan politik di Asia. Selain itu, kemenangan ini memicu kebangkitan nasional di negara-negara Asia lainnya yang sedang terjajah oleh negara Eropa. Ini membuat negara-negara Asia berpikir bahwa negara-negara di Asia dapat sejajar dengan negara-negara Barat

Referensi

  • Nish, Ian (1985). The Origins of the Russo-Japanese War. Longman. ISBN 0-582-49114-2
  • Edmund Morris, Theodore Rex, The Modern Library, pb.,2002; ISBN 0-8129-6600-7 (div. of Random House, hc,2001)

Lihat pula

  • Imperialisme Rusia di Asia dan Perang Rusia-Jepang
  • Imperialisme di Asia
  • Daftar perang

Pranala luar


Sumber :
ensiklopedia.web.id, ensiklopedia.ggiklan.com, wiki.edunitas.com, id.wikipedia.org, dsb-nya.


Page 20

Perang Rusia-Jepang
Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
Pihak yang terlibat
Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
Kekaisaran Rusia
Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
Kekaisaran Jepang
Komandan
Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
Kaisar Nikolai II
Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
Aleksey Kuropatkin
Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
Stepan Makarov†
Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
Kaisar Meiji
Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
Oyama Iwao
Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
Heihachiro Togo
Kekuatan
500.000 tentara400.000 tentara
Korban
24.844 terbunuh; 146.519 luka-luka; 59.218 tahanan perang; penduduk sipil Tiongkok tak diketahui47.387 terbunuh; 173.425 luka-luka; penduduk sipil Tiongkok tak diketahui

Perang Rusia-Jepang (10 Februari 1904 – 5 September 1905) yaitu konflik yang sangat berdarah yang tumbuh dari persaingan selang ambisi imperialis Rusia dan Jepang di Manchuria dan Korea. Perang ini utamanya terjadi karena perebutan kota Port Arthur dan Jazirah Liaodong, ditambah dengan jalur rel dari pelabuhan tersebut ke Harbin.

Asal-mula perang

Pada kesudahan ratus tahun ke-19 dan awal ratus tahun ke-20, berbagai negara Barat bersaingan memperebutkan pengaruh, perdagangan dan wilayah di Asia Timur sementara Jepang berjuang untuk menjadi sebuah negara modern yang besar. Lokasi Jepang mendorongnya untuk memusatkan perhatian pada Dinasti Choson Korea dan Dinasti Qing di Tiongkok utara, sehingga membuat negara itu bersaingan dengan tetangganya, Rusia. Upaya Jepang untuk menduduki Korea menyebabkan pecahnya Perang Tiongkok-Jepang.

Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?

Manchuria Raya, Manchuria Rusia (di anggota luar) yaitu wilayah di kanan atas dengan warna merah muda; Jazirah Liaodong yaitu anggota yang menjorok ke Laut Kuning

Kekalahan yang dialami Jepang dalam perang itu menyebabkan ditandatanganinya Perjanjian Shimonoseki (17 April 1895). Dengan perjanjian itu Tiongkok meloloskan klaimnya atas Korea, dan menyerahkan Taiwan dan Lüshunkou (sering disebut Port Arthur). Namun, tiga kekuatan Barat (Rusia, Kekaisaran Jerman dan Republik Ketiga Prancis ) melintasi Intervensi Tiga Negara pada 23 April 1895 menekan Jepang untuk menyerahkan Port Arthur, dan belakangan Rusia (tahun 1898) merundingkan penyewaan pangkalan Tingkatan Laut selagi 25 tahun dengan Tiongkok. Sementara itu, pasukan-pasukan Rusia menduduki sebagian besar wilayah Manchuria dan Rusia maupun Jepang berusaha mengambil alih Korea.

Setelah gagal mendapatkan perjanjian yang menguntungkannya dengan Rusia, Jepang mengirimkan sebuah ultimatum pada 31 Desember 1903, memutuskan hubungan diplomatik pada 6 Februari, dan mulai menyerang dua hari kemudian. Kedua pihak mengeluarkan penjelasan perang pada 10 Februari. Di bawah hukum internasional, serangan Jepang tanpa dapat dianggap sebagai serangan tersembunyi, karena ultimatum telah dikeluarkan. Namun demikian, setelah serangan Pearl Harbor, seringkali diistilahkan bahwa ini yaitu salah satu contoh betapa Jepang suka melakukan serangan mendadak.

Perang

Perang tahun 1904

Port Arthur, di Jazirah Liaodong di selatan Manchuria, telah diperkuat Rusia hingga menjadi sebuah pangkalan Tingkatan Laut besar. Jepang membutuhkan kekuasaan laut untuk berperang di daratan Asia, karena itu tujuan militer pertama mereka yaitu menetralkan armada Rusia di Port Arthur. Pada 8 Februari malam, armada Jepang di bawah pimpinan Admiral Heihachiro Togo memulai perang dengan sebuah serangan torpedo mendadak pada kapal-kapal Rusia di Port Arthur, sehingga membuat dua kapal perang Rusia rusak parah. Serangan-serangan itu mengembang menjadi Perang Port Arthur besok paginya. Serangkaian perang laut yang tanpa memberikan hasil yang menentukan pun terjadi. Pada kesempatan itu, Jepang tanpa sukses menyerang Rusia dengan menggunakan meriam-meriam darat dari pelabuhan, dan armada Rusia menolak untuk meninggalkan pelabuhan itu dan pergi ke laut terbuka, khususnya setelah kematian Admiral Stepan Osipovich Makarov pada 13 April. Pertempuran-pertempuran ini memberikan pengamanan untuk sebuah pasukan Jepang untuk mendarat dekat Incheon di Korea, dan dari sana mereka menduduki Seoul dan berikutnya seluruh Korea. Pada kesudahan April, tentara Jepang di bawah Kuroki Itei berjaga-jaga melintasi sungai Yalu ke Manchuria yang saat itu diduduki Rusia.

