Pulau di Indonesia yang menggunakan sungai sebagai tempat untuk melakukan perdagangan adalah

Sungai Barito atau Sungai Dusun adalah nama sungai yang berhulu di,pegunungan Schwaner di provinsi Kalimantan Tengah, memasuki kota Marabahan, sungai ini bertemu dengan muara sungai Negara di provinsi Kalimantan Selatan, Indonesia, sekitar 900 km di timur laut ibu kota Jakarta.[2] Alirannya yang menuju ke hilir sungai disebut Sungai Banjar[3] atau Sungai Banjarmasin[4] atau sungai Banjar Besar (groote rivier Bandjer), walaupun nama ini sudah jarang digunakan.[5][6][7]

Pulau di Indonesia yang menggunakan sungai sebagai tempat untuk melakukan perdagangan adalah
Sungai Barito
Sungai Dusun, Soengai Doesoen, River Banjer, Sungi Dunsun, Soengai Baritoe, Barito-rivier, Sungai Banjar, Sungai Banjarmasin, Sungai Banjar Besar

Gelondongan kayu yang dibawa melintasi Sungai Barito pada tahun 1970

Pulau di Indonesia yang menggunakan sungai sebagai tempat untuk melakukan perdagangan adalah

Pulau di Indonesia yang menggunakan sungai sebagai tempat untuk melakukan perdagangan adalah

Lokasi mulut sungai

Tampilkan peta Kalimantan

Pulau di Indonesia yang menggunakan sungai sebagai tempat untuk melakukan perdagangan adalah

Pulau di Indonesia yang menggunakan sungai sebagai tempat untuk melakukan perdagangan adalah

Sungai Barito (Indonesia)

Tampilkan peta Indonesia

LokasiNegaraIndonesiaProvinsiKalimantan Tengah, Kalimantan SelatanCiri-ciri fisikHulu sungaiPegunungan Schwaner - lokasiKalimantan Tengah Muara sungaiLaut Jawa - lokasiKalimantan SelatanPanjang909 km (565 mi)Lebar  - rata-rata800 m (2.600 ft) - maksimum1.000 m (3.300 ft)Kedalaman  - rata-rata8 m (26 ft)Daerah Aliran SungaiSistem sungaiSungai BaritoUkuran cekunganDAS: 100.000 km2 (39.000 sq mi)Anak sungai  - kiriSungai Banjar Kecil; Sungai Negara; Sungai Kuin; Sungai Kuin Kecil; Sungai Alalak - kananSungai Murung; Anjir Tamban; Anjir Serapat[1]Informasi lokalZona waktuWITA (UTC+8)GeoNames1649993

Pulau di Indonesia yang menggunakan sungai sebagai tempat untuk melakukan perdagangan adalah

Rumah terapung di sungai Barito pada tahun 1880-an (litografi berdasarkan aquarel (cat air) oleh Josias Cornelis Rappard)

Pulau di Indonesia yang menggunakan sungai sebagai tempat untuk melakukan perdagangan adalah

Bus air di sungai Barito Kalimantan Selatan

Pulau di Indonesia yang menggunakan sungai sebagai tempat untuk melakukan perdagangan adalah

sungai Barito di Kalimantan Selatan

Nama Barito diambil berdasarkan nama Tanah Barito atau Onder Afdeeling Barito atau Kabupaten Barito yang dahulu beribu kota di Kota Muara Teweh yang secara administrasi termasuk wilayah provinsi Kalimantan Tengah, tetapi sering dipakai untuk menamakan seluruh daerah aliran sungai ini hingga ke muaranya pada Laut Jawa di provinsi Kalimantan Selatan yang dinamakan Muara Banjar atau Kuala Banjar.

Sungai Barito adalah sungai yang terbesar dan terpanjang di Kalimantan Selatan. Hulu sungai Barito berada di pegunungan Schwaner, membujur dari wilayah Kalimantan Tengah di bagian utara Pulau Kalimantan hingga bermuara di Laut Jawa, sepanjang kurang lebih 1.000 kilometer. Lebar Sungai Barito rata-rata antara 650 hingga 800 meter dengan kedalaman rata-rata 8 meter.[8] Lebar sungai pada bagian muara yang berbentuk corong mencapai 1.000 meter, sehingga sungai Barito merupakan sungai terlebar di Indonesia. Bagian terpanjang dari Sungai Barito mulai dari hulu sungai terletak di wilayah Kalimantan Tengah, sedangkan sisanya sampai ke muara sungai berada di wilayah Kalimantan Selatan.

