Qiyamul lail yang hanya dapat dilaksanakan pada bulan ramadhan adalah

Merdeka.com - Qiyamul lail adalah salah satu istilah di dalam Agama Islam yang menyebut serangkaian ibadah di malam hari. Secara harafiah, qiyamul lail artinya ibadah malam. Hal ini menerangkan bahwa qiyamul lail merupakan amalan sunnah yang dapat dikerjakan hanya di malam hari.

Qiyamul lail artinya tidak sama dengan salat tahajud. Qiyamul lail kian populer dengan sebutan salat tahajud, padahal tidak demikian. Ada perbedaan mendasar yang terletak pada salat tahajud dengan qiyamul lail.

Lalu, apa pengertian dari qiyamul lail tersebut? Simak ulasan selengkapnya mengenai arti qiyamul lail, waktu yang tepat, hingga jenis-jenisnya seperti yang merdeka.com rangkum dari berbagai sumber berikut ini.

2 dari 5 halaman

Salat qiyamul lail artinya adalah salat malam. Rasulullah SAW dalam sebuah hadist bersabda, qiyamul lail merupakan ibadah yang afdhal untuk dilakukan setelah salat wajib di malam hari. Hal itu sebagaimana yang tertuang dalam sebuah hadist shahih berikut ini,

"Salat yang paling afdhal setelah salat wajib adalah salat malam," (HR. Muslim).

Banyak muslim yang salah kaprah mengenai qiyamul lail. Meski sama-sama dikerjakan di malam hari, namun istilah qiyamul lail cukup berbeda dengan ibadah salat tahajud.

Qiyamul lail yang hanya dapat dilaksanakan pada bulan ramadhan adalah

©Shutterstock

Qiyamul lail artinya merupakan rangkaian dari amalan sunah di malam yang dapat dilakukan oleh umat Islam. Sehingga, salat tahajud tersebut tak lain menjadi bagian dari qiyamul lail yang dikerjakan dengan kesungguhan hati untuk mendapatkan ridha dan pahala dari Allah SWT.

3 dari 5 halaman

Qiyamul lail artinya salat di malam hari. Maknanya, qiyamul lail hanya dapat dikerjakan pada malam hari setelah masuknya waktu isya’ hingga terbitnya fajar. Jenis-jenis salat qiyamul lail hendaknya baik dilakukan pada sepertiga malam pertama, paling utama pada sepertiga malam kedua, dan yang paling sempurna dikerjakan pada sepertiga malam terakhir.

Hal ini merujuk dari hadist shahih Rasulullah yang bersabda mengenai salah satu keutamaan qiyamul lail. Jika seorang muslim memanjatkan doa di pertengahan malam terakhir, doanya senantiasa akan didengar oleh Allah SWT. Sebagaimana beliau bersabda,

“Doa pada pertengahan malam terakhir dan pada setiap selesai salat wajib.” (HR. Tirmidzi).

4 dari 5 halaman

Qiyamul lail artinya berserah diri dan mengharap petunjuk Allah SWT di malam hari. Banyak keutamaan dari qiyamul lail jika dikerjakan. Di antaranya yaitu sebagai berikut,

Dikabulkannya Doa-Doa

Keutamaan pertama dari dilaksanakannya qiyamul lail adalah dikabulkannya doa yang dipanjatkan dalam rangkaian salat malam. Jika seorang muslim bersungguh-sungguh meminta perkara dunia dan akhirat dalam doanya, niscaya Allah SWT akan memberikan pertolongan kepadanya. Hal ini sebagaimana dalam perkataan Rasulullah SAW yang dalam sebuah hadist yang berbunyi,

“Sesungguhnya pada malam hari itu ada satu waktu yang tidaklah seorang muslim tepat pada waktu itu meminta kepada Allah kebaikan perkara dunia dan akhirat, melainkan Allah pasti memberikannya kepadanya. Dan waktu itu ada pada setiap malam.” (HR. Muslim, no. 757)

Derajat Meningkat di Hadapan Allah SWT

Keutamaan qiyamul lail yang berikutnya yakni meninggikan derajat manusia di hadapan Allah SWT. Allah SWT merupakan Zat Yang Maha Besar yang akan senantiasa memberikan kebaikan bagi hamba-Nya.

Allah SWT disebut menyukai hamba-Nya yang selalu meminta petunjuk, sebagai balasannya ia akan ditempatkan dengan derajat yang lebih tinggi saat menjalankan qiyamul lail. Hal ini seperti yang tertuang dalam firman-Nya dengan bunyi,

"Pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu. Mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji." (QS. Al Isra: 79).

