Penggunaan DDT yang berlebihan pada sektor pertanian dapat menyebabkan pencemaran tanah karena DDT

Selama ini, kita mengetahui bahwa pestisida sangat berguna dalam membantu petani merawat pertaniannya. Pestisida dapat mencegah lahan pertanian dari serangan hama. Hal ini berarti jika para petani menggunakan pestisida, hasil pertaniannya akan meningkat dan akan membuat hidup para petani menjadi semakin sejahtera. Pada umumnya pestisida digunakan di hampir setiap lahan pertanian. Sesuai konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT), penggunaan pestisida ditujukan bukan untuk memberantas atau membunuh hama, namun lebih dititiberatkan untuk mengendalikan hama sedemikian rupa hingga berada dibawah batas ambang ekonomi atau ambang kendali.

PERATURAN PEMERINTAH NO. 7 TAHUN 1973

     Untuk melindungi keselamatan manusia dan sumber-sumber kekayaan alam khususnya kekayaan alam hayati, dan supaya pestisida dapat digunakan efektif, maka peredaran, penyimpanan dan penggunaan pestisida diatur dengan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1973. Dalam peraturan tersebut antara lain ditentukan bahwa:

Tiap pestisida harus didaftarkan kepada Menteri Pertanian melalui Komisi Pestisida untuk dimintakan izin penggunaannya.

Hanya pestisida yang penggunaannya terdaftar dan atau diizinkan oleh Menteri Pertanian boleh disimpan, diedarkan dan digunakan.

Pestisida yang penggunaannya terdaftar dan atau diizinkan oleh Menteri Pertanian hanya boleh disimpan, diedarkan dan digunakan menurut ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dalam izin pestisida itu.

Tiap pestisida harus diberi label dalam bahasa Indonesia yang berisi keterangan-keterangan yang dimaksud dalam surat Keputusan Menteri Pertanian No. 429/ Kpts/Mm/1/1973 dan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dalam pendaftaran dan izin masing-masing pestisida.

  Dalam peraturan pemerintah tersebut yang disebut sebagai pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk:

Memberantas atau mencegah hama atau penyakit yang merusak tanaman, bagian tanaman atau hasil   pertanian.

Memberantas gulma.

Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan tanaman yang tidak diinginkan.

Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian tanaman, kecuali yang tergolong pupuk.

Memberantas atau mencegah hama luar pada ternak dan hewan piaraan.

Memberantas atau mencegah hama air.

Memberantas atau mencegah binatang dan jasad renik dalam rumah tangga.

Memberantas atau mencegah binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang dilindungi, dengan penggunaan pada tanaman, tanah dan air.

Pada umumnya pestisida, terutama pestisida sintesis adalah biosida yang tidak saja bersifat racun terhadap jasad pengganggu sasaran. Tetapi juga dapat bersifat racun terhadap manusia dan jasad bukan target  termasuk tanaman, ternak dan organisma berguna lainnya.

Apabila penggunaan pestisida tanpa diimbangi dengan perlindungan dan perawatan kesehatan, orang yang sering berhubungan dengan pestisida, secara lambat laun akan mempengaruhi kesehatannya. Pestisida meracuni manusia tidak hanya pada saat pestisida itu digunakan, tetapi juga saat mempersiapkan, atau sesudah melakukan penyemprotan.

Kecelakaan  akibat pestisida pada manusia sering terjadi, terutama dialami oleh orang yang langsung melaksanakan penyemprotan.  Mereka dapat mengalami pusing-pusing ketika sedang menyemprot maupun sesudahnya, atau muntah-muntah, mulas, mata berair, kulit terasa gatal-gatal dan menjadi  luka, kejang-kejang, pingsan, dan tidak sedikit kasus berakhir dengan kematian. Kejadian tersebut umumnya disebabkan kurangnya perhatian atas keselamatan kerja  dan kurangnya kesadaran bahwa pestisida adalah racun.

