Pada mulanya manusia menggunakan bahan serba alami dalam industri tekstil. Begitu pula dengan jenis pewarna yang digunakan untuk mewarnai kain seperti katun, linen bahkan sutera. Kemudian pada Abad ke 19 dimulai masa baru setelah ditemukannya pewarna sintetik. Pewarna sintetik kemudian tersebar dan banyak digunakan secara luas. Pewarna sintetik kemudian menggeser keberadaan pewarna alami karena penggunaan pewarna sintetik dinilai lebih efektif dan efisien. Industri tekstil di Indonesia mengikuti tren ini termasuk industri batik. Setelah abad ke 19, banyak perajin batik yang meninggalkan pewarna alami dan beralih ke pewarna sintetis. Hanya sedikit jumlahnya yang masih tetap bertahan menggunakan pewarna alami. Hanya saja penggunaan pewarna sintetik diketahui kemudian tidak ramah terhadap lingkungan dan dianggap menimbulkan efek samping buruk terhadap tanah air maupun udara. Karena efek buruk tersebut, akhir-akhir ini digalakkan kembali untuk menggunakan pewarna alami dalam industri tekstil yang lebih ramah lingkungan. Indonesia sendiri memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, tentunya memiliki potensi yang luar biasa dalam menyediakan tumbuhan maupun serangga yang dapat dijadikan sumber bahan pewarna alami. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Balai Besar Kerajinan dan Batik, Kementerian Perindustrian dan Perdagangan terdapat lebih dari 150 jenis tanaman yang berpotensi digunakan sebagai bahan pewarna alami, namun baru sekitar 39 jenis saja yang telah dipelajari. Apa saja tumbuhan yang banyak digunakan sebagai pewarna tekstil di Indonesia? Warna nila atau indigo adalah warna biru gelap atau cerah yang diperoleh dari beberapa jenis tanaman berbeda. Tanaman-tanaman ini secara alami dapat dijadikan pewarna indigo untuk serat kain. Diketahui ada sekitar 100 jenis tanaman yang dapat memberikan warna indigo, namun yang paling banyak digunakan sebagai pewarna tekstil diantaranya adalah Indigofera tinctoria, Polygonum tinctorium, Strobilanthes flacidfolius, dan Isatic tinctoria. Tanaman yang banyak tumbuh di Indonesia yang juga memiliki daya pewarnaan tinggi adalah Indigofera tinctoria. Pohon Indigofera. Sumber: Wikimedia CommonsDaun dan Bunga Indifofera. Sumber: Wikimedia CommonsIndigofera adalah tanaman semak berkayu yang tumbuh di daerah tropis dengan daun kecil-kecil menyirip berwarna hijau tua. Daun dari pohon indigofera inilah yang dapat digunakan sebagai pewarna tekstil. Kain yang diwarnai dengan pewarna Indigofera. Sumber: Wikimedia CommonsPewarna soga atau warna merah kecoklatan adalah pewarna yang paling banyak digunakan dalam kerajinan batik. Ada 3 jenis tanaman asli Indonesia yang banyak digunakan yang dapat menghasilkan warna ini yakni Ceriops candolleana, Cudrania javanensis, dan Peltophorum pterocarpum. Yang digunakan dalam pewarnaan ini adalah kulit pohon tersebut. Ketiga jenis pohon soga ini biasanya digunakan secara bersamaan dengan komposisi tertentu sesuai dengan takaran hasil pengalaman pengrajin yang diwariskan turun temurun atau digunakan salah satunya saja. Warna yang dihasilkan pun tentunya akan berbeda antara metode. Peltophorum pterocarpum. Sumber: Wikimedia CommonsAkar mengkudu (Morinda citrifolia) banyak digunakan sebagai pewarna tekstil masyarakat di Flores yang dapat menghasilkan warna dengan nuansa yang beragam dari merah gelap sampai merah cerah dan cenderung pastel. Perbedaan ini dapat dihasilkan dengan mencampur akar mengkudu dengan bahan-bahan pewarna lain atau bahan fiksasi atau reaktor (mordant) tertentu. Masyarakat yang biasa menggunakan serat hasil pewarnaan kemudian dijadikan kain tenun maupun kain ikat dengan motif khas Nusa Tenggara Timur. Morinda citrifolia. Sumber: Wikimedia CommonsMungkin orang tua atau orang zaman dahulu sering menggunakan kata “kesumba” sebagai kata ganti bahan pewarna. Sedangkan kesumba atau dikenal dengan nama latin Bixa orellana sendiri adalah nama tanaman yang bijinya dapat digunakan sebagai bahan