5 dari 5 halaman

Meski banyak orang yang menyebut salat tahajud tersebut sama halnya dengan qiyamul lail. Namun, ternyata qiyamul lail berbeda dengan salat tahajud.

Salat tahajud merupakan ibadah yang termasuk di dalam qiyamul lalil. Sementara itu, qiyamul lail merupakan serangkaian salat malam dengan salat tahajud di dalamnya. Sehingga, mengerjakan qiyamul lail artinya menunaikan salah satu salat malam seperti tahajud.

Yang termasuk ke dalam qiyamul lail adalah salat tahajud, salat tarawih, dan salat witir. Qiyamul lail artinya mengerjakan ketiga salat tersebut setelah masuknya waktu isya’.

Qiyamul lail yang hanya dapat dilaksanakan pada bulan ramadhan adalah
© Ilustrasi salat tarawih

Berikut tata cara salat qiyamul lail yang dilansir dari Liputan6,

  • Salat malam dengan jumlah sebanyak 11 rakaat hendaknya dikerjakan 2 rakaat, 2 rakaat lagi, dan witir 1 rakaat sebagai penutup ibadah.
  • Salat malam dengan jumlah sebanyak 9 rakaat hendaknya dikerjakan 8 rakaat sekaligus. Setelah itu langsung disambung dengan duduk tasyahud awal dan berdiri rakaat ke-9, diakhiri dengan duduk tasyahud akhir dan salam.
  • Salat malam dengan jumlah sebanyak 7 rakaat hendaknya dikerjakan 7 rakaat sekaligus tanpa tasyahud awal, cukup duduk tasyahud akhir dan diakhiri dengan salam.
  • Salat malam dengan jumlah sebanyak 5 rakaat hendaknya dikerjakan 5 rakaat sekaligus dan disambung dengan tasyahud akhir lalu salam.
  • Salat malam dengan jumlah sebanyak 3 rakaat dikerjakan dengan 3 rakaat sekaligus atau dengan 2 rakaat salam lalu ditambah dengan salat 1 rakaat kembali serta diakhiri dengan salam.

Muhammad Saiyid Mahadhir, Lc, MA Mon 22 June 2015 06:00 | 32946 views

Bagikan lewat

Qiyamul lail yang hanya dapat dilaksanakan pada bulan ramadhan adalah

Qiyamul lail yang hanya dapat dilaksanakan pada bulan ramadhan adalah

Ramadhan bulan obral pahala. Dalam salah satu sabdanya, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengaskan bahwa nilai ibadah sunnah akan dinilai setara dengan pahala ibadah wajib dan nilai ibadah wajib akan dilipat gandakan hingga 70 kali lipat, demikian Imam Ibnu Khuzaimah dalam kitabnya menuliskan hadits tersebut.

Terlepas bahwa keterangan diatas masih menjadi catatan para hali hadits, namun maknanya sangat memotivasi kita untuk terus melakukan amalan-amalan kebaikan khususnya di bulan ini. Salah satu yang menjadi target amalan sunnah dibulan ini adalah kita semua bisa bersama melaksanakan ibadah malam, khususnya sholat malam; tarawih, tahajjud, witir, dan lainnya.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam seperti yang ditulis oleh Imam Bukhari dan Muslim dalam kitabnya menyatakan:

من قام رمضان إيماناً واحتساباً غُفر له ما تقدم من ذنبه

“Siapa yang sholat malam di bulan ramadhan dengan penuh iman dan mengharap ridho Allah maka akan diampuni dosanya yang telah lalu” (HR. Bukhori dan Muslim)

Qiyamul Lail/Qiyam Ramadhan

Qiyamul Lail/Sholat malam adalah sholat yang dikerjakan setelah sholat isya’ hingga terbit fajar, baik shalat tersebut dikerjakan pada bulan ramadhan atau pada selainnya, demikian makna umumnya. Untuk sholat malam pada bulan ramadhan juga sering disebut dengan istilah Qiyam Ramadhan.