Kadang-kadang para petani atau pekerja perkebunan, kurang menyadari daya racun pestisida, sehingga dalam melakukan penyimpanan dan penggunaannya tidak memperhatikan segi-segi keselamatan. Pestisida sering ditempatkan sembarangan, dan saat menyemprot sering tidak menggunakan pelindung, misalnya tanpa kaos tangan dari plastik, tanpa baju lengan panjang, dan tidak mengenakan masker penutup mulut dan hidung. Juga cara penyemprotannya sering tidak memperhatikan arah angin, sehingga cairan semprot mengenai tubuhnya. Bahkan kadang-kadang wadah tempat pestisida digunakan sebagai tempat minum, atau dibuang di sembarang tempat. Kecerobohan yang lain, penggunaan  dosis aplikasi sering tidak sesuai anjuran. Dosis dan konsentrasi yang dipakai kadang-kadang ditingkatkan hingga melampaui batas yang disarankan, dengan alasan dosis yang rendah tidak mampu lagi mengendalikan hama dan penyakit tanaman.

Secara tidak sengaja, pestisida dapat meracuni manusia atau hewan ternak melalui mulut, kulit, dan pernafasan. Sering tanpa disadari bahan kimia beracun tersebut masuk ke dalam tubuh seseorang tanpa menimbulkan rasa sakit yang mendadak dan mengakibatkan keracunan kronis. Seseorang yang menderita keracunan kronis, ketahuan setelah selang  waktu yang lama, setelah berbulan atau bertahun. Keracunan kronis akibat pestisida saat ini paling ditakuti, karena efek racun dapat bersifat karsiogenic (pembentukan jaringan kanker pada tubuh), mutagenic (kerusakan genetik untuk generasi yang akan datang), danteratogenic (kelahiran anak cacad dari ibu yang keracunan).

Pestisida dalam bentuk gas merupakan pestisida yang paling berbahaya bagi pernafasan, sedangkan yang berbentuk cairan sangat berbahaya bagi kulit, karena dapat  masuk ke dalam  jaringan tubuh melalui ruang pori kulit. Menurut World Health Organization (WHO), paling tidak 20.000 orang per tahun, mati akibat keracunan pestisida. Diperkirakan 5.000 – 10.000 orang per tahun mengalami dampak yang sangat fatal, seperti mengalami penyakit kanker, cacat tubuh, kemandulan dan penyakit liver. Tragedi Bhopal di India pada bulan Desember 1984 merupakan peringatan keras untuk produksi pestisida sintesis. Saat itu, bahan kimia metil isosianat telah bocor dari pabrik Union Carbide yang memproduksi pestisida sintesis (Sevin). Tragedi itu menewaskan lebih dari 2.000 orang dan mengakibatkan lebih dari 50.000 orang dirawat akibat keracunan. Kejadian ini merupakan musibah terburuk dalam sejarah produksi  pestisida sintesis.

Selain  keracunan langsung,  dampak negatif pestisida bisa mempengaruhi kesehatan orang awam yang bukan petani, atau orang yang sama sekali tidak berhubungan dengan pestisida. Kemungkinan ini bisa terjadi  akibat sisa racun (residu)  pestisida  yang ada didalam tanaman atau bagian tanaman yang dikonsumsi manusia sebagai bahan makanan. Konsumen yang mengkonsumsi produk tersebut, tanpa sadar telah kemasukan racun pestisida melalui hidangan makanan yang dikonsumsi setiap hari. Apabila jenis pestisida mempunyai residu terlalu tinggi pada tanaman, maka akan membahayakan manusia atau ternak yang mengkonsumsi tanaman tersebut.  Makin tinggi residu, makin berbahaya bagi konsumen.