Sebagai jawaban terhadap strategi Jepang yang memberikan kemenangan cepat untuk menguasai Manchuria, Rusia melakukan tindakan-tindakan penghalang untuk memperoleh cukup waktu untuk menunggu tibanya pasukan-pasukan tambahan yang datang melintasi jalan kereta api Trans-Siberia yang panjang. Pada 1 Mei, pecahlah Perang Sungai Yalu. Dalam perang ini pasukan-pasukan Jepang menyerang sebuah posisi Rusia setelah mereka melintasi sungai itu tanpa menghadapi perlawanan. Ini yaitu sebuah perang besar pertama dari perang ini di daratan. Pasukan-pasukan Jepang bergerak maju dan mendarat di sebagian titik di pantai Manchuria, serta melakukan sejumlah perang hingga memukul belakang pasukan-pasukan Rusia ke Port Arthur. Pertempuran-pertempuran ini, termasuk Perang Nanshan pada 25 Mei, ditandai oleh kekalahan besar Jepang dalam penyerangan kepada sejumlah posisi kuat Rusia, tetapi tentara Rusia tetap bersikap pasif dan tanpa melakukan serangan balasan.

Di laut, perang ini sama brutalnya. Setelah penyerangan pada 8 Februari terhadap Port Arthur, pasukan Jepang berusaha mencegah pasukan Rusia menggunakan pelabuhan itu.

Perang tahun 1905

Daftar perang

  • 1904 Perang Port Arthur, 8 Februari: [pertempuran laut] Tanpa keputusan
  • 1904 Perang Teluk Chemulpo, 9 Februari: [ertempuran laut] Jepang mengalahkan Rusia
  • 1904 Perang Sungai Yalu, 30 April sampai 1 Mei: Jepang mengalahkan Rusia
  • 1904 Perang Dairen, 30 Mei: Jepang mengalahkan Rusia
  • 1904 Perang Laut Kuning, 10 Agustus: [pertempuran laut] Rusia mengalahkan Jepang
  • 1904 Perang Laut Jepang, 14 Agustus: [pertempuran laut] Rusia mengalahkan Jepang
  • 1904-1905 Pengepungan Port Arthur, 19 Agustus sampai 2 Januari: Jepang mengalahkan Rusia
  • 1904 Perang Liaoyang, 25 Agustus sampai 3 September: Jepang mengalahkan Rusia
  • 1904 Perang Sungai Sha-ho, 5 Oktober sampai 17 Oktober: Tanpa keputusan
  • 1905 Perang Sandepu, 26 Januari sampai 27 Januari: Tanpa keputusan
  • 1905 Perang Mukden, 21 Februari sampai 10 Maret: Jepang mengalahkan Rusia
  • 1905 Perang Tsushima, 27 Mei sampai 28 Mei [pertempuran laut]: Jepang mengalahkan Rusia

Manfaat penting

Perang ini menandai bangunnya kekuatan Asia menandingi kekuatan Barat yang berkuasa di Tiongkok saat itu. Kemenangan ini membuat kekuatan Barat harus memperhitungkan Jepang dalam urusan politik di Asia. Selain itu, kemenangan ini memicu kebangkitan nasional di negara-negara Asia lainnya yang sedang terjajah oleh negara Eropa. Ini membuat negara-negara Asia berpikir bahwa negara-negara di Asia dapat sejajar dengan negara-negara Barat

Referensi

  • Nish, Ian (1985). The Origins of the Russo-Japanese War. Longman. ISBN 0-582-49114-2
  • Edmund Morris, Theodore Rex, The Modern Library, pb.,2002; ISBN 0-8129-6600-7 (div. of Random House, hc,2001)

Lihat pula

  • Imperialisme Rusia di Asia dan Perang Rusia-Jepang
  • Imperialisme di Asia
  • Daftar perang

Pranala luar


Sumber :
ensiklopedia.web.id, ensiklopedia.ggiklan.com, wiki.edunitas.com, id.wikipedia.org, dsb-nya.


Page 21

Perang Rusia-Jepang
Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
Pihak yang terlibat
Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
Kekaisaran Rusia
Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
Kekaisaran Jepang
Komandan
Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
Kaisar Nikolai II
Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
Aleksey Kuropatkin
Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
Stepan Makarov†
Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
Kaisar Meiji
Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
Oyama Iwao
Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
Heihachiro Togo
Kekuatan
500.000 tentara400.000 tentara
Korban
24.844 terbunuh; 146.519 luka-luka; 59.218 tahanan perang; penduduk sipil Tiongkok tak diketahui47.387 terbunuh; 173.425 luka-luka; penduduk sipil Tiongkok tak diketahui

Perang Rusia-Jepang (10 Februari 1904 – 5 September 1905) yaitu konflik yang sangat berdarah yang tumbuh dari persaingan selang ambisi imperialis Rusia dan Jepang di Manchuria dan Korea. Peperangan ini utamanya terjadi karena perebutan kota Port Arthur dan Jazirah Liaodong, ditambah dengan jalur rel dari pelabuhan tersebut ke Harbin.

Asal-mula perang

Pada kesudahan ratus tahun ke-19 dan awal ratus tahun ke-20, berbagai negara Barat bersaingan memperebutkan pengaruh, perdagangan dan wilayah di Asia Timur sementara Jepang berjuang untuk menjadi sebuah negara modern yang besar. Lokasi Jepang mendorongnya untuk memusatkan perhatian pada Dinasti Choson Korea dan Dinasti Qing di Tiongkok utara, sehingga membuat negara itu bersaingan dengan tetangganya, Rusia. Upaya Jepang untuk menduduki Korea menyebabkan pecahnya Perang Tiongkok-Jepang.

Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?

Manchuria Raya, Manchuria Rusia (di anggota luar) yaitu wilayah di kanan atas dengan warna merah muda; Jazirah Liaodong yaitu anggota yang menjorok ke Laut Kuning

Kekalahan yang dialami Jepang dalam perang itu menyebabkan ditandatanganinya Perjanjian Shimonoseki (17 April 1895). Dengan perjanjian itu Tiongkok melepaskan klaimnya atas Korea, dan menyerahkan Taiwan dan Lüshunkou (sering disebut Port Arthur). Namun, tiga kekuatan Barat (Rusia, Kekaisaran Jerman dan Republik Ketiga Prancis ) melalui Intervensi Tiga Negara pada 23 April 1895 menekan Jepang untuk menyerahkan Port Arthur, dan belakangan Rusia (tahun 1898) merundingkan penyewaan pangkalan Tingkatan Laut selama 25 tahun dengan Tiongkok. Sementara itu, pasukan-pasukan Rusia menduduki sebagian besar wilayah Manchuria dan Rusia maupun Jepang berusaha mengambil alih Korea.

Setelah gagal mendapatkan perjanjian yang menguntungkannya dengan Rusia, Jepang mengirimkan sebuah ultimatum pada 31 Desember 1903, memutuskan hubungan diplomatik pada 6 Februari, dan mulai menyerang dua hari kemudian. Kedua pihak mengeluarkan pernyataan perang pada 10 Februari. Di bawah hukum internasional, serangan Jepang tidak dapat dianggap sebagai serangan tersembunyi, karena ultimatum telah dikeluarkan. Namun demikian, setelah serangan Pearl Harbor, seringkali disebutkan bahwa ini yaitu salah satu contoh betapa Jepang suka melakukan serangan mendadak.

Peperangan

Perang tahun 1904

Port Arthur, di Jazirah Liaodong di selatan Manchuria, telah diperkuat Rusia hingga menjadi sebuah pangkalan Tingkatan Laut besar. Jepang membutuhkan kekuasaan laut untuk berperang di daratan Asia, karena itu tujuan militer pertama mereka yaitu menetralkan armada Rusia di Port Arthur. Pada 8 Februari malam, armada Jepang di bawah pimpinan Admiral Heihachiro Togo memulai peperangan dengan sebuah serangan torpedo mendadak pada kapal-kapal Rusia di Port Arthur, sehingga membuat dua kapal perang Rusia rusak parah. Serangan-serangan itu mengembang menjadi Pertempuran Port Arthur besok paginya. Serangkaian pertempuran laut yang tidak memberikan hasil yang menentukan pun terjadi. Pada kesempatan itu, Jepang tidak sukses menyerang Rusia dengan menggunakan meriam-meriam darat dari pelabuhan, dan armada Rusia menolak untuk meninggalkan pelabuhan itu dan pergi ke laut terbuka, khususnya setelah kematian Admiral Stepan Osipovich Makarov pada 13 April. Pertempuran-pertempuran ini memberikan perlindungan untuk sebuah pasukan Jepang untuk mendarat dekat Incheon di Korea, dan dari sana mereka menduduki Seoul dan berikutnya seluruh Korea. Pada kesudahan April, tentara Jepang di bawah Kuroki Itei bersiap-siap menyeberangi sungai Yalu ke Manchuria yang saat itu diduduki Rusia.

Sebagai jawaban terhadap strategi Jepang yang memberikan kemenangan cepat untuk menguasai Manchuria, Rusia melakukan tindakan-tindakan penghalang untuk memperoleh cukup waktu untuk menunggu tibanya pasukan-pasukan tambahan yang datang melalui jalan kereta api Trans-Siberia yang panjang. Pada 1 Mei, pecahlah Pertempuran Sungai Yalu. Dalam pertempuran ini pasukan-pasukan Jepang menyerang sebuah posisi Rusia setelah mereka menyeberangi sungai itu tanpa menghadapi perlawanan. Ini yaitu sebuah pertempuran besar pertama dari perang ini di daratan. Pasukan-pasukan Jepang bergerak maju dan mendarat di sebagian titik di pantai Manchuria, serta melakukan sejumlah pertempuran hingga memukul balik pasukan-pasukan Rusia ke Port Arthur. Pertempuran-pertempuran ini, termasuk Pertempuran Nanshan pada 25 Mei, ditandai oleh kekalahan besar Jepang dalam penyerangan kepada sejumlah posisi kuat Rusia, tetapi tentara Rusia tetap bersikap pasif dan tidak melakukan serangan balasan.

Di laut, perang ini sama brutalnya. Setelah penyerangan pada 8 Februari terhadap Port Arthur, pasukan Jepang berusaha mencegah pasukan Rusia menggunakan pelabuhan itu.

Perang tahun 1905

Daftar pertempuran

  • 1904 Pertempuran Port Arthur, 8 Februari: [pertempuran laut] Tanpa keputusan
  • 1904 Pertempuran Teluk Chemulpo, 9 Februari: [ertempuran laut] Jepang mengalahkan Rusia
  • 1904 Pertempuran Sungai Yalu, 30 April sampai 1 Mei: Jepang mengalahkan Rusia
  • 1904 Pertempuran Dairen, 30 Mei: Jepang mengalahkan Rusia
  • 1904 Pertempuran Laut Kuning, 10 Agustus: [pertempuran laut] Rusia mengalahkan Jepang
  • 1904 Pertempuran Laut Jepang, 14 Agustus: [pertempuran laut] Rusia mengalahkan Jepang
  • 1904-1905 Pengepungan Port Arthur, 19 Agustus sampai 2 Januari: Jepang mengalahkan Rusia
  • 1904 Pertempuran Liaoyang, 25 Agustus sampai 3 September: Jepang mengalahkan Rusia
  • 1904 Pertempuran Sungai Sha-ho, 5 Oktober sampai 17 Oktober: Tanpa keputusan
  • 1905 Pertempuran Sandepu, 26 Januari sampai 27 Januari: Tanpa keputusan
  • 1905 Pertempuran Mukden, 21 Februari sampai 10 Maret: Jepang mengalahkan Rusia
  • 1905 Pertempuran Tsushima, 27 Mei sampai 28 Mei [pertempuran laut]: Jepang mengalahkan Rusia

