Sebutkan dan jelaskan perincian untuk membiayai usaha dalam bidang kesejahteraan PNS

Ketahanan Nasional merupakan kondisi dinamis bangsa yang berisi ketangguhan serta keuletan dan kemampuan bangsa untuk mengembangkan kekuatan nasional … dalam menghadapi segala macam dan bentuk ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan baik yang datang dari dalam maupun luar, yang mengancam dan membahayakan integritas, identitas serta kelangsungan hidup bangsa dan negara. SOAL Analisislah ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan dalam bidang ekonomi yang dialami oleh Indonesia sebagai sebuah bangsa yang berdaulat!

Pandangan hidup apa yang melatarbelakangi sikap Ahab terhadap Nabot terkait dengan kebun anggur yang dimilikinya? Jelaskan!

Mengapa penjajahan mampu menjadi faktor pendorong persatuan nasional? jelaskan!.

Buatlah sebuah kajian dasar mengenai peran daerah tempat tinggal dalam perjuangan mendirikan dan mempertahankan NKRI.

1. Uraikan perkembangan HAM mulai dari Zaman Yunani hingga HAM dalam pandangan PBB ​

Berikan analisis anda terkait implementasi kedewasaan demokrasi dari keenam pilar yang ada di Indonesia​.

Untuk menunjang terlaksananya demokrasi pada masa Megawati Soekarnoputri telah diterbitkan undang-undang penting yang terkait dengansalah satu institu … si hukum yang ada di ranah eksekutif pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono adalah ​.

Tulis referensi tentang peran daerah tempat tinggal dalam perjuangan mendirikan dan mempertahankan NKRI.

Dalam upaya penegakan hukum di indonesia pada pelaksanaanya tidak selalu berjalan sebagaimana mestinya uraikan pendapat anda apa penyebabnya dan bagai … mana seharusnya agar hukum dapat berjalan semestinya serta kaitan dengan salah satu contoh kasus pelanggaran hukum yang pernah ada di indonesia?​.

Bagaimana kesiapan Indonesia dalam menghadapi MEA, AFTA, dan ACFTA agar memperoleh keuntungan dari kerja sama-kerja sama tersebut ?.

Pengaturan Kesejahteraan Pegawai Negeri Sipil.

 Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1999 jo Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 1974 Tentang Pembagian, Penggunaan, Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Besarnya Iuran-iuran yang Dipungut dari Pegawai Negeri, Pejabat Negara, dan Penerima Pensiun  dari sini kita akan melihat kesejahteraan Pegawai Negeri Sipil.

Adapun usaha  ketentuan yang diatur guna Kesejahteraan Pegawai Negeri Sipil meliputi program :

  1. Pensiun dan hari tua,
  2. Asuransi kesehatan,
  3. Tabungan perumahan, dan
  4. Asuransi pendidikan putra putri Pegawai Negeri Sipil.

Untuk kesejahteraan tersebut, Setiap Pegawai Negeri Sipil dipungut iuran 10% dari penghasilannya untuk membiayai usaha dalam bidang kesejahteraan, dengan perincian sebagai berikut :

  1. 4 ¾% untuk iuran dana pensiun,
  2. 2% untuk iuran pemeliharaan kesehatan,
  3. 3 ¼% untuk iuran tabungan hari tua dan perumahan.

Kalau melihat dari pungutan tersebut di atas, jelas bahwa Pegawai Negeri Sipil untuk kesejahteraannya  masih menanggung sendiri untuk kesejah teraannya dan belum adanya iuran pemerintah dalam peningkatan kesejahteraannya.

Berdasarkan pada hal tersebut diatas jelas, sekali atas kesejahteraan itu dirasakan sangat kurang memadai karena ketika pegawai negeri pensiun atau sakit atas kesejahteraannya yang diterima akan dirasakan sangat kecil dan kurang memadai karena  semua itu masih ditanggung sendiri oleh Pegawai Negeri Sipil atas potongan gajinya yang diterimanya tanpa adanya unsur iuran dari Pemerintah selaku pemberi kerja.

 Bandingkan Dengan Pengaturan Di Dalam Undang Ketenaga Kerjaan.

