Pertanyaan tentang peran lembaga keuangan syariah

  • Pencarian sederhana adalah pencarian koleksi dengan menggunakan hanya satu kriteria pencarian saja.
  • Ketikkan kata kunci pencarian, misalnya : " Sosial kemasyarakatan "
  • Pilih ruas yang dicari, misalnya : " Judul " .
  • Pilih jenis koleksi misalnya " Monograf(buku) ", atau biarkan pada pilihan " Semua Jenis Bahan "
  • Klik tombol "Cari" atau tekan tombol Enter pada keyboard

Pertanyaan tentang peran lembaga keuangan syariah

Oleh : Ilham Aulia Fatani & Arnazam Wibisono

Bank Syariah adalah suatu sistem perbankan yang pelaksanaannya berdasarkan hukum Islam (syariah). Pembentukan sistem syariah berdasarkan adanya larangan dalam agama Islam untuk meminjamkan atau memungut pinjaman dengan mengenakan bunga pinjaman (riba), serta larangan untuk berinvestasi pada usaha-usaha yang bersifat (haram). Peran dalam Perekonomian Setelah menyimak unsur-unsur dan pengertian bank syariah akan timbul pertanyaan apa perannya dalam perekonomian nasional. Sebelumnya, sudah banyak perbankan yang dapat melaksanakan tugas dengan baik. Bank-bank kovensional telah menjadi mitra masyarakat dan pemerintah selama sekian puluh tahun beroperasi. Lalu mengapa perlu didirikan banyak bank syariah ? untuk memahamkan dan menjawab pertanyaan tersebut silahkan mengikuti pemaparan selanjutnya

Sederhananya, hubungan antara bank dengan nasabah dalam praktek perbankan syariah bersifat kemitraan. Kontras dengan bank konvensional yang sifatnya debitur dengan kreditur. Lebih detailnya sebagai berikut :

  1. Pelaksana Kegiatan Sosial Peran penting ini tidak diperankan bank konvensional. Perbedaan prakteknya terletak pada intensitas. Bank konvensional memang mungkin melakukan kegiatan sosial, namun tidak secara periodik.

    Sementara itu keberadaan unsur-unsur yang dilarang oleh syariah yang mungkin ikut terendapkan dalam proses perbankan akan dikumpulkan dan pada periode tertentu akan disumbangkan untuk kegiatan sosial. Dalam bagian ini seorang manajer investasi syariah mengambil kedudukan untuk menyarankan tempat penyaluran dana.

  2. Penyedia Jasa Keuangan
    Perbedaan bank konvensional dengan syariah yang terletak pada asas dan system tidak menghalangi peran bank syariah untuk menjadi penyedia jasa keuangan dan lalu lintas pembayaran sebagaimana wajarnya perbankan. Yang terpenting tidak ada unsur yang dilarang syari’at dalam prakteknya. Misal tidak ada bunga yang memberatkan di bidang utang-piutang.

Kesejahteraan dan Keadilan Ekonomi Laba yang diambil oleh lembaga keuangan konvensional banyak yang mendiskreditkan pihak dengan ekonomi lemah. Contoh kecilnya seorang berpendapatan rendah menabung dan bertransaksi di lembaga keuangan konvensional. Dia akan harus rela uang tabungannya yang kecil dipotong untuk jasa ini itu yang kemungkinan tidak dikenakan oleh bank syariah karena memang tidak sesuai syariah.

Pada kasus tersebut perbankan syariah mengambil peran sebagai perbankan yang mengedepankan keadilan, kesejahteraan dan kesetaraan ekonomi. Pemerintah telah menyadari banyaknya kebijakan perbankan konvensional yang kurang membela rakyat kecil. Karena itulah pemerintah juga berupaya mengembangkan unit-unit perbankan syariah di daerah-daerah.

  1. Promosi Halal Adanya perbankan syariah akan mendorong tumbuhnya pengusaha syariah mulai tingkat mikro hingga makro. Selain mempromosikan benefit-benefit yang fair di perbankan syariah, promosi halal juga akan menaikkan investasi karena keuntungan yang didapat lebih transparan dan merata.

    Bank Syariah Mandiri yang merupakan BUMN akan menjadi taruhan di dunia ekonomi Indonesia. Jika operasinya gagal dan pada akhirnya gulung tikar, maka kelangsungan promosi halal dan pertumbuhan ekonomi syariah akan terhambat. Dan sebaliknya.

  2. Pemacu Usaha Ekonomi Segala kemudahan yang disediakan oleh perbankan syari’ah akan menjadi pemacu masyarakat yang memiliki niatan berusaha. Usaha di sini diartikan mendirikan suatu badan usaha atau unit usaha ekonomi yang menghasilkan peluang kerja dan pendapatan. Dengan begitu kesejahteraan rakyat akan terangkat. System yang mudah di perbankan syari’ah akan menarik kaum emiten kecil ini agar segera memulai usaha perwujudannya.