Manfaat penting

Perang ini menandai bangunnya kekuatan Asia menandingi kekuatan Barat yang berkuasa di Tiongkok saat itu. Kemenangan ini membuat kekuatan Barat harus memperhitungkan Jepang dalam urusan politik di Asia. Selain itu, kemenangan ini memicu kebangkitan nasional di negara-negara Asia lainnya yang sedang terjajah oleh negara Eropa. Ini membuat negara-negara Asia berpikir bahwa negara-negara di Asia dapat sejajar dengan negara-negara Barat

Referensi

  • Nish, Ian (1985). The Origins of the Russo-Japanese War. Longman. ISBN 0-582-49114-2
  • Edmund Morris, Theodore Rex, The Modern Library, pb.,2002; ISBN 0-8129-6600-7 (div. of Random House, hc,2001)

Lihat pula

  • Imperialisme Rusia di Asia dan Perang Rusia-Jepang
  • Imperialisme di Asia
  • Daftar perang

Pranala luar


Sumber :
ensiklopedia.web.id, ensiklopedia.ggiklan.com, wiki.edunitas.com, id.wikipedia.org, dsb-nya.


Page 22

Perang Rusia-Jepang (10 Februari 1904 – 5 September 1905) yaitu konflik yang sangat berdarah yang tumbuh dari persaingan selang ambisi imperialis Rusia dan Jepang di Manchuria dan Korea. Peperangan ini utamanya terjadi karena perebutan kota Port Arthur dan Jazirah Liaodong, ditambah dengan jalur rel dari pelabuhan tersebut ke Harbin.

Asal-mula perang

Pada kesudahan ratus tahun ke-19 dan awal ratus tahun ke-20, berbagai negara Barat bersaingan memperebutkan pengaruh, perdagangan dan wilayah di Asia Timur sementara Jepang berjuang untuk menjadi sebuah negara modern yang besar. Lokasi Jepang mendorongnya untuk memusatkan perhatian pada Dinasti Choson Korea dan Dinasti Qing di Tiongkok utara, sehingga membuat negara itu bersaingan dengan tetangganya, Rusia. Upaya Jepang untuk menduduki Korea menyebabkan pecahnya Perang Tiongkok-Jepang.

Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?

Manchuria Raya, Manchuria Rusia (di anggota luar) yaitu wilayah di kanan atas dengan warna merah muda; Jazirah Liaodong yaitu anggota yang menjorok ke Laut Kuning

Kekalahan yang dialami Jepang dalam perang itu menyebabkan ditandatanganinya Perjanjian Shimonoseki (17 April 1895). Dengan perjanjian itu Tiongkok meloloskan klaimnya atas Korea, dan menyerahkan Taiwan dan Lüshunkou (sering disebut Port Arthur). Namun, tiga kekuatan Barat (Rusia, Kekaisaran Jerman dan Republik Ketiga Prancis ) melalui Intervensi Tiga Negara pada 23 April 1895 menekan Jepang untuk menyerahkan Port Arthur, dan belakangan Rusia (tahun 1898) merundingkan penyewaan pangkalan Tingkatan Laut selama 25 tahun dengan Tiongkok. Sementara itu, pasukan-pasukan Rusia menduduki sebagian besar wilayah Manchuria dan Rusia maupun Jepang berusaha mengambil alih Korea.

Setelah gagal mendapatkan perjanjian yang menguntungkannya dengan Rusia, Jepang mengirimkan sebuah ultimatum pada 31 Desember 1903, memutuskan hubungan diplomatik pada 6 Februari, dan mulai menyerang dua hari kemudian. Kedua pihak mengeluarkan pernyataan perang pada 10 Februari. Di bawah hukum internasional, serangan Jepang tidak dapat dianggap sebagai serangan tersembunyi, karena ultimatum telah dikeluarkan. Namun demikian, setelah serangan Pearl Harbor, seringkali disebutkan bahwa ini yaitu salah satu contoh betapa Jepang suka melakukan serangan mendadak.

Peperangan

Perang tahun 1904

Port Arthur, di Jazirah Liaodong di selatan Manchuria, telah diperkuat Rusia hingga menjadi sebuah pangkalan Tingkatan Laut besar. Jepang membutuhkan kekuasaan laut untuk berperang di daratan Asia, karena itu tujuan militer pertama mereka yaitu menetralkan armada Rusia di Port Arthur. Pada 8 Februari malam, armada Jepang di bawah pimpinan Admiral Heihachiro Togo memulai peperangan dengan sebuah serangan torpedo mendadak pada kapal-kapal Rusia di Port Arthur, sehingga membuat dua kapal perang Rusia rusak parah. Serangan-serangan itu mengembang menjadi Pertempuran Port Arthur besok paginya. Serangkaian pertempuran laut yang tidak memberikan hasil yang menentukan pun terjadi. Pada kesempatan itu, Jepang tidak sukses menyerang Rusia dengan menggunakan meriam-meriam darat dari pelabuhan, dan armada Rusia menolak untuk meninggalkan pelabuhan itu dan pergi ke laut terbuka, khususnya setelah kematian Admiral Stepan Osipovich Makarov pada 13 April. Pertempuran-pertempuran ini memberikan pengamanan untuk sebuah pasukan Jepang untuk mendarat dekat Incheon di Korea, dan dari sana mereka menduduki Seoul dan berikutnya seluruh Korea. Pada kesudahan April, tentara Jepang di bawah Kuroki Itei berjaga-jaga menyeberangi sungai Yalu ke Manchuria yang saat itu diduduki Rusia.