Dewasa ini, residu pestisida di dalam makanan dan lingkungan semakin menakutkan manusia. Masalah residu ini, terutama terdapat pada tanaman sayur-sayuran seperti kubis, tomat, petsai, bawang, cabai, anggur dan lain-lainnya. Sebab jenis-jenis tersebut umumnya disemprot secara rutin dengan frekuensi penyemprotan yang tinggi, bisa sepuluh sampai lima belas kali dalam semusim. Bahkan beberapa hari menjelang panenpun, masih dilakukan aplikasi pestisida. Publikasi ilmiah pernah melaporkan  dalam jaringan tubuh  bayi yang dilahirkan seorang Ibu yang secara rutin mengkonsumsi sayuran yang disemprot pestisida, terdapat kelainan genetik yang berpotensi menyebabkan bayi tersebut cacat  tubuh sekaligus cacat mental.

Belakangan ini, masalah residu pestisida pada produk pertanian dijadikan pertimbangan untuk diterima atau ditolak negara importir. Negara maju umumnya tidak mentolerir adanya residu pestisida pada bahan makanan yang masuk ke negaranya. Belakangan ini produk pertanian Indonesia sering ditolak di luar negeri karena residu pestisida yang berlebihan. Media massa pernah memberitakan, ekspor cabai Indonesia ke Singapura tidak dapat diterima dan akhirnya dimusnahkan karena residu pestisida yang melebihi ambang batas. Demikian juga pruduksi sayur mayur dari Sumatera Utara, pada tahun 80-an  masih diterima pasar luar negeri. Tetapi  kurun waktu belakangan ini, seiring dengan perkembangan kesadaran peningkatan kesehatan, sayur mayur dari Sumatera Utara ditolak konsumen luar negeri,  dengan alasan kandungan residu pestisida yang  tidak dapat ditoleransi karena melampaui ambang batas.

 Pada tahun 1996, pemerintah Indonesia melalui Surat Keputusan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Pertanian sebenarnya telah membuat keputusan tentang penetapan ambang batas maksimum residu pestisida pada hasil pertanian.  Namun pada kenyatannya,  belum banyak pengusaha pertanian atau petani yang perduli. Dan baru menyadari setelah ekspor produk pertanian kita ditolak oleh negara importir, akibat residu pestisida yang tinggi. Diramalkan, jika masih mengandalkan pestisida sintesis sebagai alat pengendali hama, pemberlakuan ekolabelling dan ISO 14000 dalam era perdagangan bebas, membuat produk pertanian Indonesia tidak mampu bersaing dan tersisih serta terpuruk di pasar global.

Sumber :

1 http://www.ayocintabumi.110mb.com/alternatif.html

2.http://biotis.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=82:apa-itu-pastisida&catid=14:berita

3. http://usitani.wordpress.com/2009/02/26/dampak-negatif-penggunaan-pestisida/

Penggunaan DDT yang berlebihan pada sektor pertanian dapat menyebabkan pencemaran tanah karena DDT

.: DDT (DICHLORO - DIPHENYL - TRICHLOROETHANE) :.


DDT senyawa merupakan kepanjangan dari Dichoro Diphenyl Trichlorethane (DDT) diproduksi dengan menyampurkan chloralhydrate dengan chlorobenzene (Tarumingkeng).


Sifat kimiawi dan fisik DDT

Senyawa yang terdiri atas bentuk-bentuk isomer dari 1,1,1-trichloro-2,2-bis-(p-chlorophenyl) ethane yang secara awam disebut juga Dichoro Diphenyl Trichlorethane (DDT) diproduksi dengan menyam¬purkan chloralhydrate dengan chlorobenzene.


