Indonesia Matangkan Strategi Perdagangan Hadapi Tantangan Ekonomi Global.
INFO NASIONAL — Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyatakan, Kementerian Perdagangan terus mematangkan strategi perdagangan untuk menghadapi perubahan dan ketidakpastian ekonomi. “Seiring dengan tantangan dan ketidakpastian ekonomi global, diperlukan strategi perdagangan yang matang untuk mempertahankan lingkungan perdagangan yang kondusif. Untuk itu, Kemendag akan mengkaji lebih dalam masalah dan tantangan yang dihadapi saat ini,” ujar Mendag saat membuka Konferensi Internasional Perdagangan (The International Conference on Trade/The ICOT) ketiga di Jakarta, Rabu, 4 September. Konferensi ini mengangkat tema “Indonesia’s Export Strategies In the Changing Global Trade Environment”. Mendag mengatakan, saat ini perdagangan global menghadapi dua tantangan besar. Pertama, meningkatnya antiglobalisasi, banyak negara mengadopsi langkah-langkah pembatasan impor. Kedua, melemahnya sistem multilateral. “Hingga Desember tahun ini, Badan Penyelesaian Sengketa Organisasi Perdagangan Dunia (DSB WTO) hanya memiliki satu anggota. Artinya, perdagangan di dunia yang akan tumbuh hanya perdagangan bilateral dan regional serta tindakan pemberian sanksi sepihak,” katanya. Langkah-langkah strategis reformasi perdagangan dan investasi, yaitu mengutamakan produk olahan bernilai tambah dan memperbaiki manajemen impor, melalui ketersediaan barang modal dan setengah jadi dengan harga yang kompetitif. Sedangkan, strategi di bidang perdagangan internasional, yaitu menetapkan perjanjian perdagangan dengan mitra dagang utama, memperluas ekspor ke pasar nontradisional, mengintensifkan promosi perdagangan melalui pameran perdagangan dan penjajakan kesepakatan dagang (business matching), meningkatkan pelayanan ekspor, serta mengembangkan iklim perdagangan yang kondusif. “Selain itu, Indonesia akan meningkatkan kerja sama multilateral, seperti ASEAN-RCEP,” kata Mendag. Tahun ini, Indonesia menargetkan pertumbuhan ekspor nonmigas sebesar 8 persen atau meningkat dari USD 162,8 miliar pada 2018 menjadi USD 175,8 miliar pada 2019. Untuk itu, pemerintah terus berupaya mendorong ekspor enam sektor utama, yaitu furnitur dan produk kayu, makanan dan minuman, tekstil dan produk tekstil, produk otomotif, produk elektronik, serta produk kimia dengan tetap mempromosikan seluruh industri di Indonesia. Mendag mengungkapkan, kolaborasi dan kerja sama antara pemerintah, akademisi, dan dunia usaha seperti konferensi internasional ini dapat menjadi bagian pengembangan sumber daya manusia, khususnya di bidang perdagangan. “Diharapkan konferensi ini akan membawa pemahaman dan mendorong ide-ide baru sebagai tanggapan dan strategi dalam menghadapi perubahan lingkungan perdagangan global,” kata Mendag. Menurut Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan (BPPP) Kasan, ICOT 2019 juga memberikan peluang berharga bagi akademisi, pelaku bisnis, dan pembuat keputusan untuk berbagi pengalaman. "Melalui kolaborasi ini, diharapkan dapat merumuskan rekomendasi kebijakan untuk menciptakan lingkungan perdagangan yang lebih baik," ujarnya. ICOT 2019 dihadiri 250 peserta dari kalangan akademisi, peneliti, pelaku bisnis, dan instansi pemerintah dan lembaga terkait lainnya. Mantan Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu menjadi pembicara utama. Narasumber lainnya, yaitu Kepala Peneliti Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA) Fukunari Kimura, Kepala Pusat Kajian Iklim Usaha dan Rantai Nilai Global Universitas Indonesia Mohamad Dian Revindo, serta peneliti senior Australia Christopher Findlay. Forum ini juga menggelar presentasi 44 makalah yang lolos uji dewan juri. Peserta makalah berasal dari sembilan provinsi di Indonesia serta dari India, Jerman, dan Inggris. "Pada tahun ketiga pelaksanaan ICOT, antusiasme peserta yang mendaftarkan makalahnya semakin besar. Tahun ini, Kemendag menerima 128 makalah, sementara tahun sebelumnya hanya 69 makalah. Peserta berasal dari sektor pemerintah, pelaku bisnis, serta para ahli di bidang perdagangan," ujar Kasan. Liputan6.com, Jakarta - Indonesia memiliki lima