Saja yang dilakukan pemerintah dalam menghadapi Persengketaan tersebut bagaimana hasilnya

Hasjim Djalal



Tanggal 17 Desember 2002 yang lalu, Mahkamah Internasional di Den Haag memutuskan dengan suara 16:1 bahwa Pulau Sipadan dan Ligitan yang kepemilikannya dipertengkarkan antara Indonesia dan Malaysia sejak 1969 dinyatakan sebagai wilayah Malaysia. Keputusan ini
memberi bobot yang sangat besar kepada kenyataan bahwa Inggris yang mewariskannya kepada Malaysia dianggap lebih melaksanakan kedaulatan atas pulau tersebut sebelum 1969, jika dibandingkan dengan Hindia Belanda yang mewariskannya kepada Indonesia. Kewenangan yang dilaksanakan oleh Inggris dan Malaysia dinilai lebih konsisten dan terus menerus, dan karena itu dinilai lebih melaksanakan 'effective control' dan bahwa doktrin 'effective control' inilah yang dinilai lebih sesuai dengan Hukum Internasional. Perlu diingat bahwa doktrin ini pulalah yang oleh Arbitrator Max Huber dalam tahun 1928 dipakai untuk menyatakan bahwa Pulau Mianggas yang dipertengkarkan antara Amerika Serikat dan Hindia Belanda dinyatakan sebagai wilayah Hindia Belanda dan yang kini menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Indonesia.


DOI: http://dx.doi.org/10.21143/jhp.vol33.no1.1374

  • There are currently no refbacks.
Copyright (c) 2003 Hasjim Djalal

Saja yang dilakukan pemerintah dalam menghadapi Persengketaan tersebut bagaimana hasilnya


This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.


Page 2

DOI: http://dx.doi.org/10.21143/jhp.vol33.n1

Made menolak ajakan Udin dengan sopan. Sikap Made dan Udin menunjukkan kerukunan dan persatuan. Menjaga persatuan dan kesatuan di masyarakat, sesuai d … engan pengamalan síla ketiga Pancasila. Tuliskan contoh pengamalan sila ketiga di masyarakat! Pohon beringinKenapa nggak bisa ​

a .nilai ketuhanan yang maha esa ​

tolong jawab yang bener​

siapakah nama menteri-menteri koordinator yang tergabung dalam kabinet kerja​

tolong jawab plis buat besok pagi (っ˘̩╭╮˘̩)っ(っ˘̩╭╮˘̩)っ(っ˘̩╭╮˘̩)っ(っ˘̩╭╮˘̩)っ(っ˘̩╭╮˘̩)っ​

Tolong Bantu yah... Tuliskan 10 contoh anggota tubuhmu yg memuliakan AllahPelajaran : AgamaKls. : 6Tolong Di Bantu.​

tuliskan ide ide strip gagasan para pendiri bangsa dalam merumuskan Pancasila​

dari salah satu yupa, diketahui bahwa Raja Mulawarman yang memimpin Kerajaan Kutai telah mengamalkan nilai-nilai Pancasila. hal itu salah satunya ditu … njukkan oleh Raja Mulawarman dengan . . . .​ tolong jangan ngasal

Mengapa pancasila dilahirkan?​

apa yang dilakukan oleh orang tersebut? Ini agama ya plis tolong di bantu ​

Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Internasional [MI] memenangkan Malaysia dalam kasus sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan dengan Indonesia. Keputusan tersebut dibacakan Ketua Pengadilan Gilbert Guillaume di Gedung MI Den Haag, Belanda pada Selasa 17 Desember 2002 atau tepat 17 tahun silam.

MI menerima argumentasi Indonesia bahwa Pulau Sipadan dan Ligitan tidak pernah masuk dalam Kesultanan Sulu seperti yang diklaim Malaysia. Namun, MI juga mengakui klaim-klaim Malaysia bahwa mereka telah melakukan administrasi dan pengelolaan konservasi alam di kedua pulau yang terletak di sebelah timur Kalimantan itu.

Pada babak akhir, MI menilai, argumentasi yang diajukan Indonesia mengenai kepemilikan Sipadan dan Ligitan yang terletak di sebelah timur Pulau Sebatik, Kalimantan Timur itu tidak relevan.

