Orang yang memiliki sikap dengki ini merupakan akibat dari adanya sikap

Orang yang memiliki sikap dengki ini merupakan akibat dari adanya sikap

Lukisan seorang wanita dengan iri hati obsesif, karya Théodore Géricault

Iri hati (bahasa Inggris: envy, bahasa Latin: invidia), terkadang disebut juga dengki atau hasad, adalah suatu emosi yang timbul ketika seseorang yang tidak memiliki suatu keunggulan—baik prestasi, kekuasaan, atau lainnya—menginginkan yang tidak dimilikinya itu, atau mengharapkan orang lain yang memilikinya agar kehilangannya.[1]

Bertrand Russell, seorang filsuf dan peraih hadiah Nobel Sastra, mengatakan bahwa iri hati adalah salah satu penyebab utama ketidakbahagiaan. Orang yang iri hati tidak hanya menyebabkan ketidakbahagiaan bagi dirinya sendiri, orang tersebut bahkan mengharapkan kemalangan orang lain. Russel berpendapat bahwa ketidakstabilan status sosial di dunia modern, juga doktrin kesetaraan dari demokrasi dan sosialisme, sangat berperan memperluas penyebaran iri hati dalam suatu kalangan masyarakat. Karena itu iri hati adalah sesuatu yang jahat, tetapi menurutnya kejahatan ini musti ditanggung demi tercapainya suatu sistem sosial yang lebih berkeadilan.[2]

Sementara itu beberapa psikolog berpendapat bahwa ada dua jenis iri hati, yaitu iri hati yang berbahaya dan iri hati yang jinak; di mana saat ini iri hati jinak sedang diusulkan sebagai suatu jenis kekuatan motivasi yang positif.[3][4] Namun belum ada penelitian ahli yang membuktikan hal tersebut.

Perbandingan dengan kecemburuan

Kata-kata "iri hati" and "kecemburuan" sering digunakan dengan maksud yang sama dalam penggunaan sehari-hari, tetapi sebenarnya kedua kata tersebut merujuk pada dua emosi yang berbeda.[1] Kecemburuan merupakan rasa takut, atau akibat, dari kehilangan sesuatu yang dimilikinya atau orang lain yang melekat padanya (suatu peralihan afeksi seseorang yang mencintai, atas orang yang dicintainya, dalam bentuk yang umum). Sedangkan iri hati adalah suatu kebencian yang disebabkan karena orang lain memiliki sesuatu yang tidak dimilikinya, dan ia menginginkannya bagi dirinya sendiri.[5] Jadi iri hati berkaitan dengan rasa ingin memiliki atas yang tidak dimilikinya, sementara kecemburuan berkaitan dengan rasa takut kehilangan atas miliknya.

Pandangan Agama

Islam

Rasa iri hati atau hasad dalam Islam merupakan akhlak tercela. Karena hasad pada hakikatnya tidak menyukai apa yang Allah takdirkan. Merasa tidak suka dengan nikmat yang telah Allah berikan kepada orang lain pada hakikatnya adalah tidak suka dengan apa yang telah Allah takdirkan dan menentang takdir Allah. Allah ta’ala berfirman dalam Al Qur'an,

“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (karena) bagi orang laki-laki ada bahagian daripada apa yang mereka usahakan, dan bagi Para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (QS. an Nisa': 32)

Hasad juga menyebabkan sikap meremehkan nikmat yang ada. Maksudnya orang yang hasad berpandangan bahwa dirinya tidak diberi nikmat. Orang yang dia dengki-lah yang mendapatkan nikmat yang lebih besar daripada nikmat yang Allah berikan kepadanya. Pada saat demikian orang tersebut akan meremehkan nikmat yang ada pada dirinya sehingga dia tidak mau mensyukuri nikmat tersebut.[6]

Kekristenan

Baik dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, ada berbagai penggambaran dari iri hari dan kejadian-kejadian yang berkaitan dengan ini, hampir semua memiliki hasil yang dramatis.

Rasa iri dalam hati menyebabkan pelanggaran terhadap perintah kesepuluh dari "Sepuluh Perintah Allah". Kitab Suci menggambarkan dengan baik mengenai iri hati dalam perumpamaan yang disampaikan Nabi Natan saat hendak menyadarkan Raja Daud dari kesalahannya (2 Samuel 12:1-10); orang kaya dalam perumpamaan tersebut iri akan domba satu-satunya yang dimiliki si miskin dan akhirnya mengambil dombanya—serupa dengan yang dilakukan Raja Daud terhadap Uria (2 Samuel 11:1-27). Dan iri hati dapat menghantar seseorang sampai kepada perbuatan-perbuatan terjahat yang dapat dilakukannya (Kejadian 4:3-8, 1 Raja-raja 21:1-29).