Untuk masalah kesejahteraan Pegawai Negeri Sipil, saya tidak akan membandingkan dengan keseluruhan yang di atur dalam Undang –Undang Ketenaga Kerjaan, namun saya hanya coba membandingkan  secara garis besarnya dengan pungutan pensiun pada suatu perusahaan sebagaimana diatur dalam Undang –Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun.

Undang – Undang  Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun, dimana kalau kita melihat konsiderannya,  jelas dana pensiun merupakan sarana penghimpun dana guna meningkatkan kesejahteraan pesertanya dan dengan adanya dana pensiun diharapkan dapat pula meningkatkan motivasi dan ketenaga kerjaanuntuk meningkatkan produktifitasnya.

Berdasarkan pada hal tersebut di atas, dalam Bagian Ketiga Pasal 13 ayat 1 Undang- Undang Nomor 11 Tahun 1992  di atur Iuran  Dana Pensiun Kerja, merupakan :

  1. Iuran pemberi kerja dan peserta; atatu
  2. Iuran pemberi kerja.

Dari pungutan di atas,  jelas bahwa unsur pemberi kerja  mempunyai kewajiban untuk Iuran Dana Pensiun bagi karyawannya.  Terhadap pungutan tersebut di atas, apabila kita lihat dan bandingkan dengan pengaturan kesejahteraan pensiun bagi Pegawai Negeri Sipil, Pegawai Negeri Sipil selaku pekerja masih menanggung sendiri dan belum adanya iuran dari Pemerintah.

Dikarenakan atas pensiunan tersebut masih dibebani kepada Pegawai Negeri Sipil tersebut, maka terhadap uang pensiun yang diterima olehnya masih kecil dan ini dirasakan belum adanya unsur keseimbangan dalam adanya iuran kesejahteraan bagi Pegawai Negeri Sipil.

 Perlunya Pemerintah Ikut Iuran  Dalam Kesejahteraan Bagi Pegawai Negeri Sipil.

Berdasarkan pada pembahasan tersebut di atas, terhadap upaya Pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan  bagi Pegawai Negeri Sipil sebagai mana di atur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1999 jo Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 1974 Tentang Pembagian, Penggunaan, Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Besarnya Iuran-iuran yang Dipungut dari Pegawai Negeri, Pejabat Negara, dan Penerima Pensiun, Pemerintah perlu ikut melakukan iuran didalam pungutan kesaejahteraan bagi Pegawai Negeri Sipil dan tidak dibebani saja kepada Pegawai Negeri Sipil saja.

Pungutan tersebut sangatlah berarti, karena sangat membantu bagi Pegawai Negeri Sipil tersebut dalam menyongsong hari tuanya dan selain itu juga dengan adanya Iuran dari Pemerintah ini jelas adanya keseimbangan dalam pembenanan iuran dimaksud.

Jakarta, 7 Agustus 2012

Sugeng Meijanto Poerba, S.H., M.H.

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 56 TAHUN 1974

TENTANG

PEMBAGIAN, PENGGUNAAN, CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN

DAN BESARNYA IURAN-IURAN YANG DIPUNGUT DARI PEGAWAI NEGERI,

PEJABAT NEGARA DAN PENERIMA PENSIUN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang    :     a.   bahwa besarnya presentasi dan perincian penggunaan iuran-iuran yang dipungut dari pegawai negeri dan penerima pensiun, sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden nomor 22 Tahun 1970, dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan dewasa ini dan oleh sebab itu perlu ditinjau kembali.

                              b.   bahwa berhubung dengan itu dianggap perlu untuk me­netapkan kembali besarnya persentasi dan perincian penggunaan iuran-iuran yang dipungut dari Pegawai Negeri, Pejabat Negara dan penerima pensiun untuk membiayai usaha-usaha dalam bidang kesejahteraan.

Mengingat      :     1.   Pasal 4 ayat (1) Undang-undang Dasar

                              2.   Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974, tentang Pokok-­Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041).

                              3.   Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1974 tentang Tunjangan Kerja Bagi Pegawai Negeri Dan Pejabat Ne­gara (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 59 Tam­bahan. Lembaran Negara Nomor 3042).