Karena itu, secara defacto dan dejure, dua pulau yang luasnya masing-masing 10,4 hektare untuk Sipadan dan 7,4 ha untuk Ligitan itu menjadi milik Malaysia. Keputusan yang diambil melalui pemungutan suara itu bersifat mengikat bagi Indonesia dan Malaysia. Kedua negara bertetangga itu juga tidak dapat lagi mengajukan banding.

Sebelum diputus, anggota delegasi Indonesia Amris Hasan mengakui argumen Malaysia memang lebih kuat dalam kasus sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan ini. Menurut dia, Negeri Jiran diuntungkan dengan alasan change of title atau rantai kepemilikan dan argumen effectivités [effective occupation] yang menyatakan kedua pulau itu lebih banyak dikelola orang Malaysia.

Mahkamah Internasional juga memandang situasi Pulau Sipadan-Ligitan lebih stabil di bawah pengaturan pemerintahan Malaysia.

Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda dalam konferensi pers usai putusan di Den Haag, Belanda menyatakan, pemerintah Indonesia menerima keputusan Mahkamah Internasional yang memutuskan Pulau Sipadan dan Ligitan masuk ke dalam kedaulatan Malaysia.

Kendati begitu, tak bisa dipungkiri bahwa pemerintah Indonesia merasa kecewa dengan keputusan yang mengikat dan tak bisa dibanding lagi itu.

Sementara itu, Wakil Presiden Hamzah Haz meminta masyarakat bisa menerima keputusan Mahkamah Internasional yang memenangkan Malaysia atas kepemilikan Pulau Sipadan dan Ligitan. Pasalnya, diserahkannya sengketa tersebut ke Mahkamah Internasional sesuai dengan keinginan kedua negara.

Menurut Hamzah Haz, keputusan tersebut harus disadari sebagai konsekuensi atas diserahkannya persoalan Pulau Sipadan dan Ligitan kepada Mahkamah Internsional.

Selain itu, konflik sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan dinilai telah banyak menguras energi pemerintah sejak zaman Orde Baru. Karenanya, kini Hamzah Haz meminta masyarakat mengkonsentrasikan diri pada persoalan-persoalan lain yang lebih penting untuk dituntaskan.

Scroll down untuk melanjutkan membaca

Upaya Indonesia dalam Menghadapi Konflik Perbatasan dengan Malaysia di Wilayah Blok Ambalat

Reza Rizky Pahleviansyah, 070417528 [2011] Upaya Indonesia dalam Menghadapi Konflik Perbatasan dengan Malaysia di Wilayah Blok Ambalat. Skripsi thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.

Official URL: //lib.unair.ac.id

Abstract

Hubungan antara Indonesia dengan Malaysia sering menjadi konflik karena masalah perbatasan antara lain konflik perbatasan di wilayah perairan blok Ambalat. Malaysia melakukan klaim bahwa wilayah blok Ambalat merupakan bagian dari wilayahnya. Klaim tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan diberikannya hak eksplorasi sumber daya minyak kepada Shell, perusahaan minyak Inggris – Belanda. Konflik di wilayah blok Ambalat tersebut yang telah berlangsung sejak tahun 1980 terus memanas dan belum menemukan titik temu sampai sekarang antara ke dua negara. Dalam penelitian ini, penulis berupaya untuk menjelaskan faktor yang mendasari sikap pemerintah Indonesia dalam mempertahankan blok Ambalat. Dan juga akan dijabarkan mengenai langkah – langkah Indonesia dalam menghadapi dan menyelesaikan konflik perbatasan yang terjadi dengan Malaysia di wilayah perairan blok Ambalat. Penulis menggunakan teori dan konsep dalam penelitian ini, meliputi yang pertama adalah Teori Diplomasi yang dapat menjelaskan mengenai diplomasi yang digunakan oleh Indonesia dalam penyelesaian konflik dengan Malaysia. Dan Konsep Kepentingan Nasional dimana kepentingan nasional Indonesia dipertaruhkan dengan adanya konflik tersebut. Mengacu pada teori dan konsep tersebut, penelitian deskriptif ini menemukan kesimpulan bahwa pemerintah telah melalui serangkaian upaya diplomasi dalam penyelesaian konflik tersebut, serta aksi militer yang bersifat preventif karena lebih mengedepankan pendekatan melalui diplomasi. Penelitian ini bersifat deskriptif karena penulis ingin menjelaskan upaya – upaya yang dilakukan oleh Indonesia dalam menghadapi dan menyelesaikan konflik perbatasan yang terjadi antara Indonesia dan Malaysia di wilayah perairan blok Ambalat. Dan juga faktor yang mendasari sikap Indonesia tersebut, antara lain mengacu pada Hukum Laut Internasional [ UNCLOS 1982 ] tentang Negara kepulauan dan juga mengingat sebagai negara kepulauan, batas – batas wilayah merupakan kepentingan nasional yang bersifat primer.