Sebagai jawaban terhadap strategi Jepang yang memberikan kemenangan cepat untuk menguasai Manchuria, Rusia melakukan tindakan-tindakan penghalang untuk memperoleh cukup waktu untuk menunggu tibanya pasukan-pasukan tambahan yang datang melalui jalan kereta api Trans-Siberia yang panjang. Pada 1 Mei, pecahlah Pertempuran Sungai Yalu. Dalam pertempuran ini pasukan-pasukan Jepang menyerang sebuah posisi Rusia setelah mereka menyeberangi sungai itu tanpa menghadapi perlawanan. Ini yaitu sebuah pertempuran besar pertama dari perang ini di daratan. Pasukan-pasukan Jepang bergerak maju dan mendarat di sebagian titik di pantai Manchuria, serta melakukan sejumlah pertempuran hingga memukul belakang pasukan-pasukan Rusia ke Port Arthur. Pertempuran-pertempuran ini, termasuk Pertempuran Nanshan pada 25 Mei, ditandai oleh kekalahan besar Jepang dalam penyerangan kepada sejumlah posisi kuat Rusia, tetapi tentara Rusia tetap bersikap pasif dan tidak melakukan serangan balasan.

Di laut, perang ini sama brutalnya. Setelah penyerangan pada 8 Februari terhadap Port Arthur, pasukan Jepang berusaha mencegah pasukan Rusia menggunakan pelabuhan itu.

Perang tahun 1905

Daftar pertempuran

  • 1904 Pertempuran Port Arthur, 8 Februari: [pertempuran laut] Tanpa keputusan
  • 1904 Pertempuran Teluk Chemulpo, 9 Februari: [ertempuran laut] Jepang mengalahkan Rusia
  • 1904 Pertempuran Sungai Yalu, 30 April sampai 1 Mei: Jepang mengalahkan Rusia
  • 1904 Pertempuran Dairen, 30 Mei: Jepang mengalahkan Rusia
  • 1904 Pertempuran Laut Kuning, 10 Agustus: [pertempuran laut] Rusia mengalahkan Jepang
  • 1904 Pertempuran Laut Jepang, 14 Agustus: [pertempuran laut] Rusia mengalahkan Jepang
  • 1904-1905 Pengepungan Port Arthur, 19 Agustus sampai 2 Januari: Jepang mengalahkan Rusia
  • 1904 Pertempuran Liaoyang, 25 Agustus sampai 3 September: Jepang mengalahkan Rusia
  • 1904 Pertempuran Sungai Sha-ho, 5 Oktober sampai 17 Oktober: Tanpa keputusan
  • 1905 Pertempuran Sandepu, 26 Januari sampai 27 Januari: Tanpa keputusan
  • 1905 Pertempuran Mukden, 21 Februari sampai 10 Maret: Jepang mengalahkan Rusia
  • 1905 Pertempuran Tsushima, 27 Mei sampai 28 Mei [pertempuran laut]: Jepang mengalahkan Rusia

Manfaat penting

Perang ini menandai bangunnya kekuatan Asia menandingi kekuatan Barat yang berkuasa di Tiongkok saat itu. Kemenangan ini membuat kekuatan Barat harus memperhitungkan Jepang dalam urusan politik di Asia. Selain itu, kemenangan ini memicu kebangkitan nasional di negara-negara Asia lainnya yang sedang terjajah oleh negara Eropa. Ini membuat negara-negara Asia berpikir bahwa negara-negara di Asia dapat sejajar dengan negara-negara Barat

Referensi

  • Nish, Ian (1985). The Origins of the Russo-Japanese War. Longman. ISBN 0-582-49114-2
  • Edmund Morris, Theodore Rex, The Modern Library, pb.,2002; ISBN 0-8129-6600-7 (div. of Random House, hc,2001)

Lihat pula

  • Imperialisme Rusia di Asia dan Perang Rusia-Jepang
  • Imperialisme di Asia
  • Daftar perang

Pranala luar


Sumber :
ensiklopedia.web.id, ensiklopedia.ggiklan.com, wiki.edunitas.com, id.wikipedia.org, dsb-nya.


Page 23


Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?

Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?

Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?

Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?

Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?

Sepak bolaFormula SatuBulu tangkisTenisOlimpiade


Portal Beberapa Negara


Portal Lainnya


Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
AllahMuhammadAl Qur'anRukun IslamRukun ImanMazhabSejarah


Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
Yesus KristusTritunggalAlkitabSejarah



Sumatera : Bengkulu | Jambi | Kepulauan Bangka Belitung | Kepulauan Riau | Lampung | NAD (Nanggro Aceh Darusalam) | Riau | Sumatera Barat | Sumatera Selatan | Sumatera UtaraJawa : Banten | DKI Jakarta | Jawa Barat | Jawa Tengah | Jawa Timur | Yogyakarta | Kalimantan : Kalimantan Barat | Kalimantan Selatan | Kalimantan Tengah | Kalimantan Timur | Kalimantan UtaraKepulauan Nusa Tenggara : Bali | Nusa Tenggara Barat | Nusa Tenggara TimurSulawesi : Gorontalo | Sulawesi Barat | Sulawesi Selatan | Sulawesi Tengah | Sulawesi Tenggara | Sulawesi UtaraKepulauan Maluku : Maluku | Maluku UtaraPapua : Papua | Papua Barat