pewarna. Mungkin dari sinilah istilah ini berasal. Biji dan kulit buah kesumba dari tanaman perdu dapat menghasilkan warna kemerahan. Kita mungkin paling akrab dengan terakhir ini. Kunyit (Curcuma longa) merupakan tanaman rimpang-rimpangan yang juga diketahui memiliki banyak fungsi bagi kesehatan. Rimpangnya yang berwarna kuning banyak telah lama dikenal sebagai pewarna makanan. Namun selain itu, kunyit pun juga digunakan untuk mewarnai serat pakaian untuk menghasilkan warna kuning maupun coklat. Masyarakat Flores dalam kain tenun ikatnya juga banyak menggunakan kunyit sebagai bahan pewarna alami kuning. Kunyit. Sumber: Wikimedia CommonsAda satu jenis bahan lagi yang tidak banyak digunakan di Indonesia sebagai bahan pewarna alami coklat maupun sebagai fiksasi warna agar hasil pewarnaan dengan pewarna alami tahan luntur yakni buah kesemek muda (Diospyros kaki). Buah kesemek atau Persimmon oleh bangsa asia timur seperti Tiongkok, Jepang dan terutama Korea telah ribuan tahun digunakan sebagai pewarna alami. Kandungan taninnya selain sebagai antibakteri dapat menghasilkan warna coklat kemerahan pada serat kain. Ekstrak buah kesemek yang masih hijau pun dapat digunakan sebagai penguat pewarna alami lain. Kesemek Muda. Sumber: Wikimedia Commons
Lihat Foto KOMPAS.com - Selain rasa, penampilan makanan juga harus diperhatikan. Hidangan yang menarik akan membuat seseorang penasaran untuk mencobanya. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mempercantik hidangan ialah dengan menambahkan pewarna pada makanan. Alih-alih memakai pewarna buatan, kamu dapat memanfaatkan bahan-bahan alami untuk mewarnai makanan. Baca juga: Cara Buat Pewarna Alami dari Daun Pandan, Bekal Bikin Kue Berikut Kompas.com 15 kumpulkan bahan pewarna alami yang aman untuk makanan. 1. Daun pandan
Lihat Foto Daun pandan kerap digunakan sebagai pewarna makanan hijau alami. Biasanya daun pandan dipakai untuk mewarnai jajanan tradisional maupun makanan kekinian. Selain mempercantik penampilan makanan, daun pandan juga dapat membuat makanan lebih wangi dan sedap. Kamu dapat menggunakan daun pandan segar, kering, pasta, ataupun bubuk daun pandan. Baca juga: Mau Bikin Klepon? Simak Tips dan Cara Racik Pewarna Alami dari Daun Suji 2. Daun sujiSama seperti daun pandan, daun suji juga dapat menghasilkan warna hijau. Bahkan tampilan daun suji pun mirip dengan daun pandan, sehingga beberapa orang sulit membedakannya. Untuk menghasilkan warna hijau yang lebih pekat, kamu dapat mencampur daun suji dan daun pandan. Gunakan keduanya untuk mewarnai aneka makanan dan minuman. 3. Bayam
Lihat Foto Pewarna hijau alami tidak hanya didapat dari daun pandan dan daun suji. Kamu pun dapat menggunakan daun bayam untuk memberikan warna hijau pada makanan. Konon karena dianggap sehat, bayam sering digunakan untuk membuat mi yang berwarna hijau. Baca juga: 3 Cara Simpan Bayam di Kulkas agar Tidak Mudah Layu Untuk membuat pewarna dari daun bayam, kamu harus mengambil ekstraknya dengan cara mengaluskan lalu memeras airnya. 4. Sawi hijauGunakan sawi hijau sebagai pewarna makanan alami untuk menghasilkan warna hijau. Jenis sawi yang bisa digunakan untuk pewarna makanan ialah sawi caisim dan bakchoy. Baca juga: 5 Jenis Sawi untuk Masakan dan Karakter Rasanya Cara mendapatkan warna hijau dari sawi sama dengan bayam. Namun baiknya hindari memakai sawi pahit agar tidak merusak rasa makanan. 5. Buah bit
Lihat Foto Buah bit mengandung senyawa betanin yang dapat dimanfaatkan sebagai pewarna merah alami untuk makanan. Cara membuat pewarna alami cukup sederhana. Melansir dari Bon Appetit, kamu hanya perlu mendidihkan satu buah bit dengan air sekitar 25-30 menit. Kemudian tambahkan gula, agar buah bit tidak bau ataupun pahit. Masak kembali sekitar 10-15 menit. Dinginkan terlebih dulu sebelum digunakan. Baca juga: 8 Bahan Pewarna Makanan Alami untuk Bikin Warna Merah Selain direbus, kamu juga dapat mengambil sari buah bit dengan cara menghaluskan lalu menyaringnya. |