Sebutkan tata cara istinja yang benar laki laki

Mohon dijelaskan perihal anggota tubuh yang harus dicuci oleh seorang muslim sewaktu istinja'. Apakah cukup mencuci ujung kemaluan (kuncup zakar), atau wajib mencuci seluruh batang kemaluan dan daerah sekitarnya yang dipenuhi oleh bulu-bulu lembut?

Alhamdulillah.

Wajib (bagi seorang muslim) berisntinja', yaitu; menghilangkan najis yang keluar dari dua jalan (qubul dan dubur, depan dan belakang) dengan mempergunakan air atau batu atau dengan yang lainnya yang dapat menghilangkan najis. Seperti; kerikil, tissue yang suci atau kertas kering lagi suci yang tidak terdapat padanya nama Allah. Dan tentunya selain tulang belulang dan kotoran hewan. Dan ini jika keluar dari dua jalan tersebut semisal buang hajat dan kencing.

Sedangkan jika tidak keluar dari dua jalan (qubul dan dubur) tersebut sesuatupun, hanya sekedar keluar angin dari dubur (kentut), maka yang demikian itu tidak mewajibkan seseorang untuk istinja'.

Adapun yang wajib dicuci, jika seseorang  buang air kecil (kencing), maka cukup baginya mencuci ujung kemaluannya (kuncup kemaluan) dan tidak disyari'atkan mencuci dubur, jika tidak keluar sesuatupun darinya.

Sedangkan dubur, seorang muslim wajib menghilangkan najis darinya dengan cara mencuci lingkaran dubur dan sekitarnya yang terkena kotoran.

Untuk pendalaman masalah ini, bisa merujuk kembali pada kitab "Fatawa syekh bin Baz (jilid; 10 hal; 36). Juga kitab "As-Syarh Al-Mumti', karya Syekh Ibnu Utsaimin (jilid 1, hal; 88).

Inilah yang terkait dengan persoalan buang air besar dan kecil. Sedangkan masalah mani dan madzi, dapat dirujuk kembali jawaban soal, no; 2458

Dan satu hal yang tidak diragukan lagi adalah bahwa jika air kencing dan buang air besar melebihi batas qubul dan dubur, maka diwajibkan pula bagi seorang muslim untuk mencuci daerah yang terkena kotoran dan najis tersebut.

Dan berikut ini, saya sebutkan beberapa hal yang menjadi adab buang hajat yang disunnahkan untuk dilaksanakan seorang muslim, di antaranya:

1.Disunnahkan membaca 'basmallah' sebelum masuk ke kamar kecil (WC). Hal ini berdasarkan hadits Ali bin Abi Thalib radhiallahu 'anhu, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Yang menjadi pembatas antara mata jin dan aurat bani Adam adalah jika hendak masuk ke dalam WC ia mengucapkan bismillah." HR. Tirmidzi. (bab; Jum'ah: 551). Dishahihkan oleh syekh Al Bani dalam kitab shahih sunan Tirmidzi, no: 496.

Tertera pula dalam hadits yang diriwayatkan dari Anas, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam jika hendak masuk ke dalam WC beliau membaca:

أللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْخُبُثِ وَ الْخَبَائِثِ

"Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan setan laki-laki dan setan perempuan.” (HR. Bukhari, bab wudhu, no: 139).

2.Mendahulukan kaki kiri ketika masuk ke dalam WC dan saat keluar dengan mendahulukan kaki kanan.

3.Jika buang hajat di tempat yang tidak dibuat untuk itu (seperti padang rumput), seyogyanya menjauh dari pandangan manusia.

4.Tidak menghadap kiblat atau membelakanginya. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, “Apabila seseorang dari kalian buang hajat, maka janganlah menghadap ke arah kiblat atau membelakanginya. Akan tetapi hendaknya ia menyamping dari arah kiblat (ke arah timur atau barat).” (HR. Bukhari, bab wudhu, no: 141).

5.Berhati-hati dari terkena percikan najis. Agar tidak mengenai baju atau badan. Hal ini berdasarkan hadits Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma,

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melewati salah satu sudut kota Mekah atau Madinah. Kemudian beliau mendengar ada dua penghuni kubur yang di siksa. Kemudian beliau bersabda, “Sungguh dua penghuni kubur ini sedang diadzab. Tidaklah keduanya diadzab melainkan karena menganggap sepele perkara besar. Adapun salah satunya, ia diadzab karena tidak menjaga dirinya dari kencing. Sedangkan yang lainnya, ia diadzab karena suka mengadu domba…” (HR. Bukhari, bab wudhu, no: 209).

6.Tidak Beristinja’ dengan tangan kanan

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang beristinja’ dengan tangan kanan sebagaimana sabda beliau shalallahu ‘alaihi wasallam:

وَإِذَا أَتَى الْخَلاَءَ فَلاَ يَمَسَّنَّ أَحَدُكُمْ ذَكَرَهُ بِيَمِيْنِهِ وَهُوَ يَبُوْلُ وَلاَ يَتَمَسَّحْ مِنَ الْخَلاَءِ بِيَمِيْنِه

"Jika masuk ke kamar kecil, maka janganlah seseorang di antara kalian memegang kemaluan dengan tangan kanannya ketika sedang kencing dan jangan pula cebok dengan tangan kanan.” (HR. Bukhari, bab wudhu, no: 149).

7.Dilarang buang air di jalan dan di tempat orang-orang berteduh, sebab hal itu dapat mengganggu mereka. Dalilnya adalah hadits Abu Hurairah radhiallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

"Jauhilah dua perkara yang mendatangkan kutukan." Mereka (sahabat) bertanya, "Apa itu wahai Rasulullah?."

