Nyoman made wayan adalah warga indonesia yang berasal dari suku

Liputan6.com, Jakarta - Coba ingat-ingat temanmu dari Bali, mungkin namanya ada kata Wayan, Made, atau Komang. Pada umumnya orang Bali memiliki nama depan seperti I Wayan, Ni Kadek, Komang, Ketut. Ada juga yang memiliki nama depan seperti Anak Agung, Ida Ayu, Gusti. Apakah artinya?

'Apa arti sebuah nama?' tak berlaku di sini. Nama orang Bali menjadi sebuah tanda.

Wayan Gaing, karyawan Diageo Indonesia kantor Bali, mengatakan nama orang Bali umumnya diawali dengan sebutan yang mencirikan kasta (wangsa) dan urutan kelahiran.

"Walaupun masalah kasta sering terjadi pro dan kontra di masyarakat Bali sendiri," jelasnya dalam kesempatan sharing Diageo Indonesia secara virtual, Rabu (3/6/2020).

Untuk mengoptimalkan work from home seiring pandemi Covid-19, manajemen perusahaan spirit internasional ini intensif membuat program sharing knowledge oleh karyawan atau pembicara luar.

Wayan Gaing melanjutkan, merujuk Sastra Kanda Pat Sari, nama depan khas Bali merupakan penanda urutan kelahiran dari anak pertama hingga keempat.

Anak pertama diberi awalan Wayan, Putu, Gede. Contoh, Gede Ardika.

Anak kedua diberi awalan Made, Nengah, Kadek. Contoh, Made Kendra.

Anak ketiga diberi awalan Nyoman, Komang. Contoh, Nyoman Tresna.

Anak keempat diberi awalan Ketut. Contoh, Ketut Nyana/

Jika suatu keluarga memiliki lebih dari empat anak, nama depan untuk anak kelima mengulang kembali sesuai urutan di atas. Ada juga sebagai pengingat diberi tambahan seperti balik atau tagel. Contoh, Wayan Balik Daru.

Adapun untuk membedakan jenis kelamin, nama depan orang Bali akan ditambahkan awalan sesuai jenisnya. Awalan 'I' untuk anak laki laki, dan awalan 'Ni / Luh' untuk anak perempuan.

Scroll down untuk melanjutkan membaca

Wayan dari bahasa Bali adalah sebutan untuk anak yang pertama. Berakar dari kata "wayahan" yang berarti tertua. Wayan merupakan urutan pertama dalam penamaan tradisional Bali. Kemudian diikuti dengan Made, Nyoman dan diakhiri dengan Ketut. Apabila melebihi dari empat anak, akan diulang kembali ke urutan pertama. Namun pengulangan ini tidak berlaku di beberapa bagian wilayah Bali, utamanya di wilayah Bali bagian timur.

WayanJenis kelaminbebasBahasaBaliAsal usulBahasaBaliKatawayahanArtitertuaDaerah asalBali, IndonesiaAlternatifBentuk singkatYanPanggilanKayanPadananGede, Putu
  • Made
  • Nyoman
  • Ketut
 

Artikel bertopik nama dan marga ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya.

  • l
  • b
  • s

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Wayan&oldid=7587036"

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Wayan, Made, Komang, Ketut; Sekelumit Tentang Asal Mula Nama Orang Bali

G. Suyasa

Ayah saya bernama I Wayan Gubar.  Beliau lahir tahun 1945, pada akhir masa pendudukan Jepang di Indonesia.

Hidup sangat sulit di zaman itu, itulah sebabnya kenapa ketika ia lahir kakek saya sesungguhnya hendak memberinya nama depan (first name) Gabur yang berarti berantakan.

Tapi karena seorang ayah tetangga yang bayinya lahir hampir bersamaan,   lebih dahulu menamai anaknya Gabur , nama itu telah dipatenkan orang.  Ia terpaksa memberi anaknya nama Gubar, yang tidak memiliki arti apapun.  Sesungguhnya di era tersebut, banyak nama Bali tidak bermakna apa-apa atau hanya sebuah onomatope.

Kakek saya  senang mendapatkan seorang anak sulung laki-laki, karena anak lelaki tertua dalam keluarga bertanggungjawab atas upacara kremasi orang tuanya. Karena anak pertama, maka di depan nama depannya ia mendapatkan gelar Wayan yang artinya sulung.