Kalimantan Selatan termasuk ke dalam wilayah kepulauan bercirikan sejumlah besar sistem sungai yang mengalir dari daerah pedalaman ke lautan. Menurut Hall, keadaan seperti itu merupakan sebuah keistimewaan yang membawa pengaruh signifikan terhadap perkembangan sosial dan ekonomi daerah bersangkutan. Dari waktu ke waktu orang bermukim di antara berbagai sistem sungai itu, sehingga terjadi konsentrasi penduduk di daerah delta yang luas di mulut sungai.[9]

Begitu pentingnya arti jaringan sungai, sehingga para penguasa wilayah selalu berusaha untuk mengontrol seluruh jaringan sungai yang ada di dalam wilayah kekuasaan mereka untuk mengimplementasikan hegemoni politik mereka. Meskipun demikian, tidak mudah untuk melakukan kontrol ekonomi secara langsung terhadap penduduk yang bermukim di hulu sungai dan para pendatang di pantai. Oleh karena itu biasanya penguasa wilayah mengandalkan kekuatan fisik maupun pembentukan aliansi untuk menguasai daerah pedalaman.[10]

 

Sungai Kahayan di Kalimantan Tengah

Sungai besar yang berhulu dari kaki pegunungan Muller hingga mencapai muaranya di Laut Jawa, panjang Sungai Barito mencapai 909 km, dengan lebar antara 650 m hingga mencapai 1000 m yang menjadikan Barito sebagai sungai terbesar di Indonesia.[11]

Berdasarkan beberapa naskah Hikayat Banjar dan naskah kuno lainnya diketahui sungai ini dahulu disebut juga Sungai Banjar khususnya yang berada di hilir dekat kampung Banjar-Masih (sekarang Kuin Utara, Banjarmasin) sampai ke hulu pada kota Marabahan, sebab di kota ini sungai tersebut bercabang dua anak sungai yaitu Sungai Barito/Sungai Dusun dan Sungai Negara/Sungai Bahan. Wilayah daerah aliran Sungai Negara/Sungai Bahan inilah yang oleh kesultanan Banjar dinamakan wilayah Hulu Sungai atau Banjar Hulu Sungai yang terdiri atas dua kawasan pemukiman Banjar Batang Banyu/Banjar Lembah dan Banjar Pahuluan/Banjar Darat. Sedangkan daerah aliran sungai di hulu kota Marabahan sering dinamakan daerah Barito/Tanah Dusun atau pada masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda merupakan Onder Afdeeling Barito atau pada masa orde lama merupakan kabupaten Barito yang beribu kota di Muara Teweh. Wilayah Barito ini dalam Kitab Negarakertagama disebutkan sebagai salah satu daerah taklukan kerajaan Majapahit yang berada di pulau Tanjung Negara di samping daerah tetangganya yaitu Sungai Tabalong (sungai Negara). Diduga pada zaman dahulu kala kedua anak sungai tersebut masih terpisah karena bagian hilir sungai besar ini belum terbentuk tetapi karena aliran endapan lumpur ke arah muara menyebabkan kedua anak sungai itu akhirnya menyatu dalam Transportasi dan nilai ekonomi Daerah Aliran Sungai.