Afganistan | Arab Saudi | Armenia | Azerbaijan | Bahrain | Bangladesh | Bhutan | Brunei | Cina (Republik Rakyat Cina) | Georgia | Hong Kong | India | Indonesia | Iran | Iraq | Israel | Jepang | Kamboja | Kazakhstan | Kepulauan Cocos (Keeling) (Australia) | Korea Selatan | Korea Utara | Kuwait | Kyrgyzstan | Laos | Lebanon | Makau | Malaysia | Maladewa | Mongolia | Myanmar (Burma) | Nepal | Oman | Pakistan | Palestina | Pulau Natal (Australia) | Qatar | Rusia | Singapura | Sri Lanka | Siria | Taiwan | Tajikistan | Thailand | Timor-Leste | Turki | Turkmenistan | Uni Emirat Arab | Uzbekistan | Vietnam | Yaman | Yordania


Negara di Amerika Selatan

Argentina | Bolivia | Brasil | Chili | Ekuador | Guyana | Kolombia | Paraguay | Peru | Suriname | Uruguay | Venezuela


Negara dan Wilayah Teritorial di Amerika Utara

Amerika Serikat | Antigua dan Barbuda | Bahama | Barbados | Belize | Dominika | El Salvador | Grenada | Guatemala | Haiti | Honduras | Jamaika | Kanada | Kosta Rika | Kuba | Meksiko | Panama | Saint Kitts dan Nevis | Saint Lucia |
Saint Vincent dan GrenadinesWilayah Denmark : Greenland
Wilayah Belanda : Aruba | Antillen Belanda
Wilayah Perancis : Guadeloupe | Martinique | Saint Pierre dan Miquelon
Wilayah Amerika Serikat : Kepulauan Virgin Amerika Serikat | Puerto Riko
Wilayah Britania Raya : Anguilla | Bermuda | Kepulauan Cayman | Kepulauan Turks dan Caicos |
Kepulauan Virgin Britania Raya | Montserrat


Afrika Utara : Aljazair | Libya | Maroko | Mesir | Sudan | TunisiaAfrika Barat : Benin | Burkina Faso | Gambia | Ghana | Guinea | Guinea-Bissau | Liberia | Mali | Mauritania | Niger | Nigeria | Pantai Gading | Senegal | Sierra Leone | Tanjung Verde | TogoAfrika Tengah : Afrika Tengah | Angola | Chad | Gabon | Guinea Khatulistiwa | Kamerun | Republik Demokrasi Kongo |
Republik Kongo | Sao Tome dan PrincipeAfrika Timur : Burundi | Djibouti | Eritrea | Ethiopia | Kenya | Komoro | Madagaskar | Malawi | Mauritius | Mozambik | Rwanda | Seychelles | Somalia | Tanzania | Uganda | Zambia | ZimbabweAfrika Selatan : Afrika Selatan | Botswana | Lesotho | Namibia | SwazilandTerritorial dan Wilayah Dependensi : Melilla | Reunion | Sahara Barat | Saint Helena


Australasia : Australia | Kepulauan Cocos (Keeling) | Pulau Natal | Pulau Norfolk | Selandia Baru | Mikronesia : Guam | Kepulauan Mariana Utara | Kepulauan Marshall | Kiribati | Mikronesia | Nauru | PalauMelanesia : Fiji | Kaledonia Baru | Kepulauan Solomon | Papua Nugini | VanuatuPolinesia : Kepulauan Cook | Kepulauan Pitcairn | Polinesia Perancis | Samoa | Samoa Amerika | Tokelau | Tonga | Tuvalu |
Wallis dan Futuna


Daftar Portal

Page 24


Daftar Isi
Ensiklopedia Dunia
Berbahasa Indonesia

Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
AteismeBuddha
Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
HinduIslam & Al Qur'an
Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
KristenMitologi
Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
Yahudi


Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
SumateraJabodetabek
Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
KalimantanWayang
Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
Jawa


Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?

Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?

Sepak bolaFormula Satu

Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?

Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?

Bulu tangkisTenis

Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?

Olimpiade


Portal Beberapa Negara


Portal Lainnya


Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
AllahMuhammad
Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
Al Qur'anRukun Islam
Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
Rukun ImanMazhab
Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
Sejarah


Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
Yesus KristusTritunggal
Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
AlkitabSejarah



Sumatera : Bengkulu | Jambi | Kepulauan Bangka Belitung | Kepulauan Riau | Lampung | NAD (Nanggro Aceh Darusalam) | Riau | Sumatera Barat | Sumatera Selatan | Sumatera UtaraJawa : Banten | DKI Jakarta | Jawa Barat | Jawa Tengah | Jawa Timur | Yogyakarta | Kalimantan : Kalimantan Barat | Kalimantan Selatan | Kalimantan Tengah | Kalimantan Timur | Kalimantan UtaraKepulauan Nusa Tenggara : Bali | Nusa Tenggara Barat | Nusa Tenggara TimurSulawesi : Gorontalo | Sulawesi Barat | Sulawesi Selatan | Sulawesi Tengah | Sulawesi Tenggara | Sulawesi UtaraKepulauan Maluku : Maluku | Maluku UtaraPapua : Papua | Papua Barat



Afganistan | Arab Saudi | Armenia | Azerbaijan | Bahrain | Bangladesh | Bhutan | Brunei | Cina (Republik Rakyat Cina) | Georgia | Hong Kong | India | Indonesia | Iran | Iraq | Israel | Jepang | Kamboja | Kazakhstan | Kepulauan Cocos (Keeling) (Australia) | Korea Selatan | Korea Utara | Kuwait | Kyrgyzstan | Laos | Lebanon | Makau | Malaysia | Maladewa | Mongolia | Myanmar (Burma) | Nepal | Oman | Pakistan | Palestina | Pulau Natal (Australia) | Qatar | Rusia | Singapura | Sri Lanka | Siria | Taiwan | Tajikistan | Thailand | Timor-Leste | Turki | Turkmenistan | Uni Emirat Arab | Uzbekistan | Vietnam | Yaman | Yordania


