Sesungguhnya Allah itu menyukai orang-orang yang ???? إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ

Jakarta -

Surah Ali Imran merupakan surah ke-3 dalam Al Quran yang berjumlah 200 ayat. Dari ratusan ayat yang dikandungnya, surah Ali Imran ayat ke-159 menjelaskan salah satu penerapan konsep musyawarah yang dilakukan oleh Rasulullah SAW.

Berikut ini bunyi bacaan Surah Ali Imran Ayat 159 beserta dengan artinya:

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ ۖ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ

Artinya: "Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakal." (QS. Ali Imran: 159).

Melansir dari tafsir Kementerian Agama (Kemenag), latar belakang dari surah Ali Imran ayat 159 adalah banyak terjadinya pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh sebagian kaum muslimin saat keadaan genting pada Perang Uhud. Bahkan pelanggaran tersebut telah menyebabkan banyak kaum muslim menderita.

Namun, Rasulullah tetap bersikap lemah lembut dan tidak marah sama sekali pada para pelanggar tersebut. Bahkan memaafkan dan memohonkan ampunan dari Allah untuk mereka. Selain itu, Rasulullah juga selalu melibatkan mereka dalam suatu musyawarah mengenai banyak hal. Terutama urusan peperangan.

Senada dengan itu, tafsir dari Ibnu Katsir menyebutkan bahwa Rasulullah SAW selalu bermusyawarah dengan mereka apabila menghadapi suatu masalah. Di antaranya musyawarah dalam urusan peperangan, di antaranya adalah musyawarah mengenai poisisi Rasulullah dalam perang. Hingga akhirnya Al-Munzir ibnu Amr mengusulkan agar Rasulullah berada di hadapan pasukan kaum muslim).

Selain itu, Rasulullah pun pernah mengajak kaum muslim bermusyawarah sebelum Perang Uhud. Musyawarah itu terkait dengan pilihan Rasulullah untuk tetap berada di Madinah atau justru keluar menyambut kedatangan musuh. Kemudian hasilnya sebagian besar dari mereka mengusulkan agar semuanya berangkat menghadapi mereka. Rasulullah pun berangkan bersama pasukannya menuju musuh-musuhnya berada.

Musyawarah lainnya dilakukan oleh Rasulullah dalam Perang Khandaq. Rasulullah meminta pendapat dari kaum muslimin tentang perdamaian dengan golongan yang bersekutu. Rasul mengusulkan untuk memberi sepertiga dari hasil buah-buahan Madinah.

Namun usul itu ditolak oleh dua orang Sa'd, yaitu Sa'd ibnu Mu'az dan Sa'd ibnu Ubadah. Pada akhirnya Rasulullah menuruti pendapat mereka.

Dalam Perjanjian Hudaibiyah, Rasulullah kembali mengajak kaum muslimin untuk bermusyawarah. Rasul mengusulkan apakah sebaiknya mereka melakukan penyerangan pada orang-orang musyrik.

Abu Bakar As-Siddiq pun berpendapat, "Sesungguhnya kita datang bukan untuk berperang, melainkan kita datang untuk melakukan ibadah umrah."

Kemudian Rasulullah menghargai pendapat Abu Bakar tersebut. Berdasarkan kisah-kisah yang disebutkan sebelumnya, dapat dibuktikan bahwa hal itulah yang membuat kaumnya patuh dan setia dengan Rasul. Sebab keputusan-keputusan dari Rasulullah merupakan hasil musyawarah bersama di antara mereka sendiri.

Dalam Surah Ali Imran ayat 159 ini juga Allah berfirman untuk selalu bertawakallah kepada Allah setelah mencapai hasil mufakat dalam suatu musyawarah. Seperti Rasulullah dan kaumnya yang tetap berjuang dan berjihad di jalan Allah dengan tekad yang bulat tanpa menghiraukan bahaya dan kesulitan yang mereka hadapi.

(erd/erd)

ORANG YANG DICINTAI ALLAH

Oleh: KH. Dr. Ali Nurdin, MA

Kali ini kita akan membincangkan salah satu ungkapan yang dibicarakan dalam Al-Qur’an di mana Allah dalam sekian ayat menegaskan tentang mencintai kelompok atau golongan orang-orang tertentu yaitu dengan redaksi Innallaha yuhibbu, sungguh Allah mencintai. Siapa mereka ini yang dicintai oleh Allah?

Tentu dengan membahas ini, harapannya kita jadi bagian dari salah satu golongan yang dicintai oleh Allah. Sekian banyak kelompok golongan yang Allah nyatakan akan sangat dicintai oleh-Nya, yang pertama adalah, ini yang cukup banyak disebut dalam Al-Qur’an, tidak kurang lima kali Allah menggunakan redaksi yaitu orang-orang yang berbuat kebajikan atau kebaikan. Innallaha yuhibbul muhsinin, sungguh Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan. Siapa mereka ini? Nah, di antara redaksi ini, misalnya, kita lihat di ayat berikut:
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ ۗ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

“(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS. Ali Imran [3]: 134)

Pada umumnya para ulama mengartikan orang yang disebut Muhsin, yang berbuat kebaikan, yang bentuk jamaknya adalah muhsinun, orang-orang yang berbuat kebaikan, mereka adalah orang-orang yang berbuat kebaikan lebih dari yang seharusnya.