Penggunaan DDT yang berlebihan pada sektor pertanian dapat menyebabkan pencemaran tanah karena DDT

Gambar 1. Rumus struktur dan molekul DDT


DDT-teknis terdiri atas campuran tiga bentuk isomer DDT (65-80% p,p'-DDT, 15-21% o,p'-DDT, dan 0-4% o,o'-DDT, dan dalam jumlah yang kecil sebagai pencemar juga terkandung DDE [1,1-dichloro-2,2- bis(p-chlorophenyl) ethylene] dan DDD [1,1-dichloro-2,2-bis(p-chlorophenyl) ethane]. DDT-teknis ini berupa tepung kristal putih tak berasa dan tak berbau. Daya larutnya sangat tinggi dalam lemak dan sebagian besar pelarut organik, tak larut dalam air, tahan terhadap asam keras dan tahan oksidasi terhasap asam permanganat.


Sejarah penggunaan DDT

DDT pertama kali buat oleh Zeidler XE "Zeidler" pada tahun 1873 tapi sifat insekti¬sidanya baru ditemukan oleh Dr Paul Mueller XE "Dr Paul Mueller" pada tahun 1939. Penggunaan DDT menjadi sangat terkenal selama Perang Dunia II, terutama untuk penanggulangan penyakit malaria, tifus dan berbagai penyakit lain yang ditularkan oleh nyamuk, lalat dan kutu. Di India, pada tahun 1960 kematian oleh malaria mencapai 500.000 orang turun menjadi 1000 orang pada tahun 1970. WHO memperkirakan bahwa DDT selama Perang Dunia II telah menyelamatkan sekitar 25 juta jiwa terutama dari ancaman malaria dan tifus, sehingga Paul Mueller dianugerahi hadiah Nobel dalam ilmu kedokteran dan fisiologi pada tahun 1948(Tarumingkeng).

Buku Silently Spring tahun 1962 menyebutkan bahwa DDT membahayakan satwa liar, lingkungan, bahkan kesehatan manusia. Buku tersebut adalah buku penjualan terbaik yang meluncurkan gerakan lingkungan modern di Amerika Serikat. DDT menjadi target utama gerakan anti pestisida.Pada tahun 1967 sekelompok ilmuan dan pengacara mendirikan Enviromental Defense Fund (EDF) untuk memenagkan pelarangan penggunaan DDT. Namun, sampai saat ini DDT masih digunakan.


Bahaya Penggunaan DDT

Bahan racun DDT sangat persisten (tahan lama, berpuluh-puluh tahun, bahkan mungkin sampai 100 tahun atau lebih), bertahan dalam lingkungan hidup sambil meracuni ekosistem tanpa dapat didegradasi secara fisik maupun biologis, sehingga kini dan di masa mendatang kita masih terus mewaspadai akibat-akibat buruk yang diduga dapat ditimbulkan oleh keracunan DDT . Pengaruh buruk DDT terhadap lingkungan sudah mulai tampak sejak awal penggunaannya pada tahun 1940-an, dengan menurunnya populasi burung elang sampai hampir punah di Amerika Serikat. Dari pengamatan ternyata elang terkontaminasi DDT dari makanannya (terutama ikan sebagai mangsanya) yang tercemar DDT. DDT menyebabkan cang¬kang telur elang menjadi sangat rapuh sehingga rusak jika dieram.

Dua sifat buruk yang menyebabkan DDT sangat berbahaya terhadap lingkungan hidup adalah:

  • Sifat kelarutan DDT: ia tidak larut dalam air tapi sangat larut dalam lemak. Makin larut suatu insektisida dalam lemak semakin mudah DDT menembus kulit
  • Sifat DDT yang sangat stabil dan sangat sukar terurai sehingga cenderung bertahan dalam lingkungan hidup, masuk rantai makanan (foodchain) melalui bahan lemak jaringan mahluk hidup.

Karena sifatnya yang stabil dan persisten, DDT bertahan sangat lama di dalam tanah; bahkan DDT dapat terikat dengan bahan organik dalam partikel tanah.