Orang yang memiliki sikap dengki ini merupakan akibat dari adanya sikap

Invidia (Iri hati) dalam "Tujuh Dosa Mematikan dan Empat Hal Terakhir", karya Hieronymus Bosch

Katolik

Karena iri hati menyebabkan timbulnya dosa-dosa lain maka Katekismus Gereja Katolik (KGK) memasukkannya dalam "Tujuh dosa pokok". Seseorang yang iri berarti bahwa ia kecewa atau cemburu atas keuntungan orang lain dan menginginkannya secara tidak wajar untuk dirinya sendiri dengan cara yang tidak adil. Sehingga seseorang melakukan dosa berat karena menginginkan yang jahat bagi sesamanya (Lihat: Bobot Dosa). Santo Gregorius Agung mengatakan bahwa iri hati menimbulkan kedengkian, fitnah, hujat, kegirangan akan kesengsaraan orang lain, dan menyesalkan keberuntungannya; sementara Santo Agustinus memandangnya sebagai "dosa setani" (diabolical sin). (KGK #2539)[7]

St. Yohanes dari Damaskus—sebagaimana dikutip oleh St Thomas Aquinas dalam Summa Theologia—mengatakan bahwa iri hati adalah satu jenis penderitaan, dan iri hati adalah penderitaan atas kebaikan orang lain.[8] Sehingga kebajikan yang adalah lawannya yaitu kebaikan hati; namun karena iri hati sering kali timbul akibat kesombongan, karena seseorang yang iri merasa dirinya layak untuk memiliki apa yang tidak dimilikinya, maka setiap orang yang telah dibaptis harus melatih diri untuk hidup dalam kerendahan hati. (KGK #2540)[7]

Apakah engkau ingin melihat Tuhan dimuliakan melalui engkau? Jika ya, bergembiralah atas kemajuan saudaramu dan engkau akan memberi kemuliaan bagi Tuhan. Karena hamba-Nya dapat menaklukkan iri hati dengan bergembira atas jasa-jasa orang lain, Tuhan akan dipuji.
— St. Yohanes Krisostomus[7]

Referensi

  1. ^ a b Parrott, W. G., & Smith, R. H. (1993). "Distinguishing the experiences of envy and jealousy." Journal of Personality and Social Psychology, 64, 906–920.
  2. ^ Russell, Bertrand (1930). The Conquest of Happiness. New York: Horace Liveright. hlm. 90-91. 
  3. ^ van de Ven N ; et al. "Leveling up and down: the experiences of benign and malicious envy". Pemeliharaan CS1: Penggunaan et al. yang eksplisit (link)
  4. ^ "Why Envy Motivates Us". PsyBlog. 
  5. ^ Neu, J., 1980, "Jealous Thoughts," in Rorty (ed.) Explaining Emotions, Berkeley: U.C. Press.
  6. ^ Al Utsaimin, Muhammad bin Shalih, "Bahaya Hasad" Diarsipkan 2015-04-02 di Wayback Machine., Muslim.Or.Id
  7. ^ a b c "Catechism of the Catholic Church - The Tenth Commandment". Holy See. 
  8. ^ Thomas Aquinas. "The Summa Theologica II-II.Q36.A1 (Envy - Whether envy is a kind of sorrow?)" (edisi ke-1920, Second and Revised Edition). New Advent. Pemeliharaan CS1: Teks tambahan (link)

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Iri_hati&oldid=18638393"


Page 2

Orang yang memiliki sikap dengki ini merupakan akibat dari adanya sikap
2 Samuel 12

Kitab Samuel (Kitab 1 & 2 Samuel) lengkap pada Kodeks Leningrad, dibuat tahun 1008.

KitabKitab 1 SamuelKategoriNevi'imBagian Alkitab KristenPerjanjian LamaUrutan dalam
Kitab Kristen10

← pasal 11

pasal 13 →

2 Samuel 12 (atau II Samuel 12, disingkat 2Sam 12) adalah bagian dari Kitab 2 Samuel dalam Alkitab Ibrani dan Perjanjian Lama di Alkitab Kristen. Dalam Alkitab Ibrani termasuk Nabi-nabi Awal atau Nevi'im Rishonim [נביאים ראשונים] dalam bagian Nevi'im (נביאים; Nabi-nabi).[1][2]

Teks

  • Naskah sumber utama: Masoretik, Septuaginta dan Naskah Laut Mati.
  • Pasal ini terdiri dari 31 ayat.
  • Berisi riwayat Daud setelah menjadi raja atas seluruh Israel.

Waktu

  • Kisah yang dicatat di pasal ini terjadi pada masa pemerintahan raja Daud setelah bertahta di Yerusalem, sekitar tahun 1000-960 SM.

Struktur

Pembagian isi pasal (disertai referensi silang dengan bagian Alkitab lain):

  • 2 Samuel 12:1-25 = Natan memperingatkan Daud sehingga Daud menyesal
  • 2 Samuel 12:26-31 = Perang melawan bani Amon berakhir (1 Tawarikh 20:1-3)

Ayat 9

Mengapa engkau menghina TUHAN dengan melakukan apa yang jahat di mata-Nya? Uria, orang Het itu, kaubiarkan ditewaskan dengan pedang; isterinya kauambil menjadi isterimu, dan dia sendiri telah kaubiarkan dibunuh oleh pedang bani Amon. (TB)[3]

Nabi Natan menyatakan bahwa Daud, dengan berbuat zina, membunuh, dan menipu, bersalah karena menghina "firman Tuhan" dan menghina Allah sendiri (2 Samuel 12:10). Istilah "menghina" (bahasa Ibrani bazah) berarti memandang rendah, menganggap tidak penting, meremehkan; jadi dengan tindakan-tindakannya, Daud menyatakan bahwa Allah tidak penting, tidak layak untuk dikasihi dan disembah.