Actions [login required]

Sengketa Sipadan dan Ligitan adalah persengketaan Indonesia dan Malaysia atas pemilikan terhadap kedua pulau yang berada di Selat Makassar yaitu pulau Sipadan [luas: 50.000 meter²] dengan koordinat: 4°6′52.86″N 118°37′43.52″E / 4.1146833°N 118.6287556°E / 4.1146833; 118.6287556 dan pulau Ligitan [luas: 18.000 meter²] dengan koordinat: 4°9′N 118°53′E / 4.150°N 118.883°E / 4.150; 118.883. Sikap Indonesia semula ingin membawa masalah ini melalui Dewan Tinggi ASEAN namun akhirnya sepakat untuk menyelesaikan sengketa ini melalui jalur hukum Mahkamah Internasional

Kedaulatan Pulau Ligitan dan Sipadan [Indonesia v. Malaysia]PengadilanMahkamah InternasionalDiputuskan17 Desember 2002SitasiDaftar Umum No. 102TranskripSidang tertulisOpini atas perkaraICJ memberikan kedua pulau ke Malaysia atas alasan "pendudukan [dihuni] secara efektif"Majelis hakimHakim anggota majelisGilbert Guillaume, Shi Jiuyong, Shigeru Oda, Raymond Ranjeva, Géza Herczegh, Carl-August Fleischhauer, Abdul Koroma, Vladlen Stepanovich Vereshcheti, Rosalyn Higgins, Gonzalo Parra-Aranguren, Pieter Kooijmans, Francisco Rezek, Awn Shawkat Al-Khasawneh, Thomas Buergenthal, Nabil Elaraby, Thomas Franck [hakim ad hoc yang ditunjuk Indonesia] dan Christopher Weeramantry [hakim ad hoc yang ditunjuk Malaysia]

Persengketaan antara Indonesia dengan Malaysia, mencuat pada tahun 1967 ketika dalam pertemuan teknis hukum laut antara kedua negara, masing-masing negara ternyata memasukkan pulau Sipadan dan pulau Ligitan ke dalam batas-batas wilayahnya. Kedua negara lalu sepakat agar Sipadan dan Ligitan dinyatakan dalam keadaan status status quo akan tetapi ternyata pengertian ini berbeda. Pihak Malaysia membangun resor pariwisata baru yang dikelola pihak swasta Malaysia karena Malaysia memahami status quo sebagai tetap berada di bawah Malaysia sampai persengketaan selesai, sedangkan pihak Indonesia mengartikan bahwa dalam status ini berarti status kedua pulau tadi tidak boleh ditempati/diduduki sampai persoalan atas kepemilikan dua pulau ini selesai. Sedangkan Malaysia malah membangun resort di sana SIPADAN dan Ligitan tiba-tiba menjadi berita, awal bulan lalu. Ini, gara-gara di dua pulau kecil yang terletak di Laut Sulawesi itu dibangun cottage. Di atas Sipadan, pulau yang luasnya hanya 4 km2 itu, siap menanti wisatawan. Pengusaha Malaysia telah menambah jumlah penginapan menjadi hampir 20 buah. Dari jumlahnya, fasilitas pariwisata itu memang belum bisa disebut memadai. Tapi pemerintah Indonesia, yang juga merasa memiliki pulau-pulau itu, segera mengirim protes ke Kuala Lumpur meminta agar pembangunan di sana dihentikan terlebih dahulu. Alasannya, Sipadan dan Ligitan itu masih dalam sengketa, belum diputus siapa pemiliknya. Pada tahun 1969 pihak Malaysia secara sepihak memasukkan kedua pulau tersebut ke dalam peta nasionalnya.