Sejalan dengan pendapat Hall, penduduk Kalimantan Selatan pada abad XIX pada umumnya memang terkonsentrasi di mulu-mulut sungai atau di wilayah pertemuan dua sungai. Sungai merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari penduduk di wilayah ini. Sebagian besar sungai di Kalimantan Selatan dapat dilayari. Salah satu sungai terpanjang dan terbesar adalah sungai Barito (disebut juga sungai Dusun) yang menjadi tempat bermuaranya beberapa sungai utama di Kalimanatan Selatan, seperti Sungai Martapura dan Sungai Negara. Sungai-sungai tersebut beserta seluruh anak sungainya merupakan jaringan prasarana perhubungan dan pengangkutan yang sangat penting bagi penduduk karena masing-masing sungai mengalir melalui ibu kota-ibu kota kabupaten yang ada di Kalimantan Selatan. Kota Banjarmasin dan Martapura dilalui oleh Sungai Martapura, Rantau dilalui oleh Sungai Tapin, Kandangan dilalui oleh Sungai Amandit, Barabai dilalui oleh Sungai Tabalong, Sungai Balangan dan Sungai Negara, Tanjung dilalui oleh sungai Tabalong[12] Sejak zaman dahulu jaringan sungai merupakan prasarana transportasi yang mendukung aktivitas ekonomi maupun sosial penduduk Kalimantan Selatan. Lebih dari itu, jaringan sungai telah menjadi urat nadi perekonomian penduduk karena sebagian besar aktivitas ekonomi mereka dilakukan melalui dan di atas sungai. Hubungan antar daerah-daerah di wilayah pedalaman Kalimantan Selatan dengan ibu kota dan pelabuhan Banjarmasin terutama juga dilakukan lewat sungai, sehingga sungai menjadi andalan bagi kelancaran distribusi barang maupun orang dari wilayah hulu ke wilayah hilir dan sebaliknya. Berbagai jenis hasil hutan, hasil tambang, dan hasil bumi yang melimpah di daerah pedalaman Kalimantan Selatan seperti kayu, karet, getah perca, rotan, damar, jelutung, lilin, batubara, emas, lada, sarang burung, bahan anyaman, ikan kering/asin, dendeng rusa, buah-buahan, dan lain-lain diangkut ke tempat-tempat pengumpulan atau pelabuhan melalui jaringan sungai yang ada.[13] Sebaliknya berbagai barang kebutuhan sehari-hari penduduk Kalimantan Selatan seperti beras, gula, garam, tepung, jagung, minyak kelapa, tembakau, gambir, gerabah dan alat-alat rumah tangga, kawat tembaga, serta bahan pakaian (kain lena) dan sebagainya juga diangkut dari pelabuhan Banjarmasin ke berbagai daerah di wilayah pedalaman melalui jaringan sungai tersebut.[14]

Sungai Barito di Kalimantan Selatan mempunyai dua anak sungai penting yaitu Sungai Martapura dan Sungai Negara. Dua anak sungai Barito ini selanjutnya mempunyai berbagai cabang sungai yang semuanya dapat dilayari sehingga membentuk sebuah jaringan transportasi sungai yang padat karena menghubungkan daerah-daerah di pedalaman dengan kota pelabuhan. Sungai Martapura memiliki tiga cabang sungai, yaitu Sungai Alalak, Sungai Riam Kiwa (Kiri), dan Sungai Riam Kanan. Sementara itu Sungai Nagara memiliki banyak cabang sungai, di antaranya yang terpenting adalah Sungai Amandit, Sungai Tapin (Sungai Margasari), Sungai Berabai, Sungai Balangan, Sungai Batang Alai, Sungai Tabalong, dan Sungai Tabalong Kiwa (Kiri). Sungai Amandit mempunyai dua cabang sungai, yaitu Sungai Bangkan dan Sungai Kalumpang, sedangkan Sungai Tapin mempunyai empat cabang yaitu Sungai Muning, Sungai Tatakan, Sungai Halat, dan Sungai Gadung. Sungai-sungai seperti disebutkan di atas sebagian besar berfungsi sebagai prasarana lalu lintas orang dan barang. Sungai Barito dapat dilayari oleh kapal danperahu besar sampai sejauh kurang lebih 700 kilometer ke arah hulu, Sungai Martapura sampai sejauh 45 kilometer, Sungai Negara sejauh 125 kilometer, Sungai Tabalong sejauh 42 kilometer, dan Sungai Balangan sampai sejauh 40 kilometer. Sungai-sungai lainnya dapat dilayari dengan berbagai jenis perahu kecil.

Untuk memperpendek jarak antara daerah satu dan lainnya di wilayah Kalimantan Selatan juga banyak dibangun terusan atau kanal yang dalam bahasa setempat disebut antasan atau anjir. Antasan dibangun terutama untuk memperpendek jarak dengan cara menghubungkan dua saluran air, sungai atau danau yang sudah ada sebelumnya. Agak berbeda dengan antasan, pembuatan anjir pada awalnya berkaitan dengan kepentingan bidang pertanian, yaitu untuk memperlancar irigasi. Namun dalam perkembangannya anjir juga dimanfaatkan sebagaimana antasan, yaitu sebagai jalan pintas yang menghubungkan dua buah sungai. Lebar antasan dan anjir pada umumnya antara 20 sampai 35 meter dengan kedalaman air sekitar tiga meter. Dengan kedalaman kurang dari lima meter maka antasan dan ANJIR memang hanya dapat dilalui kapal atau perahu berukuran sedang dan kecil. Kecuali antasan dan anjir, penduduk di pedalaman Kalimantan kadang juga membuat handil, yaitu semacam kanal yang dibuat untuk menghubungkan daerah produsen tanaman perdagangan dengan sungai yang dapat dilayari.