    Perbedaan Bank Konvensional dan Syariah

  3. Fungsi dan Kegiatan Bank
    Dalam menjalankan kegiatannya, bank konvensional berfungsi menyediakan jasa keuangan dan sebagai intermediasi. Sementara itu, untuk bank syariah, selain menjadi intermediasi, jenis bank yang satu ini juga memiliki fungsi sebagai manajer investasi, investor sosial, dan tentu saja penyedia layanan keuangan.
  4. Prinsip Dasar Pada kegiatan usaha, pastinya ada prinsip dasar yang menjadi pegangan dalam menjalankan roda kegiatan. Begitu pula yang terjadi baik pada bank konvensional maupun bank syariah. Prinsip pertama menyangkut nilai. Bank konvensional berprinsip bebas nilai, sedangkan bank syariah menjunjung prinsip syariah Islam yang menyatakan tidak ada pembebasan nilai. Prinsip kedua yaitu mengenai pandangan terhadap uang. Bank konvensional melihat uang sebagai komoditas. Artinya, uang dipandang sebagai barang yang dapat diperjual-belikan. Sementara itu, bank syariah memandang uang sebagai alat tukar. Jadi, dalam bank syariah, uang tidak dapat diperjual-belikan, namun dapat ditukarkan kepada bentuk lain sesuai kebutuhan.

    Prinsip ketiga menyangkut tentang pertumbuhan dana yang disimpan nasabah di kedua jenis bank tersebut. Di bank konvensional, uang akan bertumbuh dengan adanya pemberian bunga yang didapat dari pengelolaan pihak bank. Namun, bank syariah menolak sistem bunga tersebut, Untuk menumbuhkan uang nasabahnya, bank ini menerapkan sistem bagi hasil.

  5. Sumber Likuiditas Jangka Pendek
    Kedua jenis bank ini sama-sama memperoleh likuiditasnya dari dua sumber, yakni pasar uang dan bank sentral. Di Indonesia, yang dimaksud dengan bank sentral adalah Bank Indonesia. Hal yang membedakan antara likuiditas bank konvensional dengan bank syariah terletak di pasar uang. Likuiditas bank konvensional dari pasar uang bebas didapatkan dari emiten mana saja. Sementara itu, bank syariah hanya mengambil sumber dari pasar uang yang menerapkan prinsip-prinsip syariah.
  6. Risiko Usaha
    Mengenai risiko usaha, bank syariah menerapkan poin “ringan sama dijinjing, berat sama dipikul” antara bank dan nasabah. Hal ini membuat semua hal yang terjadi ditanggung secara bersama-sama, baik berupa keuntungan maupun kerugian. Sementara itu pada bank konvensional biasa, pihak bank tidak berurusan dengan risiko yang mungkin dihadapi nasabahnya. Pihak nasabah juga tidak perlu memikirkan risiko yang mungkin terjadi kepada bank tempatnya melakukan transaksi keuangan ataupun menyimpan dana.
  7. Struktur Pengawas
    Agar tidak melenceng dari tujuan dan fungsinya, setiap bank memiliki dewan pengawas yang tersusun dalam struktur organisasi lembaga tersebut. Di bank konvensional, struktur pengawas dijabat oleh dewan komisaris. Namun di bank syariah, Anda akan menemui struktur pengawas yang lebih kompleks, mulai dari dewan komisaris, dewan pengawas syariah, hingga dewan syariah nasional.

Konsep Syariah Dalam Pengembangan Produk Bank Syariah

  1. Al-Wadiah atau Depository ( Titipan/ Simpanan)
  2. Bagi Hasil (Profit-Sharing)
  3. Jual Beli (Sale and Purcase)
  4. Sewa (Opearational Lease and Financial Lease)
  5. 5. Jasa (Fee-Based Service)