Dalam ilmu lingkungan DDT termasuk dalam urutan ke 3 dari polutan organik yang persisten (Persistent Organic Pollutants, POP), yang memiliki sifat-sifat berikut:

  1. tak terurai melalui penguraian cahaya, biologis maupun secara kimia,
  2. berhalogen (biasanya klor),
  3. daya larut dalam air sangat rendah,
  4. sangat larut dalam lemak,
  5. mudah menguap,
  6. di udara dapat dipindahkan oleh angin melalui jarak jauh,
  7. terakumulasi dalam tubuh,
  8. daya racun meningkat sepanjang rantai makanan


Mekanisme pencemaran DDT

Mekanisme pencemaran dari DDT masih dalam perdebatan, walaupun komponen kimia ini sudah dibuat sejak tahun 1874. Tetapi pada dasarnya pengaruh racunnya terfokus pada neurotoksin dan pada otak. Saraf sensorik dan serabut saraf motorik serta kortek motorik adalah merupakan target toksisitas tersebut. Dilain pihak bila terjadi efek keracunan perubahan patologiknya tidaklah nyata. Bila seseorang menelan DDT sekitar 10mg/Kg akan dapat menyebabkan keracunan, hal tersebut terjadi dalam waktu beberapa jam. Perkiraan LD50 untuk manusia adalah 300-500 mg/Kg.

Akibat lain dari penggunaan DDT, banyak binatang dalam mata rantai makanan yang panjang akan terkena dampaknya. Proses mata rantai makanan dari satu hewan ke hewan lain yang mengakumulasi zat DDT akan ikut tercemar zat DTT, termasuk pada manusia. DDT yang telah masuk ke dalam tubuh kemudian larut dalam lemak, terakumulasi sepanjang waktu hingga mengakibatkan efek negatif.

Penggunaan DDT berdampak pada pembesaran biologis pada organisme sehingga dapat merusak jaringan tubuh setiap makhluk hidup yang secara perlahan dapat menyebabkan penyakit kanker, dapat menimbulkan otot kejang hingga kelumpuhan, serta dapat menghambat proses pengapuran dinding telur pada hewan bertelur yang mengakibatkan telur itu tidak dapat menetas.

Di Amerika Serikat, DDT masih terdapat dalam tanah, air dan udara: kandungan DDT dalam tanah berkisar sekitar 0.18 sampai 5.86 parts per million (ppm), sedangkan sampel udara menunjukkan kandungan DDT 0.00001 sampai 1.56 microgram per meter kubik udara (ug/m3), dan di perairan (danau) kandungan DDT dan DDE pada taraf 0.001 microgram per liter (ug/L). Gejala keracunan akut pada manusia adalah paraestesia, tremor, sakit kepala, keletihan dan muntah. Efek keracunan kronis DDT adalah kerusakan sel-sel hati, ginjal, sistem saraf, system imunitas dan sistem reproduksi. Efek keracunan kronis pada unggas sangat jelas antara lain terjadinya penipisan cangkang telur dan demaskulinisasi

DDT dihentikan penggunaannya sejak tahun 1972, tetapi penggunaannya masih berlangsung sampai beberapa tahun kemudian, bahkan sampai sekarang residu DDT masih dapat terdeteksi. Sejak tidak digunakan lagi (1973) kandungan DDT dalam tanaman semakin menurun. Pada tahun 1981 rata-rata DDT dalam bahan makanan yang termakan oleh manusia adalah 32-6 mg/kg/hari, terbanyak dari umbi-umbian dan dedaunan. DDT ditemukan juga dalam daging, ikan dan unggas.

Organisasi Kesehatan Dunia memperkirakan bahwa 2.5 juta orang tewas setiap tahun akibat malaria dan ini kian terjadi di berbagai belahan dunia. Namun karena DDT begitu efektif dalam mengontrol nyamuk penyebab malaria, banyak ahli berpikir bahwa insektisida menyelamatkan lebih banyak jiwa dibandingkan bahan kimia lainnya. Kimiawan berharap untuk mengembangkan suatu insektisida yang efektif namun ramah lingkungan, dimana senyawa ini akan mudah terdegradasi.