Kalau kita mengeluarkan atau memberikan amal kita, misalnya, bayar zakat secara rutin. Itu namanya orang yang memang melaksanakan kewajibannya. Namun, kalau ada orang tidak hanya yang wajib yang dikerjakan melainkan sunah juga ditambahkan maka itu disebut orang yang muhsin.

Golongan kedua yang dicintai oleh Allah adalah orang-orang yang bertaubat dan terus berusaha menyucikan diri. ini disebut dalam ayat berikut:

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ

“Sungguh Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (QS. Al-Baqarah [2]: 222)

Siapa yang dimaksud orang yang bertobat itu? Kita ingin menggaris bawahi bahwa orang yang ketika dia berbuat kesalahan atau berbuat dosa, dia menyadari dan mengakui serta memohon ampun dengan  berjanji untuk tidak mengulangi lagi. Dia mengganti perbuatan dosanya dengan amal perbuatan yang baik. Itu yang disebut orang bertobat. Orang seperti itu yang Allah cintai. Sungguh merupakan anugerah yang luar biasa bagi orang-orang yang mau berusaha sungguh-sungguh untuk bertobat, menyampaikan penyesalannya di hadapan Allah. Tanda orang yang bertobat juga ialah orang banyak Istighfar, memohon ampun kepada Allah. Ia menjanjikan:

وَمَا كَانَ اللَّهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ يَسْتَغْفِرُونَ

(Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun.” (QS. Al-Anfal [8]: 33)

Ini sungguh kabar gembira bagi orang-orang yang senantiasa mohon ampun, beristighfar kepada Allah. Selain itu, orang yang bertobat tidak hanya mendapat janji akan dicintai oleh Allah tapi juga akan selalu mendapatkan doa dari malaikat:

الَّذِينَ يَحْمِلُونَ الْعَرْشَ وَمَنْ حَوْلَهُ يُسَبِّحُونَ بِحَمْدِ رَبِّهِمْ وَيُؤْمِنُونَ بِهِ وَيَسْتَغْفِرُونَ لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا وَسِعْتَ كُلَّ شَيْءٍ رَحْمَةً وَعِلْمًا فَاغْفِرْ لِلَّذِينَ تَابُوا وَاتَّبَعُوا سَبِيلَكَ وَقِهِمْ عَذَابَ الْجَحِيمِ

“(Malaikat-malaikat) yang memikul ‘Arsy dan malaikat yang berada di sekelilingnya bertasbih memuji Tuhannya dan mereka beriman kepada-Nya serta memintakan ampun bagi orang-orang yang beriman (seraya mengucapkan): “Ya Tuhan kami, rahmat dan ilmu Engkau meliputi segala sesuatu, maka berilah ampunan kepada orang-orang yang bertaubat dan mengikuti jalan Engkau dan peliharalah mereka dari siksaan neraka yang menyala-nyala.” (QS. Ghafir [40]: 7)

Golongan yang ketiga yang dicintai oleh Allah itu adalah orang-orang yang menyucikan diri. Kaum muslim semestinya menjadi pionir sebagai kelompok masyarakat yang sangat menghargai kebersihan karena agama Islam yang begitu tegas dalam sekian banyak ayat dan hadisnya untuk kita hidup dengan menjaga kebersihan. Banyak ritual dalam agama kita yang mengharuskan untuk bersih. Misalnya, saat ingin shalat, tidak sah kalau kita tidak berwudhu. Wudhu merupakan simbol membersihkan diri, tidak hanya aspek batiniah tapi lahirnya juga. Merupakan PR yang besar kalau dalam komunitas orang muslim kok kurang memperhatikan aspek kebersihan.

Mungkin kita terlalu fokus pada melihat kesucian dengan mengabaikan kebersihan. Padahal begitu banyak ayat yang menganjurkan agar kita senantiasa hidup bersih karena Allah sangat mencintai orang yang bersih.

Golongan keempat yang akan dicintai oleh Allah ialah orang yang berlaku adil atau berbuat adil. Allah berfirman dalam ayat berikut:

لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ

“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. Al-Mumtahanah [60]: 8)

Ayat ini berbicara tentang bagaimana seharusnya kita bersikap termasuk terhadap saudara-saudara kita yang non-muslim. Allah mencintai orang-orang yang berbuat adil. Apa yang dimaksud dengan adil? Di Al-Qur’an kita temukan paling tidak ada tiga pengertian adil. Yang pertama adil artinya seimbang, tidak mesti harus sama, tapi seimbang. Misalnya, kita lihat dalam firman Allah:

الَّذِي خَلَقَكَ فَسَوَّاكَ فَعَدَلَكَ

“Yang telah menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuh)mu seimbang.” (QS. Al-Infitar [82]: 7)

Adil dalam ayat ini bermakna seimbang. Allah mencintai orang menegakkan keadilan dan keseimbangan ini maksudnya apa? Salah satu prinsip dalam hidup ini adalah mengerti proporsionalitas.