MEMUTUSKAN

Menetapkan    :     KEPUTUSAN PRESIDEN. REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBAGIAN, PENGGUNAAN, CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN BESARNYA IURAN-IURAN YANG DIPUNGUT DARI PEGAWAI NEGERI, PEJABAT NEGARA DAN PENERIMA PENSIUN

Pasal 1

(1) Untuk membiayai usaha-usaha dalam bidang kesejahteraan, maka dari setiap pegawai Negeri dan Pejabat Negara dipungut iuran sebesar 10% (sepuluh persera­tus) dari penghasilan setiap bulannya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dengan perincian sebagai berikut :

      a.   4% (empat perseratus) untuk iuran dana pensiun.

­      b.   23/4% (dua tiga perempat perseratus) untuk iuran pemeliharaan kesehatan

      c.   31/4% (tiga seperempat perseratus) untuk iuran ta­bungan hari tua dan perumahan.

(2) Bagi para penerima pensiun tetap dipungut iuran se­besar 5% (lima perseratus) dari pensiun pokok untuk penyelenggaraan pemeliharaan kesehatan.

Pasal 2

(1) Iuran dana pensiun yang dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf a, dilola oleh suatu badan hukum yang di bentuk oleh Pemerintah.

(2) Menunggu terbentuknya. badan hukum yang dimadksud da­lam ayat (1) iuran dana pensiun tersebut disimpan pada Bank milik Pemerintah yang ditentukan oleh Men­teri Keuangan.

Pasal 3

Iuran pemeliharaan kesehatan yang dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf b dan ayat (2), dilola oleh Badan Pe­nyelenggara Dana Pemeliharaan Kesehatan Pusat sebagai­mana dimaksud dalam Keputusan Presiden Nomor 230 Ta­hun 1968 Pasal 11.

Pasal 4

(1) Iuran tabungan hari tua dan Perumahan yang dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf c, dilola oleh suatu badan hukum yang akan dibentuk oleh Pemerintah.

(2) Menunggu terbentuknya badan hukum yang dimaksud da­lan ayat (1), iuran tabungan hari tua dan perumahan tersebut dilola oleh Perusahaan Umum Negara Tabungan Asuransi Pegawai Negeri (PERUM TASPEN) yang diben­tuk dengan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1963 (Lembaran Negara Tahun 1963 Nomor 21).

Pasal 5

(1) Pelaksanaan pemungutan, dan penyetoran iuran-iuran yang dimaksud dalam Pasal 1 ditetapkan sebagai berikut :

      a.   bagi Pegawai Negeri Sipil Pusat, Pejabat Negara dan penerima pensiun yang gajinya/ pensiunnya di­bayar melalui dan atas beban Anggaran Belanja Negara, dilakukan oleh Direktorat Jendral Anggaran Departemen Keuangan.

      b.   bagi Anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungan De­partemen Pertahanan Keamanan, dilakukan oleh Departemen Pertahanan Keamanan.

      c.   bagi Pegawai Negeri Sipil Pusat Diperbantukan pada Daerah Otonom dan Pegawai Negeri Sipil Daerah di lakukan oleh Direktorat Jenderal Anggaran De­partemen Keuangan, yang langsung memperhitung­kan/memotong dari subsidi/perimbangan keuangan Pemerintah kepada Daerah Otonom yang bersang­kutan.

      d.   bagi pegawai lainnya, termasuk pegawai Perusa­haan Negara/Bank milik Pemerintah yang menjadi peserta dari usaha-usaha di dalam bidang kese­jahteraan Pegawai Negeri, dilakukan oleh Instan­si yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.

Pasal 6

Hal-hal yang belum cukup diatur dalam, Keputusan Pre­siden ini diatur lebih lanjut dalam Keputusan tersen­diri.

Pasal 7

Sejak berlakunya Keputusan Presiden ini, Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1970 dinyatakan tidak berlaku lagi.

Pasal 8

Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1975.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 10 Desember 1974.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

t.t.d.

SOEHARTO

JENDERAL TNI.

PP 34/1974, PENYERTAAN MODAL NEGARA REPUBLIK........