Dahulu, awal mulanya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang memulai untuk melaksanakan sholat malam pada malam-malam bulan ramadhan, berikut Aisyah ra bercerita seperti dalam riwayat Imam Al-Bukhari:

صَلىَّ النَّبِيُّفيِ المَسْجِدِ ذَاتَ لَيْلَةٍ فَصَلىَّ بِصَلاَتِهِ نَاسُ ثُمَّ صَلىَّ مِنَ القَابِلَةِ وَكَثُرَ النَّاسُ ثُمَّ اجْتَمَعُوا مِنَ اللَّيْلَةِ الثَّالِثَةِ أَوِ الرَّابِعَةِ فَلَمْ يَخْرُجْ إِلَيْهِمْ رَسُولُ الله . فَلَمَّا أَصْبَحَ قَالَ : قَدْ رَأَيْتُ الَّذِي صَنَعْتُمْ فَلَمْ يَمْنَعْنيِ مِنَ الخُرُوجِ إِلَيْكُمْ إِلاَّ أَنيِّ خَشِيْتُ أَنْ تُفْتَرَضَ عَلَيْكُمْ ـ قال: وَذَلِكَ فيِ رَمَضَان

Dari Aisyah radhiyallahu 'anha: Sesungguhnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pada suatu malam pernah melaksankan shalat kemudian orang-orang shalat dengan shalatnya tersebut, kemudian beliau shalat pada malam selanjutnya dan orang-orang yang mengikutinya tambah banyak kemudian mereka berkumpul pada malam ke tiga atau keempat dan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tidak keluar untuk shalat bersama mereka. Dan di pagi harinya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berkata, “Aku telah melihat apa yang telah kalian lakukan dan tidak ada yang menghalangiku untuk keluar (shalat) bersama kalian kecuali aku khawatir bahwa shalat tersebut akan difardukan.” Rawi hadits berkata, "Hal tersebut terjadi di bulan Ramadhan.” (HR Bukhari).

Dalam riwayat Imam Muslim disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam keluarnya pada jauf al-lail (tengah malam), itu artinya kebiasaan sholat malam pada selain ramadhan juga dikerjakan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pada bulan ramadhan. Jadi shalat malam itu adalah nama umum untuk setiap sholat yang dikerjakan pada malam hari setelah sholat isya’ hingga terbit fajar.

Tarawih adalah Sholat Malam

Sepertinya belum ada istilah tarawih pada zaman Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, karenanya dalam teks hadits diatas Aisyah memakai redaksi sholat secara umum, atau hadits-hadits tentang shalat di bulan ramadhan diungkap dengan redaksi Qiyam Ramadhan bukan dengan tarawih.

Setelah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam wafat, ibadah malam dibulan ramadhan dilaksanakan sendiri-sendiri oleh para sahabat, sehingga datanglah masa Umar bin Khattab, dan beliau mengintruksikan agar ibadah malam yang sering dilakukan sendiri-sendiri itu dirubah menjadi berjamaah dengan diimami oleh Ubay bin Ka’ab.

Sahabat Umar mengumpulkan jamaah shalat malam ramadhan dalam jumlah 20 rakaat, dimana pada setiap selesai empat rakaat (dua kali salam) mereka semua istirahat dari shalat dan melakukan thawaf, dan thawaf ini juga ibadah. Seperti inilah akhirnya yang dilakukan oleh penduduk Makkah kala itu, dan tidak terdengar ada sahabat yang menentang pendapat Umar ini.

 Istirahat dari setiap selesainya empat rakaat inilah yang dikenal dengan istilah tarwihah/istirahat, demikian Imam Ibnu Hajar dalam Fath al-Bari menuliskan.  Karena ada banyak tarwihah dalam shalat tersebut sehingga disebut dengan tarawih. Dari sinilah muncul istilah tarawih, dan shalat malam yang sering dikerjakan oleh ummat Islam setelah shalat isyak akhirnya disebut dengan Shalat Tarawih, selebihnya shalat ini juga disebut dengan shalat malam atau ia adalah bagian dari shalat malam.

Mendengar bahwa penduduk Makkah melaksanakan shalat tarawih 20 rakaat dan setiap jedah empat rakaat mereka melakasanakan thawaf, maka akhirnya di zaman Imam Malik penduduk madinah melakasanakan shalat tarawih dengan jumlah 36 rakaat, dengan mengganti setiap thawafnya penduduk Mekkah dengan 4 rakaat shalat tarawih.  

Pada akhirnya jumlah 20 rakaat inilah yang menjadi pegangan mayoritas ulama fikih dalam banyak pendapat mereka, walaupun sebenarnya tidak ada pembatasan khusus dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam terkait berapa rakaat seharusnya jumlah shalat tarawih.