Makna adil yang kedua ialah harus sama yaitu khususnya dalam hal penegakan hukum. Kita ambil contoh dalam surah an-Nisa ayat 135 dan surah al-Maidah ayat yang 8 dengan redaksi yang hampir sama:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاءَ لِلَّهِ وَلَوْ عَلَىٰ أَنْفُسِكُمْ أَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ ۚ إِنْ يَكُنْ غَنِيًّا أَوْ فَقِيرًا فَاللَّهُ أَوْلَىٰ بِهِمَا ۖ فَلَا تَتَّبِعُوا الْهَوَىٰ أَنْ تَعْدِلُوا ۚ وَإِنْ تَلْوُوا أَوْ تُعْرِضُوا فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا

“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.” (QS. An-Nisa’ [4]: 135) dan

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ ۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَىٰ أَلَّا تَعْدِلُوا ۚ اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Maidah [5]: 8)

Dalam konteks penegakan hukum, kita harus adil berarti orang harus sama di hadapan hukum. Hukum tidak boleh tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Semuanya sama. Makna adil yang ketiga adil ialah meletakkan sesuatu pada tempatnya. Ini juga sering dimaknai sebagai lawan dari zalim. Orang disebut zalim kalau ia meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya.

Golongan kelima dari orang yang dicintai oleh Allah ialah orang-orang yang bertawakkal. Allah berfirman:

فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ

“Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” (QS. Ali Imran [3]: 159)

Apabila kamu sudah memiliki tekad yang kuat, usaha yang serius, hasil akhirnya bertawakallah kepada Allah. Ada

dua hal yang memang harus dilakukan setiap muslim supaya tidak terlihat bertentangan. Ada kavling yang masing-masing Allah anugerahkan instrumen dalam hidup kita, pikiran dan tenaga fisik juga hati. Nah, ikhtiar itu wilayahnya fisik dan pikiran kita, sedangkan tawakal kepada Allah adalah wilayah batin hati kita.

Yang disebut orang pinter itu orang-orang senantiasa hatinya ingat Allah dan fikirannya memikirkan ciptaan-Nya setiap detik. Demikian juga perintah agar kita mendapat pertolongan dari Allah dengan bersikap sabar dan mengerjakan shalat. Sabar simbol ikhtiar, shalat simbol tawakkal. Jangan atas nama tawakal kemudian mengabaikan ikhtiari. Berusahalah! Nanti Allah akan perlihatkan hasil usahamu. Allah akan kasih kabar berapa nilai usahamu. Prinsip ikhtiar, kalau kita ingin panen, ya, harus usaha. Kalau kita ingin pintar, ya, harus belajar. Kalau ingin sehat maka usaha pola hidup sehat. Itu bentuk ikhtiar kita dan hasil akhirnya kita bertawakal kepada Allah.

Tawakal itu ada di ujung ikhtiar kita. Setelah kita berusaha maksimal maka di ujung usaha itu dalam hati kita bertawakkal kepada Allah, berserah diri akan hasil akhirnya kepada-Nya.

Ada satu lagi orang yang dicintai oleh Allah yang disebut dalam Al-Qur’an yaitu orang-orang yang sabar. Allah berfirman:

وَكَأَيِّن مِّن نَّبِىٍّ قَٰتَلَ مَعَهُۥ رِبِّيُّونَ كَثِيرٌ فَمَا وَهَنُوا۟ لِمَآ أَصَابَهُمْ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ وَمَا ضَعُفُوا۟ وَمَا ٱسْتَكَانُوا۟ ۗ وَٱللَّهُ يُحِبُّ ٱلصَّٰبِرِينَ

“Dan berapa banyaknya nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut(nya) yang bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar.” (QS. Ali Imran [3]: 146)

Allah sangat mencintai orang-orang yang sabar bahkan kecintaan Allah terhadap orang sabar itu bentuknya bermacam-macam. Al-Qur’an, misalnya, mengungkapkan “Innallaha ma’ash shobirin”, Allah bersama orang-orang yang sabar. Bukan hanya mencintai tapi juga akan selalu menolong orang-orang yang sabar dan memberikan balasan pahala yang tidak terbatas.

إِنَّمَا يُوَفَّى ٱلصَّٰبِرُونَ أَجْرَهُم بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS. Az-Zumar [39]: 10)

Sungguh Allah mencintai orang-orang yang sabar dengan menyempurnakan pahala mereka tanpa batas. Biasanya pahala amal ibadah itu disebutkan. Dalam sekian ayat dan hadis, misalnya, pahala orang berinfaq 10 sampai 700 kali lipat. Membaca Al-Qur’an, satu huruf dibalas sepuluh kebaikan. Tetapi pahala kesabaran tidak terhitung dan tidak terbatas. Maka, karena pahala sabar itu tanpa batas, seyogyanya sikap sabar itu juga jangan dibatasi. Ada orang bilang sabar itu ada batasnya, itu namanya kurang sabar. Kalau ada yang bilang “sudah habis kesabaranku”. Ya, kalau habis, kan, bisa ambil lagi atau pinjem dulu.