Negara di Amerika Selatan

Argentina | Bolivia | Brasil | Chili | Ekuador | Guyana | Kolombia | Paraguay | Peru | Suriname | Uruguay | Venezuela


Negara dan Wilayah Teritorial di Amerika Utara

Amerika Serikat | Antigua dan Barbuda | Bahama | Barbados | Belize | Dominika | El Salvador | Grenada | Guatemala | Haiti | Honduras | Jamaika | Kanada | Kosta Rika | Kuba | Meksiko | Panama | Saint Kitts dan Nevis | Saint Lucia |
Saint Vincent dan GrenadinesWilayah Denmark : Greenland
Wilayah Belanda : Aruba | Antillen Belanda
Wilayah Perancis : Guadeloupe | Martinique | Saint Pierre dan Miquelon
Wilayah Amerika Serikat : Kepulauan Virgin Amerika Serikat | Puerto Riko
Wilayah Britania Raya : Anguilla | Bermuda | Kepulauan Cayman | Kepulauan Turks dan Caicos |
Kepulauan Virgin Britania Raya | Montserrat


Afrika Utara : Aljazair | Libya | Maroko | Mesir | Sudan | TunisiaAfrika Barat : Benin | Burkina Faso | Gambia | Ghana | Guinea | Guinea-Bissau | Liberia | Mali | Mauritania | Niger | Nigeria | Pantai Gading | Senegal | Sierra Leone | Tanjung Verde | TogoAfrika Tengah : Afrika Tengah | Angola | Chad | Gabon | Guinea Khatulistiwa | Kamerun | Republik Demokrasi Kongo |
Republik Kongo | Sao Tome dan PrincipeAfrika Timur : Burundi | Djibouti | Eritrea | Ethiopia | Kenya | Komoro | Madagaskar | Malawi | Mauritius | Mozambik | Rwanda | Seychelles | Somalia | Tanzania | Uganda | Zambia | ZimbabweAfrika Selatan : Afrika Selatan | Botswana | Lesotho | Namibia | SwazilandTerritorial dan Wilayah Dependensi : Melilla | Reunion | Sahara Barat | Saint Helena


Australasia : Australia | Kepulauan Cocos (Keeling) | Pulau Natal | Pulau Norfolk | Selandia Baru | Mikronesia : Guam | Kepulauan Mariana Utara | Kepulauan Marshall | Kiribati | Mikronesia | Nauru | PalauMelanesia : Fiji | Kaledonia Baru | Kepulauan Solomon | Papua Nugini | VanuatuPolinesia : Kepulauan Cook | Kepulauan Pitcairn | Polinesia Perancis | Samoa | Samoa Amerika | Tokelau | Tonga | Tuvalu |
Wallis dan Futuna


Daftar Portal

Page 25


Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?

Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?

FootballFormula One

Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?

Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?

BadmintonTennis

Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?

Olympics


Some Countries Portal


Other Portal


Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
GodMuhammad
Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
Qur'anPillars of Islam
Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
Pillars of FaithSchool
Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
History


Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
Jesus ChristTrinity
Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
BibleHistory



Sumatera : Bengkulu | Jambi | Bangka Belitung Islands | Riau Islands | Lampung | NAD (Nanggro Aceh Darusalam) | Riau | West Sumatra | South Sumatra | North SumatraJava : Banten | DKI Jakarta | West Java | Central Java | East Java | Yogyakarta | Kalimantan : West Kalimantan | South Kalimantan | Central Kalimantan | East Kalimantan | North KalimantanNusa Tenggara Islands : Bali | West Nusa Tenggara | East Nusa TenggaraSulawesi : Gorontalo | West Sulawesi | South Sulawesi | Central Sulawesi | Southeast Sulawesi | North SulawesiMaluku Islands : Maluku | North MalukuPapua : Papua | West Papua



Afghanistan | Saudi Arabia | Armenia | Azerbaijan | Bahrain | Bangladesh | Bhutan | Brunei | China (People's Republic of China) | Georgia | Hong Kong | India | Indonesia | Iran | Iraq | Israel | Japan | Cambodia | Kazakhstan | Cocos Islands (Keeling) (Australia) | South Korea | North Korea | Kuwait | Kyrgyzstan | Laos | Lebanon | Macau | Malaysia | Maldives | Mongolia | Myanmar (Burma) | Nepal | Oman | Pakistan | Palestine | Christmas Island (Australia) | Qatar | Russia | Singapore | Sri Lanka | Syria | Taiwan | Tajikistan | Thailand | Timor Leste (East Timor) | Turkey | Turkmenistan | United Arab Emirates | Uzbekistan | Vietnam |
Yemen | Jordan


Countries in South America

Argentina | Bolivia | Brazil | Chile | Ecuador | Guyana | Colombia | Paraguay | Peru | Suriname | Uruguay | Venezuela


State and Territory in North America

United States | Antigua And Barbuda | Bahamas | Barbados | Belize | Dominican | El Salvador | Grenada | Guatemala | Haiti | Honduras | Jamaica | Canada | Costa Rica | Cuba | Mexico | Panama | Saint Kitts and Nevis | Saint Lucia |
Saint Vincent and the GrenadinesDenmark Region : Greenland
Netherlands Region : Aruba | Netherlands Antilles
French Region : Guadeloupe | Martinique | Saint Pierre and Miquelon
USA Region : United States Virgin Islands | Puerto Rico
Region United Kingdom : Anguilla | Bermuda | Cayman Islands | Turks and Caicos Islands |
British Virgin Islands | Montserrat