Penggunaan DDT yang berlebihan pada sektor pertanian dapat menyebabkan pencemaran tanah karena DDT

Gambar 2. Mekanisme Pencemaran DDT


Upaya pengurangan DDT

Beberapa cara untuk mengurangi penggunaan DDT yang diharapkan dapat mengurangi dampak negative DDT terhadap lingkungan adalah sebagai berikut :

  • Membudidayakan makroalga Kelautan (rumput laut) membantu mengurangi toksisitas tanah hingga 80% dalam waktu enam minggu.
  • Sebisa mungkin tidak menggunakan DDT, DDT hanya dipakai jika musim malaria.
  • Pengurangan DDT setiap tahunnya harus dilaksanakan atau tidak digunakan lagi. DDT dapat digantikan dengan malation walaupun lebih mahal itu lebih aman.


Potensi DDT sebagai penyebab kanker payudara

Menurut pengamatan tim yang diketuai oleh Jean-Pierre Bourguignon dari University of Liege, Belgia, anak-anak imigran dari berbagai negara berkembang mempunyai kemungkinan 80 kali lebih besar untuk memasuki masa puber dalam usia yang sangat muda. Selain itu, juga ditemukan bahwa tiga perempat di antara remaja ini mempunyai derivatif kimia DDT yang kadarnya sangat tinggi dalam darah.

Penyebab pubertas dini ini ialah bahwa bahan kimia DDT sendiri, DDT mempunyai efek yang mirip dengan hormon estrogen. Hormon ini diketahui sangat berperan dalam mengatur perkembangan seks wanita. Anak-anak remaja dalam studi yang muncul dalam majalah New Scientist ini mulai mengalami pertumbuhan payudara pada usia delapan tahun. Sedangkan masa haid mereka mulai muncul sebelum memasuki usia 10 tahun. Tim ini menemukan bahwa anak-anak imigran yang datang ke negara-negara Eropa lainnya juga lebih cenderung mengalami masa puber dini. Mereka yakin, ini tidak mungkin terjadi akibat konsumsi makanan yang lebih bergizi.

Peneliti ini mengetahuinya setelah melakukan tes berbagai jenis pestisida dalam darah anak-anak tersebut. Ternyata, sebanyak 21 orang dari 26 anak-anak imigran yang mengalami pubertas dini mempunyai kadar DDE yang sangat tinggi dalam darahnya. Sebagai perbandingan, zat kimia ini hanya ditemukan dalam darah dua orang dari 15 anak-anak asli Belgia.

Sejauh ini, masalah-masalah kronis yang timbul akibat DDT adalah kanker dan gangguan reproduksi. Zat kimia ini dapat merusak sel dan juga sistem endokrin. Substansi yang sangat mengganggu ini masuk ke tubuh manusia biasanya lewat makanan yang dikonsumsi.

Karena itu, para pakar makin diyakinkan bahwa kecurigaan terhadap kemungkinan gangguan pestisida terhadap hormon seks adalah benar. Efeknya pun sangat merugikan dalam jangka panjang. Mereka pun mendesak agar dilakukan pelarangan terhadap setiap pestisida yang dapat mengganggu hormon.

Di Uni Eropa dan Amerika Serikat sendiri, penggunaan DDT telah dilarang sejak puluhan tahun lalu. Namun, zat kimia ini masih saja digunakan di negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia. Terutama, pestisida ini dipakai untuk membasmi malaria.

Sebenarnya, studi ini hanya mempertegas efek negatif DDT terhadap hormon wanita. Sebuah studi pernah dilakukan selama tiga tahun di Amerika Serikat 20 tahun lalu terhadap ibu-ibu hamil. Ternyata, kandungan DDT yang sangat tinggi dalam darah dan air susu ibu-ibu ini menyebabkan anak-anak mereka lebih cepat dewasa secara seksual.