Memang ada riwayat yang menjalaskan perihal shalat malamya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam baik dibulan ramadhan maupun dibulan lainnya yang tidak lebih dari 11 rakaat, seperti hadits Aisyah ra berikut ketika beliau ditanya bagaimana shalat malamnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:

ما كان رسول الله يزيد في رمضان ولا في غيره على إحدى عشرة ركعة

Aisyah ra menjawab: “Bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tidak pernah shalat malam melebihi 11 rakaat baik pada bulan ramadhan maupun pada bulan lainnya” (HR. Bukhari dan Muslim)

Jumlah ini menurut Ibnu Taimiyah dan ulama lainnya tidaklah menjadi batas akhir, karenanya memungkinkan untuk melebihi jumlah tersebut. Apalagi sosok Umar bin Khattab yang tidak mungkin akan mengambil keputusan 20 rakaat  plus thawaf jika tanpa dalil dan penalaran yang matang tentang urusan beragama.

Kiranya apa yang dilakukan Umar bin Khattab ini janganlah dibenturkan dengan apa yang Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah lakukan, karenan urusan ini bukan hanya perkara teks dalil, tapi ini juga perkara dalam memahami teks/pendalilan, dan sahabat Umar adalah salah satu sahabat yang ahli dalam masalah analisis teks/pendalilan. Belum lagi bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam  berpesan agar juga berpegang dengan sunnah-sunnah Khalifah Ar-Rasyidun, dan Umar adalah salah satu dari mereka.

Shalat tarawih ini juga bisa dibagi dalam dua waktu, sebagian dikerjakan diawal waktu dan sebagiannya dikerjakan diakhir waktu, lalu kemudian ditutup dengan witir. Karena tarawih adalah shalat malam maka waktunya pun luas, selama fajar belum terbit masih boleh melaksanakan tarawih.

Tahajjud juga Shalat Malam

Berdasarkan arti dari tahajjud itu sendiri, maka shalat ini adalah shalat sunnah yang dikerjakan setelah bangun dari tidur malam. Allah SWT berfirman:

وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَّكَ عَسَى أَن يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَّحْمُودًا   

“Dan pada sebahagian malam hari bertahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu: mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji”(QS. Al-Isra' : 79).

 Shalat ini juga bagian dari Qiyamul Lail/shalat malam, Al-Quran mengungkapkan:

يَا أَيُّهَا الْمُزَّمِّلُ قُمِ اللَّيْلَ إِلاَّ قَلِيلاً  نِصْفَهُ أَوِ انقُصْ مِنْهُ قَلِيلاً

“Wahai orang yang berselimut, bangunlah (untuk shalat) pada malam hari kecuali sedikit, yaitu setengahnya atau kurang dari itu sedikit”. (QS. Al-Muzzammil : 1-3)

Umumnya para ulama membolehkan untuk melaksanakan shalat tahajjud setelah shalat tarawih. Baik sendirian maupun berjamaah, di rumah maupun di masjid. Terlebih bahwa akhir malam adalah waktu yang paling baik untuk beribadah kepada Allah SWT dan berdoa.

Walaupun sebagian tetap menganjurkan untuk menyelesaikan shalat tarawih dan witir bersama imam di masjid, merujuk kepada keutamaannya yang disebutkan oleh Rasulullah bahwa:

مَنْ قَامَ مَعَ الإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَة

“Siapa saja yang ikut shalat tarawih berjemaah bersama imam sampai selesai maka untuknya itu dicatat seperti shalat semalam suntuk.” (HR. Abu Daud dan Turmudzi)

Tahajjud Setelah Witir

Sebenarnya ini permasalahan khilafiyah diantara para ulama, walaupun akan lebih aman jika dikerjakan sebelum shalat witir, namun dari beberapa riwayat menyebutkan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam juga pernah melaksanakan shalat sunnah setelah witir, ini artinya bahwa walaupun sudah witir bersama imam di masjid, masih memungkinkan untuk tetap melaksanakan tahajjud atau shalat malam lainnya di rumah, tanpa harus ditutup dengan shalat witir lagi.

Berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:

لا وتران في ليلة

“Tidak boleh melakukan dua kali witir dalam satu malam.” (HR. Ahmad, Nasai da Abu Daud)

Kebolehan untuk tetap melaksanakan tahajjud walaupun sudah melaksanakan witir didasarkan pada cerita Aisyah ra:

ثم يقوم فيصلي التاسعة , ثم يقعد فيذكر الله ويمجده ويدعوه, ثم يسلم تسليماً يسمعنا , ثم يصلي ركعتين بعد ما يسلم وهو قاعد

“Kemudian beliau bangun untuk melaksanakan rakaat kesembilan, hingga beliau dudu tasyahud, beliau memuji Allah dan berdoa. Lalu beliau salam agak keras, hingga kami mendengarnya. Kemudian beliau shalat dua rakaat sambil duduk.” (HR. Muslim)

Imam An-Nawawi ketika menjalaskan hadits diatas menuliskan bahwa dua rakaat yang dikerjakan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sambil duduk tersebut dilakukan setelah shalat witir, ini sebagai penjelas bahwa masih boleh shalat setelah witir, dan kebolehan shalat sunnah sambil duduk, walaupun yang demikian jarang dilakuakn oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.