Pada tahun 1976, Traktat Persahabatan dan Kerja Sama di Asia Tenggara atau TAC [Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia] dalam KTT pertama ASEAN di pulau Bali ini antara lain menyebutkan bahwa akan membentuk Dewan Tinggi ASEAN untuk menyelesaikan perselisihan yang terjadi di antara sesama anggota ASEAN akan tetapi pihak Malaysia menolak beralasan karena terlibat pula sengketa dengan Singapura untuk klaim pulau Batu Puteh, sengketa kepemilikan Sabah dengan Filipina serta sengketa kepulauan Spratly di Laut Cina Selatan dengan Brunei Darussalam, Filipina, Vietnam, Cina, dan Taiwan. Pihak Malaysia pada tahun 1991 lalu menempatkan sepasukan polisi hutan [setara Brimob] melakukan pengusiran semua warga negara Indonesia serta meminta pihak Indonesia untuk mencabut klaim atas kedua pulau.

Sikap pihak Indonesia yang ingin membawa masalah ini melalui Dewan Tinggi ASEAN dan selalu menolak membawa masalah ini ke ICJ kemudian melunak. Dalam kunjungannya ke Kuala Lumpur pada tanggal 7 Oktober 1996, Presiden Soeharto akhirnya menyetujui usulan PM Mahathir tersebut yang pernah diusulkan pula oleh Mensesneg Moerdiono dan Wakil PM Anwar Ibrahim, dibuatkan kesepakatan "Final and Binding,"pada tanggal 31 Mei 1997, kedua negara menandatangani persetujuan tersebut. Indonesia meratifikasi pada tanggal 29 Desember 1997 dengan Keppres Nomor 49 Tahun 1997 demikian pula Malaysia meratifikasi pada 19 November 1997.

Pada tahun 1998 masalah sengketa Sipadan dan Ligitan dibawa ke ICJ,[1][2] kemudian pada hari Selasa 17 Desember 2002 ICJ mengeluarkan keputusan tentang kasus sengketa kedaulatan Pulau Sipadan-Ligitan antara Indonesia dengan Malaysia. Hasilnya, dalam voting di lembaga itu, Malaysia dimenangkan oleh 16 hakim, sementara hanya 1 orang yang berpihak kepada Indonesia. Dari 17 hakim itu, 15 merupakan hakim tetap dari MI, sementara satu hakim merupakan pilihan Malaysia dan satu lagi dipilih oleh Indonesia. Kemenangan Malaysia, oleh karena berdasarkan pertimbangan effectivity [tanpa memutuskan pada pertanyaan dari perairan teritorial dan batas-batas maritim], yaitu pemerintah Inggris [penjajah Malaysia] telah melakukan tindakan administratif secara nyata berupa penerbitan ordonansi perlindungan satwa burung, pungutan pajak terhadap pengumpulan telur penyu sejak tahun 1930, dan operasi mercu suar sejak 1960-an. Sementara itu, kegiatan pariwisata yang dilakukan Malaysia tidak menjadi pertimbangan, serta penolakan berdasarkan chain of title [rangkaian kepemilikan dari Sultan Sulu] akan tetapi gagal dalam menentukan batas di perbatasan laut antara Malaysia dan Indonesia di selat Makassar.[3]

  • Pulau Sipadan
  • Pulau Ligitan
  • Insiden suaka politik GAM
  • Sengketa blok maritim Ambalat
  • Sentimen anti-Malaysia di Indonesia

  1. ^ //www.icj-cij.org/docket/index.php?p1=3&p2=3&k=df&case=102&code=inma&p3=0 Sovereignty over Pulau Ligitan and Pulau Sipadan [Indonesia/Malaysia]
  2. ^ //www.icj-cij.org/docket/files/102/7177.pdf Diarsipkan 2015-04-02 di Wayback Machine. FOR SUBMISSION TO THE INTERNATIONAL COURT OF JUSTICE OF THE DISPUTE BETWEEN INDONESIA AND MALAYSIA CONCERNING SOVEREIGNTY OVER PULAU LIGITAN AND PULAU SIPADAN, jointly notified to the Court on 2 November 1998
  3. ^ Energy Security and Southeast Asia

  • Indonesia Kehilangan Pulau Sipadan-Ligitan Diarsipkan 2012-04-12 di Wayback Machine.

Diperoleh dari "//id.wikipedia.org/w/index.php?title=Sengketa_Sipadan_dan_Ligitan&oldid=19604727"

Video yang berhubungan