D. Kebijakan dan Strategi Pengembangan Bank Syariah

Terdapat dua pendapat yang saling berbeda dalam masyarakat mengenai eksistensi dan prospek perbankan nasional, khususnya perbankan syariah di masa yang datang. Pihak pertama, mengatakan tidak bertentangan dengan syariat (ajaran) Islam, dan kedua,mengatakan haram hukumnya, karena pemberian bunga bank adalah sama dengan riba nasi'ah. Hal ini terlihat, dari hasil jajak pendapat terhadap 479 responden yang dilaksanakan majalah Info Bank (edisi April 1990: 8-10), yang menyimpulkan bahwa dua pertiga dari responden menyatakan tidak setuju mengenai bunga bank, yaitu tercatat 31,7 %, dan sedangkan yang setuju 34,3%, kurang setuju 25,9%, serta sangat tidak setuju 8,1%. Terdapat perbedaan karaketeristik produk jasa perbankan konvensional dengan bank syariah yang lebih menekankan moral force, bagi hasil (profit sharing) secara dinamis, dan progresif, maka penempatan dana pihak ketiga tersebut yang dapat memberikan keuntungan finansial secara kompetitif serta ‘halal hukumnya,' yaitu model syariah untuk menghindarkan pemberian bunga bank (riba) yang dilarang keras oleh syariat Islam, berdasarkan pedoman dari kitab suci Al-Quran dan Hadis Rasullah serta Ijma para ulama. Menurut Antonio, M. Syafi'i dalam bukunya Bank Syariah, dari Teori ke Praktik (2001:225), yaitu ketentuan peraturan perbankan yang berlaku sekarang ini belum sepenuhnya mengakomodasi oprerasional konsep bank syariah, yaitu tentang berbagai kendala yang dihadapi dan sehingga belum memberikan gerak pertumbuhan (growth) yang optimal terhadap model perbankan syariah, yaitu adanya kendala-kendala, sebagai berikut:

• Instrumen yang diperlukan untuk mengatasi masalah likuiditas perbankan syariah belum terwujud. • Belum terdapat suatu instrument moneter yang sesuai dengan prinsip-prinsip bagi hasil untuk keperluan operasional perbankan syariah. • Standarisasi akutansi, audit, dan pelapor belum dibakukan • Belum adanya ketentuan yang mengatur mengenai prinsip kehati-hatian dan kepercayaan pada sistem perbankan dengan model syariah (bagi hasil atau profit sharing). Strategi pengembangan Bank Syariah secara resmi diperkenalkan sejak tahun 1992, yaitu seiring dengan diberlakukan UU No.7 tahun 1992 dan kemudian disempurnakan melalui UU No. 10 tahun 1998 tentang reformasi peraturan perbankan, yang diinterpretasikan untuk memberikan peluang seluas-luasnya membuka usaha perbankan yang beroperasi dengan prinsip-prinsip bagi hasil (bank syariah). Perkembangan perbankan syariah yang hingga kini menunjukkan pertumbuhan cukup signifikan walaupun populasinya tidak sebesar bank-bank umum konvensional lainnya. E. Perkembangan Bank Syariah di Berbagai Negara

Menurut Khurshid Ahmad, yang dikenal sebagai bapak Ekonomi Islam, ada empat tahapan perkembangan dalam wacana pemikiran ekonomi Islam, yaitu:

  1. Tahapan Pertama, dimulai ketika sebagian ulama, yang tidak memiliki pendidikan formal dalam bidang ilmu ekonomi namun memiliki pemahaman terhadap persoalan-persoalan sosio-ekonomi pada masa itu, mencoba untuk menuntaskan persoalan bunga. Mereka berpendapat bahwa bunga bank itu haram dan kaum muslimin harus meninggalkan hubungan apapun dengan perbankan konvensional. Masa ini dimulai kira-kira pada pertengahan dekade 1930-an dan mengalami puncak kemajuannya pada akhir dekade 1950-an dan awal dekade 1960-an.
  2. Tahapan kedua dimulai pada akhir dasa warsa 1960-an. Pada tahapan ini para ekonom Muslim yang pada umumnya dididik dan dilatih di perguruan tinggi terkemuka di Amerika Serika dan Eropa mulai mencoba mengembangkan aspek-aspek tertentu dari sistem moneter Islam. Mereka melakukan analisis ekonomi terhadap larangan riba (bunga) dan mengajukan alternatif perbankan yang tidak berbasis bunga. Serangkaian konferensi dan seminar internasional tentang ekonomi dan keuangan Islam digelar beberapa kali dengan mengundang para pakar, ulama, ekonom baik muslim maupun non-muslim.
  3. Tahapan ketiga ditandai dengan upaya-upaya konkrit untuk mengembangkan perbankan dan lembaga-lembaga keuangan non-riba baik dalam sektor swasta maupun dalam sektor pemerintah. Tahapan ini merupakan sinergi konkrit antara usaha intelektual dan material para ekonom, pakar, banker, para pengusaha dan para hartawan muslim yang memiliki kepedulian kepada perkembangan ekonomi Islam. Pada tahapan ini sudah mulai didirikan bank-bank Islam dan lembaga investasi berbasis non-riba dengan konsep yang lebih jelas dan pemahaman ekonomi yang lebih mapan. Bank Islam yang pertama kali didirikan adalah Islamic Development Bank (IDB) pada tahun 1975 di Jeddah, Saudi Arabia.
  4. Tahapan keempat ditandai dengan pengembangan pendekatan yang lebih integratif dan sophisticated untuk membangun keseluruhan teori dan praktek ekonomi Islam terutama lembaga keuangan dan perbankan yang menjadi indikator ekonomi umat. pengetahuan (knowledge) dan inovasi dianggap sebagai pendorong utama (the driving force) bagi pembangunan ekonomi. Suatu sistem ekonomi mengandung 2 sektor, yakni sektor riil dan keuangan. Dalam perkembangannya, sektor keuangan dalam ekonomi Islam lebih cepat berkembang daripada sektor riilnya. Bahkan dalam empat puluh tahun terakhir, keuangan Islam telah bertumbuh dengan pesat dan saat in telah menjadi industri yang memiliki kontribusi penting dalam perekonomian nasional tidak hanya di negara-negara Muslim, namun juga di berbagai negara di seluruh dunia. F. Produk dan Jasa Bank Syariah A. Jasa Perbankan Bank syariah dapat melakukan berbagai pelayanan jasa perbankan kepada nasabah dengan mendapat imbalan berupa fee atau komisi. Jasa perbankan tersebut antara lain: a. Wakalah (Perwakilan) Wakalah dalam aplikasi perbankan terjadi apabila nesabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti pembukuan L/C, inkaso dan transfer uang. b. Kafalah (Gransi Bank) Kafalah merupakan pemberian jaminan dari satu pihak kepada pihak lain atau garansi bank dapat diberikan dengan tujuan untuk menjamin pembayaran suatu kewajiban pembayaran. Bank dapat mensyaratkan nasabah untuk mendapatkan sejumlah dana untuk fasilitas ini sebagai rahn. c. Sharf (Pertukaran Mata Uang) pada prinsipnya jual beli valuatan asing sejalan dengan sharf. Jual beli mata uang yang sejenis ini, penyerahan harus dilakukan pada waktu yang sama (spot). Bank mengambil keuntungan dari jual beli valutan asing ini. d. Rhan (Gadai) Penyerahan suatu barang/harta dari satu pihak kepada pihak lain sebagai jaminan sebagian atau seluruh hutang bagi pihak yang menyerahkan barang/harta tersebut. e. Hiwalah (Alih Utang Piutang) Penyerahan suatu barang/harta dari satu pihak kepada pihak lain sebagai jaminan sebagian atau seluruh hutang bagi pihak yang menyerahkan barang/harta tersebut.

    B. Produk Bank Syariah

  5. Produk Penghimpunan Dana ( Funding) Penghimpunan dana di bank umum syariah dapat berbentuk giro, tabungan dan deposito, mekanisme operasional penghimpunan dana ini harus disesuaikan dengan prinsip syariah Yaitu Prinsip wadiah dan prinsip mudharabah. a. Prinsip wadiah Wadiah dapat diartikan sebagai titipan dari satu pihak kepihak yang lain, baik individu maupun badan hokum yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penyimpang menghendakinya. Wadiah terbagi 2 jenis yaitu: 1) Wadiah yad dhamanah Wadiah yad dhamanah merupakan titipan dimana barang titipan selama belum dikembalikan kepada penitip dapat dimanfaatkan oleh penerimah titipan. Apabila dari hasil pemanfaatan tersebut memperoleh keuntungan maka seluruhnya menjadi hak sipenerima titipan. 2) Wadiah yad amanah Wadiah yad amanah merupakan titipan dimana penerimah titipan tidak boleh memanfaatkan barang titipan tersebut sampai diambil kembali oleh penitip. b. Prinsip Mudharabah Mudharabah bias disebut dengan al-qiradh yang berarti potongan(al-qathu), karena pemilik modal memotong apabila hartanya untuk perdagangkan dengan sebagia keuntungannya.

    Dalam bahasa sedarhana, mudharabah merupakan akad kerja sama antara dua pihak, satu pihak member modal kepada yang lainnya untuk berniaga. Kemudian keuntungan dibagi antara mereka sesuai dengan yang telah disepakati. Mudharabah terbagi atas dua jenis yaitu :

1) Mudharabah muqayyadah Mudharabah muqayyadah merupakan akad kerja sama dimana shahibul mal membatasi kepada mudharib dengan batasan jenis usaha, waktu dan tempat usaha. 2) Mudharabah muthlaqah

Mudharabah muthlaqah merupakan bentuk kerja sama antara sahahibul mal dan mudarib yang cakupannya sangta luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan daerah bisnis.

Referensi : Maziyatul Chuiriyah, Mengenak Ekonomi Syariah