Wilayah kabupten-kabupaten yang sekarang termasuk dalam bagian Kalimantan Tengah di sepanjang Sungai barito ini, dahulu termasuk dalam Onder Afdeeling Barito (bagian dari Afdeeling Kapuas Barito), sekarang sudah berkembang menjadi 4 kabupaten di Kalteng yaitu Barito Selatan, Barito Utara, Barito Timur dan Murung Raya. Wilayah ini sekarang sedang berjuang untuk membentuk provinsi Barito Raya, di mana gerakan ini berakar dari pemikiran para penduduk di sepanjang DAS Barito dalam bidang sosial politik, untuk meminta perhatian yang lebih serta untuk mendapatkan pembagian yang lebih berimbang dan pemberian akses-akses ekonomi atas kekayaan sumber daya alam yang dimiliki oleh daerah-daerah yang berada di sepanjang DAS Barito. Namun seiring waktu berjalan, ternyata ada banyak pro dan kontra sehubungan dengan pemekaran ini. Karena bagaimanapun juga, catatan sejarah menunjukkan bahwa daerah Barito merupakan bagian integral dari Daerah Dayak Besar. Dan, salah satu tokoh sejarah dari Barito GMTPS (Gerakan Mandau Talawang Pantjasila), Christian Simbar a.k.a "Uria Mapas", merupakan salah satu tokoh yang paling berjasa dalam pembentukan Kalimantan Tengah, bahkan pada mulanya ibu kota Kalimantan Tengah direncanakan terletak di Muara Teweh di hulu sungai Barito.

Bagian hilir dan muara dari DAS Barito pada zaman dahulu disebut Pulau Bakumpai adalah wilayah kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan. Barito Kuala merupakan kabupaten pemekaran dari Kabupaten Banjar. Pada masa Hindia Belanda wilayah kabupaten Barito Kuala termasuk Afdeeling Bandjarmasin/Afdeeling Kuin

Selain suku Banjar, pada umumnya penduduk yang tinggal di sepanjang sungai Barito adalah dari etnik kategori Barito Isolec atau suku Dayak dengan penuturan bahasa Barito seperti Dayak Murung, Dayak Siang, Dayak Maanyan, Dayak Bawoo, Dayak Dusun, dan Bakumpai.

Ketika Perang Banjar berlangsung, setelah Pangeran Hidayatulah ditangkap Belanda dan dibuang ke Cianjur, pusat perlawanan dipindahkan Pangeran Antasari sebagai pemimpin tertinggi Kerajaan Banjar ke hulu Sungai Barito, yaitu di sekitar Muara Teweh dan Puruk Cahu. Selain Pangeran Antasari, tersebut juga beberapa pejuang lainnya seperti Sultan Muhammad Seman, Panembahan Muda (Pangeran Muhammad Said), dan Ratu Zaleha. Tokoh pejuang dalam perlawanan masyarakat Barito yang lain adalah Panglima Wangkang, Tumenggung Surapati, Panglima Batur dan Haji Matalib.

Sedimentasi atau pendangkalan di sungai Barito semakin parah akibat semakin meluasnya alih fungsi lahan dari hutan tropis/hutan bambu menjadi lahan kelapa sawit/karet serta berkurangnya tutupan lahan di Kalimatan Selatan dan Kalimantan Tengah. [15]

Sungai ini mengalir di wilayah tenggara pulau Kalimantan yang beriklim hutan hujan tropis (kode: Af menurut klasifikasi iklim Köppen-Geiger).[16] Suhu rata-rata setahun sekitar 24 °C. Bulan terpanas adalah Oktober, dengan suhu rata-rata 26 °C, and terdingin Januari, sekitar 20 °C.[17] Curah hujan rata-rata tahunan adalah 2735 mm. Bulan dengan curah hujan tertinggi adalah Desember, dengan rata-rata 437 mm, dan yang terendah September, rata-rata 62 mm.[18]