Jadi Kesimpulannya?

Dalam permasahan ini, penulis sepakat dengan apa yang pernah diungkapkan oleh Dr. Ali jumuah:

الإنسان يجب وينبغي عليه أن يعبد ربه طاقته؛ يعني في حدود طاقته، وليس عليه أن يكلف نفسه ما لا تطيق.

Bahwa harusnya setiap kita berusaha untuk beribadah/menyembah Allah sesuai dengan batas kemampuannya, tanpa harus memaksakan apa yang sebenarnya tidak kuasa dilakukan.

Untuk itu, beliau melanjutkan:

ولذلك من صلى الثمانية ثم أوتر بثلاث؛ فلا بأس بها، ومن صلى العشرين وأوتر بثلاث؛ فلا بأس بذلك، ومن قام بعد ذلك بليل، فأراد أن يزيد صلاة التهجد؛ فلا بأس بذلك.

Bagi siapa yang mau melaksanakan shalat 8 rakaat dengan 3 witir silahkan, dan itu tidak ada masalahnya. Dan siapa yang ingin mengerjakan shalat dengan 20 rakaat dengan 3 witir itu juga tidak ada yang salah, lalu jika ada yang ingin menambah shalat lagi di malamnya, atau menambah dengan shalat tahajud itu juga tidak ada masalah.

Demikian bahwa perkara ini sangat longgar, hingga akhirnya yang terpenting bagi kita sekarang ini adalah sebisa mungkin untuk tidak meninggalkan shalat malam di malam-malam bulan ramadhan tentunya dengan tetap memperhatikan kualitas shalat yang dilakukan. Karena, “Siapa yang sholat malam di bulan ramadhan dengan penuh iman dan mengharap ridho Allah maka akan diampuni dosanya yang telah lalu”

Wallahu A’lam Bishawab

Baca Lainnya :

more...


Page 2

Setiap kali saya tanya arti mabuk dengan teman-teman, setiap kali itu juga saya mendapatkan kesamaan persepsi tentang mabuk. Rata-rata orang akan mengatakan mereka dikatan mabuk karena mereka tidak tahu dan idak faham dengan apa yang mereka katakan. Tepat sekali! Mereka itu mabuk.

Karena itu juga mereka yang mabuk itu dilarang untuk sholat, bahkan Allah tegas sekali dalam perkara ini melalui firmanNya:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَقْرَبُوا الصَّلَاةَ وَأَنْتُمْ سُكَارَى حَتَّى تَعْلَمُوا مَا تَقُولُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam Keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan” (QS. An-Nisa’: 43)

Awalnya orang-orang dahulu ada yang sholat dalam keadaan mabuk, lalu mereka membaca surat al-Kafirun, terang saja karena mabuk akhirnya bacaan mereka kebolak-kebalik, galau jadinya, yang mestinya makna bacaan mereka itu “Wahai orang-orang kafir, kami tidak akan menyembah apa yang kalian sembah” berubah mnejadi “Wahai orang kafir, kami juga meyembha apa yang kalian sembah” patal sekali! Mungkin Allah akan sangat marah dengan ucapan seperti itu, karena itu buat jaga-jaga dan wanti-wanti, Allah melarang orang yang lagi mabuk untuk sholat. Patal sekali akibatnya, gara-gara itu mereka tidak faham apa yang ucapkan.

Lalu pertanyaannya apakah kita faham dengan apa yang kita ucapkan dalam sholat-sholat kita?

Jangan-jangan kita juga bagian dari dari orang-orang yang mabuk, iya kan? Karena orang mabuk itu-sekali lagi- orang yang tidak tahu dan tidak faham dengan apa yang dia ucapkan. Ngigau.

Biar tidak masuk dalam katagori mabuk, maka sudah seharusnya ummat Islam ini belajar bahasa arab. Iya dong, bahasa inggris aja banyak yang fasih, dan berani merogoh kocek yang dalam untuk bisa mencapai level sempurna, masa’ iya untuk urusan agama –apa lagi sholat- pelit banget.