Beliau bersabda, "Buang hajat di tengah jalan atau di tempat orang-orang berteduh." (HR. Muslim, bab thaharah, no: 397).

8.Makruh hukumnya berbicara saat buang hajat.

9.Disunnahkan saat keluar dari WC membaca, "Ghufraanak" (ampunan-Mu ya Rabbi kudamba). Hal ini berdasarkan hadits Aisyah radhiallahu 'anha, ia berkata,

“Bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam jika keluar dari tempat buang hajat membaca do’a, "Ghufraanak" (Ampunan-Mu ya Rabbi yang kudamba)." (HR. Tirmidzi, bab; Thaharah, no: 7) dan dishahihkan syekh Al Bani dalam shahih sunan Tirmidzi, no: 7).

Selain air bersih, batu bisa menjadi alat untuk bersuci.

Mahmud Muhyidin

Cara Bersuci dengan TIga Kali Usapan Batu. Foto ilustrasi: Aliran sungai

Rep: Ali Yusuf Red: Muhammad Hafil

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Istinja atau bersuci dengan membersihkan kotoran usai buang air besar merupakan suatu hal yang wajib dilakukan. Air bersih menjadi salah satu alat yang digunakan untuk istinja tersebut.

Dalil tentang tata cara tersebut dapat ditemukan dalam salah satu hadits yang diriwayatkan oleh sahabat Nabi, Anas bin Malik RA. Dia berkata, "Rasulullah SAW masuk ke tempat buang hajat lalu saya dan seorang pemuda sebaya saya membawakan satu bejana dari air dan satu tombak kecil, lalu beliau beristinja (bersuci) dengan air itu," (HR Bukhari-Muslim).

Namun, jika tidak ada air bersih, alat bersuci yang bisa dijadikan pilihan berikutnya adalah batu atau benda sejenisnya yang bersih dan suci.

Baca Juga

Sementara, dalil tentang bersuci menggunakan batu diungkapkan oleh Nabi SAW dalam sabdanya, "Apabila salah seorang di antara kamu pergi ke tempat buang hajat besar, maka bersihkanlah dengan menggunakan tiga batu karena sesungguhnya dengan tiga batu itu bisa membersihkannya," (HR Ahmad, Nasa'i, dan Abu Dawud).

Sementara untuk caranya, menurut pendapat Imam Syafi'i adalah dengan tiga kali usapan. Dan yang dijadikan landasan adalah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah RA.

"Bahwa Nabi memerintahkan untuk menggunakan tiga batu dan melarang menggunakan kotoran binatang dan potongan tulang."Selain itu juga hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah, Ibnu Majah serta Abu Awanah dan Asy-syafi'i dari Abu Hurairah dengan lafadz sebagai berikut. "Hendaklah salah seorang di antara kalian beristinja dengan menggunakan tiga batu."

Kedua nash di atas kata Syekh Kamil Muhammad Uwaidah dalam kitabnya Fiqih Wanita secara jelas menyebutkan, bahwa memenuhi tiga usapan merupakan hal yang wajib. Sementara dalam masalah ini masih terdapat perbedaan pendapat di antara para ulama.

Imam Asy Syafi'i mengatakan: "Tidak boleh kurang dari tiga batu meskipun dengan menggunakan atas selain batu. Apabila tidak sampai tiga batu, maka harus menambahkan ya sampai berjumlah tiga. "Sedangkan apabila lebih dari tiga, maka disunahkan untuk menutupinya dengan angka ganjil," katanya.Sementara Abu Hanifah mengatakan: "Yang disunnahkan adalah bersuci dan tidak disunnahkan untuk melakukannya dengan jumlah ganjil." Dalam mentakwilkan hadits mengenai jumlah ganjil ini Abu Hanifah berpendapat bahwa yang dimaksudkan dengan kata ganjil adalah melakukannya sebanyak tiga kali.Selanjutnya Abu Hanifah mengatakan: Digunakan bersuci dengan menggunakan air. Sebagaimana hadits dari Umar bin Khattab r.a. bahwa Rasulullah berwudhu dengan menggunakan air pada bagian bawah kainnya". Mengenai hadits ini Syekh Kamil Muhammad Uwaidah berpendapat bahwa pengertian wudhu dimaksud adalah mencucikan dan membersihkannya."Demikian itulah yang menjadi pendapat para ulama secara umum," kata Syekh Kamil.Sedangkan kata Syekh Kamil, Imam Malik berpendapat bahwa yang wajib adalah bersuci, meskipun dengan menggunakan pecahan-pecahan dari sebuah batu. Imam Ahmad bin Hambal mengatakan: "Bersuci dari buang air besar itu dilakukan sebanyak tiga kali. Seandainya dengan satu atau dua cucian saja wujud najis itu telah hilang, maka tetap diharuskan untuk melakukan cucian yang ketiga. Sedangkan istinja dengan menggunakan batu apabila dengan tiga batu telah bersih maka tidak harus ditambah.  Sebaiknya kamu apabila belum bersih, maka harus menggunakan batu yang keempat."Apabila dengan keempat batu itu telah berisi, maka tidak harus ditambah," kata Syekh Kamil.Namun, disunahkan untuk menutupinya dengan bilangan ganjil, yaitu itu batu yang kelima. Apabila dengan keempat batu itu belum bersih, maka harus menggunakan batu yang kelima dan apabila telah berisi, maka tidak harus ditambahkan.

Demikian seterusnya mengenai batu tambahan yaitu apabila kebersihan telah dicapai dengan bilangan ganjil, maka tidak perlu ditambah. Tetapi apabila masih belum bersih, maka harus ditambah sampai bersih dan disunahkan diakhiri dengan bilangan ganjil. 

  • bersuci
  • istinja
  • batu
  • batu istinja
  • bersuci dengan batu

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...