  • https://atlantisjavasea.files.wordpress.com/2015/09/1726-herman-moll.jpg
  • https://atlantisjavasea.files.wordpress.com/2015/09/1680-pierre-duval.jpg
  • https://atlantisjavasea.files.wordpress.com/2015/09/1688-robert-morden.jpg
  • https://atlantisjavasea.files.wordpress.com/2015/09/1689-vincenzo-maria-coronelli.jpg
  • https://atlantisjavasea.files.wordpress.com/2015/09/1721-john-senex.jpg
  • https://atlantisjavasea.files.wordpress.com/2015/09/1770-m-bonne.jpg
  • https://atlantisjavasea.files.wordpress.com/2015/09/1771-m-bonne.jpg
  • https://atlantisjavasea.files.wordpress.com/2015/09/1810-ambrosse-tardieu.jpg
  • https://atlantisjavasea.files.wordpress.com/2015/09/1780-m-bonne.jpg
  • Daftar sungai di Indonesia
  • Daftar sungai di Kalimantan

  1. ^ http://kalteng.go.id/ogi/viewarticle.asp?ARTICLE_id=1352
  2. ^ Sungai Barito at Geonames.org (cc-by); Last updated 2013-06-04; Database dump downloaded 2015-11-27
  3. ^ (Inggris) The New American encyclopaedia: a popular dictionary of general knowledge. 2. D. Appleton. 1865. hlm. 571. 
  4. ^ (Inggris) Sherwood, Sherwood (1822). The Monthly repository of theology and general literature. 17. Sherwood, Gilbert, and Piper. hlm. 13. 
  5. ^ (Belanda)van Hoëvell, Wolter Robert (1838). Tijdschrift voor Nederlandsch Indië. 1. Ter Lands-drukkerij. hlm. 6. 
  6. ^ (Belanda)Buddingh, Steven Adriaan (1861). Neêrlands-Oost-Indië: Reizen over Java, Madura, Makasser, Saleijer, Bima, Menado, Sangier-eilanden, Talau-eilanden, Ternate, Batjan, Gilolo en omliggende eilanden, Banda-eilanden, Amboina, Haroekoe, Saparoea, Noussalaut, Zuidkust van Ceram, Boeroe, Boano, Banka, Palembang, Riouw, Benkoelen, Sumatra's West-Kust, Floris, Timor, Rotty, Borneo's West-Kust, en Borneo's Zuid- en Oost-Kust; gedaan gedurende het tijdvak van 1852-1857. M. Wijt. hlm. 442. 
  7. ^ (Belanda) Nederlandsch-Indië (1838). "Tijdschrift voor Nederlandsch-Indië". 1–2. Lands-drukk.: 6. 
  8. ^ Departemen Pendidikan & Kebudayaan, Sejarah Sosial Daerah Kalimantan Selatan (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional, 1984), hlm. 57.
  9. ^ Kenneth R. Hall, Maritime Trade and State Development in Early Souteast Asia (Honolulu: University of Hawaii Press, 1985), hlm. 3.
  10. ^ Kenneth R. Hall, Maritime Trade and State Development in Early Souteast Asia (Honolulu: University of Hawaii Press, 1985), hlm. 10.
  11. ^ Sungai Barito: Induk Sungai di Kalimantan Selatan dan Tengah
  12. ^ Fudiat Suryadikarta dkk., Geografi Dialek Bahasa Banjar Hulu (Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1981), hlm. 7.
  13. ^ Algemeen Verslag der Residentie Zuider- en Oosterafdeling van Borneo over het jaar 1880. Jakarta: Arsip Nasional Republik Indonesia
  14. ^ Ministerie van Marine (Afdeling Hydrografie), Zeemansgids voor den Oost-Indischen Archipel. Jilid III (‘s Gravenhage: Mouton & Co., 1973), hlm. 296.
  15. ^ "Pendangkalan Sungai Barito Parah". Kantor Berita Antara. 9. Diakses tanggal 13 April 2011.  Parameter |month= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan); Periksa nilai tanggal di: |date=, |year= / |date= mismatch (bantuan)
  16. ^ Peel, M C; Finlayson, B L; McMahon, T A (2007). "Updated world map of the Köppen-Geiger climate classification". Hydrology and Earth System Sciences. 11: 1633–1644. doi:10.5194/hess-11-1633-2007. Diakses tanggal 30 January 2016. 
  17. ^ "NASA Earth Observations Data Set Index". NASA. 30 January 2016. 
  18. ^ "NASA Earth Observations: Rainfall (1 month - TRMM)". NASA/Tropical Rainfall Monitoring Mission. 30 January 2016. 

Koordinat: 3°30′55″S 114°29′28″E / 3.5154°S 114.4911°E / -3.5154; 114.4911

  • http://www.europeana.eu/portal/en/record/2048319/providedCHO_4_MIKO_d2e87723.html#

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Sungai_Barito&oldid=18930650"