Gambar/Foto Produk

Berikut ini adalah gambar atau foto produk mengandung DDT yang ada di pasaran.

Penggunaan DDT yang berlebihan pada sektor pertanian dapat menyebabkan pencemaran tanah karena DDT
  
Penggunaan DDT yang berlebihan pada sektor pertanian dapat menyebabkan pencemaran tanah karena DDT
   
Penggunaan DDT yang berlebihan pada sektor pertanian dapat menyebabkan pencemaran tanah karena DDT
  
Penggunaan DDT yang berlebihan pada sektor pertanian dapat menyebabkan pencemaran tanah karena DDT
  
Penggunaan DDT yang berlebihan pada sektor pertanian dapat menyebabkan pencemaran tanah karena DDT
 
Penggunaan DDT yang berlebihan pada sektor pertanian dapat menyebabkan pencemaran tanah karena DDT
 
Penggunaan DDT yang berlebihan pada sektor pertanian dapat menyebabkan pencemaran tanah karena DDT

Gambar 3. Foto Produk Mengandung DDT di Pasaran


Penggunaan DDT yang berlebihan pada sektor pertanian dapat menyebabkan pencemaran tanah karena DDT

Gambar 4. Iklan Penggunaan DDT


Bahan Alternatif sebagai Pengganti DDT

Bahan pestisida alami merupakan bahan alami yang berasal dari tumbuhan dan dapat dimanfaatkan sebagai pestisida. Yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan tersebut diantaranya adalah tumbuhan beracun dan berbau tajam.

1. Kecubung

Klasifikasi ilmiah:

  • Kerajaan: Plantae
  • Ordo: Solanales
  • Famili: Solanaceae
  • Genus: Datura
  • Spesies: D. metel

Kecubung adalah tumbuhan penghasil bahan obat-obatan yang telah dikenal sejak ribuan tahun. Sebagai anggota suku Solanaceae, tumbuhan ini masih sekerabat dengan datura, tumbuhan hias dengan bunga berbentuk terompet yang besar. Kecubung biasanya berbunga putih dan atau ungu, namun hibridanya berbunga aneka warna.

Rasanya pahit, pedas, sifatnya hangat, beracun (toksik), masuk meridian jantung, paru dan limpa. Kecubung berkhasiat antiasmatik, antibatuk (antitusif), antirematik, penghilang nyeri (analgesik), afrodisiak dan pemati rasa (anestetik).

Kecubung mengandung 0.3-0.4 % alkaloid (sekitar 85 % skopolamin dan 15 % hyoscyamine), hycoscin dan atropin (tergantung pada varietas, lokasi dan musim). Zat aktifnya dapat menimbulkan halusinasi bagi pemakainya. Jika alkaloid kecubung diisolasi maka akan terdeteksi adanya senyawa methyl crystalline yang mempunyai efek relaksasi pada otot gerak. Kecubung termasuk bahan beracun terutama bijinya, mengandung alkaloid yang berefek halusinogen. Dengan demikian dapat dijadikan sebagai pestisida


2. Lempuyang

Klasifikasi ilmiah :

  • Kerajaan: Plantae
  • Devisi : Magnoliophyta
  • Kelas : Liliopsida
  • Ordo: Zingiberelas
  • Famili: Zingiberaceae
  • Genus: Zingiber
  • Spesies: Z. zerumbut

Lempuyang meupakan bahan alami yang sering digunakan sebagai obat demam, asam urat, dan obat sakit perut oleh masyarakat tradisional. Cirri khas dari lempuyang adalah mengandung bau yang menyengat sehingga membuat kepala pusing dan mual. Sehingga sangat cocok digunakan sebagai pestisida untuk membasmi seranga.

Tumbuhan ini memiliki ciri khas yang bau yang sangat tajam dan berasa pahit, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pestisida.


Daftar Pustaka

Views: 24575