I di depan Wayan adalah kata sandang yang bermakna laki-laki. Kata sandang penanda perempuan adalah Ni. I dan Ni juga bermakna serorang lelaki dan wanita dari keluarga kebanyakan (jaba). Jika misalnya  ia terlahir di keluarga penempa besi,  ia bernama Pande Wayan Gubar. Bila di depan Wayan, gelarnya Ida Bagus, ia tentunya terlahir di keluarga Brahmana. Ida Bagus berarti yang Tampan atau Terhormat.  Jika saja ia digelari anak Agung, pastilah ia lahir di keluarga bangsawan.

Wayan berasal dari kata "wayahan' yang artinya yang paling matang.  Titel anak kedua adalah Made yang berakar dari kata madia yang artinya tengah. Anak ketiga dipanggil Nyoman yang secara etimologis berasal dari kata uman yang bermakna "sisa" atau "akhir".  Jadi menurut pandangan hidup kami, sebaiknya sebuah keluarga memiliki tiga anak saja.  Setalah beranak tiga, kita disarankan untuk lebih "bijaksana". Namun zaman dahulu, obat herbal tradisional kurang efektif untuk mencegah kehamilan, coitus interruptus tidak layak diandalkan, dan aborsi selalu dipandang jahat, sehingga sepasang suami istri mungkin saja memiliki lebih dari tiga anak.

Anak keempat gelarnya Ketut. Ia berasal dari kata kuno Kitut yang berarti sebuah pisang kecil di ujung terluar dari sesisir pisang. Ia adalah anak bonus yang tersayang. Karena program KB yang dianjurkan pemerintah, semakin sedikit orang Bali yang bertitel Ketut. Itu sebabnya ada kekhawatiran dari sementara orang Bali akan punahnya sebutan kesayangan ini.

Orang Bali memiliki sebuah tabu bahwa petani tidak boleh menyebut kata tikus, di Bali disebut bikul,  di sawah, karena hal ini bagai mantra yang bisa memanggil tikus. Untuk itu di sawah, orang memanggilnya dengan julukan spesial  " Jero Ketut". Ia bermakna tuan kecil. Ini berangkat dari pandangan bahwa tikus bagimanapun juga adalah bagian dari keseimbangan alam.

Bila keluarga berancana gagal, dan sebuah keluarga memiliki lebih dari empat anak, maka mulai dari anak kelima, orang Bali mengulang siklus titel di atas. Anak kelima bergelar Wayan, keenam Made, dan seterusnya.


Page 2

Wayan, Made, Komang, Ketut; Sekelumit Tentang Asal Mula Nama Orang Bali

G. Suyasa

Ayah saya bernama I Wayan Gubar.  Beliau lahir tahun 1945, pada akhir masa pendudukan Jepang di Indonesia.

Hidup sangat sulit di zaman itu, itulah sebabnya kenapa ketika ia lahir kakek saya sesungguhnya hendak memberinya nama depan (first name) Gabur yang berarti berantakan.

Tapi karena seorang ayah tetangga yang bayinya lahir hampir bersamaan,   lebih dahulu menamai anaknya Gabur , nama itu telah dipatenkan orang.  Ia terpaksa memberi anaknya nama Gubar, yang tidak memiliki arti apapun.  Sesungguhnya di era tersebut, banyak nama Bali tidak bermakna apa-apa atau hanya sebuah onomatope.

Kakek saya  senang mendapatkan seorang anak sulung laki-laki, karena anak lelaki tertua dalam keluarga bertanggungjawab atas upacara kremasi orang tuanya. Karena anak pertama, maka di depan nama depannya ia mendapatkan gelar Wayan yang artinya sulung.

I di depan Wayan adalah kata sandang yang bermakna laki-laki. Kata sandang penanda perempuan adalah Ni. I dan Ni juga bermakna serorang lelaki dan wanita dari keluarga kebanyakan (jaba). Jika misalnya  ia terlahir di keluarga penempa besi,  ia bernama Pande Wayan Gubar. Bila di depan Wayan, gelarnya Ida Bagus, ia tentunya terlahir di keluarga Brahmana. Ida Bagus berarti yang Tampan atau Terhormat.  Jika saja ia digelari anak Agung, pastilah ia lahir di keluarga bangsawan.

Wayan berasal dari kata "wayahan' yang artinya yang paling matang.  Titel anak kedua adalah Made yang berakar dari kata madia yang artinya tengah. Anak ketiga dipanggil Nyoman yang secara etimologis berasal dari kata uman yang bermakna "sisa" atau "akhir".  Jadi menurut pandangan hidup kami, sebaiknya sebuah keluarga memiliki tiga anak saja.  Setalah beranak tiga, kita disarankan untuk lebih "bijaksana". Namun zaman dahulu, obat herbal tradisional kurang efektif untuk mencegah kehamilan, coitus interruptus tidak layak diandalkan, dan aborsi selalu dipandang jahat, sehingga sepasang suami istri mungkin saja memiliki lebih dari tiga anak.