Biar tidak dikatakan orang mabuk dalam sholat, maka harus mengerti makna bacaan-bacaan sholat kita, jika tidak maka sekali lagi, kita itu menjadi orang mabuk.

Memang iya, mabuk jenis ini beda dengan mabuk karena alkohol, tidak sah sholat dalam kondisi mabuk karena alkohol, sholatnya orang yang mabuk karena tidak bisa bahsa arab tetap sah, namun apakah kwalitasnya bagus atau tidak, nilainya berapa? ini yang menjadi permasalahan.

Mugkin saja ini juga salah satu penyebab mengapa sepertinya kita tidak meliat hasil dari sholat-sholat yang kita ritualkan, bukankah sholat itu bisa mencegah diri dari perbutan keji dan dan munkar? Lalu mengapa justru perbuatan keji dan munkar itu malah ‘kadang’ datang orang-orang yang sholat?

Yah, wajarlah karena yang sholat itu banyak orang mabuk, mereka tidak faham dengan makna jejampian yang selalu mereka ulang setiap kalinya.

Jika jejampian “Man Jadda wajada” saja bisa memotivasi sebagian orang hingga ke Prancis sana, itu karena yang mengucapkannya faham dengan maknya, masa’ iya jejampian “Inna sholati wanusuki wamahyaya wamamati lillahi robbil ‘alamin” tidak bisa membuat jiwa tenang, jujur, ikhlas, ridho, tidak pemarah, dll?

Mungin ini yang menjadi salah satu jawaban mengapa sholat itu seakan tidak berbekas bagi pelakunya, karena mereka tidak faham dengan apa yang mereka ucapkan, mabuk :-)

Belajar Bahasa Arab solusinya

Mari belajar bahsa arab, agama ini tidak bisa banyak diambil hikmah-hikmahnya kecuali jika kita bisa berbahasa arab. Karena Al-Qur’an dan Hadits hadir dalam bahas arab.

Kok susah ya? Itu persepsi anda ko, jika ada kemauan pasti bisa. Dan yang sebelum segala sesuatu, sebelum kita faham atau tidak, sebelum itu semua kita sudah tercatat dalam daftar mereka yang mendapat pahala belajar bahasa arab.

Yuk… kapan lagi, mumpung umur masih dikandung badan. Mereka yang keluar rumah dengan niat belajar itu pahalanya sama seperti pahala jihad lo, enakan meninggal ketika belajar ketimbang meninggal diatas kasur yang emppuk di rumah.

Setidaknya, mari belajar memahami makna bacaan sholat kita, mudah-mudahan degan begitu sholat kita kedepannya semakin berkualitas, sehingga semakin membuat pelakunya tenang dan damai.

Wallahu a’lam bis sahowab

Saiyid Mahadhir, MA


Page 3

Muhammad Saiyid Mahadhir, Lc, MA Sat 4 May 2013 11:15 | 10050 views

Bagikan lewat

Qiyamul lail yang hanya dapat dilaksanakan pada bulan ramadhan adalah

Qiyamul lail yang hanya dapat dilaksanakan pada bulan ramadhan adalah
Bagi penulis, menghadiri prosesi akad nikah itu sangat memberi banyak pelajaran. Setidaknya pada sa’at itu kita akan menyaksikan berbagai adat tradisi masing-masing yang mereka lakukan sebelum akad ijab dan kabul dilaksanakan.

Belum lagi biasanya pada sa’at itu kita akan menyaksikan berbagai bentuk ketegangan, entah rasa gugup itu akan ada dari wali yang mau menikahkan, atau kebanyakan rasa gugup itu akan hadir dari calon pengantin laki-lakinya.

Bahkan terkadang kita akan melihat akad ijab dan kabul ini justru diulang sampai beberapa kali, bapak penghulu dan para saksi biasanya akan meminta akad itu diulang. Para undanganpun biasanya akan turut campur meneriakkan untuk diulang.

Walaupun secara pribadi sepanjang menghadiri acara akad nikah penulis belum pernah “nimrung” untuk turut campur dalam prosesi akad ini.

Ijab-Kabul yang Mudah

Ada hal yang harus kita sadari bersama bahwa akad ijab dan kabul bukan sebuah akad yang susah untuk dilakukan, keyakinan bahwa akad ijab dan kabul itu perkara yang sulit tidaklah dapat dibenarkan.

Standar kita adalah syariat, karena dalam ajaran syariat kita mudah, maka jangan sampai justru dipersulit dengan ini dan itu, harus ditambah ini dan harus ditambha itu.