tantangan utama di industri perdagangan global. Tantangan tersebut muncul di tengah pandemi Corona yang belum ketahuan ujungnya ini. Kasubdit Agro Direktorat Pengembangan Ekspor Kementerian Perdagangan Mila Karmila Bishry menjelaskan, tantangan pertama adalah perubahan perilaku konsumen dan pola perdagangan global. Mengingat pandemi ini membuat sikap konsumen lebih selektif akan keamanan pangan dan higienitas menjadi prioritas. Serta, pandemi ini juga membuat sistem perdagangan harus bertransformasi dalam ekosistem digital. Kedua, proteksionisme perdagangan dan meningkatnya hambatan perdagangan. Diantaranya pemberlakuan tarif oleh negara mitra dagang, kewajiban lisensi impor dari negara mitra dagang, dan sustainable issues (yang mana produk ekspor harus bersifat ramah lingkungan). "Di tengah pandemi ini, perdagangan global juga diwarnai aksi proteksionisme antar mitra dagang. Ini akan menjadi tantangan yang harus dicarikan solusinya," jelas dia dalam webinar bersama Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) via Zoom, Kamis (13/8/2020). Kemudian, perundingan kerja sama perdagangan menjadi sulit diselesaikan. Padahal adanya perundingan yang baik memungkinkan untuk meningkatkan arus investasi, membuka pasar untuk produk baru, dan mengurangi hambatan perdagangan baik berupa eliminasi tarif atau pengurangan hambatan non tariff. Keempat, potensi defisit dan resesi ekonomi, mengingat telah banyak negara maju di berbagai benua yang mengumumkan masuk jurang resesi pada tahun ini. Pun, perang dagang antara China dan Amerika Serikat kian memanas. "Kondisi ini bagian dari fokus kita, untuk juga melihat sistem politik dunia. Nantinya jangan sampai membuat neraca perdagangan Indonesia menjadi defisit," ucapnya. ** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020 Scroll down untuk melanjutkan membaca Merdeka.com - Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPan/RB) menyatakan ada tiga tantangan besar yang harus diselesaikan nantinya. Salah satunya, persiapan Indonesia menjelang Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) atau Asean Economic Community pada tahun 2015 mendatang. Wakil Menteri Pan/RB Eko Prasodjo mengatakan tantangan pertama yang harus segera dihadapi dalam menghadapi pasar bebas ASEAN itu adalah kemampuan birokrasi mengadopsi perkembangan teknologi informasi. "Tantangan tersebut adalah tingkat perubahan harapan masyarakat yang sangat cepat dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Kecepatan ini bergerak menurut deret ukur, sedangkan perubahan birokrasi menurut deret hitung," ujar dia saat menghadiri seminar dengan topik membangun birokrat yang berkualitas melalui perubahan di Kantor BPKP, Jalan Pramuka, Jakarta, Kamis (16/5). Kemudian, tantangan kedua adalah globalisasi yang semakin masif dan komprehensif. Pasalnya, pada tahun 2015 Indonesia akan berada dalam Masyarakat Ekonomi Asean dengan Asean Free Trade. Tantangan ketiga, terkait pemanfaatan sumber daya alam yang harus terkontrol. Pasalnya, masyarakat dan pelaku usaha kerap menjadikan ekspor bahan mentah sebagai gantungan hidup, padahal sifatnya terbatas. "Kemudian, tantangan terakhir adalah terbatasnya Sumber Daya Alam karena pemanfaatannya tidak terkontrol," tandasnya. Cetak biru AEC ditandatangani pemimpin ASEAN pada November 2007, memuat jadwal untuk masing-masing pilar yang disepakati, dengan target waktu yang terbagi dalam empat fase, yaitu tahun 2008-2009, 2010-2011, 2012-2013, dan 2014-2015. Dalam rangkaian program mewujudkan Masyarakat Ekonomi ASEAN tersebut, terdapat empat pilar pendekatan strategis. Yakni menuju pasar tunggal dan basis produksi, menuju wilayah ekonomi yang berdaya saing tinggi, menuju kawasan dengan pembangunan ekonomi yang seimbang, dan menuju integrasi penuh dengan ekonomi global. Dengan diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN nantinya 11 negara anggota bakal mengurangi hambatan tarif seminimal mungkin hingga mencapai nol persen. Untuk sementara, Kemendag mengaku persiapan dari empat fase itu mencapai 81 persen. Dengan demikian, kesiapan Indonesia melakoni AEC berada di bawah Singapura dan Malaysia.
|