Anak keempat gelarnya Ketut. Ia berasal dari kata kuno Kitut yang berarti sebuah pisang kecil di ujung terluar dari sesisir pisang. Ia adalah anak bonus yang tersayang. Karena program KB yang dianjurkan pemerintah, semakin sedikit orang Bali yang bertitel Ketut. Itu sebabnya ada kekhawatiran dari sementara orang Bali akan punahnya sebutan kesayangan ini.

Orang Bali memiliki sebuah tabu bahwa petani tidak boleh menyebut kata tikus, di Bali disebut bikul,  di sawah, karena hal ini bagai mantra yang bisa memanggil tikus. Untuk itu di sawah, orang memanggilnya dengan julukan spesial  " Jero Ketut". Ia bermakna tuan kecil. Ini berangkat dari pandangan bahwa tikus bagimanapun juga adalah bagian dari keseimbangan alam.

Bila keluarga berancana gagal, dan sebuah keluarga memiliki lebih dari empat anak, maka mulai dari anak kelima, orang Bali mengulang siklus titel di atas. Anak kelima bergelar Wayan, keenam Made, dan seterusnya.


Nyoman made wayan adalah warga indonesia yang berasal dari suku

Lihat Sosbud Selengkapnya


Page 3

Wayan, Made, Komang, Ketut; Sekelumit Tentang Asal Mula Nama Orang Bali

G. Suyasa

Ayah saya bernama I Wayan Gubar.  Beliau lahir tahun 1945, pada akhir masa pendudukan Jepang di Indonesia.

Hidup sangat sulit di zaman itu, itulah sebabnya kenapa ketika ia lahir kakek saya sesungguhnya hendak memberinya nama depan (first name) Gabur yang berarti berantakan.

Tapi karena seorang ayah tetangga yang bayinya lahir hampir bersamaan,   lebih dahulu menamai anaknya Gabur , nama itu telah dipatenkan orang.  Ia terpaksa memberi anaknya nama Gubar, yang tidak memiliki arti apapun.  Sesungguhnya di era tersebut, banyak nama Bali tidak bermakna apa-apa atau hanya sebuah onomatope.

Kakek saya  senang mendapatkan seorang anak sulung laki-laki, karena anak lelaki tertua dalam keluarga bertanggungjawab atas upacara kremasi orang tuanya. Karena anak pertama, maka di depan nama depannya ia mendapatkan gelar Wayan yang artinya sulung.

I di depan Wayan adalah kata sandang yang bermakna laki-laki. Kata sandang penanda perempuan adalah Ni. I dan Ni juga bermakna serorang lelaki dan wanita dari keluarga kebanyakan (jaba). Jika misalnya  ia terlahir di keluarga penempa besi,  ia bernama Pande Wayan Gubar. Bila di depan Wayan, gelarnya Ida Bagus, ia tentunya terlahir di keluarga Brahmana. Ida Bagus berarti yang Tampan atau Terhormat.  Jika saja ia digelari anak Agung, pastilah ia lahir di keluarga bangsawan.

Wayan berasal dari kata "wayahan' yang artinya yang paling matang.  Titel anak kedua adalah Made yang berakar dari kata madia yang artinya tengah. Anak ketiga dipanggil Nyoman yang secara etimologis berasal dari kata uman yang bermakna "sisa" atau "akhir".  Jadi menurut pandangan hidup kami, sebaiknya sebuah keluarga memiliki tiga anak saja.  Setalah beranak tiga, kita disarankan untuk lebih "bijaksana". Namun zaman dahulu, obat herbal tradisional kurang efektif untuk mencegah kehamilan, coitus interruptus tidak layak diandalkan, dan aborsi selalu dipandang jahat, sehingga sepasang suami istri mungkin saja memiliki lebih dari tiga anak.

Anak keempat gelarnya Ketut. Ia berasal dari kata kuno Kitut yang berarti sebuah pisang kecil di ujung terluar dari sesisir pisang. Ia adalah anak bonus yang tersayang. Karena program KB yang dianjurkan pemerintah, semakin sedikit orang Bali yang bertitel Ketut. Itu sebabnya ada kekhawatiran dari sementara orang Bali akan punahnya sebutan kesayangan ini.