Jika dalam hukum syariat akad ijab dan kabul itu sudah sah, mengapa kita terkadang justru sedikit meragukannya, dengan harus mengulang sampai keluar keringat dingin.

Percobaan Akad Nikah

Di Indonesia, lafazh ijab dan kabul itu sudah bukan menjadi rahasia umum lagi. Hampir semua orang tahu itu dan mungkin hafal redaksinya. Dan mungkin akan menjadi aib tersendiri jika ada yang mau menikahkan anaknya, atua dia yang akan menikah tidak tahu tentang redaksi ini.

Untuk itu kebiasaan mencoba prosesi akad nikah itu tidak bisa dianggap sebagai hal yamg biasa-biasa saja. Lagian apa yang membedakannya dengan akad nikah benaran, untuk percobaan biasanya tidak menggunkan pengeras suara dan untuk akad yang katanya “beneran” itu biasanya menggunakan pengeras suara.

“Bagaimana, apa mau coba dulu” begitu biasanya sebagian besar penghulu akan bertanya kepada wali yang mau menikahkan anaknya. Sebenarnya pertanyaan itu lebih mengindikasikan untuk dicoba, bukan hanya sebuah pertanyaan, tapi pertanyaan yang bermakna perintah agar dicoba dulu.

Lalu kemudian jari jempol calon pengantin akan disatukan dengan dengan jari wali yang mau menikahkan, dan kemudian dihadapan saksi, wali itu akan mencoba-coba dengan mengucapkan: “Saudara A (menyebut nama calon pngantin laki-laki), kamu saya nikahkan dengan anakku bernama B (menyebut nama anak perempuannya yang mau dinikahkan), dengan mas kawin emas seberat sekian gram, dibayar tunai”, lalu kemudian lafaz ijab itu dijawab oleh caon pengantin laki-laki dengan: “Saya terima nikahnya dengan mas kawin tersebut”.

Lalu kemudian setelah itu mereka akan mengatakan jika sudah siap sekarang kita akan mulai akadnya, dan para saksi biasanya akan lebih mendekat, lalu kemudian masing-masing diberi micropon, dan mulailah mereka mengulang kembali lafaz yang tadi.

Kembali ke pertayaan yang tadi, apakah yang mebedakan akad pertama yang katanya coba-caoba tadi, dengan akad kedua yang katanya beneran? Apakah ketika akad tidak dengan pengeras suara tidak sah, dan yang memakai pengeras suara itu yang sah?

Sedangkan pada akad yang pertama semua rukun nikah sudah terpenuhi, calon suami ada, calon istri sudah ada (walau biasanya tidak didampingkan), wali ada, saksi juga ada, dan lafaz ijab kabul pun sudah ada.

Untuk itulah jika yang demikian sudah terpenuhi maka sahlah sebuah akad pernikahan itu, tanpa harus diulang. Untuk itu juga alangkah baiknya dalam pernikahan itu tidak seharusnya ada istilah ciboba dulu, sehingga ada anggapan bahwa yang dicoba ini tidak sah. Padahal Rasul SAW pernah menekankan:

ثَلَاثٌ جَدُّهُنَّ جَدٌّ، وَهَزْلُهُنَّ جَدٌّ: النِّكَاحُ، وَالطَّلَاقُ، وَالرَّجْعَةُ

“Ada tiga hal yang akan terjadi baik itu dilakukan dengan serius maupun main-main: Nikah, talak (cerai), dan ruju’ “(HR. Abu Daud, Turmudzi, Ibnu Majah)

Tiga hal ini sangat sensitif sekali, jangan sampai ada main-main dalam hal ini, karena dengan sendirinya dia akan terjadi.

Sebelum menutup tulisan ini ada cerita yang bagus untuk kita ketahui disini. Sangat terkait dengan pembahasan kita diatas.

Dulu- ada seorang murid yang sangat rajin belajar dengan gurunya, hampir tidak pernah absen dalam halaqoh gurunya. Orangnya rajin dan sangat perhatian dengan ilmu.

Lalu tiba-tiba sang murid tidak kunjung kelihatan dalam beberapa kali pertumuan di halaqohnya. Sang guru juga bertanya-tanya kemana gerangan muridnya yang rajin itu.

Minggu depannya sang murid baru kelihatan, denga wajah yang sedikit lesu, sang guru mulai menanyakan kemana gerangan beberapa hari kemaren, mengapa tidak bisa hadir dihalaqoh yang sebelum-sebelumnya justru tidak pernah alpa.