North Africa : Algeria | Libya | Morocco | Egypt | Sudan | TunisiaWest Africa : Benin | Burkina Faso | Gambia | Ghana | Guinea | Guinea | Liberia | Mali | Mauritania | Niger | Nigeria | Ivory Coast | Senegal | Sierra Leone | Cape Verde | TogoCentral Africa : Central Africa | Angola | Chad | Gabon | Equatorial Guinea | Cameroon | Democratic Republic of the Congo | Republic of Congo | Sao Tome and PrincipeEast Africa : Burundi | Djibouti | Eritrea | Ethiopia | Kenya | Comoros | Madagascar | Malawi | Mauritius | Mozambique | Rwanda | Seychelles | Somalia | Tanzania | Uganda | Zambia | ZimbabweSouth Africa : South Africa | Botswana | Lesotho | Namibia | SwazilandTerritorial and Regional Dependency : Melilla | Reunion | Western Sahara | Saint Helena


Australasian :Australia | Cocos Islands Cocos (Keeling) | Christmas Island | Norfolk Island | New Zealand | Micronesia :Guam | Mariana Mariana Islands | Marshall Islands | Kiribati | Micronesia | Nauru | PalauMelanesia :Fiji | New Caledonia | Solomon Islands | Papua New Guinea | VanuatuPolynesia :Cook Islands | Pitcairn Islands | French Polynesia | Samoa | American Samoa | Tokelau | Tonga | Tuvalu |
Wallis and Futuna


List Portal

Page 26


Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?

Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?

Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?

Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?

Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?

FootballFormula OneBadmintonTennisOlympics


Some Countries Portal


Other Portal


Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
GodMuhammadQur'anPillars of IslamPillars of FaithSchoolHistory


Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
Siapa yang mewakili dari Jepang Sekutu yang menandatangani perjanjian penyerahan kapitulasi yang berlangsung diatas kapal USS Missouri pada tanggal 2 Sep 1945?
Jesus ChristTrinityBibleHistory



Sumatera : Bengkulu | Jambi | Bangka Belitung Islands | Riau Islands | Lampung | NAD (Nanggro Aceh Darusalam) | Riau | West Sumatra | South Sumatra | North SumatraJava : Banten | DKI Jakarta | West Java | Central Java | East Java | Yogyakarta | Kalimantan : West Kalimantan | South Kalimantan | Central Kalimantan | East Kalimantan | North KalimantanNusa Tenggara Islands : Bali | West Nusa Tenggara | East Nusa TenggaraSulawesi : Gorontalo | West Sulawesi | South Sulawesi | Central Sulawesi | Southeast Sulawesi | North SulawesiMaluku Islands : Maluku | North MalukuPapua : Papua | West Papua



Afghanistan | Saudi Arabia | Armenia | Azerbaijan | Bahrain | Bangladesh | Bhutan | Brunei | China (People's Republic of China) | Georgia | Hong Kong | India | Indonesia | Iran | Iraq | Israel | Japan | Cambodia | Kazakhstan | Cocos Islands (Keeling) (Australia) | South Korea | North Korea | Kuwait | Kyrgyzstan | Laos | Lebanon | Macau | Malaysia | Maldives | Mongolia | Myanmar (Burma) | Nepal | Oman | Pakistan | Palestine | Christmas Island (Australia) | Qatar | Russia | Singapore | Sri Lanka | Syria | Taiwan | Tajikistan | Thailand | Timor Leste (East Timor) | Turkey | Turkmenistan | United Arab Emirates | Uzbekistan | Vietnam |
Yemen | Jordan


Countries in South America

Argentina | Bolivia | Brazil | Chile | Ecuador | Guyana | Colombia | Paraguay | Peru | Suriname | Uruguay | Venezuela


State and Territory in North America

United States | Antigua And Barbuda | Bahamas | Barbados | Belize | Dominican | El Salvador | Grenada | Guatemala | Haiti | Honduras | Jamaica | Canada | Costa Rica | Cuba | Mexico | Panama | Saint Kitts and Nevis | Saint Lucia |
Saint Vincent and the GrenadinesDenmark Region : Greenland
Netherlands Region : Aruba | Netherlands Antilles
French Region : Guadeloupe | Martinique | Saint Pierre and Miquelon
USA Region : United States Virgin Islands | Puerto Rico
Region United Kingdom : Anguilla | Bermuda | Cayman Islands | Turks and Caicos Islands |
British Virgin Islands | Montserrat


North Africa : Algeria | Libya | Morocco | Egypt | Sudan | TunisiaWest Africa : Benin | Burkina Faso | Gambia | Ghana | Guinea | Guinea | Liberia | Mali | Mauritania | Niger | Nigeria | Ivory Coast | Senegal | Sierra Leone | Cape Verde | TogoCentral Africa : Central Africa | Angola | Chad | Gabon | Equatorial Guinea | Cameroon | Democratic Republic of the Congo | Republic of Congo | Sao Tome and PrincipeEast Africa : Burundi | Djibouti | Eritrea | Ethiopia | Kenya | Comoros | Madagascar | Malawi | Mauritius | Mozambique | Rwanda | Seychelles | Somalia | Tanzania | Uganda | Zambia | ZimbabweSouth Africa : South Africa | Botswana | Lesotho | Namibia | SwazilandTerritorial and Regional Dependency : Melilla | Reunion | Western Sahara | Saint Helena


Australasian :Australia | Cocos Islands Cocos (Keeling) | Christmas Island | Norfolk Island | New Zealand | Micronesia :Guam | Mariana Mariana Islands | Marshall Islands | Kiribati | Micronesia | Nauru | PalauMelanesia :Fiji | New Caledonia | Solomon Islands | Papua New Guinea | VanuatuPolynesia :Cook Islands | Pitcairn Islands | French Polynesia | Samoa | American Samoa | Tokelau | Tonga | Tuvalu |
Wallis and Futuna


List Portal