  1. Dalam gereja dewasa ini, hamba-hamba Allah yang berbuat zina mencerminkan penilaian mereka tentang Allah dan firman-Nya yang kudus. Mereka memandang rendah kepada Injil dan darah Kristus, seakan-akan itu hal yang sepele dan tidak layak ditaati.
  2. Alkitab menyatakan bahwa setiap orang percaya yang berbuat zina tidak layak menduduki jabatan penilik jemaat (1Tim 3:2).[4]

Ayat 13

Lalu berkatalah Daud kepada Natan: "Aku sudah berdosa kepada TUHAN." Dan Natan berkata kepada Daud: "TUHAN telah menjauhkan dosamu itu: engkau tidak akan mati."[5]

Dosa Daud diampuni oleh Allah dalam pengertian bahwa hukuman mati dan hukuman kekal dikesampingkan (1 Yohanes 3:15); jadi, Daud dikembalikan kepada hubungannya dengan Allah dan keselamatan (Mazmur 51:1-21). Sekalipun demikian, reputasi Daud telah dicemarkan selama-lamanya dan dampak-dampak dosanya itu berlangsung terus sepanjang hidupnya dan sejarah keluarganya. Pengalaman Daud setelah diampuni dan dipulihkan adalah sebuah pelajaran yang penting untuk mereka yang menganggap dosa seenaknya saja sebagai sesuatu yang diampuni dan dilupakan Allah.[4]

Ayat 24

Kemudian Daud menghibur hati Batsyeba, isterinya; ia menghampiri perempuan itu dan tidur dengan dia, dan perempuan itu melahirkan seorang anak laki-laki, lalu Daud memberi nama Salomo kepada anak itu. TUHAN mengasihi anak ini" (TB)[6]
  • Referensi silang: 2 Samuel 5:14, 1 Tawarikh 3:5, 1 Tawarikh 14:4, Matius 1:6
  • "Batsyeba, isterinya": Daud mengatur kematian suami Batsyeba dan kemudian memperoleh wanita yang diinginkannya. Untungkah Daud dengan berbuat dosa nafsu dan pembunuhan itu? Mungkin kekerasan hukuman Allah atas Daud sepanjang dua puluh lima tahun selanjutnya sebagian disebabkan oleh kenyataan bahwa Daud tidak menghadapi realitas bahwa secara hukum dan moral ia tidak berhak untuk mengambil istri Uria:
  • 1) Allah telah memerintahkan agar para raja tidak mempunyai banyak istri (Ulangan 17:17); dan
  • 2) Daud telah melanggar beberapa butir Sepuluh Hukum dalam peristiwa ini (2 Sam 11:27).

Karena hal ini Allah menyatakan, "pedang tidak akan menyingkir dari keturunanmu sampai selamanya, karena engkau telah menghina Aku dan mengambil istri Uria ... untuk menjadi istrimu" (2 Sam 12:10).[4]

Ayat 25

dan dengan perantaraan nabi Natan Ia menyuruh menamakan anak itu Yedija, oleh karena TUHAN. (TB)[7]

Referensi silang: Nehemia 13:26

Lihat pula

  • Bani Amon
  • Batsyeba
  • Daud
  • Natan
  • Uria orang Het
  • Yerusalem
  • Bagian Alkitab yang berkaitan: 2 Samuel 10, 2 Samuel 11, 1 Tawarikh 19, 1 Tawarikh 20, Mazmur 51,Matius 1.

Referensi

  1. ^ W.S. LaSor, D.A. Hubbard & F.W. Bush. Pengantar Perjanjian Lama 1. Diterjemahkan oleh Werner Tan dkk. Jakarta:BPK Gunung Mulia. 2008. ISBN 979-415-815-1, 9789794158159
  2. ^ J. Blommendaal. Pengantar kepada Perjanjian Lama. Jakarta:BPK Gunung Mulia, 1983. ISBN 979-415-385-0, 9789794153857
  3. ^ 2 Samuel 12:9 - Sabda.org
  4. ^ a b c The Full Life Study Bible. Life Publishers International. 1992. Teks Penuntun edisi Bahasa Indonesia. Penerbit Gandum Mas. 1993, 1994.
  5. ^ 2 Samuel 12:13
  6. ^ 2 Samuel 12:24 - Sabda.org
  7. ^ 2 Samuel 12:25 - Sabda.org

Pranala luar

  • (Indonesia) Teks 2 Samuel 12 dari Alkitab SABDA
  • (Indonesia) Audio 2 Samuel 12
  • (Indonesia) Referensi silang 2 Samuel 12
  • (Indonesia) Komentari bahasa Indonesia untuk 2 Samuel 12
  • (Inggris) Komentari bahasa Inggris untuk 2 Samuel 12

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=2_Samuel_12&oldid=14233178"