Orang Bali memiliki sebuah tabu bahwa petani tidak boleh menyebut kata tikus, di Bali disebut bikul,  di sawah, karena hal ini bagai mantra yang bisa memanggil tikus. Untuk itu di sawah, orang memanggilnya dengan julukan spesial  " Jero Ketut". Ia bermakna tuan kecil. Ini berangkat dari pandangan bahwa tikus bagimanapun juga adalah bagian dari keseimbangan alam.

Bila keluarga berancana gagal, dan sebuah keluarga memiliki lebih dari empat anak, maka mulai dari anak kelima, orang Bali mengulang siklus titel di atas. Anak kelima bergelar Wayan, keenam Made, dan seterusnya.


Nyoman made wayan adalah warga indonesia yang berasal dari suku

Lihat Sosbud Selengkapnya


Page 4

Wayan, Made, Komang, Ketut; Sekelumit Tentang Asal Mula Nama Orang Bali

G. Suyasa

Ayah saya bernama I Wayan Gubar.  Beliau lahir tahun 1945, pada akhir masa pendudukan Jepang di Indonesia.

Hidup sangat sulit di zaman itu, itulah sebabnya kenapa ketika ia lahir kakek saya sesungguhnya hendak memberinya nama depan (first name) Gabur yang berarti berantakan.

Tapi karena seorang ayah tetangga yang bayinya lahir hampir bersamaan,   lebih dahulu menamai anaknya Gabur , nama itu telah dipatenkan orang.  Ia terpaksa memberi anaknya nama Gubar, yang tidak memiliki arti apapun.  Sesungguhnya di era tersebut, banyak nama Bali tidak bermakna apa-apa atau hanya sebuah onomatope.

Kakek saya  senang mendapatkan seorang anak sulung laki-laki, karena anak lelaki tertua dalam keluarga bertanggungjawab atas upacara kremasi orang tuanya. Karena anak pertama, maka di depan nama depannya ia mendapatkan gelar Wayan yang artinya sulung.

I di depan Wayan adalah kata sandang yang bermakna laki-laki. Kata sandang penanda perempuan adalah Ni. I dan Ni juga bermakna serorang lelaki dan wanita dari keluarga kebanyakan (jaba). Jika misalnya  ia terlahir di keluarga penempa besi,  ia bernama Pande Wayan Gubar. Bila di depan Wayan, gelarnya Ida Bagus, ia tentunya terlahir di keluarga Brahmana. Ida Bagus berarti yang Tampan atau Terhormat.  Jika saja ia digelari anak Agung, pastilah ia lahir di keluarga bangsawan.

Wayan berasal dari kata "wayahan' yang artinya yang paling matang.  Titel anak kedua adalah Made yang berakar dari kata madia yang artinya tengah. Anak ketiga dipanggil Nyoman yang secara etimologis berasal dari kata uman yang bermakna "sisa" atau "akhir".  Jadi menurut pandangan hidup kami, sebaiknya sebuah keluarga memiliki tiga anak saja.  Setalah beranak tiga, kita disarankan untuk lebih "bijaksana". Namun zaman dahulu, obat herbal tradisional kurang efektif untuk mencegah kehamilan, coitus interruptus tidak layak diandalkan, dan aborsi selalu dipandang jahat, sehingga sepasang suami istri mungkin saja memiliki lebih dari tiga anak.

Anak keempat gelarnya Ketut. Ia berasal dari kata kuno Kitut yang berarti sebuah pisang kecil di ujung terluar dari sesisir pisang. Ia adalah anak bonus yang tersayang. Karena program KB yang dianjurkan pemerintah, semakin sedikit orang Bali yang bertitel Ketut. Itu sebabnya ada kekhawatiran dari sementara orang Bali akan punahnya sebutan kesayangan ini.

Orang Bali memiliki sebuah tabu bahwa petani tidak boleh menyebut kata tikus, di Bali disebut bikul,  di sawah, karena hal ini bagai mantra yang bisa memanggil tikus. Untuk itu di sawah, orang memanggilnya dengan julukan spesial  " Jero Ketut". Ia bermakna tuan kecil. Ini berangkat dari pandangan bahwa tikus bagimanapun juga adalah bagian dari keseimbangan alam.

Bila keluarga berancana gagal, dan sebuah keluarga memiliki lebih dari empat anak, maka mulai dari anak kelima, orang Bali mengulang siklus titel di atas. Anak kelima bergelar Wayan, keenam Made, dan seterusnya.


Nyoman made wayan adalah warga indonesia yang berasal dari suku

Lihat Sosbud Selengkapnya