“Istri saya meninggal, Ustad” begitu tuturnya dengan suara pelan. Untuk beberapa hari itu saya bersedih atasnya, sehingga saya hanya dirumah saja. Gurunya terdiam, seakan ikut berduka-cita atas kesedihan yang menimpa muridnya.

Lalu kemudian sang guru berujar: “Maukah kau menikah dengan anakku”, sang murid kaget, mungkin dalam benaknya gurunya hanya bercanda saja dengan maksud menghibur dia yang sedang bersedih. Lalu sang murid dengan wajah tersenyum juga menjawab sekenanya saja: “Siapa sih yang akan menolak jika ditawarkan seperti itu, ya maulah..”

Lalu kemudian terjadilah obrolan berikutnya, dan selanjutnya halaqoh dimulai, melanjutkan pelajaran yang mereka terima dari seorang guru yang sangat faqih. Dan obrolan yang tadi seakan sudah hilang dari pikiran sang murid.

Di sore harinya, sang guru mengajak muridnya yang tadi menuju rumah yang tidak jauh dari tempat dimana mereka mengadakan halaqoh. Dengan memegang erat tangan murid sang guru lalu berkata: “Masuk kerumah itu, dan temuilah istrimu”

Terang saja, sang murid kaget bukan kepalang, dadanya berdegup kencang, bagaimana mana mungkin obrolan tadi pagi bisa terjadi beneran, bukan sebuah sebuah hal yang sifatnya main-main. Ternyata obrolan tadi pagi adalah lafaz ijab dan kabul yang sah.

Diucapkan dengan jelas oleh seorang wali yang sah, dan dijawab dengan jelas oleh sang murid, lalu obrolan tadi didengar oleh murid-murid yang lain sebagai saksi dari obrolan itu, dan masalah mahar ternyata boleh menyusul, maksudnya mahar itu boleh tidak disebutkan dalam sebuah akad.

Ini adalah cerita dari seorang pembesar tabi’in. Sa’id bin Musayyib, yang telah menikahkan anak putrinya dengan murid halaqohnya yang sangat rajin itu, walau hanya lewat obrolan saja, dan itu sah, tanpa harus diulang dengan memakai micropon lagi. Nikah ko coba-coba. :)

Wallahu a'lam bisshawab

Baca Lainnya :

more...


Page 4

Qiyamul lail yang hanya dapat dilaksanakan pada bulan ramadhan adalah

Ali Shodiqin, Lc

13 judul

Imam an-Nawawi mengharamkan Ilmu Kedokteran?
Ali Shodiqin, Lc | Tue 10 November 2015 - 06:00 | 9.145 views
Perbedaan Adalah Sebuah Keniscayaan
Ali Shodiqin, Lc | Mon 7 September 2015 - 03:00 | 9.881 views
Ijtihad di Zaman Nabi SAW
Ali Shodiqin, Lc | Wed 26 August 2015 - 10:30 | 65.018 views
Imam Abu Hanifah Tidak Mungkin Salah !
Ali Shodiqin, Lc | Tue 18 August 2015 - 12:40 | 9.674 views
Imam Abu Hanifah, Bukan Guru Sembarang Guru
Ali Shodiqin, Lc | Thu 6 August 2015 - 06:00 | 10.551 views
Beda Murid Salaf dengan Murid Sok Salaf
Ali Shodiqin, Lc | Sun 2 August 2015 - 16:30 | 11.643 views
Anak Kecil Tidak Mau Shalat, Siapa Yang Berdosa?
Ali Shodiqin, Lc | Thu 30 July 2015 - 02:00 | 23.343 views
Yang Tidak Paham Fiqih Dilarang Masuk Pasar
Ali Shodiqin, Lc | Tue 28 July 2015 - 04:00 | 9.798 views
Tidak Bisa Jawab Pertanyaan, Berarti Bukan Ulama?
Ali Shodiqin, Lc | Mon 27 July 2015 - 12:00 | 10.970 views
Hafal Kitab Suci, Beliau Dianggap Anak Tuhan
Ali Shodiqin, Lc | Mon 26 May 2014 - 05:29 | 9.526 views
Nikah Sunnah Nabi, Kok Banyak Ulama Membujang?
Ali Shodiqin, Lc | Fri 16 May 2014 - 05:00 | 29.190 views
Islam Bukan Agama Bonsai
Ali Shodiqin, Lc | Wed 9 April 2014 - 06:23 | 9.318 views
Rasul Juga Pernah Salah Berijtihad
Ali Shodiqin, Lc | Sun 6 April 2014 - 10:33 | 28.257 views